Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

2.1.2 Inflasi

Hingga akhir tahun 2015, laju inflasi nasional mencapai 3,35 persen. Relatif rendah dan stabilnya inflasi tersebut didukung oleh rendahnya inflasi komponen Inti (Core inflation) serta terjaganya komponen Harga Diatur Pemerintah (Administered Prices ) dan inflasi komponen Bergejolak pada level yang terkendali. Pelemahan kondisi perekonomian global turut mendukung rendahnya laju inflasi komponen Inti pada tahun 2015 berada pada level 3,95 persen (yoy), lebih rendah dari tahun 2014 yang mencapai 4,93 persen (yoy). Sementara pelaksanaan kebijakan reformasi subsidi energi yang dilaksanakan akhir tahun 2014 dan tren penurunan harga komoditas energi menjadi pendukung terkendalinya laju inflasi komponen Harga Diatur Pemerintah di tahun 2015. Penyesuaian harga BBM, tarif listrik, dan bahan bakar rumah tangga menyebabkan laju inflasi komponen ini terkendali pada 0,39 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 17,57 persen (yoy). Terkendalinya inflasi komponen Bergejolak didukung oleh ketersediaan komoditas pangan, terutama hortikultura sepanjang tahun. Meskipun terdapat dampak negatif El Nino, namun berkat upaya pemerintah antara lain kebijakan penguatan cadangan beras pemerintah, penyaluran Beras Sejahtera (Rastra), dan program pembangunan infrastruktur, laju inflasi komponen ini dapat ditahan pada 4,84 persen (yoy) jauh lebih rendah dari tahun 2014 yang berada pada level 10,88 persen (yoy).

Inflasi yang relatif rendah dan stabil di tahun 2015 menjadi salah satu modal dalam

GRAFIK II.2.2 INFLASI (persen, yoy)

pengendalian laju inflasi di tahun 2016. 9,0 Hingga bulan April tahun 2016, laju inflasi 8,0 8,2

mencapai 0,16 persen (ytd) atau 3,60 persen 7,7 7,0

6,8 7,1 7,3 7,3 7,2 (yoy), masih lebih rendah dibandingkan 6,8

dengan historis rata-rata lima tahun terakhir 5,0

4,1 yang sebesar 1,02 persen (ytd) atau 5,48 4,4 4,4 persen (yoy). Pada periode yang sama, 3,0

perkembangan inflasi komponen Inti berada 2,0 Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt -

pada level 3,41 persen (yoy), komponen 2016f Inflasi Proyeksi Bergejolak 9,44 persen (yoy), dan komponen Sumber: BPS Harga Diatur Pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,84 persen (yoy).

II.2-8 Nota Keuangan dan RAPBN Perubahan Tahun 2016

Bab 2: Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro dan Proyeksi Jangka Menengah

Bagian II

Laju inflasi sepanjang tahun 2016 akan terpengaruh oleh perkembangan ekonomi global dan tren pelemahan harga komoditas terutama energi. Sementara itu, dari sisi domestik,

pelaksanaan kebijakan pembangunan infrastruktur akan menjadi tumpuan dalam upaya peningkatan produksi serta dukungan konektivitas dan kelancaran arus distribusi. Upaya pengendalian laju inflasi pada tingkat yang rendah dan stabil tersebut memerlukan sinergi yang kuat antara Pemerintah dan BI. Sehingga laju inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan sebesar 4,0 persen, sesuai dengan sasaran inflasi 4,0±1%, lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN tahun 2016 yang ditetapkan sebesar 4,7 persen.

2.1.3 Nilai tukar

Pada tahun 2015 nilai tukar rupiah terdepresiasi ke level rata-rata Rp13.392 per dolar AS. Dari sisi eksternal, isu kebijakan kenaikan suku bunga the Fed serta devaluasi yuan oleh Pemerintah Tiongkok menjadi penyebab utama yang berpengaruh terhadap aliran modal yang masuk ke negara-negara emerging market termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar menjadi semakin besar. Dari sisi domestik, beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan terhadap rupiah diantaranya terkait dengan upaya perbaikan kinerja dari transaksi berjalan, serta tren penurunan pertumbuhan ekonomi sebagai imbas perlambatan ekonomi dunia turut memberi tekanan.

Di awal tahun 2016, dinamika rupiah dipengaruhi oleh sentimen pasar terkait dengan suku bunga acuan the Fed, kebijakan suku bunga negatif ECB dan BoJ, relatif rendahnya tingkat inflasi, serta meningkatnya minat investor seiring dengan membaiknya proyeksi perekonomian domestik.

Ke depan, Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan GRAFIK II.2.3

NILAI TUKAR RUPIAH

(OJK), serta Lembaga Penjamin (Rp/US$) Simpanan (LPS) akan terus berupaya 14.000

dalam menjaga stabilitas nilai tukar

rupiah dan stabilitas sistem keuangan 2016:

Proyeksi rata-rata

menjadi lebih kuat melalui pengesahan Rata-rata 2014:

Undang-undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan 11.000

sebagai legal basis terkait mekanisme 10.000

pencegahan dan penanganan krisis -

sistem keuangan. Selain itu, untuk 2016f

Rata-rata Tahunan

meningkatkan peran pasar keuangan Sumber: Bank Indonesia sebagai sumber pembiayaan ekonomi jangka menengah, Pemerintah memperkuat koordinasi dengan BI dan OJK melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK) di bulan April 2016. Dengan forum ini, diharapkan strategi pengembangan pasar keuangan dapat lebih terintegrasi antar-pasar, sektor, dan institusi. Terintegrasinya strategi ini diharapkan dapat mempercepat proses pengembangan pasar sehingga pasar keuangan domestik lebih dalam dan siap dalam menghadapi berbagai tantangan di pasar keuangan global ke depan. Di sisi lain, pendalaman pasar keuangan ini juga diarahkan pada pengembangan dan peningkatan kapasitas pendanaan pembangunan sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pendanaan asing.

Nota Keuangan dan RAPBN Perubahan Tahun 2016 II.2-9

Bab 2: Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bagian II

dan Proyeksi Jangka Menengah

Sementara itu, faktor positif lain dari sisi domestik seperti penurunan suku bunga acuan BI, perbaikan kinerja transaksi berjalan, inflasi yang rendah serta membaiknya perekonomian diharapkan mampu menjaga stabilisasi dan meredam depresiasi nilai tukar rupiah. Namun demikian, pergerakan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2016 masih menghadapi beberapa risiko eksternal seperti potensi kenaikan suku bunga the Fed pada semester kedua, pelonggaran likuiditas di kawasan Eropa dan Jepang, serta pengaruh moderasi pasar keuangan Tiongkok.

Dengan mempertimbangkan kondisi terkini dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan bergerak pada kisaran Rp13.500 per dolar AS, lebih rendah dibandingkan asumsi nilai tukar dalam APBN tahun 2016 yang ditetapkan sebesar Rp13.900 per dolar AS.

2.1.4 Tingkat suku bunga SPN 3 bulan

Pada tahun 2015, suku bunga SPN 3 bulan bergerak pada kisaran 6,0 persen. Normalisasi kebijakan moneter dan ekspektasi kenaikan suku bunga the Fed turut menyebabkan berkurangnya aliran modal di pasar keuangan global. Meskipun bank sentral di kawasan Eropa dan Jepang mengambil kebijakan moneter yang cenderung ekspansif, namun preferensi investor untuk menanamkan modal di negara-negara safe haven menyebabkan ketersediaan modal di negara-negara berkembang menjadi lebih terbatas, termasuk Indonesia.

Di awal tahun 2016, pergerakan

suku bunga SPN 3 bulan hingga GRAFIK II.2.4

SUKU BUNGA SPN 3 BULAN (persen)

April rata-rata mencapai 5,8 persen 6,5 sedikit menurun dibandingkan rata- Rata-rata

SPN 3 bulan 2014 5,8 %

SPN 3 bulan 2015 rata pada tahun 2015. Penurunan ini Rata-rata 5,5

didorong oleh relatif stabilnya rupiah, Proyeksi rata-rata

rendahnya inflasi, penurunan suku 5,5% bunga acuan BI serta meningkatnya 4,5

SPN 3 bulan 2016:

minat investor seiring dengan 4,0 Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt - membaiknya proyeksi perekonomian

domestik. Peningkatan minat investor

SPN 3 Bulan

Rata-rata Tahunan

ini tercermin dalam net foreign Sumber: Kementerian Keuangan buying SBN sampai dengan 31 Maret

mencapai Rp47,6 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp42,7 triliun. Sementara penurunan suku bunga acuan dimotori oleh kebijakan suku bunga negatif di kawasan Eropa dan Jepang serta mulai stabilnya rupiah di awal tahun.

Ke depan, kinerja SPN 3 bulan masih akan dipengaruhi oleh dinamisnya perekonomian global yang berasal dari efek jangka panjang kebijakan suku bunga negatif yang dilakukan oleh Jepang, moderasi pasar keuangan Tiongkok, serta potensi kenaikan suku bunga the Fed yang diperkirakan terjadi di semester kedua tahun 2016. Sementara itu relatif stabilnya rupiah, penurunan suku bunga acuan BI, inflasi yang terjaga serta membaiknya perekonomian dari sisi domestik diharapkan mampu tetap menarik minat investor.

Dengan berbagai faktor tersebut, intermediasi keuangan diharapkan akan semakin efisien, sehingga suku bunga SPN 3 bulan sepanjang tahun 2016 dipertahankan berada pada kisaran 5,5 persen, setara dengan angka dalam APBN tahun 2016.

II.2-10 Nota Keuangan dan RAPBN Perubahan Tahun 2016

Bab 2: Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro dan Proyeksi Jangka Menengah

Bagian II

2.1.5 Harga Minyak Mentah Indonesia Setelah mengalami rebound hingga mencapai US$65 per barel pada semester pertama tahun

2015, harga minyak mentah kembali menunjukkan tren penurunan pada semester berikutnya. Penurunan harga minyak global ini dipicu oleh meningkatnya pasokan minyak dunia, baik yang bersumber dari negara-negara Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) terutama kawasan Timur Tengah, maupun dari negara Non-OPEC terutama Rusia. Di sisi lain, tingkat permintaan minyak dunia masih menunjukkan tren penurunan seiring dengan perlambatan kinerja ekonomi global serta antisipasi pasar atas persiapan pencabutan sanksi ekonomi Iran. Tren pergerakan harga minyak mentah dunia tersebut berpengaruh besar pada pergerakan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang cenderung mengikuti pergerakan harga Brent. Rata rata harga ICP di tahun 2015 menyentuh level US$49,2 per barel.

Pada tahun 2016, Badan Energi AS (US

GRAFIK II.2.5

Energy Information Administration/EIA)

HARGA MINYAK MENTAH INDONESIA (US$/barel)

memperkirakan adanya peningkatan 110,0 konsumsi minyak dunia, seiring dengan 100,0

perkiraan membaiknya pertumbuhan Rata-rata ICP tahun 2014

ekonomi global, khususnya AS dan kawasan US$96,5/barel

Eropa, serta India. Dari sisi pasokan, baik 60,0

OPEC maupun EIA, memperkirakan Proyeksi rata-rata ICP tahun 2016

pasokan dari negara-negara OPEC dan US$35/barel

ICP tahun 2015 Rata-rata

US$49,2/barel

Non-OPEC akan mengalami penurunan 20,0 Jan-14 Mei-14 Sep-14 Jan-15 Mei-15 Sep-15 Jan-16 Mei-16 Sep-16

pada tahun 2016. Meskipun demikian,

EIA memperkirakan harga minyak mentah Rata-rata Tahunan

ICP

Sumber: Kementerian ESDM & Kementerian Keuangan, diolah

dunia sepanjang tahun 2016 masih akan berada pada kisaran US$35 per barel, seiring dengan moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Realisasi harga ICP sampai dengan April tahun 2016 mencapai US$32,0 per barel, turun 39 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, pada tahun 2016, Pemerintah memperkirakan ICP akan berada pada kisaran US$35 per barel, lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dalam APBN tahun 2016 yang ditetapkan sebesar US$50 per barel. Namun demikian, Pemerintah perlu mencermati pergerakan harga minyak mentah dunia dengan memperhatikan beberapa faktor risiko yang bersumber pada kondisi geopolitik, alam, dan iklim.

2.1.6 Lifting Migas

Lifting minyak bumi dan gas bumi menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir akibat penurunan alamiah sumur-sumur migas yang saat ini menjadi sumber produksi andalan. Di sisi lain, investasi baik pengeboran maupun pencarian sumber minyak baru terkendala pada tingginya biaya eksplorasi. Kondisi tersebut juga diperparah oleh tren harga minyak global, termasuk ICP, yang terus menurun. Pada 2015, realisasi lifting minyak bumi hanya mencapai 778 ribu barel per hari atau 94 persen dari target APBNP tahun 2015 yang mencapai 825 ribu barel per hari.

Sementara itu, realisasi lifting gas bumi tahun 2015 juga masih di bawah target yakni hanya mencapai 1.195 ribu barel setara minyak per hari (bsmph), atau 97 persen dari target APBNP

Nota Keuangan dan RAPBN Perubahan Tahun 2016 II.2-11

Bab 2: Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bagian II

dan Proyeksi Jangka Menengah

tahun 2015 sebesar 1.221 ribu bsmph. Realisasi lifting gas bumi secara umum menghadapi kendala tingkat penyerapan gas bumi, yang masih belum ada komitmen (uncontracted).

Dalam APBN tahun 2016, target lifting minyak bumi ditetapkan sebesar 830 GRAFIK II.2.6

LIFTING MINYAK BUMI

ribu barel per hari atau meningkat jika 950

( MBOPD)

dibanding target dan capaian pada tahun 900 2015. Target tersebut terutama ditopang 850

Proyeksi Rata-Rata 2016:

oleh produksi di Lapangan Banyu Urip – 810

Blok Cepu yang telah beroperasi secara 750 penuh. Namun demikian, tren penurunan 700 harga minyak mentah dunia berpotensi 650 menurunkan kinerja industri hulu migas 600

Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov

Indonesia. Untuk mengantisipasi hal

tersebut Pemerintah akan tetap berupaya Sumber: Kementerian ESDM mendorong efisiensi produksi oleh KKKS

agar tekanan penurunan lifting minyak bumi dapat diminimalisir. Hingga Bulan Maret tahun 2016, realisasi lifting minyak bumi mencapai rata-rata 820,3 ribu bph. Dengan mempertimbangkan faktor dan kondisi yang ada, capaian lifting minyak bumi diperkirakan akan mengalami penyesuaian menjadi sebesar 810 ribu bph.

Selanjutnya, target lifting gas bumi pada APBN

GRAFIK II.2.7

tahun 2016 ditetapkan sebesar 1.155 ribu 1.350

LIFTING GAS BUMI

bsmph. Per Maret 2016, realisasi lifting gas ( MBOEPD) rata-rata sebesar 1.228,7 ribu bsmph. Meskipun 1.300

demikian, dengan mempertimbangkan 1.250

Rata-Rata 2014: 1.224

kecenderungan produksi minyak yang masih 1.200

Rata-Rata 2015: 1.195

menurun dan masih adanya risiko tingkat 1.150 penyerapan uncontracted gas yang rendah, Proyeksi Rata-Rata 2016: 1.115

lifting gas di tahun 2016 diperkirakan akan 1.100 mencapai 1.115 ribu bsmph. Untuk mengurangi 1.050

risiko yang berasal dari tingkat penyerapan 1.000

uncontracted gas, Pemerintah mendorong Okt

pemanfaatan gas untuk pasar dalam negeri Sumber: Kementerian ESDM dengan membangun infrastruktur gas.

Dengan demikian, secara kumulatif, lifting minyak dan gas bumi pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 1.925 ribu bsmph, yang meliputi lifting minyak sebesar 810 ribu bph dan lifting gas bumi sebesar 1.115 ribu bsmph.