Niat dari Sifat Tidak Menyakiti

Niat dari Sifat Tidak Menyakiti

Niat dari sifat tidak menyakiti adalah pemikiran yang dipandu oleh welas asih (karuna), yang dimunculkan untuk melawan pemikiran-pemikiran yang kejam, agresif, dan ganas. Welas asih menyediakan pelengkap bagi cinta kasih. Sebagaimana cinta kasih memiliki karakteristik pengharapan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan makhluk-makhluk lain, welas asih memiliki karakteristik pengharapan agar makhluk-makhluk lain terbebas dari penderitaan, suatu harapan yang diperluas tanpa batas kepada semua makhluk hidup. Seperti metta, welas asih muncul dengan memasuki subjektifitas individu lain, dengan berbagi sisi dalam pribadi mereka secara mendalam dan menyeluruh. Welas asih ini muncul dengan mempertimbangkan bahwa semua makhluk, seperti diri kita sendiri, berharap untuk terbebas dari penderitaan meskipun terlepas dari harapan- harapan itu, mereka terus diusik oleh rasa sakit, takut, sedih, dan bentuk- bentuk lain dari dukkha.

Untuk mengembangkan welas asih sebagai suatu latihan meditasi, yang paling efektif adalah dengan memulainya dari orang yang saat ini sedang mengalami penderitaan, karena dengan cara ini akan menyediakan objek Untuk mengembangkan welas asih sebagai suatu latihan meditasi, yang paling efektif adalah dengan memulainya dari orang yang saat ini sedang mengalami penderitaan, karena dengan cara ini akan menyediakan objek

bahwa seperti dirinya sendiri, orang ini pun ingin terbebas dari penderitaan. Pemikiran ini harus diulang, dan perenungan juga terus menerus dilatih, sampai perasaan yang kuat dari welas asih membesar dan berkembang di dalam hati. Kemudian, dengan memakai perasaan tersebut sebagai patokan, seseorang beralih ke individu yang berbeda, mempertimbangkan bagaimana setiap dari mereka mengalami penderitaan, dan kemudian memancarkan keluar perasaan lembut dari welas asih kepada mereka. Untuk meningkatkan luas jangkauan dan intensitas dari welas asih, adalah sangat membantu untuk merenungkan berbagai macam penderitaan yang dapat dialami makhluk hidup. Sebuah panduan yang bermanfaat untuk perluasan ini terdapat pada kebenaran mulia yang pertama yakni pada daftar aspek-aspek dukkha yang berbeda-beda. Seseorang merenungkan makhluk mengalami usia tua, kemudian mengalami sakit, lalu kematian, lalu kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, duka, dan keputusasaan, dan sebagainya.

Ketika suatu kesuksesan yang tinggi dalam menimbulkan welas asih melalui perenungan dari makhluk-mahkluk yang secara langsung mengalami penderitaan telah dicapai, seseorang dapat kemudian melanjutkan untuk mempertimbangkan orang-orang yang saat ini tengah menikmati kebahagiaan yang mereka peroleh melalui cara-cara yang tidak bermoral. Seseorang dapat merefleksikan bahwa orang semacam ini, terlepas dari harta kekayaan mereka yang superfisial atau dangkal, tidak diragukan lagi terbebani jauh di dalam dirinya oleh kepedihan hati nurani. Meski mereka tidak memperlihatkan adanya tanda-tanda penderitaan batin, seseorang mengetahui bahwa mereka suatu saat akan memetik buah-buah pahit dari perbuatan-perbuatan jahat mereka, yang akan membawa penderitaan yang amat sangat kepada mereka. Akhirnya, seseorang dapat memperlebar cakupan perenungannya hingga mencakup semua makhluk hidup. Seseorang harus merenungkan bahwa semua makhluk mengalami penderitaan yang universal dari samsara, didorong oleh keserakahan mereka, kebencian, dan kebodohan batin melalui lingkaran kelahiran dan kematian yang berulang- ulang. Apabila welas asih pada awalnya sulit untuk dimunculkan terhadap Ketika suatu kesuksesan yang tinggi dalam menimbulkan welas asih melalui perenungan dari makhluk-mahkluk yang secara langsung mengalami penderitaan telah dicapai, seseorang dapat kemudian melanjutkan untuk mempertimbangkan orang-orang yang saat ini tengah menikmati kebahagiaan yang mereka peroleh melalui cara-cara yang tidak bermoral. Seseorang dapat merefleksikan bahwa orang semacam ini, terlepas dari harta kekayaan mereka yang superfisial atau dangkal, tidak diragukan lagi terbebani jauh di dalam dirinya oleh kepedihan hati nurani. Meski mereka tidak memperlihatkan adanya tanda-tanda penderitaan batin, seseorang mengetahui bahwa mereka suatu saat akan memetik buah-buah pahit dari perbuatan-perbuatan jahat mereka, yang akan membawa penderitaan yang amat sangat kepada mereka. Akhirnya, seseorang dapat memperlebar cakupan perenungannya hingga mencakup semua makhluk hidup. Seseorang harus merenungkan bahwa semua makhluk mengalami penderitaan yang universal dari samsara, didorong oleh keserakahan mereka, kebencian, dan kebodohan batin melalui lingkaran kelahiran dan kematian yang berulang- ulang. Apabila welas asih pada awalnya sulit untuk dimunculkan terhadap

kembali yang tanpa awal ini, adalah sulit untuk menemukan bahkan satu saja makhluk yang tidak tidak pernah sekalipun menjadi ibu atau ayah orang itu sendiri, saudara lelaki atau saudara perempuan, putra atau anak putri.

Untuk meringkas, kita melihat bahwa ketiga jenis niat benar — dari pelepasan keduniawian, niat baik, dan sifat tidak menyakiti — melawan tiga niat salah dari keinginan, niat jahat, dan sifat menyakiti. Makna penting dari mempraktikkan perenungan-perenungan yang mengarah pada munculnya pemikiran-pemikiran ini amat sangat ditekankan. Perenungan- perenungan telah diajarkan sebagai metode untuk pengembangan, dan bukan sekadar pemuasan teoritis. Untuk mengembangkan niat dari pelepasan duniawi, kita harus merenungkan penderitaan yang terikat dengan petualangan kenikmatan duniawi; untuk mengembangkan niat baik, kita harus mempertimbangkan bagaimana semua makhluk menginginkan kebahagiaan; untuk mengembangkan niat dari sifat tidak menyakiti, kita harus mempertimbangkan bagaimana semua makhluk menginginkan untuk terbebas dari penderitaan. Pemikiran tidak bajik adalah seperti paku busuk yang tersangkut dalam pikiran; pemikiran bajik adalah seperti paku baru yang cocok untuk menggantikannya. Perenungan yang sesungguhnya berfungsi sebagai palu yang digunakan untuk mencabut paku yang lama dan menggantikannya dengan yang baru. Cara untuk menancapkan paku yang baru adalah praktik — mempraktikkannya lagi dan lagi, sesering yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Buddha memberikan kita jaminan bahwa kemenangan dapat dicapai. Beliau berkata bahwa apapun yang seseorang sering renungkan maka perenungan itu akan menjadi kecenderungan dari pikiran. Jika seseorang sering memikirkan hawa nafsu, permusuhan, atau pemikiran yang berbahaya, maka keinginan, niat jahat, dan sifat menyakiti menjadi kecenderungan dari pikiran. Jika seseorang sering memikirkan dengan cara sebaliknya, maka pelepasan keduniawian, niat baik, dan sifat tidak menyakiti menjadi kecenderungan dari pikiran (MN 19). Arah yang kita pilih selalu kembali ke diri kita sendiri, kembali kepada niat yang kita timbulkan dari saat ke saat di dalam perjalanan hidup kita.