Tahapan-Tahapan Konsentrasi

Tahapan-Tahapan Konsentrasi

Konsentrasi tidak didapatkan semuanya sekaligus namun berkembang dalam tahapan-tahapan. Untuk memungkinkan eksposisi kami mencakup seluruh tahapan-tahapan konsentrasi, kami akan mempertimbangkan kasus seorang meditator yang mengikuti seluruh jalan meditasi keheningan dari awal sampai akhir, dan yang akan meraih kemajuan yang jauh lebih cepat dibandingkan kemajuan yang biasanya diraih oleh meditator umumnya.

Setelah memperoleh subjek meditasinya dari seorang guru, atau memilihnya sendiri, meditator tersebut pergi ke tempat yang tenang. Di sana ia mengambil postur meditasi yang tepat — kedua kaki disilangkan dengan nyaman, bagian atas tubuh dipertahankan lurus dan tegak, satu tangan diletakkan di atas yang lainnya di pangkuan, kepala dijaga tetap mantap, mulut dan mata ditutup (kecuali jika menggunakan sebuah kasina atau objek visual lainnya), pernapasan mengalir secara alami dan secara teratur melalui lubang hidung. Ia kemudian memfokuskan pikirannya pada objek dan berusaha untuk menjaga pikirannya di sana, terpancang dan siaga. Apabila pikiran menyimpang, dia menyadari ini dengan cepat, menangkapnya, dan mengembalikannya kembali pada objek dengan Setelah memperoleh subjek meditasinya dari seorang guru, atau memilihnya sendiri, meditator tersebut pergi ke tempat yang tenang. Di sana ia mengambil postur meditasi yang tepat — kedua kaki disilangkan dengan nyaman, bagian atas tubuh dipertahankan lurus dan tegak, satu tangan diletakkan di atas yang lainnya di pangkuan, kepala dijaga tetap mantap, mulut dan mata ditutup (kecuali jika menggunakan sebuah kasina atau objek visual lainnya), pernapasan mengalir secara alami dan secara teratur melalui lubang hidung. Ia kemudian memfokuskan pikirannya pada objek dan berusaha untuk menjaga pikirannya di sana, terpancang dan siaga. Apabila pikiran menyimpang, dia menyadari ini dengan cepat, menangkapnya, dan mengembalikannya kembali pada objek dengan

Begitu kebat-kebit awal surut dan pikiran mulai menetap ke dalam praktik, lima rintangan kemungkinan besar akan muncul, menggelegak dari kedalaman. Terkadang mereka muncul sebagai pemikiran-pemikiran, terkadang sebagai gambaran-gambaran, terkadang sebagai emosi-emosi obsesif: gelombang-gelombang keinginan, kemarahan dan rasa sakit hati, pikiran yang berat, senewen, keraguan-keraguan. Rintangan-rintangan ini membentuk penghalang yang berat, namun dengan kesabaran dan usaha yang tanpa henti, rintangan-rintangan itu dapat diatasi. Untuk menaklukkan rintangan-rintangan ini, meditator harus cerdik. Ada kalanya, ketika sebuah rintangan tertentu menguat, meditator mungkin harus mengesampingkan subjek utama meditasinya terlebih dahulu dan dengan segera mengambil subjek lainnya yang berlawanan dengan rintangan tersebut. Pada waktu yang lain, meditator harus berusaha bertahan dengan subjek utamanya meskipun ada benturan-benturan di sepanjang jalan, membawa pikirannya kembali ke subjek lagi dan lagi.

Seiiring meditator terus berjuang di jalan konsentrasi, kerja kerasnya akan mengaktifkan lima faktor mental yang datang sebagai bala bantuan. Faktor- faktor ini hadir secara terputus-terputus atau berselang di dalam kesadaran tidak terarah yang biasa, namun pada pikiran yang tidak terarah lima faktor mental ini kekurangan ikatan pemersatu dan oleh karenanya tidak memainkan peranan khusus apa pun. Akan tetapi, ketika diaktifkan oleh kerja meditasi, kelima faktor ini mendapatkan tenaga, bertautan satu sama lain, dan menyetir pikiran menuju samadhi, di mana lima faktor mental ini akan memerintah sebagai “faktor-faktor jhana,” yaitu faktor-faktor absorpsi (jhananga). Dinyatakan dalam urutan mereka yang biasa adalah: penerapan awal dari pikiran (vitakka), penerapan bertahan dari pikiran

(vicara), kegiuran (piti), kebahagiaan (sukha), dan keterpusatan pada satu titik (ekaggata).

Penerapan awal dari pikiran bertugas mengarahkan pikiran ke objek. Faktor ini mengambil pikiran, mengangkatnya, dan mendorongnya ke dalam objek seperti seseorang yang memukul dan mendorong sebuah paku ke sebuah balok kayu. Ketika ini selesai, penerapan bertahan dari pikiran melabuhkan pikiran pada objek, menjaganya tetap di tempat melalui fungsi eksaminasi atau pemeriksaannya. Untuk memperjelas perbedaan di antara kedua faktor ini, penerapan awal dapat diibaratkan seperti pemukulan lonceng dan penerapan bertahan dapat diibaratkan seperti gema lonceng. Kegiuran, faktor yang ketiga, adalah keriangan dan kegembiraan yang mengiringi minat yang disenangi pada objek, sedangkan kebahagiaan, faktor yang keempat, adalah perasaan menyenangkan yang mengiringi konsentrasi yang berhasil. Oleh karena kegiuran dan kebahagiaan memiliki kualitas-kualitas yang serupa, mereka sering tertukar-tukar, namun keduanya tidaklah identik. Perbedaan di antara mereka dapat diilustrasikan dengan mengibaratkan kegiuran seperti kegembiraan seorang pengelana gurun pasir yang letih ketika melihat oasis di kejauhan, dan kebahagiaan diibaratkan seperti rasa senang orang tersebut ketika meminum air dari kolam tersebut dan beristirahat di keteduhan. Faktor yang kelima dan terakhir adalah keterpusatan pada satu titik, yang memiliki fungsi sangat penting menyatukan pikiran pada objek. [62]

Ketika konsentrasi dikembangkan, kelima faktor ini muncul dan melawan kelima rintangan. Setiap faktor absorpsi melawan sebuah rintangan tertentu. Penerapan awal dari pikiran, melalui pekerjaannya mengangkat pikiran naik ke objek, faktor ini melawan ketumpulan dan kantuk. Penerapan bertahan mengusir keraguan dengan melabuhkan pikiran pada objek. Kegiuran mencegah masuknya niat jahat, kebahagiaan mengeluarkan kegelisahan dan kekhawatiran, dan keterpusatan pada satu titik melawan nafsu indra yakni perangsang pengalihan yang paling memikat. Oleh karena itu, dengan menguatnya faktor-faktor absorpsi, rintangan-rintangan itu memudar dan menjadi surut. Kelima rintangan tersebut masih belum terberantas — pemberantasan hanya dapat dihasilkan oleh kebijaksanaan yakni bagian ketiga dari jalan — namun kelima rintangan tersebut telah dikurangi sampai pada keadaan tidak aktif di mana mereka tidak dapat mengganggu Ketika konsentrasi dikembangkan, kelima faktor ini muncul dan melawan kelima rintangan. Setiap faktor absorpsi melawan sebuah rintangan tertentu. Penerapan awal dari pikiran, melalui pekerjaannya mengangkat pikiran naik ke objek, faktor ini melawan ketumpulan dan kantuk. Penerapan bertahan mengusir keraguan dengan melabuhkan pikiran pada objek. Kegiuran mencegah masuknya niat jahat, kebahagiaan mengeluarkan kegelisahan dan kekhawatiran, dan keterpusatan pada satu titik melawan nafsu indra yakni perangsang pengalihan yang paling memikat. Oleh karena itu, dengan menguatnya faktor-faktor absorpsi, rintangan-rintangan itu memudar dan menjadi surut. Kelima rintangan tersebut masih belum terberantas — pemberantasan hanya dapat dihasilkan oleh kebijaksanaan yakni bagian ketiga dari jalan — namun kelima rintangan tersebut telah dikurangi sampai pada keadaan tidak aktif di mana mereka tidak dapat mengganggu

faktor-faktor jhana dari dalam, pada sisi objek juga terjadi perubahan- perubahan tertentu. Objek orisinil dari konsentrasi, tanda pendahuluan, adalah objek fisik yang kasar; pada kasus sebuah kasina, sebuah piringan bulat mewakili elemen atau warna yang dipilih, dalam kasus perhatian pada pernapasan adalah sensasi sentuhan nafas, dll. Namun dengan menguatnya konsentrasi, objek orisinil memunculkan objek lainnya yang disebut “tanda pembelajaran” (uggaha-nimitta). Untuk meditasi dengan objek kasina, objek ini akan berupa gambaran mental dari piringan bulat yang terlihat di dalam pikiran sejelas objek orisinil yang terlihat oleh mata; untuk meditasi pada pernapasan, objek ini akan berupa gambaran refleks yang muncul dari sensasi sentuhan arus udara yang bergerak di sekitar lubang hidung.

Ketika tanda pembelajaran muncul, meditator meninggalkan tanda pendahuluan dan menetapkan pikirannya pada objek yang baru. Pada waktu yang sesuai, sebuah objek lain akan muncul dari tanda pembelajaran. Objek ini, yang disebut “tanda yang berlawanan” (patibhaga-nimitta), adalah gambaran mental murni yang berlipat kali lebih terang dan lebih jelas dibandingkan tanda pembelajaran. Tanda pembelajaran dapat diibaratkan seperti bulan yang terlihat dibalik awan, tanda yang berlawanan dapat diibaratkan seperti bulan yang terbebas dari awan. Bersamaan dengan kemunculan tanda yang berlawanan, lima faktor absorpsi menekan lima rintangan, dan pikiran memasuki tahapan konsentrasi yang disebut upacara- samadhi, “konsentrasi akses.” Di sini, dalam konsentrasi akses, pikiran mendekat kepada absorpsi. Pikiran telah memasuki “lingkungan” (makna yang mungkin dari upacara) absorpsi, namun masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk pikiran menjadi sepenuhnya terbenam dalam objek, yang merupakan tanda penentu dari absorpsi.

Dengan praktik yang lebih lanjut, faktor-faktor konsentrasi meningkat kekuatannya dan membawa pikiran menuju absorpsi (appana-samadhi). Seperti konsentrasi akses, absorpsi mengambil tanda yang berlawanan Dengan praktik yang lebih lanjut, faktor-faktor konsentrasi meningkat kekuatannya dan membawa pikiran menuju absorpsi (appana-samadhi). Seperti konsentrasi akses, absorpsi mengambil tanda yang berlawanan

Konsentrasi di dalam tahapan absorpsi dibagi menjadi delapan tingkat, masing-masing ditandai dengan kedalaman, kemurnian, dan kehalusan yang lebih dibandingkan dengan tingkat sebelumnya. Empat tingkat yang pertama membentuk satu kumpulan yang disebut empat jhana yakni kata yang lebih baik tidak diterjemahkan karena tidak adanya kata pengganti yang ekuivalen, walaupun kata ini dapat secara bebas diterjemahkan sebagai “absorpsi meditatif.” [63] Empat tingkat yang kedua juga membentuk satu kumpulan yang disebut empat keadaan tanpa materi (aruppa). Kedelapan tingkat ini harus diperoleh dalam urutan progresif, pencapaian pada tingkat selanjutnya bergantung pada penguasaan satu tingkat sebelumnya.

Empat jhana membentuk definisi tekstual yang umum tentang konsentrasi benar. Oleh karena itu, Buddha berkata:

Dan apa, para bhikkhu, yang disebut konsentrasi benar? Di sini, terasing dari kesenangan-kesenangan indra, terasing dari keadaan-keadaan tidak bajik, seorang bhikkhu memasuki dan berdiam di dalam jhana pertama, yang disertai oleh penerapan awal dan bertahan dari pikiran serta dipenuhi oleh kegiuran dan kebahagiaan yang lahir dari pengasingan.

Kemudian, dengan menyurutnya penerapan awal dan bertahan pikiran, dengan meraih keyakinan dari dalam dan penyatuan mental, ia memasuki Kemudian, dengan menyurutnya penerapan awal dan bertahan pikiran, dengan meraih keyakinan dari dalam dan penyatuan mental, ia memasuki

Dengan memudarnya kegiuran, ia berdiam dalam keseimbangan batin, penuh perhatian dan memahami dengan jelas; dan ia mengalami kebahagiaan dalam dirinya sendiri kebahagiaan yang dikatakan oleh para bijaksana: “Dengan bahagia, hiduplah ia yang seimbang dan penuh perhatian” — demikianlah ia memasuki dan berdiam di dalam jhana ketiga.

Dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan dan dengan lenyapnya kegembiraan dan duka sebelumnya, ia memasuki dan berdiam di dalam jhana keempat, yang memiliki bukan-kesenangan-maupun-bukan- kesakitan dan kemurnian perhatian berkat keseimbangan batin.

Ini, para bhikkhu, adalah konsentrasi benar. [64]

Jhana-jhana dibedakan berdasarkan faktor-faktor komponennya. Jhana pertama dibentuk oleh kumpulan dari lima faktor-faktor absorpsi yang orisinil: penerapan awal, penerapan bertahan, kegiuran, kebahagiaan, dan keterpusatan pada satu titik. Setelah meraih jhana pertama, meditator dianjurkan untuk menguasainya. Pada satu sisi, ia tidak boleh jatuh ke dalam rasa puas diri atas pencapaiannya dan mengabaikan praktik yang terus-menerus; di sisi lain, ia tidak boleh menjadi terlalu percaya diri dan terburu-buru mencapai jhana berikutnya. Untuk menguasai jhana, ia harus memasukinya berulang kali dan menyempurnakan keahliannya dalam jhana tersebut, sampai ia dapat memperoleh jhana, berada di dalam jhana, keluar dari jhana, dan mengulanginya lagi tanpa masalah atau kesulitan.

Setelah menguasai jhana pertama, meditator kemudian mempertimbangkan bahwa pencapaiannya memiliki cacat-cacat tertentu. Meskipun jhana sudah jelas jauh lebih unggul dibandingkan kesadaran indra yang biasa, lebih damai dan membahagiakan, jhana tetap berdiri dekat dengan kesadaran Setelah menguasai jhana pertama, meditator kemudian mempertimbangkan bahwa pencapaiannya memiliki cacat-cacat tertentu. Meskipun jhana sudah jelas jauh lebih unggul dibandingkan kesadaran indra yang biasa, lebih damai dan membahagiakan, jhana tetap berdiri dekat dengan kesadaran

Pada jhana kedua, pikiran menjadi lebih tenang dan lebih sepenuhnya menyatu, namun ketika dikuasai bahkan keadaan ini tampak kasar, karena di dalamnya meliputi kegiuran, faktor menggembirakan yang condong ke eksitasi atau perangsangan. Jadi meditator memulai lagi perjalanan latihannya, kali ini dengan tujuan mengatasi kegiuran. Ketika kegiuran memudar, ia memasuki jhana ketiga. Di sini hanya terdapat dua faktor absorpsi, kebahagiaan dan keterpusatan pada satu titik. Pada saat yang bersamaan, beberapa keadaan-keadaan pelengkap lainnya datang menguasai, terutama perhatian, pemahaman jelas, dan keseimbangan batin. Namun tetap saja, meditator melihat bahwa pencapaian ini juga memiliki cacat karena memuat perasaan bahagia, yang kasar jika dibandingkan dengan perasaan netral, perasaan yang bukan menyenangkan juga bukan menyakitkan. Oleh karena itu, ia berjuang untuk melampaui bahkan kebahagiaan luhur dari jhana ketiga. Ketika ia berhasil melampauinya, ia memasuki jhana keempat, yang didefinisikan oleh dua faktor — keterpusatan pada satu titik dan perasaan netral — dan memiliki kemurnian perhatian yang spesial berkat tingginya tingkat keseimbangan batin.

Melebihi empat jhana tersebut, terdapat empat keadaan tanpa materi, tingkat-tingkat absorpsi yang di dalamnya pikiran melampaui bahkan persepsi yang paling halus dari gambaran yang divisualisasi yang terkadang masih tetap ada di dalam jhana-jhana. Keadaan-keadaan tanpa materi diraih, bukan dengan cara memperhalus faktor-faktor mental seperti pada jhana- Melebihi empat jhana tersebut, terdapat empat keadaan tanpa materi, tingkat-tingkat absorpsi yang di dalamnya pikiran melampaui bahkan persepsi yang paling halus dari gambaran yang divisualisasi yang terkadang masih tetap ada di dalam jhana-jhana. Keadaan-keadaan tanpa materi diraih, bukan dengan cara memperhalus faktor-faktor mental seperti pada jhana-

Jenis-jenis konsentrasi yang dibahas sampai sejauh ini muncul dengan menetapkan pikiran pada satu objek sampai ke pengeluaran objek-objek lainnya. Namun terlepas dari ini, masih ada satu jenis konsentrasi yang tidak bergantung pada pembatasan jangkauan kewaspadaan. Jenis konsentrasi ini disebut “konsentrasi sesaat” (khanika-samadhi). Untuk mengembangkan konsentrasi sesaat, meditator tidak dengan sengaja berusaha untuk mengeluarkan bermacam-macam fenomena dari bidang perhatiannya. Sebaliknya, ia sekadar mengarahkan perhatian pada keadaan-keadaan yang sedang berubah dari pikiran dan tubuh, mencatat fenomena apa pun yang muncul dengan sendirinya; tugasnya adalah memelihara kewaspadaan yang berkesinambungan pada apa pun yang memasuki jangkauan persepsi, tidak melekat pada apa pun. Seiiring ia terus melanjutkan pencatatannya, konsentrasi menjadi semakin kuat saat demi saat sampai konsentrasi tersebut menjadi terbentuk secara terpusat pada satu titik di aliran peristiwa-peristiwa yang terus menerus berubah. Meskipun terjadi perubahan-perubahan di dalam objek, penyatuan mental tetap mantap, dan pada waktunya memperoleh suatu kekuatan yang mampu untuk menekan rintangan-rintangan ke tingkat yang sama dengan tingkat penekanan dari konsentrasi akses. Konsentrasi yang sifatnya cair dan mudah berpindah secara cepat ini dikembangkan dengan praktik empat landasan perhatian, Jenis-jenis konsentrasi yang dibahas sampai sejauh ini muncul dengan menetapkan pikiran pada satu objek sampai ke pengeluaran objek-objek lainnya. Namun terlepas dari ini, masih ada satu jenis konsentrasi yang tidak bergantung pada pembatasan jangkauan kewaspadaan. Jenis konsentrasi ini disebut “konsentrasi sesaat” (khanika-samadhi). Untuk mengembangkan konsentrasi sesaat, meditator tidak dengan sengaja berusaha untuk mengeluarkan bermacam-macam fenomena dari bidang perhatiannya. Sebaliknya, ia sekadar mengarahkan perhatian pada keadaan-keadaan yang sedang berubah dari pikiran dan tubuh, mencatat fenomena apa pun yang muncul dengan sendirinya; tugasnya adalah memelihara kewaspadaan yang berkesinambungan pada apa pun yang memasuki jangkauan persepsi, tidak melekat pada apa pun. Seiiring ia terus melanjutkan pencatatannya, konsentrasi menjadi semakin kuat saat demi saat sampai konsentrasi tersebut menjadi terbentuk secara terpusat pada satu titik di aliran peristiwa-peristiwa yang terus menerus berubah. Meskipun terjadi perubahan-perubahan di dalam objek, penyatuan mental tetap mantap, dan pada waktunya memperoleh suatu kekuatan yang mampu untuk menekan rintangan-rintangan ke tingkat yang sama dengan tingkat penekanan dari konsentrasi akses. Konsentrasi yang sifatnya cair dan mudah berpindah secara cepat ini dikembangkan dengan praktik empat landasan perhatian,