Karakteristik Spektral Mangrove dalam Penginderaan Jauh

2.2.5 Karakteristik Spektral Mangrove dalam Penginderaan Jauh

Untuk mengetahui karakteristik mangrove di citra penginderaan jauh, maka harus diketahui karakteristik objek mangrove itu sendiri. Mangrove yang hidup di kawasan pesisir, komposisi objek yang terekam yakni vegetasi, tanah, dan air (Kuenzer, et al., 2011). Seringkali objek yang terekam oleh sensor adalah objek campuran akibat pengaruh dari pasang surut dan musim. Akan tetapi, walaupun terdapat campuran antara mangrove dan vegetasi lainnya, teknik penginderaan jauh mampu membedakan mangrove dan vegetasi lainnya tersebut (Lee & Yeh, 2009). Sehingga mengetahui karakteristik dasar tersebut, akan sangat membantu dalam identifikasi mangrove dari penginderaan jauh.

Salah satu komponen lain yang harus diketahui adalah tentang spesies mangrove itu sendiri, mengingat tiap spesies memiliki perbedaan karakteristik. Dengan keanekaragaman spesies tertinggi di kawasan Asia Tenggara, akan membuat kesulitan dalam pembedaan masing-masing spesies tersebut. Untuk spesies mangrove yang dominan di Indonesia secara umum dan di area Asia Pasifik, terdiri atas spesies pada genus Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, dan Laguncularia.

2.2.5.1 Karakteristik Spektral Mangrove pada Penginderaan Jauh Optik

Pada penginderaan jauh optik, sistem yang digunakan adalah sistem pasif. Yakni menggunakan pantulan sinar matahari yang kemudian di rekam oleh sensor. Dengan demikian, faktor spektral yang berpengaruh pada mangrove adalah kanopi dan daun, karena objek tersebut yang nampak di permukaan. Secara rinci, spektral yang terekam oleh sensor dipengaruhi oleh kanopi yang homogen atau heterogen (campuran terdiri banyak jenis kanopi dan spesies). Hal tersebut tergantung pada komposisi spesies, pola distribusinya, pola pembentukan dan pertumbuhannya, kerapatan, dan tinggi pohon. Beberapa peneliti juga menyebutkan walaupun kanopi berpengaruh terhadap pola spektral yang terekam, tetapi kondisi bawah permukaan mangrove memiliki hubungan juga terhadap karakteristik spektral, seperti Leaf Area Index (LAI), pantulan dari permukaan bawah kanopi (tanah tempat hidup mangrove), dan inklinasi daun (Diaz & Balckburn, 2003).

Untuk karakteristik spektral pada spesies tunggal, ditentukan oleh umur tanaman, kemampuan beradaptasi pada kondisi pasang maupun surut, dan karakteristik fisik dan fenologi. Hal yang menentukan karakteristik tersebut adalah periode iklim yang dapat mengubah dan mempengaruhi respon terhadap penuaan dan pengguguran daun. Jadi dapat dikatakan, tiap musim, ketika daun terbentuk, daun menua dan gugur, akan mempengaruhi respon spektral yang diberikan.

Karakteristik spektral mangrove adalah karakteristik spektral vegetasi secara umum. Seperti pantulan spektral meningkat pada gelombang hijau karena adanya klorofil a dan b, dan meningkat drastis di gelombang inframerah dekat. Telah di sebutkan bahwa perbedaan spesies juga berpengaruh terhadap respon spektral yang diterima sensor. Gambar 2.6 menunjukkan perbedaan spektral pada spesies Avicennia marina and Rhizophora conjugata (Bruguira gymnorhiza ) yang diukur menggunakan spektrometer. Mengenai perbedaan ini, terdapat hipotesis yang mengemukakan bahwa perbedaan tersebut karena adanya komponen daun yang berinteraksi dengan gelombang elektromagnetik lebih mendominasi di gelombang inframerah. Komponen daun tersebut antara lain garam, gula, air, protein, minyak, lignin, dan selulosa, termasuk struktur daun itu sendiri. Selain itu, karakteristik spektral secara tidak langsung dipengaruhi oleh pasang surut. Karena pasang surut mempengaruhi interaksi gelombang elektromagnetik (Li, et al., 2013).

Gambar 2.6. Karakteristik spektral dan parameter yang mempengaruhinya pada spesies mangrove Avicennia marina dan Rhizophora conjugata (Bruguira gymnorhiza) yang diukur menggunakan spectrometer. Sumber: (Kuenzer, et al., 2011).

Pada perkembangannya, dalam pandangan spektral sangat tidak dimungkinkan mengenali tiap spesies mangrove dengan penginderaan jauh. Mengingat pantulan spektral tersebut dipengaruhi oleh banyak hal seperti tanah dan efek pasang surut. Akan tetapi, dengan koreksi yang benar dan pemilihan band yang sesuai, memungkinkan untuk memilah spesies mangrove berdasar data penginderaan jauh. Pada gambar 2.7 adalah berbedaan pantulan spektral yang diukur dengan radiometer pada masing-masing spesies mangrove: Brugueira, Rhizphora , dan Avicennia. Walaupun dapat dipisahkan secara spektral, pada kenyataannya habitat aslinya, mangrove berbentuk komunitas yang seringkali batas antar spesies tidak mudah dipisahkan.

Gambar 2.7. Respon spektral dari Bruguiera, Rhizophora, Avicennia, dan respon spektral tanah. Terlihat bahwa masing-masing spesies dapat dibedakan secara spektral dengan cukup baik. Sumber: Blasco, et al. (1998).

2.2.5.2 Karakteristik Spektral Mangrove pada Data Radar

Pada intinya, data radar sangat jarang digunakan untuk analisis ekosistem mangrove. Hal ini mengingat data radar, terutama SAR (Syntethic Aperture Radar ), lebih sulit diinterpretasi dibandingkan dengan citra sumberdaya pada umumnya yang berupa perekaman optik. Karena objek yang terekam bukanlah objek yang terlihat, karena yang direkam adalah pantulan energi yang dipancarkan oleh sensor.

Disini intensitas sinyal diukur berdasarkan koefisien hamburan balik ( σ o ) dalam desibel (dB). Karena gelombang mikro dapat ditansmisikan dalam banyak konfigurasi, baik perbedaan panjang gelombang, polarisasi, sudut pemancaran dan penerima, mengakibatkan permukaan yang sama dapat menghasilkan hamburan balik yang berbeda. Interaksi antara radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dengan struktur internal daun (seperti kelembaban daun, dan lain- lain) dan komponen luar (seperti ukuran, geometri, arah orientasi daun, percabangan, batang, akar) juga menghasilkan hamburan balik yang berbeda (gambar 2.8).

Gambar 2.8. Karakteristik hamburan balik pada radar pada tiap-tiap fase pertumbuhan vegetasi dan panjang gelombang mikro yang digunakan. Sumber: Kuenzer, et al. (2011).