Konflik Lalulintas Pengaturan Fase

benar-benar memusatkan perhatiannya pada tata cara dan bagaimana cara berkendaraan.

II.1.3. Konflik Lalulintas

Konflik lalulintas di pesimpangan merupakan salah satu penyebab terjadinya kemacetan lalulintas. Koflik disebabkan oleh kebutuhan akan ruang jalan yang sama pada waktu yang sama pula dari dua atau lebih pemakai jalan. Sifat titik konflik ada dua yaitu: 1. Konflik primer, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalulintas yang saling memotong. 2. Konflik sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas belok kiri dengan pejalan kaki. Ada beberapa konflik yang dapat terjadi dipersimpangan, yaitu: • Diverging, yaitu dua aliran yang berpisah • Merging, yaitu dua aliran yang bergabung • Merging, yaitu dua aliran yang bergabung • Crossing, yaitu dua aliran yang berpotongan • Weaving, yaitu dua aliran yang besilangan Dari sifat dan tujuan gerakan didaerah persimpangan dikenal beberapa bentuk alih gerak Harianto, 2004, yaitu. Universitas Sumatera Utara II.1.2.a. Diverging memisah Diverging adalah persitiwa memisahnya kendaraan dari suatu arus yang sama kejalur yang lain. Gambar 2.1.3.a. Arus memisah diverging II.1.2.b. Merging menggabung Merging adalah peristiwa menggabungnya kendaraan dari suatu jalur kejalur lainnya. Gambar 2.1.3.b. Arus menggabung Merging II.1.2.c. Weaving menyilang Weaving adalah pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu lintasan dijalan tanpa bantuan rambu lalu lintas. Gambar 2.1.3.c. Arus menyilang Weaving Universitas Sumatera Utara II.1.2.d. Crossing memotong Crossing adalah peristiwa perpotongan antara arus kendaraan dari suatu jalur kejalur lain pada persimpangan dimana keadaan yang demikian akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan tersebut. Gambar 2.1.3.d. Arus memotong crossing

II.1.4 Pengaturan Fase

Pada persimpangan yang menggunakan lampu lalu lintas, beberapa aliran lalu lintas dimungkinkan untuk mendapatkan hak jalan bersamaan, sementara aliran lainnya dihentikan. Fase lampu lalu lintas adalah periode dimana pada priode tersebut satu pergerakan atau lebih diberi lampu hijau secara bersamaan Khisty, 2005. Pengaturan antar fase diatur dengan jarak waktu penyela waktu jeda supaya terjadi kelancaran ketika pergantian antar fase. Istilah ini disebut dengan waktu antara hijau intergreen yang berfungsi sebagai waktu pengosongan clearance time. Waktu antar hijau terdiri dari waktu kuning dan waktu merah semua all red. Waktu antar hijau bertujuan untuk: a. Waktu kuning merupakan peringatan bahwa kendaraan akan berangkat maupun berhenti. Besaran waktu kuning ditetapkan berdasarkan kemampuan seorang pengemudi untuk dapat melihat secara jelas namun singkat, biasanya ditetapkan sebesar tiga detik. Universitas Sumatera Utara b. Waktu semua merah digunakan untuk memberikan waktu pengosongan clearance time sehingga resiko kecelakaan dapat dikurangi. Tabel 2.1. Nilai Normal Waktu Antara Hijau Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997 Beberapa kasus pengaturan fase berdasarkan MKJI 1997: a. Pengaturan dua fase, pengaturan ini hanya diperlukan untuk konflik primer yang terpisah. Fase A Fase B Gambar 2.1.4.a Pengaturan simpang dengan dua Fase b. Pengaturan tiga fase dengan pemutusan paling akhir pada pendekat agar menaikkan kapasitas untuk belok kanan. Pengaturan ini digunakan untuk kondisi penyisaan akhir late cut-off untuk memisahkan kapasitas arus belok kanan. Ukuran Simpang Lebar Jalan rata – rata m Nilai Lost Time LT detfase Kecil 6 – 9 4 Sedang 10 – 14 5 Besar 15 6 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1.4.b. Pengaturan simpang tiga fase dengan Late Cut – Off c. Pengaturan tiga fase, yaitu start-dini dari pendekat agar manaikkan kapasitas belok kanan. Gambar 2.1.4.c. Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Early – Start d. Pengaturan tiga fase dengan belok kanan terpisah pada salah satu jalan. Gambar 2.1.4.d. Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan e. Pengaturan empat fase dengan arus berangkat dari satu persatu pendekat pada saatnya masing –masing. Gambar 2.1.4.e. Pangaturan Simpang Empat Fase dengan Pemisahan Belok Kanan f. Pengaturan empat fase dengan arus berangkat dari satu- persatu pendekat pada saatnya masing – masing. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1.4.f. Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Arus Berangkat dan Satu per satu Pendekat pada Saatnya Masing – masing.

Dokumen yang terkait

Penentuan Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Simpang Tiga Tak Bersinyal Atas Dasar Kinerja Arus Lalu Lintas (Studi Kasus : Simpang Jalan Jamin Ginting Menuju Jalan Bunga Lau)

12 124 268

Analisis Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus : Jalan Gajah Mada – Jalan K.H. Wahid Hasyim

30 194 127

Analisa Persimpangan Bersinyal Ruas Jalan Kaharuddin Nasution – Jalan Utama Simpang Tiga Pekanbaru

2 8 9

Kinerja Simpang Bersinyal dan Tak Bersinyal (Studi Kasus Simpang Bersinyal Gendengan dan Simpang Tak Bersinyal Jalan Dokter Moewardi – Jalan Kalitan, Surakarta)

1 10 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penentuan Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Simpang Tiga Tak Bersinyal Atas Dasar Kinerja Arus Lalu Lintas (Studi Kasus : Simpang Jalan Jamin Ginting Menuju Jalan Bunga Lau)

1 3 43

BAB I PENDAHULUAN - Penentuan Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Simpang Tiga Tak Bersinyal Atas Dasar Kinerja Arus Lalu Lintas (Studi Kasus : Simpang Jalan Jamin Ginting Menuju Jalan Bunga Lau)

0 2 7

Penentuan Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Simpang Tiga Tak Bersinyal Atas Dasar Kinerja Arus Lalu Lintas (Studi Kasus : Simpang Jalan Jamin Ginting Menuju Jalan Bunga Lau)

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Persimpangan Jalan - Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal Akibat Perubahan Fase (Studi Kasus : Jln. Brigjend. Katamso – Jln. Jend. AH Nasution)

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Persimpangan - Analisis Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus : Jalan Gajah Mada – Jalan K.H. Wahid Hasyim

1 1 33

BAB I PENDAHULUAN I.1. Uraian - Analisis Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus : Jalan Gajah Mada – Jalan K.H. Wahid Hasyim

0 1 11