TEMUAN DAN ANALISA DATA
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
A, Deskripsi Temuan Data
Informan yang peneliti wawancarai berusia 17 tahun dengan latar belakang pendidikan baru saja lulus SMA. Ia memiliki latar belakang sebagai anak yang memiliki paparan kekerasan domestik atau rumah tangga, semasa kecil yakni ketika ia berusia 6 hingga 10 tahun. Informan didapat dari kontak gatekeeper peneliti dengan salah satu siswi SMA yang menjadi teman sekolahnya tersebut.
Informan merupakan sosok yang baik hati, pintar dan tangkas. Menurutnya, meskipun ia memiliki masa lalu yang cukup sulit, namun masa depannya belum tentu sama sulitnya dengan apa yang pernah dialami. Sehingga sampai sekarang, ia masih dengan mudah bercengkrama dengan orang lain, bahkan ketika baru bertemu seperti dengan peneliti.
Selain itu, informan merupakan sosok remaja laki-laki pada umumnya, memiliki kesukaan kepada sepak bola, nongkrong dengan teman-temannya. Di kala di rumah, ia lebih senang untuk bermain dengan gadget yang ia punya, sehingga ada perbedaan asosiasi antara ia yang berada di rumah dengan ia yang berada di lingkungan luar rumah.
Sebelum mendapatkan informan ini, peneliti berupaya keras untuk mendapatkannya, karena sedikit sekali individu yang peneliti kenal yang mampu untuk menceritakan masa lalunya. Janji untuk bertemu dan mewawancarai untuk penelitian ini, dilakukan dua kali. Satu hari untuk observasi bersama dengan informan dengan mengikuti kegiatannya dan di hari lain untuk melakukan wawancara,
Untuk melakukan triangulasi, peneliti melakukan wawancara dengan kerabat dari informan, yakni kakek dan nenek informan. Informan tinggal bersama kakek dan neneknya, peneliti lakukan wawancara juga untuk melakukan crosscheck terkait beberapa pernyataan informan yang dilontarkan saat wawancara.
B. Analisa Data
Hampir tiga juta anak setiap tahunnya mengalami kekerasan fisik maupun seksual. Mereka mengalami trauma bahkan hingga menyebabkan kematian. Anak- anak yang menjadi korban ini membutuhkan intervensi medis, perawatan dan perlindungan yang memadai bagi mereka. Bentuk kekerasan fisik yang mereka alami beragam. Selama dua puluh tahun terakhir ini banyak pusat advokasi anak yang memerjuangkan hak-hak anak. Namun selain itu, pusat ini juga berperan dalam melakukan investigasi terhadap anak-anak yang dinilai mengalami masalah pada diri mereka. Masalah yang mereka alami baik itu berupa pelanggaran, maupun tindakan
kenakalan lainnya. 22
Menurut informan, terdapat beberapa hal yang menjadi catatannya ketika ia tidak merasa menjadi korban. Ia memang merasa diabaikan oleh orang-orang yang berada di keluarga dan lingkungan rumahnya.
“ Mostly karena pengalaman buruk gue waktu kecil kali ya, jadi pas gue kecil, orang tua gue sering berantem. Berantemnya mereka juga ngga main-main sih, sampe sempet ada bagian dimana gue sa ma a dek gue disuruh milih mau ikut siapa. Padahal coba lo bayangin deh, umur gue baru 7 tahun dan lo disuruh
milih mau ikut siapa? For God‟s sake! Orang tua kok begitu.”
22 Johson, Tiffani. 2008. Update and Current Trends in Child Protection. Emergency Medicine and Child Protection. Hlm 270
Di dalam obrolan yang terjadi antara peneliti dan informan, terdapat beberapa cerita yang diungkapkan oleh informan bahwa ia tidak mengetahui bahwa apa yang dilakukan dari orang tua (pihak laki-laki) kepada pihak perempuan sebagai tindak kekerasan. Hal ini dikarenakan scoop pengetahuan yang belum memadai dan sikap dari kedua orang tuanya yang selalu menyembunyikan apa yang sesungguhnya terjadi. Sehingga anak-anak tidak dapat mendefinisikan secara jelas apa itu kekerasan
dalam rumah tangga dan apakah ia menjadi korban diantaranya. 23
Penelitian mengenai anak yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga meningkat secara eksponensial dengan penelitian yang dilakukan oleh Holden, et.al tahun 1998 yang memeriksa publikasi artikel dalam rentang 1975 hingga 1995 mengenai anak-anak yang terkena kekerasan dalam rumah tangga dengan hasil selama rentang waktu tersebut, hampir lima kali lebih banyak anak yang terkena
kekerasan dalam rumah tangga. 24 Penelitian ini berkolerasi dengan dampak yang dapat diterima oleh anak apabila ia terpapar kekerasan dalam rumah tangga secara
terus-menerus. Informan yang diwawancarai oleh peneliti, memiliki efek dalam jangka pendek
sebagai akibat dari tindakannya untuk berpergian berdua saja dengan adiknya untuk menjemput bude mereka (yang kebetulan tinggal satu komplek dengan keluarga mereka)
“ Masih bikin mau nangis dan merinding sampe seka rang kalo inget kejadian yang itu. ”
Rasa sedih hingga merinding inilah yang menurut Fantuzzo dan Mohr (1990) menjadikan anak-anak lebih inklusif dan tidak membuat asumsi khusus dari
23 Gordis, Elana B. dan Gayla Margolin. 2004. Childre ’s Exposure to Violence in the Family and Community. Current Directions in Psychological Science, SAGE Publication.
Ibid.
pengalaman anak-anak dengan kekerasan. 25 Seringkali anak-anak dianggap sebagai penerima pasif dari sebuah tindakan kekerasan. Padahal anak-anak menjadi penerima
aktif dari sebuah tindakan pengalaman kekerasan dapat membekas dalam diri mereka dan menjadi salah satu pengalaman tidak terlupakan.
Tidak hanya itu, apabila seorang ibu yang menerima kekerasan dalam rumah tangga dari suaminya, hal ini dapat berdampak bagi sang anak. Bagi informan, ia merasa terkucil dan tidak mampu untuk membela ibunya dari tindakan yang dialaminya dari suaminya.
“ Dan juga, orang tua kalo lagi berantem, lebih sering nyokap yang kena bogem mentah dari bokap. Bogem mentahnya di sini bebas deh lo artiin apa aja, karena
memang begitu dulu adanya. Pernah sekali wa ktu, gue liat nyokap dipukul pa ke gesper sampe bagian tengkuknya membiru. Perna h juga gue liat nyokap dijedotin ke tembok. ”
“ Gue bingung mendefinisikan tindakan gue itu sebagai apa, tapi satu hal yang pasti adalah gue melakukan itu karena udah ngga tahan sama kondisi rumah yang
selalu bertengkar. Gue ngga sanggup lihat nyoka p gue yang selalu kena hajar da ri bokap. Gue yang jadi anak laki-laki pertama tapi ngga bisa ngelindungin nyokap dari tangan dingin bokap dan melakukan apa ya ng seharusnya dilakukan oleh anak laki- laki. Gue tertekan waktu itu….”
Penelitian yang dilakukan terakit dengan tema ini menyimpulkan bahwa paparan kekerasan dalam rumah tangga memiliki kemungkinan kuar dalam merugikan anak sehingga menimbulkan kemungkinan besar agresi, depresi, kemarahan, kecemasan. 26
Depresi dan rasa agresi yang sempat terjadi pada informan, sehingga menimbulkan
25 Ibid 26 Ibid.
keinginannya untuk melakukan tindakan yang tidak sepatutnya, seperti menyayat tangannya sendiri.
“ Wah, itu pas gue di umur 10 tahun kali ya, gue ngga sanggup lagi ngadepin omelan dan celotehan mereka. Mereka bisa saling ancam untuk membunuh. Gue
cuma bisa nangis di ka mar dan pernah satu kali gue melakukan percobaan penyayatan pergelangan tangan, waktu itu gue ditemuin di kamar mandi sama mbak gue dan langsung dibawa ke Rumah Sakit.”
Selain itu, menurut penuturan orang terdekat dari informan, yakni Neneknya. Informan dulu merupakan tipe individu yang pendiam, jarang bergaul dan lebih suka bermain dan sibuk dengan dunianya sendiri.
“Tidak ada… (berpikir sejenak). Dulu ketika bersama dengan orang tuanya, ia merupakan anak yang pendiam, hanya menurut saja jika dibilang oleh orang tua. Namun sekarang ia menjadi lebih aktif dan supel kepada setiap orang ”
Perubahan yang dialami oleh informan, dibawa oleh dua tahap penting dalam perubahan masa kelam kanak-kanaknya, yakni ketika ia memiliki psikolog sendiri yang dapat mendengarkan keluh-kesahnya sehari-hari secara lebih relevan dan memberikan nasihat apa yang memang ia butuhkan serta perginya ia dari rumah orang tuanya yang menurutnya membuat ia merasa tertekan.
Rasa tertekan yang didapatkan oleh informan merupakan salah satu contoh dari konsekuensi kekerasan dalam rumah tangga yang mana anak menjadi terpapar karenanya Informan mendapatkan salah satu akibat dari bentuk kekerasan dalam rumah tangga, yaitu jeweran dari ayahnya ketika ia hendak membela ibunya.
“ Berpengaruh engga, gue juga lupa. Tapi sela ma di usia orang tua gue cukup sering berantem, presta si gue lumayan turun. Di kelas 1 gue peringkat 3 “ Berpengaruh engga, gue juga lupa. Tapi sela ma di usia orang tua gue cukup sering berantem, presta si gue lumayan turun. Di kelas 1 gue peringkat 3
Dalam kasus informan ini, peneliti belum melihat adanya integrasi khusus antar lembaga di Indonesia dalam menangani anak-anak yang mempunyai pengalaman untuk terpapar kekerasan domestik. Acapkali, keluarga masih harus berjibaku seorang diri dan melakukan masa penyembuhan – reintegrasi kembali ke masyarakat secara sendiri-sendiri. Dalam keluarga informan, hal yang dilakukan adalah dengan pelibatan pekerja sosial, yakni seorang psikolog.
Layanan perlindungan anak dapat memberikan intervensi yang ditargetkan untuk anak-anak yang menjadi paling beresiko berbahaya dan bertujuan dalam mengurangi
paparan kekerasan pada anak serta memastikan keselamatan mereka. 27 Di sisi lain, kurang adanya perhatian dan pengawasan dari lembaga terkait pelayanan
perlindungan anak, menyebabkan masih belum maksimalnya hal yang sebetulnya masih bisa diintervensi oleh pemerintah selain mendirikan layanan korban kekerasan dalam rumah tangga.
Implikasi yang dirasakan oleh informan sudah cukup baik untuk dilewati sebelumnya karena menurut penuturan dari neneknya, sekarang ia sudah berubah menjadi sosok yang lebih ceria dan dapat bergaul dengan siapa saja. Berbeda dari yang dahulu, ketika ia masih tinggal dengan orang tuanya, karena ia menjadi sosok anak yang pendiam dan suka menyendiri. Pola perubahan ini yang dapat disimpulkan sebagai suatu dampak positif dari adanya kehadiran psikolog dan kepindahannya ke tempat nenek dan kakeknya.
27 Nick Stanley, et.al. 2011. Childre ’s Experie ces of Do estic Viole ce: Developi g a I tegrated Respo se For Police a d Child
Protection Service. SAGE Publication.
“ Iya, dokter Ira cukup membantu Dewa untuk menjadi anak yang seperti sekarang. Dewa menjadi anak yang rajin dan aktif tentu membutuhkan banyak dukungan dan bantuan dari segala pihak yang menyayanginya, salah satunya
psikolognya itu ” Orang tua, terlebih ibu dari informan mencoba untuk memahami kebutuhan
anaknya untuk bisa bercerita dan bertumbuh-kembang sesuai dengan anak-anak di usia lain yang sedang senang-senangnya untuk bermain dan mencoba hal baru. Rasa trauma dan takut dicoba untuk dihilangkan oleh ibu informan dengan mengikutkannya pada satu sesi psikolog dengan warna di ruang kerja yang informan sukai. Hal ini cukup membantu informan dalam mengatasi permasalahan tekanana psikis dan sosial yang tengah dialami olehnya.
C. Diskusi
Selain menunjukkan informan sangat rentan terhadap paparan kekerasan dalam rumah tangga serta dampaknya, perlu diadakan satu intervensi kebijakan dalam skala yang lebih besar untuk mencoba mengintegrasikan lembaga pelayanan terkait dalam hal ini. Perlu adanya peran serta keluarga dalam hal pemberian dukungan untuk merubah anak-anak yang terpapar kekerasan agar kehidupan mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya dan dapat memperoleh masa depan yang lebih cerah.
Lebih dari 57% kasus pelanggaran hak asasi manusia, menimpa anak-anak dan belum mendapatkan penanganan serius. 28
28 Global Protection Cluster. 2011. Vulnerabilities, Violence, and Serious Violations of Child Rights. Hlm