C. Kerangka Konsep
II.C. Kerangka Konsep
Tahun 1989, Majelis Umum PBB menyelesaikan dan meratifikasi Konvensi Hak Anak. KHA mengandung hal-hal penting seperti yang diungkapkan dalam Hak Asasi Manusia yang mengandung 54 pasal. Terdapat empat isu utama yang ingin diangkat dalam konvensi ini, yaitu non-diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak hidup, serta kelangsungan tumbuh-kembang serta penghargaan bagi anak.
Empat prinsip tersebut tertuang jelas dalam beberapa pasal dalam Konvensi Hak Anak. Hak untuk bebas dari diskriminasi yang tertuang dalam pasal 2 : “Negara- negara peserta akan menghormati dan menjamin hak-hak yang diterapkan dalam konvensi ini bagi setiapanak yang berada dalam wilayah hokum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan-pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang tua atau walinya yang sah ”. (Ayat 1). “Negara-negara peserta akan mengambil semua langkah yang perlu untuk
10 Diakses dari http://www.ovw.usdoj.gov/domviolence.htm pada 30 Mei 2014 pukul 21:30 11 Goodmark, Leigh. 2012. A Troubled-Marriage: Domestic Violence and The Legal System. USA: New
York University Press. Hlm 33 York University Press. Hlm 33
Dalam pasal 3 ayat 1, “dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau badan legislatif. Maka dari itu, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. ” Pasal ini dimaksudkan untuk anak dapat terlibat dalam setiap kebijakan yang dibuat. Anak tidak berada dalam posisi yang dirugikan atas apa yang dilakukan oleh orang dewasa.
Hak untuk hidup, berkelangsungan, dan perkembangan. Hak ini senada dengan pasal 6, yaitu (1) negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan. (2) Disebutkan juga bahwa negara-negara peserta akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak.
Penghargaan untuk tiap pendapat anak penting untuk dilakukan dengan harapan mereka akan belajar untuk berbicara dan mengutarakan pendapat serta orang dewasa tidaklah mengambil keputusan secara sepihak menyangkut apapun terhadap anak. Hal ini senada dalam pasal 12 KHA, yaitu “Negara-negara peserta akan menjamin agar anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri akan memperoleh hak untuk menyatakan pandanganpandangannya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan anak”.
Apabila dalam beberapa paragraph diatas, lebih dijabarkan mengenai anak, dalam paragraph berikutnya akan dicoba untuk dipaparkan mengenai kekerasan dalam rumah tangga (korban dan pelaku) serta anak yang terlibat di dalamnya. Kekerasan dalam rumah tangga acapkali dilakukan oleh pasangan terhadap pasangannya yang lain. Hal ini dapat menyerang laki-laki maupun perempuan sebagai korbannya, namun yang kerap kali terjadi di Indonesia adalah perempuan menjadi korban karena posisi partriarki dan ketidakmampuan perempuan dalam beberapa aspek dibandingkan laki-laki.
Banyak sekali bentuk kontrol dan intimidasi yang bisa dilakukan oleh seorang laki- laki terhadap pasangannya, misalnya dengan “penghancuran” rumah yang mereka huni bersama. Permempuan menemukan dirinya dalam posisi tidak dapat berbuat apa-apa dikarenakan beberapa faktor, seperti sulit untuk hidup secara mandiri dengan kondisi keuangan yang dimilikinya sendiri dan memikirkan kondisi anak- anaknya jika tidak bersama dengan pasangannya sekarang. 12
Dalam konteks Indonesia, Soeroso (2010) juga menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor-faktor di luar diri si pelaku kekerasan. Individu yang tidak memiliki perilaku agresif dapat melakukan tindak kekerasan bila berhadapat dengan situasi yang menimbulkan frustasi, misalnya kesulitan ekonomi yang berkepanjangan atau perselingkuhan yang dilakukan suami atau istri. Faktor internal menyangkut kepribadian dari pelaku kekerasan yang menyebabkan ia mudah sekali melakukan tindak kekerasan bila
menghadapi situasi yang menimbulkan 13 Kebanyakan perempuan yang mengalami masalah dalam kekerasan di rumah
tangga, mengelami lebih dari satu jenis kekerasan misalnya fisik dan psikologis yang dilakukan oleh pasangannya. Tidak jarang, apabila anak-anak mereka sedang berada di rumah, anak-anak dapat melihat apa yang sedang dilakukan oleh orang tua mereka. Bentakan dan teriakan tidak jarang ditemukan dalam kondisi keluarga yang tengah didera masalah kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini yang menjadi fokus utama dari tulisan ini, yakni implikasi bagi anak-anak yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga.
12 McGee, Caroline. 2000. Childhood Experiences of Domestic Violence. United Kingdom: Jessica Kingsley Publishers. Hlm 34
13 Margaretha, Rahmaniar Nuringtyas, dan Rani Rachim. 2013. Childhood Trauma of Domestic Violence and Violence in Further Intimate Relationship. UI Journal: Makara Seri Sosial Humaniora. Hlm