Pengaruh Perkembangan PariwisataTerhadap Bahasa
4.2 Pengaruh Perkembangan PariwisataTerhadap Bahasa
4.2.1 Dampak Positif
. Pengaruh yang bersifat positif artinya perkembangan pariwisata di Indonesia dapat membantu membina dan mengembangkan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara. Pengaruh positif ini dapat dilihat dari data berupa munculnya kata-kata dan istilah yang berhubungan dengan kepariwisataan. Artinya, perkembangan pariwisata sudah nyata dapat memperkaya khasanah perbendaharaan kata dan istilah dalam Bahasa Indonesia.
Berikut ini adalah contoh kata dan istilah yang digunakan dalam bahasa Indonesia yang berhubungan dengan kepariwisataan, yaitu: agrowisata, apartemen, awak kabin, bandara, bar, bartender, brosur, Usaha Perjalanan Wisata, kargo, souvenir, reservasi, Diparda, destinasi, objek wisata, daerah tujuan wisata, ekowisata, embarkasi, hotel, reservasi, restoran, jasa boga, kepariwisataan, paspor, devisa, visa, pelancong, pramusaji, pramuwisata, prasmanan, bufe, sadar wisata, sapta pesona, tata graha, tour, wisatawan, paket wisata, wisatawan domestik (wisdom), dan wisatawan mancanegara.
Di samping dapat memperkaya khasanah kosa kata dan istilah, dampak positif perkembangan pariwisata terhadap Bahasa Indonesia juga ditemukan dalam fungsi bahasa Indonesia sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, saat ini sudah banyak buku tentang pariwisata yang disajikan dengan Bahasa Indonesia. Ini artinya, Bahasa Indonesia telah digunakan sebagai sarana dalam mengembangkan ilmu pariwisata. Dengan demikian masyarakat akan lebih mudah memahami pariwisata dan sekaligus membantu memasyarakatkan kepariwisataan di kalangan masyarakat
4.2.2 Dampak Negatif
Pengaruh negatif yang dimaksudkan di sini lebih ditekankan pada masalah belum maksimalnya fungsi bahasa Indonesia sebagai pengungkap produk-produk industri pariwisata.
Buktinya, sebagai contoh di Bali banyak komponen industri pariwisata justru menggunakan bahasa asing atau pola penyusunannya adalah pola bahasa asing. Padahal itu adalah produk lokal. Misalnya, nama hotel dan restoran, serta nama produk minuman dan makanan khas Bali.
Data berikut menunjukkan nama hotel dan restoran serta nama produk lainnya yang menggunakan bahasa atau pola bahasa asing.
No. Pola Bahasa Asing Pola Bahasa Indonesia
1. Nusa Dua Beach Hotel Hotel Nusa Dua Beach
2. Jayakarta Hotel Hotel Jakarta
3. Borobudur Hotel Hotel Borobudur
4. Lotus Restaurant Restoran Lotus
5. Mamai Restaurant Restoran Mamai
6. Bali Cofee Kopi Bali
7. Hot Tea The Panas
8. Bali Arak Arak Bali
4.3 usaha mengatasi pengaruh pariwisata terhadap kebudayaan dan bahasa
Kongres Kebudayaan 1991, menurut penilaian semua pihak, diselenggarakan pada waktu yang tepat. Dikatakan demikian karena dewasa ini bangsa Indonesia tengah menghadapi berbagai perubahan, baik yang terjadi sebagai akibat pengaruh dari dalam maupun dari luar. Ini menuntut penyegaran jati diri.
Jati diri bangsa Indonesia dibangun dari pengalaman sejarah dan kerangka acuan nasional yang tercermin dalam dasar dan pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia itu secara historis dan ideologis terbuka dan berketuhanan Yang Maha Esa.
Keterbukaan sangat diperlukan untuk membangkitkan kreativitas, prakarsa, swakarsa, dan partisipasi masyarakat, sehingga dengan demikian hal itu juga akan memperbesar tanggung jawab sosial. Melalui keterbukaan itu pula Kedaulatan Rakyat, yang menjadi prinsip utama Undang-undang Dasar 1945, harus semakin dapat diwujudkan.
Kebudayaan Indonesia harus sanggup membangun bangsa Indonesia yang tangguh, tegar, disiplin, dan ulet agar ilmu pengetahuan dan teknologi modern dapat direbut dan dikuasai. Dengan demikian, bangsa Indonesia akan sanggup bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju.
Dalam kebudayaan Indonesia nilai dan rasa keadilan sangat mempengaruhi semangat hidup bersama. Oleh karena itu, nilai dan rasa keadilan itu harus diwujudkan dalam segala kehidupan dengan jalan menegakkan azas negara hukum serta mendayagunakan perangkat-perangkat pelaksanaan dan pengawasnya.
Tantangan pembangunan dan perubahan yang kita hadapi itu menuntut agar kita memiliki kebudayaan yang berorientasi ke hari esok. Sehubungan dengan hal itu, bahasa Indonesia sebagai wahana salah satu pokok kebudayaan harus digunakan secara sadar dan bertanggung jawab.
Pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan Indonesia dalam segala perwujudannya seperti yang terungkap dalam Kongres Kebudayaan 1991, menjadi tanggung jawab kita bersama. Tanggung jawab itu hendaknya dapat terwujud dalam peningkatan peran serta masyarakat guna memajukan kebudayaan bangsa melalui berbagai cara dan wahana yang tersedia
Keinginan untuk melestarikan bahasa atau budaya tentunya merupakan niat yang mulia dan patut didukung. Hanya yang perlu diperhatikan adalah bagaiman
sebaiknya harus diwujudkan. Apakah himbauan saja atau pelarangan dapat mewujudkan apa yang kita semua inginkan.
Jadi mengapa harus pusing dengan nasib bahasa? Bahasa datang dan pergi. Pertanyaan kuncinya justru ini: “Mengapa bahasa itu jadi demikian banyak dipakai dibandingkan dengan bahasa lainnya?”. Justru pertanyaan ini yang menurut saya Jadi mengapa harus pusing dengan nasib bahasa? Bahasa datang dan pergi. Pertanyaan kuncinya justru ini: “Mengapa bahasa itu jadi demikian banyak dipakai dibandingkan dengan bahasa lainnya?”. Justru pertanyaan ini yang menurut saya
Bila dikaitkan dengan konteks sastra dan buku, maka menurut saya adalah lebih penting untuk mempedulikan nasib ide yang diusung dan posisi para pendukung /pengguna bahasa itu dibandingkan nasib bahasa Indonesia. Usul riilnya adalah kita harus secara agresif mengalihbahasakan sebanyak mungkin karya sastra para sastrawan atau penulis Indonesia ke bahasa Inggris. Kita juga harus menjadi semakin mahir berbahasa Inggris.
Kita punya banyak ide dan gagasan yang asli Indonesia yang dapat kita jual dan kita kemas untuk konsumsi internasional.dalam hal ide, kita tidak perlu melihat ke eropa atau amerika,kita sudah cukup kaya. Kita melihat ke barat untuk mempelajari metode pengemasannya.
Walaupun upaya ini sangat menantang, tapi bukan suatu hal yang mustahil dilakukan. Dengan cara pandang ini maka kita akan jadi lebih peduli pada kualitas diri kita dibandingkan kulit-kulitnya saja. Kita harus membuat kualitas produk seni dan pemikiran seperti sastra atau sinema kita sedemikian tingginya dan orisinil, sangat tinggi sehingga bahkan orang paling pesimistis sekalipun tak mampu Walaupun upaya ini sangat menantang, tapi bukan suatu hal yang mustahil dilakukan. Dengan cara pandang ini maka kita akan jadi lebih peduli pada kualitas diri kita dibandingkan kulit-kulitnya saja. Kita harus membuat kualitas produk seni dan pemikiran seperti sastra atau sinema kita sedemikian tingginya dan orisinil, sangat tinggi sehingga bahkan orang paling pesimistis sekalipun tak mampu