LATAR BELAKANG

1. LATAR BELAKANG

Dalam upaya mensejahterakan masyarakat di bidang kesehatan, pemerintah sudah menggulirkan suatu program pembiayaan pelayanan kesehatan yang bersifat nasional

yaitu “Jaminan Kesehatan Nasional(JKN)”. Program ini bersifat seperti asuransi yang bersubsidi sehingga masyarakat yang tidak mampu dapat merasakan pelayanan kesehatan secara paripurna. Dalam pelaksanaannya seluruh asuransi yang ada di masyarakat seperti Askes, Jamsostek, Jamkesmas, dan JPKM akan dilebur menjadi satu sistim pembiayaan

yang akan dikoordinasikan oleh Badan Pembiayaan Jaminan Sosial (BPJS). 1 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan”. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang : “Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah ”. Lalu diperbaiki lagi dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 yang pada prinsipnya program jaminan kesehatan ini dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat. Namun pada pelaksanaannya di lapangan masih banyak ditemukan kekurangan yang dirasakan oleh masyarakat, selain pelayanan kesehatan yang masih belum siap atau juga sistim pembiayaan dari pusat ke RS atau pelayanan kesehatan dasar yang masih belum berjalan dengan baik. Program ini masih belum berjalan secara utuh karena masih ada sistim pelayanan kesehatan yang belum tercakupi yaitu pelayanan kesehatan tradisional yang sebelumnya sudah tercakupi namun dihilangkan dalam program ini contohnya akupunktur ataupun yang belum pernah dibiayai seperti pemberian jamu/herbal.

Di negara China pembiayaan kesehatan dibiayai oleh asuransi secara reimburs untuk semua jenis tindakan, mencakup pengobatan konvensional dan tradisional (akupunktur, tuina dan herbal). Selain negara China, negara Korea dan India sudah memasukkan Di negara China pembiayaan kesehatan dibiayai oleh asuransi secara reimburs untuk semua jenis tindakan, mencakup pengobatan konvensional dan tradisional (akupunktur, tuina dan herbal). Selain negara China, negara Korea dan India sudah memasukkan

Dalam studi yang dilakukan Badan Litbang Kesehatan mengenai inventarisasi penggunaan jamu pada tahun 2010 di Jawa Bali diketahui sebanyak 71,7 persen 159 dokter dari anggota perhimpunan seminat menggunakan jamu dalam praktek pengobatannya, dimana sebanyak 50% adalah karena permintaan pasien atau

masyarakatnya sendiri. 4 Dari data Riskesdas 2010 diketahui masyarakat umur diatas 15 tahun pernah minum jamu sebanyak 59,12 persen dan yang merasakan manfaat dengan

minum jamu diketahui sebanyak 95,6 persen. 5 Namun pemerintah masih belum mengupayakan pelayanan tradisional dapat masuk dalam sistim pengobatan umum

bersanding dengan pengobatan konvensional. Yang dimaksud dengan “Pelayanan Kesehatan Tradisional” dalam kajian ini adalah :

pelayanan “Akupunktur” dan pengobatan dengan “herbal/jamu”. “Akupunktur adalah suatu cara pengobatan dengan perangsangan titik-titik tertentu (titik akupunktur)

dipermukaa 2 n tubuh untuk menyembuhkan suatu penyakit.” Perangsangan tersebut dapat dilakukan melalui penusukan jarum, penyuntikan, penyinaran dan sebagainya. Sedangkan pengobatan dengan Herbal/jamu adalah pengobatan dengan menggunakan obat tradisional yang dapat berasal dari jamu, obat herbal terstandar (OHT) ataupun fitofarmaka. “Jamu adalah Obat Tradisional Indonesia. Obat HerbalTerstandar adalah

sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah

dengan uji praklinik dan klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi”. 3

Pemerintah melalui Badan Litbang Kesehatan sampai dengan tahun 2013, telah memberikan diklat kajian berbasis pelayanan kepada lebih dari 200 dokter puskesmas dan RS CAM (Complementary Alternative Medicine).Dari data capaian rencana strategis Kementerian Kesehatan thn 2011 ada 20 kabupaten/kota yang tercakup dalam pembinaan yankestradkom (pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer) dengan 30 RS yang menyelenggarakannya. Hingga tahun 2014 DirektoratBina Yankestradkom akan mengembangkan RS CAM menjadi 70 RS.

Meskipun masih banyak permasalahan yang ada dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan tradisional di fasyankes dasar dan rujukan, baik dari profesi kesehatan yang masih ragu akan standar pengobatan maupun dari penentu kebijakan dalam mengusulkan dana pembiayaannya. Kementerian Kesehatan sudah menjalankan program Saintifikasi Jamu yang akan meregistri semua cara pengobatan dan jenis bahan bakunya, sehingga manfaat dan efek sampingnya dapat diketahui dan diawasi.

Program JKN merupakan bukti bahwa pemerintah mempunyai perhatian untuk mensejahterakan masyarakat dari permasalahan kesehatan dengan membiayai cara pengobatan konvensional dan seharusnya termasuk membiayai keinginan masyarakat dalam menjaga kesehatan melalui pengobatan tradisional sebagai pengobatan awal promotif dan preventif maupun pengobatan alternatif baik kuratif dan paliatif. Dengan adanya program JKN pemerintah seharusnya sudah dapat mengupayakan pelayanan kesehatan dengan pengobatan tradisional yang dapat dibiayai oleh pemerintah sambil menjalankan program registri penggunaan jamu pada pasien (collecting data pasien pelayanan jamu).

Dalam Kajian ini dipilih beberapa rumah sakit yang diketahui melaksanakan dengan baik pelayanan kesehatan tradisional yang mencakup pelayanan jamu/herbal saja ataupun dikombinasi dengan pelayanan akupunktur,diantaranya RSCM, RS Kanker Dharmais, RS Soetomo Surabaya. Selain itu diperlukan konfirmasi data kepada pelaksana fasyankes di tingkat pertama dalam hal ini puskesmas-puskesmas di Dinkes kota/kabupaten yang masih menjalankan atau menyediakan pengobatan dengan jamu. Tim kajian memilih kota Surakarta (Solo) dan kabupaten Semarang (Ungaran) yang dari pengumpulan informasi data didapatkan cukup baik dalam menjalankan pengobatan dengan jamu.