Syarat Pencabutan Hak Atas Tanah.

b. Kepentingan masyarakat luas, danatau c. Kepentingan rakyat banyakbersama, danatau d. Kepentingan pembangunan.

A. Syarat Pencabutan Hak Atas Tanah.

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan pendukung mata pencaharian di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal. 30 Peranan pemerintah atas tanah dalam rangka pembangunan sangat penting sekali sehingga dalam hal ini pemerintah harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Pembangunan ini dilaksanakan untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja harus mengindahkan prinsip – prinsip hukum akan tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar Misalnya saja permasalahan yang berhubungan dengan pelepasan tanah pribadi untuk kemudian dimanfaatkan bagi kepentingan sosial. Untuk memperoleh tanah ini peranan pemerintah sangat diperlukan karena terkadang tanah yang akan didirikan atau bangunan tersebut adalah milik rakyat, sehingga untuk memperolehnya harus melalui pemerintahan yaitu dengan cara pencabutan hak atas tanah dan pembebasan hak atas tanah. 30 Wisnu Nur Bhaskoro, “Asas fungsi sosial hak atas tanah”, http:civicsedu.blogspot.com201206asas-fungsi-sosial-hak-atas-tanah-hukum.html, terakhir diakses tanggal 4 Mei 2013 masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang mengganggu stabilitas masyarakat. 31 Dalam Pasal 6 UUPA menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini mengartikan bahwa fungsi sosial berarti sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain dalam kehidupan sosial atau kehidupan bersama. Fungsi sosial hak atas tanah memaksudkan bahwa setiap hak atas tanah dapat dimanfaatkan oleh orang lain kalau dibutuhkan, bukan hanya oleh pemiliknya sendiri. Hak tersebut bukan hanya hak milik tetapi semua hak atas tanah. 32 Menurut penjelasan umum dalam UUPA, fungsi sosial hak atas tanah berarti, hak atas tanah apa pun yang ada pada seseorang, tidak dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. 33 31 Anna, “Fungsi sosial tanah pada UUPA”, Ini mengartikan bahwa ada kesempatan bagi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang dianggap penting bagi masyarakat dengan menggunakan tanah masyarakat demi kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pembangunan yang dilakukan pemerintah ini tentunya dapat dikatakan berfungsi sosial, sebab pembangunan yang dilakukan bukan demi kepentingan sepihak melainkan demi kepentingan umum. Namun, sesuai dengan UUPA pelaksanaan ini harus tetap pada normanya, sehingga tidak menimbulkan konflik dikemudian hari. http:anhaagnezious.blogspot.com201105fungsi-sosial-tanah-dalam-uupa.html , terakhir diakses tanggal 3 Mei 2013 32 Maria S.W.Sumardjono, Martin Samosir, Hukum Pertanahan dalam Berbagai Aspek, Medan: PT: Bina Media, 2000, hal.61 33 Ibid, hal 62 Penggunaan tanah dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah, harus diperhatikan dan disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari hakekatnya, hingga benar-benar bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagian yang mempunyai maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Namun kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok kemakmuran, keadilan, dan kebahagian bagi rakyat selurunya. Dalam pelaksanaa pembangunan, diperlukan suatu proses dalam memperoleh tanah dari masyarakat. Pencabutan hak atas tanah pada prisnsipnua merupakan upaya final dari pemerintah untuk memutuskan hubungan hukum antara pemilik tanah dengan objek tanah dalam pelaksanaan pengadaan tanah utuk kepentingan pemerintah. Upaya pencabutan hak ini dieksekusi manakala pengadaan tanah melalaui persetujuan pemiliknya, baik itu melalui jual beli, tukar menukar, ataupun perbuatan hukum lainnya tidak disetujui oleh pemilik tanah. Artinya, demi mendapatkan tanah yang dibutuhkannya, pemerintah menggunakan kekuasaan yang ada padanya. 34 Namun demikian, penggunaan mekanisme pencabutan hak atas tanah harus benar-benar menunjukkan bahwa tujuan pengambilan tanah itu semata-mata untuk kepentingan umum dan berada dalam kondisi bahwa tidak terjadi kesepakatan mengenai penyerahan tanah serta tidak ditemukan atau lokasinya tidak dapat dipindahkan atau juga tidak dapat lagi digunakan bidang tanah yang lain untuk 34 M.Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Pencabuta Hak, Pembebasan, dan Pengadaan Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2011, hal.10 keperluan bagi kepentingan umum. Dengan kata lain, pencabutan hak atas tanah merupakan mekanisme pengambilan tanah secara paksa. 35 Dalam lingkup agraria, tanah yang merupakan bagian dari bumi adalah suatu aspek yang kegunaanya sebenarnya dipakai secara bersama-sama. Konsep ini, juga mengartikan bahwa tanah yang ada di Indonesia, dikuasai oleh negara. Penguasaan hak atas tanah yang ada di Indonesia dibagi menjadi dua konsep. Dua konsep hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional yaitu: 1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu yang lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik HM, Hak Guna Usaha HGU, Hak Guba Bangunan HGB, dan Hak Pakai HP. 2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil. Hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian. Dari berbagai mancam hak yang terdapat didalam UUPA, Hak miliklah yang paling kuat dibandingkan hak-hak yang lainnya. Dalam ketentuan pasal 20 ayat 1 UUPA berbunyi “Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan ketentuan dalam pasal 6”. Ketentuan dalam pasal 6 yang mengartikan fungsi sosial, lebih menyoroti terhadap hak 35 Ibid., hlm. 11 milik. Sebab, walaupun hak milik menjadi hak yang paling kuat, namun jika hak milik berbenturan dengan fungsi sosial maka, hak milik tersebut dapat hapus. 36 Maka, walaupun fungsi sosial yang dimaknakan dalam Pasal 6 UUPA memang mengandung makna, bahwa kepentingan umum harus didahulukan dari kepentingan pribadi. Tetapi tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai pembenaran mengabaikan kepentingan mereka yang mempunyai tanah. Pada asasnya, jika diperlukan tanah kepunyaan orang lain haruslah terlebih dahulu diusahakan agar tanah itu dapat diperoleh denga persetujuan yang empunya, dengan jual-beli, tukar menukar atau lain sebagainya. Kecuali dilakukan musyawarah tidak menemukan kata sepakat, pemerintah dapat mengambil tindakan pencabutan hak sesuai dengan Pasal 18 UUPA. 37 Pembangunan fasilitas-fasilitas umum memerlukan tanah sebagai wadahnya. Pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah jika persediaann tanah masih luas. Tanah di Indonesia saat ini sebagian besar telah dilekati dengan hak sedangkan tanah milik pemerintah sangatlah terbatas. Sehingga untuk melakukan pembangunan demi kepentingan umum akan sulit dilakukan jika hanya mengandalkan tanah milik pemerintah. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengambil tanah milik masyarakat yang telah dilekati dengan hak, baik yang dimiliki oleh orang perorangan, badan hukum, maupun masyarakat adat. Akan tetapi hal tersebut akan mengakibatkan benturan kepentingan yang mana di satu sisi masyarakat memerlukan tanah sebagai tempat 36 Op.Cit, Wisu Nur Bhaskoro 37 Syafrudin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta : Pustaka Bangsa Press, 2004, hal. 124-225 permukiman dan tempat mata pencahariannya. Sedangkan di sisi lain tanah juga diperlukan untuk lebih meingkatkan dan memenuhi kepentingan umum. Disamping itu, umumnya terdapat empat masalah yang sering muncul berkenaan dengan masalah pembebasan tanah, antara lain: 38 1. Masalah berkaitan dengan dasar penentuan ukuran besarnya nilai kompensasi. Penyebab paling umum adalah bahwa hukumperaturan perundang-undangan menilai tanah yang dibebaskan hanya berdasarkan penggunaan tanah sebelum pembebasan tanah. 2. Dalam yuridiksi tertentu, harga tanah didasarkan pada nilai yang ditetapkan pemerintah. Artinya, mengabaikan nilai transparan yang ditetapkan oleh pengadaan tanah dalam sebuah pasar terbuka. 3. Basis penting dari sebuah properti untuk suatu sistem fungsi pasar yang biasanya tidak memadai: hak atas tanah yang diklaim oleh pemilik dan penghuni mungkin tidak terdaftar atau bahkan tidak berdokumen. Tanah yang menjadi target pun sering diatur secara tidak aman, sesuai status sosial dan sistem informal atau adat. Mekanisme harga dalam kasus ini tetap cacat sebagai dasar untuk memperbaiki kompensasi. 4. Kurangnya partisipasi dan kerja sama antara penghuni dan pemilik dalam pemindahan mereka dari usaha dan rumah mereka menimbulkan trauma pencabutan hak milik fisik. Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan agar pembangunan tetap dapat terpelihara, khususnya pembangunan berbagai fasilitas untuk 38 Ibid., hal. 257-258 kepentingan umum yang memerlukan tanah. Kebijakan hukum ini dapat terlaksana melalui pengadaan tanah. Pengambilan tanah-tanah masyarakat perlu lebih menegaskan akan penerapan kepentingan umum yang akan menjadi dasar dan kriteria dalam proses pengambilan tanah-tanah. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya. 39 Kepantingan umum adalah termasuk kepentigan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologi dan hankamnas atas dasar-dasar Pembangunan nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara. 40 Dalam pelaksanaan pengadaan tanah perlu memperhatikan beberapa prinsip asas sebagaimana tersirat dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan terkait yang mengaturnya. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut: 41 1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapa pun dan untuk keperluan apa pun harus ada landasan haknya. 2. Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa. 39 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2004, hal. 6 40 Op. Cit., hal. 144 41 Ibid, hal. 134 3. Cara untuk memperoleh tanah yang sudah dihaki oleh seseorangbadan hukum harus melalui kata sepakat antar pihak yang bersangkutan, dan 4. Dalam keadaan yang memaksa, artinya jalan lain yang ditempuh gagal maka presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan hak, tanpa persetujuan subyek hak menurut UU Nomor 20 Tahun 1961. Berkenaan terhadap cara pelaksanaan pengadaan tanah, menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993, terdapat dua macam cara pengadaan tanah. Cara pertama, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, kedua jual beli, tukar-menukar, dan cara lain yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan. Mekanisme secara sepihak dari pemerintah dalam pencabutan hak atas tanah tidak serta merta memberikan peluang kepada pemerintah untuk dengan leluasa mengambil tanah milik perorangan dengan dalil kepentingan umum. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan pemerintah wajib memperhatikan persyaratan ketika menggunakan upaya pencabuta hak atas tanah. Adapun persyaratannya yaitu: 42 1. Pencabutan hak tidak boleh dilakukan tanpa sebab yang dibenarkan. Pencabutan hak mengandaikan adanya keadaan mendesak yang memaksa negara melakukan hak tersebut mengingat tuntutan dari tugas negara dalam mensejahterakan rakyatnya melalui pemenuhan kebutuhan yang bersifat publik atau unuk kepentingan umum. Dalam arti, terdapat kepentingan yang lebih tinggi dari semua lapisan masyarakat yang harus 42 M.Yamin Lubis dan Abud Rahim Lubis, Op.Cit., hal.21-22 dipenuhi, daripada sekedar mempertahankan kepeningan pribadi dari warga negara. 2. Pencabutan hak harus diikuti dengan pemberian ganti kerugian kepada warga yang haknya dicabut. Hal ini merupakan wujud pengakuan aka hak atas tanah sebagai hak pribadi dari warga negara. 3. Pencabutan hak harus dilakukan menurut cara yang diatur dengan undang- undang. Eksekusi pencabutan hak tidak boleh dilakukan sewenang- wenang sekalipun demi kepentingan umum. Terlebih dahulu dipastikan bahwa pencabutan dilakukan dengan tata cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang bukan sekedar aturan secara sepihak oleh pemerintah penguasa dengan peraturan dibawah undang-undang. B. Unsur-Unsur Pencabutan Hak Atas Tanah Hak atas tanah yang memiliki kedudukan yang paling kuat adalah Hak Milik. Sebab secara hukum hak milik ini memiliki kepastian yang kuat dan kedudukan yang kuat juga, sehingga dengan sifatnya yang kuat ini menjadikan hak milik ini sulit diganggu gugat, karena dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini dapat pula dibatasi. Pembatasan hak milik didalam UUPA terdapat dalam pasal-pasal: 1. Pasal 6: Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seseorang tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak miliknya atas tanah semata hanya untuk kepentingan pribadinya, apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena sesuai dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus jika kepentingan umum menghendakinya. 2. Pasal 7: Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. 3. Pasal 17: Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum danatau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum. 4. Pasal 18: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. 5. Pasal 21 ayat 1: Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. 43 Pencabutan hak atas tanah menurut UUPA adalah pengambilalihan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum. 44 Dasar hukum dalam pencabutan hak atas tanah diatur daam Pasal 18 UUPA yang menyatakan: 43 . Wisnu Nur Bahskoro. Op.Cit., 44 Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1991, Hal. 38 “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang- undang” Berdasarkan Pasal 18 UUPA, dapat ditarik kesimpulan bahwa hak atas tanah apapun yang melekat pada seseorang tidak akan memberi ruang bagi orang tersebut untuk menggunakan atau tidak menggunakan tanahnya semata-mata untuk kepentingannya sendiri. Hak masyarakat dan negara diutamakan apabila berhadapan dengan hak-hak perorangan atas tanah. Pencabutan hak atas tanah ini dapat terjadi jika seseorang bersikeras mempertahankan kepentinganya daripada mendahulukan kepentingan sosial. 45 Dalam Pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 1961, kriteria kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat. Namun di dalam Pasal 14 UUPA menyebutkan bahwa adanya instruksi kepada pemerinta untuk membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah untuk keperluan negara; keperluan peribadatan dan keperluan suci lain-lainnya; keperluan pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; keperluan memperkembangkan produksi pertanian, perternakan, dan perikanan dan keperuan memperkembangkan industry, transmigrasi dan pertambagan. Seiring berkembangnya kebutuhan akan tanah, maka dalam Pasal 10 Undang-undang No.2 Tahun 2012 diselelaskan tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk: 45 Bernhard Limbong a.,Op.Cit., hal. 157 a. Pertahanan dan keamanan nasional; b. Jalan umum, jalan tol, trowongan, jalur kereta api, stasiun kereta apai, dan fasilitas operasi kereta api; c. Waduk, bendungan, dendung, irigasi. saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; d. Pelabuhan, Bandar udara, dan terminal; e. Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumu; f. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi tenaga listrik; g. Jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah; h. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. Rumah sakit Pemerintah Pemerintah Daerah; j. Fasilitas keselamatan umum; k. Tempat pemakaman umum PemerintahPemerintah Daerah; l. Fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau publik; m. Cagar alam dan cagar budaya; n. Kantor PemerintahPemerintah Daerahdesa; o. Penataan permukiman kumuh perkotaan dan kantor konsolidasi tanah, serta perumahan masyrakat berpenghasilan rendah p. Prasaana pendidikan atau sekolah PemerintahPemerintah Daerah; q. Prasarana olahraga PemerintahPemerintah daerah dan r. Pasar umum dan lapangan parkir umum; Berdasarkan kriteria-kriteria yang dijelaskan oleh Pasal 10 tentu bahwa kepentingan umum menjadi prioritas daripada kepentingan perorangan. Dengan demikianm unsur kepentingan umum sangat memiliki andil dalam pelaksanaan pencabutan hak atas tanah. Unsur-unsur yang wajib diperhatikan oleh pemerintah dalam pencabutan hak yakni, kompensasi atau pemberian ganti rugi yang layak. Hal ini terkait erat dengan pengakuan dan penetapan hak-hak tersebut oleh negara sebelumnya melalui prosedur yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Apabila hak-hak seseorang harus dicabut demi kepentingan umum, maka kepada pemegang haknya wajib diberikan kompensasiganti kerugian. Dalam penetapan hak tersebut oleh negara, masyarakat pemohon berkewajiban untuk menunjukan bukti perolehan tanahnya terlebih dahulu juga membayar biaya-biaya tertentu baik berupa biaya administrasi maupun kewajiban perpajakan. Didalam Pasal 41 ayat 2 UU No.2 Tahun 2012 menyatakan bahwa” Pada saat pemberian ganti kerugian berhak menerima ganti kerugian wajib, melakukan pelepasan hak; dan menyerahkan buti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan”. Dari pasal diatas, menjelaskan pelepasan hak dilaksanakan ketika terjadi pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah tersebut. Maka, unsur-unsur yang sangat penting dalam pelepasan hak atas tanah berdasarkan Perpes No.71 Tahun 2012, terdapat dalam Pasal 97 yaitu: a. Surat pernyataan pelepasanpenyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah dan atau bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; b. Menarik bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah dari Pihak yang Berhak c. Memberikan tanda terima pelepasan; dan d. Membubuhi tanggal, paraf dan cap pada sertifikat dan buku tanah kepemilikan yan sudah dilepaskan kepada negara.

C. Prosedur Pencabutan Hak.