KOMPENSASI DALAM PENGADAAN TANAH

proyek pemerintah tidak boleh dilaksanakan oleh swasta. 51

B. KOMPENSASI DALAM PENGADAAN TANAH

Sampai saat ini masih banyak persepsi mengenai perbedaan istilah ganti rugi dan kompensasi. Paradigma ganti rugi cenderung bermakna bahwa pemegang hak atas tanah sudah mengalami kerugian sebelum pelepasan tanahnya untuk kepentingan umum. Sedangkan dalam paradigma kompensasi, proyek pengadaan tanah menjamin kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya, bukan proses pemiskinan masyarakat. 52 Seperti apa sebenarnya ukuran idel suatu kompensasi masih menjadi pertanyaan setiap orang. Michelman mengembangkan dua model kompensasi yang dirancang untuk mencapai tujuan yang berbeda. Model pertama dari pahak utilitarianisme klasik dan model lainnya, yaitu model keadilan diturunkan dari pendekatan justice as fairness-nya John Rawis. Model yang dikembangkan oleh Michelman ditelaan lebih lanjut oleh Bell. Bell memperhatikan bagaimana supaya tujuan dari kedua model tersebut dapat tercermin dalam ukuran kompensasi. Bell menganjurkan bahwa tujuan dari pendekatan utilitarian lebih dimaksudkan untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial. Penelitiannya menunjukkan bahwa mengingat waktu, masalah dan beban yang diinventasikan dalam negosiasi panjang dengan pemilik tanah, keuntungan bersih yang lebih besar mungkin akan dicapai dengan ukuran kompensasi yang menyediakan pengaduan dengan saldo keuntungan kecil sehingga mendorong kurangnya keberatan dan permukiman 51 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahman Lubis, Op. Cit., 2011, Bandung, hal. 48. 52 Benhard Limbong, Op. Cit., hal. 363. dilakukan lebih cepat. 53 Pendekatan Rawlsian terkait kompensasi ingin meninjau hal-hal mengenai ukuran kompensasi dari perspektif yang berbeda. Ia menyarankan bahwa prinsip- prinsip keadilan harus berpatokan kepada perhatian yang bebas dan rasional dari seorang pada kepentingannya, kemudian diterima dalam posisi awal dari ekuitas sebagai persyaratan dasar. Bell kemudian membuat hipotesis mengenai pendekatan rasional Rawlsian yang mengatakan bahwa pemilik tanah tidak tahu apakah mereka akan berhadapan dengan prospek pengambilan tanah mereka, akan memilih ukuran keadilan yang akan memastikan bahwa kelompok yang terkena dampak terburuk akan mendapatkan kehidupan sedikit lebih baik. Ia beranggapan bahwa kompensasi perlu ditambahkan seetidaknya 10 persen dari nilai pasar. 54 Kompensasi pada umumnya mengacu pada ukuran-ukuran tertentu untuk mengganti kerugian yang dialami masyarakat uang dipindahkan atau terkena dampak negatif dalam hal ini pengadaan tanah. Kompensasi biasanya berupa pembayaran satu kali, baik tunai maupun dalam bentuk lain dan terutama terkait penghargaan kepada orang yang terkena dampa negatif. Namun, kerugian yang ditanggung karena pembuatan infrastrukrur seperti proyek perkantoran dan kota, kanal, jalur transmisi dan kegiatan lainnya biasanya tidak diperhitungkan benar sehingga kerugian belum menadapat kompenasi yang memadai. 55 Mengutip pandangan Djuhaendah Hasan, tidak ada kerugian dalam 53 Ibid., hal. 364-365. 54 Ibid., hal 365. 55 Ibid., hal. 367. pengadaan tanah untuk kepentingan. 56 Pada dasarnya, perhitungan kompensasi yang layak harus memerhatikan tiga aspek penting berikut, yakni aspek ekonomi, aspek sosiologis, dan aspek filosofis. Berbeda halnya dalam hal bencana alam, seperti tanah longsor dan letusan gunung berapi. Dalam kasus ini jelas ada kerugian karena orang pasti kehilangan rumah atau tanah untuk mata pencaharian. Dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan umum, maka para pihak tidak memiliki kemungkinan untuk mengalami kerugian karena secara hukum mereka wajib untuk memperoleh kompensasi atas kesediaan dalam melepaskan hak atas tanahnya baik secara sadar maupun sukarela. a. Aspek Ekonomis Vincent Roquet dan Carine Durocher menjabarkan empat bentuk kompensasi yang dianggap sesuai dengan kebijakan kompensasi pada umumnya, yaitu: 57 1. Kompensasi moneter atas aset yang hilang dan kehilangan akses terhadap sumber daya. Kompensasi ini dibayarkan sesuai dengan nilai pasar untuk aset yang hilang danatau kehilangan akses ke sumber daya. 2. Perbaikan dan peningkatan mata pencaharian. Jenis kompensasi ini meliputi: a Promosi kerja pertanian berkelanjutan untuk pekerjaan iirigasi, 56 Ibid., hal. 368. 57 Ibid., hal. 371. pengeringan tanah, budidaya di daerah perikanan dan keuntungan lain dari pengelolaan banjir danataujasa penyuluhan; dan b Promosi pekerjaan nonpertanian berkelanjutan yang berbasis lokal, seperti pekerjaan konstruksi dan operasi, pekerjaan jasa dan industri, serta pelatihan keterampilan. 3. Pengembangan masyarakat. Jenis kompensasi ini terkait dengan pemukiman kembali. Kompensasi ini meliputi: a Penyediaan perumahan baru; b Akses ke layanan dasar pendidikan, perawatan kesehatan dan pelayanan sosial; c Penyediaan air untu rumah tangga; d Jalan dan transportasi umum; e Pelistrikan desa, pasar, dan tempat-tempat pertemuan umum dan agama; dan f Akses untuk sumber daya umum hutam, kawasan pengembalaan, dan lain-lain. 4. Pembangunan daerah tangkapan air. Jenis kompensasi ini meliputi: a Pengelolaan sumber daya DAS; b Penghutanan kembali dan penanaman pohonbuah-buahan; dan c Peningkatan sumber daya lingkungan. b. Aspek Sosiologis Dari segi sosiologis, pemegang hak atas tanah berhak mendapatkan kompensasi terhadap peralihan profesi akibat pelepasan tanag sebagai matapencaharian. Selain itu dengan memandang bahwa mereka harus pindah dari tanah yang juga merupakan tempat tinggal mereka, maka pemberian kompensasi layak untuk diberikan. Karena pemilik tanah mengalami ketercabutan dari kehidupan sosial di tempat mereka tinggal sebelumnya yang mengakibatkan mereka harus berusaha untuk mencari tempat baru dan beradaptasi kembali dengan lingkungan baru mereka. Sama halnya dengan anak-anak yang sedang berkembang baik secara sosial dan psikologi. Anak-anak harus kembali beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali baru dan asing bagi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan tanah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan sosial seseorang yang dapat menimbulkan hubungan yang erat antar masyarakat sekitar. Kerugian-kerugian sosiologis sebagaimana diuraikan di atas, tidak diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan ataupun dalam tataran implementasi oleh Panitia Pengadaan Tanah. Padahal sesungguhnya pengaturan akan kerugian dari aspek sosiologis perlu diberi pengaturan agar tidak terjadinya kembali kerugian yang dialami oleh para pemegang hak atas tanah sebagai akaibat dari adanya pengadaan tanah demi kepentingan umum. c. Aspek Filosofis Tujuan dari hukum yaitu salah satunya adalah melindungi hak asasi manusia. Manusia sejak dilahirkan telah memilik haknya masing-masing. Hak asasi manusia terdiri dari beberapa cangkupan penting yakni meliputi 1 hak asasi pribadi, yang meliputi: kebebasan menyatakan pendapat, memeluk agama, beraktivitas, mendapatkan pekerjaan yang layak, dan sebagainya; 2 hak-hak asasi ekonomu, yaitu hak untuk memiliki sesuatu, memanfaatkannya, dan menaglihkannya, yang meliputi: hak untuk melakukan transaski jual beli, sewa- menyewa, tukar-menukar, waris-mewaris, dan lain-lain; 3 hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, yang terdiri dari persamaan perlakuan di hadapan hakim, hak untuk memilih dan dipilih, dan sebagainya; 4 hak-hak sosial dan kebudayaan, seperti hak untuk memperoleh pendidikan, mengembangkan nilai-nilai budaya, dan sebagainya; serta 5 hak asasi untuk memperoleh perlakuan yang sama dlam prosedur hukum dan perlindungan hukum, seperti perlakuan yang sama dalam penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan sebagainya. Dari kesemua hak tersebut masih ada hak yang paling asasi, yaitu hak untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, dan papan. 58 Dalam hubungan dengan hukum, keadilan adalah salah satu persoalan yang paling menonjol. Menurut Aristoteles, seorang filsuf Yunani, keadilan dapat diartikan dengan memberikan kepada setiap orang sesuatu yang menjadi haknya dan tidak merugikan orang lain. 59 Pada masyarakat yang hidup dalam tatanan feodalisme, seperti Indonesia, tanah bukan hanya bermakna komoditas, sebagaimana dimaknakan pada Terkait dengan uraian konsep keadilan dan kesejahteraan di atas, dalam proses kompensasi terhadap hak milik atas tanah, negara seharusnya memerhatikan prinsip-prinsip paling terkait asas keadilan. 58 Ibid., hal 378 59 Ibid., hal 379 masyarakat kapitalistik. Banyak masyarakat Indonesia, baik petani maupun bangsawan, memaknai tanah sebagai simbol status sosial. Untuk mendapatkan nilai kompensasi yang ideal dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, maka tim penilai ahli yang independen dan kompeten perlu memperhitungkan secara detail dan jelas, baik fisik maupun nonfisik dengan standar perhitungan yang baku.

C. PEMBERIAN GANTI KERUGIAN TERHADAP MASYARAKAT