Perkembangan Sosial Emosional Anak

14 4-5 tahun anak mulai merefleksikan emosi serta mulai memahami bahwa kejadian yang sama dapat menimbulkan perbedaan perasaan terhadap orang yang berbeda. Selain itu, pada masa ini anak menunjukkan kesadaran bahwa mereka harus mengatur emosi untuk memenuhi standar sosial.

3. Perkembangan Sosial Emosional Anak

American Academy of Pediatrics 2012 dalam Femmi Nurmalitasari, 2015:103 menyatakan bahwa perkembangan sosial mengacu pada kemampuan anak untuk: memiliki pengetahuan dalam mengelola dan mengekspresikan emosi secara lengkap baik emosi positif maupun emosi negatif, mampu menjalin hubungan dengan anak lain dan orang dewasa di sekitarnya, serta mampu mengeksplorasi lingkungan dalam proses belajar. Dalam konteks sosial emosi dapat dipahami bahwa aspek emosi mempengaruhi keberhasilan perkembagan sosial anak usia dini. Goleman dalam Femmi Nurmalitasari, 2015: 109-110 mengemukakan bahwa kunci keberhasilan menjalin hubungan sosial seseorang ialah kematangan emosi yang nampak dari kecakapan pengungkapan perasaan seseorang. Menurut Soetjiningsih dalam Listia Rahmawati, 2016: 12-13 perkembangan sosial dan emosi adalah proses berkembangnya kemampuan anak untuk menyesuaikan diri terhadap dunia sosial yang lebih luas. Dalam proses perkembangan ini anak diharapkan mengerti memahami orang lain yang berarti mampu menggambarkan ciri- cirinya, mengenali apa yang dipikirkan, dirasa, dan diinginkan serta dapat mendapatkan diri pada sudut pandang orang lain tersebut tanpa “kehilangan“ dirinya sendiri. 15 Gardner 1993 dalam William G. Huitt dan Courtney Dawson, 2011:1 menefinisikan kecerdasan sosial dengan label kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan untuk melihat dan membuat perbedaan di antara individu-individu lain perbedaan suasana hati, temperamen, motivasi, dan niat. Dalam jurnal yang sama Goleman 2006 mengatakan bahwa kecerdasan sosial bukan hanya hubugan sosial melainkan juga apa yang ada pada pribadi masing-masing mencakup kemampuan untuk menjadi sadar sosial dengan komponen empati dasar, attunement, akurasi empati, dan kognisi sosial serta kemampuan untuk mengembangkan keterampilan sosial atau fasilitas termasuk komponen dari sinkroni, pemeliharaan diri, pengaruh, dan perhatian. Rita Eka Izzaty, dkk 2008:24-25 mengatakan berdasarkan teori psikososial oleh Ericson, pada masa kanak-kanak 3-5 tahun anak-anak berada dalam fase inisiatif vs rasa bersalah. Pada masa ini anak-anak dituntut untuk menerima tanggung jawab atas tubuh mereka, perilaku mereka serta meningkatkan prakarsa. Di sisi lain, rasa bersalah anak dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat sangat cemas. Pada tahap usia senlanjutnya anak berada pada masa tekun vs rendah diri yakni pada usia 6 tahun hingga pubertas. Pada masa ini anak terlibat dalam pengalaman-pengalaman baru yang kaya dan antusiasme anak untuk belajar paling maksimal. Sejalan dengan pandangan Ericson, Levin 2014:333-334 menjelaskan bahwa pengembangan empati berjalan beriiringan dengan masa shame and guilt. Pada masa ini bagaimana anak berempati dan simpati dapat dilihat saat anak-anak berada pada lingkungan sosial. 16 Dapat dipahami bahwa sosial emosional merupakan dua aspek yang berhubungan. Hubungan ini mengarah pada konteks sosial emosional di mana aspek emosi dapat tercermin dari hubungan sosial seseorang. Apabila seseorang memiliki kemampuan sosial yang tinggi dapat dipastikan bahwa seseorang tersebut memiliki kemampuan emosi yang tinggi pula. Sosial emosional dapat dipahami sebagai proses memasyaraktnya individu sebagai makhluk sosial yang di dalamnya terdapat penyesuaian diri terhadap lingkungan dengan menggunakan kemampuan emosi sebagai bekalnya. Menurut Roeser, Wolf dan Strobel dalam Farida Agus Setiawati dkk, 2009: 12 menjelaskan bahwa fungsi-fungsi emosi dan sosial anak banyak dipengaruhi oleh sistem sekolah. Kemudian, diperkuat dengan penelitian lain oleh Kupperminc, Leadbeater, Blatt pada 2001 yang telah dirujuk pada penelitian yang sama menyatakan bahwa pengaruh sekolah tidak hanya pada kemampuan akademik dan prestasi saja, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan psikososial peserta didik didik itu sendiri. Farida agus Setiawati dkk, memperkuat kembali dengan penelitian Gettinger 2001 bahwa kurikulum pada pendidikan anak usia dini harus merefleksikan pemahaman pendidikan melalui bagaimana anak belajar dan bagaimana memberikan pengalaman belajar yang penuh makna untuk menstimulasi pertumbuhan fisik dan perkembangan aspek psikologisnya. Menurut Permendikas 137 tahun 2014 tentang standar nasional pendidikan anak usia dini di Indonesia, aspek perkembangan sosial emosional terbagi dalam tiga lingkup yakni kesadaran diri, rasa tanggung jawab untuk diri sendiri dan orang lain serta perilaku prososial. 17 Lingkup Sosial Emosional berdasarkan Permendiknas 137 adalah sebagai berikut:

1. Kesadaran Diri