xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar. Dengan demikian sekolah
membutuhkan sebuah manajemen dalam pengelolaannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang merupakan
“salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik
dan memadai bagi para peserta didik”.
1
Ungkapan di atas dapat diartikan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan, seharusnya menjadi tempat bagi anak untuk
berusaha mengembangkan kemampuan dan menyempurnakan potensi yang dimiliknya, sehingga ia dapat menjalani kehidupan dan masa depannya.
Kebijakan yang diambil oleh sekolah akan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan peserta didik. Sesuai ungkapan Mulyasa bahwa
kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari manajemen sekolah yang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan keuntungan yang besar
terhadap semua pihak di antaranya adalah: 1.
Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru;
2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal;
3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti
kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah;
4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,
memberdayakan guru, dan manajemen sekolah.
2
Selanjutnya Sudarwan Danim mengatakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mengemban fungsi reproduksi, penyadaran, dan mediasi secara
1
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, cet. 12, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h. 24.
2
Ibid., h. 24-25.
xvi simultan.
3
Fungsi reproduksi atau disebut juga fungsi progresif merujuk pada eksistensi sekolah sebagai pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok yang
lebih maju. Fungsi kesadaran atau disebut juga fungsi konservatif bahwa sekolah bertanggungjawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat dan jati
diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai instrumen penyadaran bermakna bahwa sekolah
berfungsi membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral di mana hal itu menjadi tugas semua orang. Fungsi itu akan
lebih lengkap, jika pendidikan juga melakukan fungsi mediasi, yaitu fungsi yang menjembatani fungsi progresif dan fungsi konservatif. Hal-hal yang termasuk
dalam fungsi mediasi adalah kehadiran institusi pendidikan sebagai wahana sosialisasi, pembentukan moralitas, serta pembinaan idealisme sebagai manusia
terpelajar. Dari fungsi sekolah tersebut dapat disimpulkan bahwa keuntungan
manajemen sekolah dapat mempengaruhi kinerja guru, kondisi kenyamanan sekolah, khususnya bagi perkembangan siswa, dan penanaman moral siswa,
karena pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama SMP, pola berpikir anak sudah mampu untuk diajak memahami dan melihat nilai-nilai hidup
berdasarkan tanggung jawab serta dasar pemikirannya. Pada jenjang pendidikan menengah ini
“semakin terbuka kemungkinan untuk menawarkan nilai-nilai hidup agar menjadi manusia melalui segala kegiatan, tidak hanya pada unsur akademis
semata ”.
4
Salah satu dari nilai moral dan norma hidup adalah kedisiplinan. Kedisiplinan dapat membina anak untuk mengembangkan dan menggunakan
mengendalikan diri, mampu menjadikan moral dan norma hidup sebagai harga diri tertinggi dalam hidupnya. Disiplin merupakan
“sebuah sikap dan perilaku sebagai cerminan dari ketaatan, kepatuhan, ketertiban, kesetiaan, ketelitian, dan
3
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik, cet. 3, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 1.
4
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perpektif Perubahan, cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, h. 51.
xvii keteraturan perilaku seseorang terhadap norma dan aturan yang berlaku
”.
5
Pernyataan di atas memberikan makna bahwa pentingnya pendidikan nilai kedisiplinan di sekolah mempunyai peran yang menentukan, yaitu: guru dan
kepala sekolah, serta pihak-pihak terkait lainnya akan sangat membantu dalam “menumbuhkembangkan kesadaran conciousness dan pengalaman experience
berdisiplin para siswa, apabila lingkungan sekitar mereka menggiring pada situasi dan kondisi yang kondusif bagi pembentukan manusia yang beriman dan
bertaqwa ”.
6
Semua aspek pembelajaran sebenarnya bisa dilakukan dengan cara menerapkan sikap disiplin, seperti pembiasaan secara tetap akan suatu pekerjaan,
latihan tetap terhadap suatu keterampilan, disiplin diri dalam bertindak, disiplin mengendalikan diri, bekerja keras dan disiplin dalam beribadah. Semua itu jika
dilakukan akan menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan unggul di bidang yang dikerjakannya atau dilatihnya. Pada dasarnya disiplin dilakukan oleh
adanya aturan-aturan eksternal, namun secara tidak langsung dan jika hal itu dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama, akan menghasilkan
perilaku disiplin internal. Dalam perspektif ajaran Islam disiplin merupakan bagian dari ketaatan
manusia pada aturan Illahi. Proses saat beribadah kepada Allah swt., merupakan apresiasi yang terdalam dan mendapatkan kedamaian hati. Tetapi beribadah atau
mendekatkan diri kepada Allah swt., sebenarnya juga merupakan latihan kedisiplinan yang paling utama.
Shalat fardhu yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim dalam sehari semalam ada lima kali. Waktunya pun sudah terjadwal dengan rapi. Ini
menunjukkan adanya kedisiplinan dalam waktu. Allah swt., menerangkan dalam Alquran surat Al
‘Ashr ayat 1 sampai 3 yang berbunyi:
5
Ibid., h. 69.
6
Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, cet. 3, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 30.
xviii
Artinya: Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.
7
Menyadari bahwa setiap manusia selalu berkeinginan untuk berbuat hal yang lebih baik. Maka proses menuju perubahan itu membutuhkan waktu yang
panjang, berjenjang, dan berkesinambungan. Satu-satunya jalur yang dapat ditempuh yakni dengan pendidikan. Siswa adalah orang yang terlibat langsung
dalam dunia pendidikan. Dalam perkembangannya harus melalui proses belajar, termasuk di dalamnya belajar mengenal diri, belajar mengenal orang lain, dan
belajar mengenal lingkungan sekitarnya. Hal ini dilakukan agar siswa dapat mengetahui dan mampu menempatkan dirinya di tengah-tengah masyarakat
sekaligus mampu mengendalikan diri. Sifat pengendalian diri harus ditumbuhkembangkan pada diri siswa.
Pengendalian diri di sini dimaksudkan adalah suatu kondisi di mana seseorang dalam perbuatannya selalu dapat menguasai diri sehingga tetap mengontrol
dirinya dari berbagai keinginan yang terlalu berlebih-lebihan. Berarti dalam sifat pengendalian diri tersebut terkandung keteraturan hidup dan kepatuhan akan
segala peraturan. Bila demikian, akan tumbuh rasa kedisiplinan siswa untuk selalu mengikuti tiap-tiap peraturan yang berlaku di sekolah.
7
Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahnya, Bandung: Syamil Cipta Media, 2004, h. 601.
xix Masalah kedisiplinan siswa menjadi sangat berarti bagi kemajuan sekolah.
Di sekolah yang tertib akan selalu menciptakan proses pembelajaran yang baik. Sebaliknya, pada sekolah yang tidak tertib kondisinya akan jauh berbeda.
Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sudah dianggap hal biasa dan untuk memperbaiki keadaan yang demikian tidaklah mudah. Hal ini diperlukan kerja
keras dari berbagai pihak untuk mengubahnya, sehingga berbagai jenis pelanggaran terhadap disiplin dan tata tertib sekolah tersebut perlu dicegah dan
ditangkal. Kemampuan shalat berjama
‘ah serta kecerdasan spiritual merupakan solusi untuk melatih, mengajarkan kedisiplinan dan keteraturan. Seseorang tidak
dibenarkan mendahulukan suatu rukun shalat yang seharusnya diakhirkan. Kalau dia tetap melakukannya, jelas shalatnya tidak sah secara syariah
, seorang ma‘mum tidak boleh mendahului gerakan imam. Tahapan-tahapan yang dilalui secara
berurutan dalam shalat berjama ‘ah akan membentuk karakter seseorang untuk
bertindak cermat dan tidak terburu-buru dalam menentukan dan melakukan sesuatu dalam kehidupannya.
Sedangkan kecerdasan spiritual mengajarkan kepada siswa dalam mengelola norma dan nilai dalam pengendalian diri dengan pancaran nilai spiritual yang akan
memunculkan ketenangan jiwa. Menghargai waktu dan bersikap sungguh-
sungguh dalam mengerjakan kebaikan merupakan ciri-ciri umat Muslim yang bertaqwa. Banyak sekali kewajiban agama yang harus dikerjakan dengan
ketentuan waktu yang ketat dan sangat jelas. Makna dari kecerdasan spiritual adalah kesadaran dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan segala ibadah.
Dengan demikian kecerdasan spiritual dapat membina kedisiplinan, karena dapat menghargai waktu dengan memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya
tanpa menunda-nunda ibadah yang akan dilaksanakannya. Masalah kedisiplinan siswa, terutama di SMP Negeri 16 Takengon
merupakan masalah utama yang menjadi perhatian para pihak sekolah, masih banyak terdapatnya siswa yang tidak mematuhi peraturan yang menjadi tata tertib
sekolah, seperti kurangnya toleransi antara siswa, tidak saling menghargai hak milik sekolah dan warga sekolah, kurang tertibnya dalam berpakaian, kurang
xx tertibnya siswa dalam membawa peralatan belajarnya, sering terjadi perkelahian
antar siswa, sehingga diharapkan dengan kemampuan pelaksanaan shalat berjama
‘ah dan kecerdasan spiritual dapat menanamkan kedisiplinan pada diri siswa.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa dalam kemampuan shalat berjama
‘ah dan kecerdasan spiritual terdapat unsur-unsur kedisiplinan. Kaitannya dengan pembelajaran di sekolah, kedisiplinan yang ditanamkan melalui
kemampuan shalat berjama ‘ah dan kecerdasan spiritual diharapkan menjadi solusi
untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di SMP Negeri 16 Takengon. Dari hasil observasi sementara yang dilakukan peneliti, kedisiplinan siswa dapat terbina
melalui kemampuan shalat berjama ‘ah dan kecerdasan spiritual.
Hal inilah yang menggugah peneliti untuk meneliti lebih lanjut melalui sebuah penelitian berjudul: Kontribusi Kemampuan Shalat Berjama
‘ah Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kedisiplinan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16
Takengon.
C. Perumusan Masalah