Pola Hubungan antar Variabel X dan Y

3.4 Pola Hubungan antar Variabel X dan Y

Untuk melihat keterkaitan jawaban responden terhadap item pertanyaan pada variabel X tingkat Pendidikan dengan Variabel Y Perilaku Pemilih, maka dipilih delapan item pertanyaan untuk dilakuakn tabulasi silang. Melalui bantuan tabel silang Crosstabs akan dapat dilihat kecendrungan, pola-pola pilihan, dan hubungan antar variabel X dan Y. Berikut dengan bantuan software komputer SPSS, dibwah ini akan diuraikan tabulasi silang dalam tabel-tabel diikuti dengan analisa penulis yang digabungkan dengan hasil wawancara pada saat penyebaran kuisioner. Tabel 31: Hubungan Jawaban Responden Atas Item Tingkat Pendidikan Terhadap Intensitas Membicarakan Masalah Politik Tingkat pendidikan Intensitas Tidak pernah jarang sering Total Rendah 14 2 16 Sedang 4 12 8 24 Tinggi 9 45 54 Total 18 23 53 94 Sumber: Data Olahan Program SPSS Tabel diatas menggambarkan keterkaitan antara tingkat pendidikan responden dengan intensitas mereka membicarakan tentang politik terutama mengenai pemilu DPRK Banda Aceh tahun 2009. Maka dapat dijelaskan bahwa dari 16 responden yang berpendidikan rendah, 14 diantaranya tidak pernah membicarakan mengenai politik, 2 orang menjawab jarang, dan tidak ada seorangpun yang menjawab sering. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan rendah cendrung apatis terhadap politik dan merasa bahwa pembicaraan mengenai politik merupakan hal yang tidak penting sehingga mereka lebih senang membicarakan mengenai maslah lain seperti kehidupan sehari-hari maupun masalah ekonomi. Dari 24 responden yang berpendidikan sedang, jawaban terbanyak berada pada kategori jarang, artinya responden dengan tingkat pendidikan sedang jarang membicarakan masalah politik. Mereka memiliki minat yang tidak begitu besar terhadap politik namun terkadang obrolan mengenai politik juga dibicarakan jika muncul berita-berita yang menyangkut dengan kehidupan mereka, misalnya tenjang kebijakan kenaikan Harga BBM dan sebagainya. Pembicaraan mengenai pemilu DPRK Banda Aceh hanya seputar siapa Caleg Partai Politik yang kira- kira cukup baik untuk mereka pilih. Selanjutnya, Responden dengan pendidikan yang tinggi cendrung lebih tertarik untuk membicarakan masalah politik, hal ini terlihat dari sebanyak 45 orang menyatakan sering membicarakan masalah politik khususnya pemilu DPRK Banda Aceh tahun 2009. Hal ini dikarenakan, dengan pendidikan yang tinggi informasi yang didapatkan akan lebih banyak sehingga dapat dijadikan suatu bahan pembicaraan baik di lingkungan keluarga, maupun sesama teman. Berbeda dengan responden yang berpendidikan rendah yang tentunya minim informasi sehingga merasa tidak tertarik untuk membicarkan masalah politik. Maka, dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan intensitas mereka membicarakan permasalahan politik. Bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin ia tertarik dan sering membicarakan masalah-masalah politik. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan responden, semakin berkurang minatnya untuk membicarakan masalah-masalah politik. Tabel 32: Hubungan Jawaban Responden Atas Item Tingkat Pendidikan Dan Keaktifan Menggali Informasi Mengenai CalegPartai Politik Tingkat pendidikan Kategori Tidak Berminat sama sekali Tidak Begitu aktif Aktif Total Rendah 13 3 16 Sedang 20 4 24 Tinggi 13 41 54 Total 13 36 45 94 Sumber: Data Olahan Program SPSS Seperti yang telah penulis uraikan pada tabel 24 sebelumnya, untuk menentukan pilihannya, seorang pemilih harus mempunyai informasi yang cukup mengenai caleg partai politik yang akan dipilihnya. Tabel diatas menjelaskan hubungan antara tingkat pendidikan responden terhadap keaktifannya dalam menggali informasi. Dapat kita lihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden, semakin aktif pula ia dalam menggali informasi mengenai Caleg Partai Politik yang akan dipilihnya. Hal ini disebabkan karena responden menginginkan hasil yeng terbaik dari pemilu DPRK banda aceh tahun 2009. Oleh karena itu informasi dikumpulkan sebanyak-banyaknya dalam rangka mencari pilihan yang terbaik tersebut. Sedangkan responden dengan pendidikan menengah kebawah cendrung tidak begitu aktif bahkan tidak berminat sama sekali untuk mencari informasi mengenai pilihannya. Pemilih jenis ini termasuk pemilh skeptis, yaitu pemilih yang tidak mau tahu dan tidak berminat sama sekali untuk menggali informasi, mereka juga tidak menjadikan pemilu sebagai hal yang penting dan berkeyakinan bahwa siapapun yang berhasil memenangkan pemilu tidak akan membawa dampak yang berarti bagi kehidupan mereka. Kalaupun mereka ikut memilih, biasanya mereka memilih secara acak random saja. Oleh karena itu melalui tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden terhadap keaktifan mereka dalam menggali informasi mengenai calegpartai politik tertentu. Dimana responden yang berpendidikan tinggi jauh lebih aktif daripada responden yang berpendidikan menengah kebawah. Tabel 33: Hubungan Jawaban Responden Atas Item Tingkat Pendidikan Dan Alasan Menggunakan Hak Pilih. Tingkat pendidikan Alasan Hak Pilih Karena memperoleh imbalan Karena diajak teman saudara Sadar akan hak warga negara Total Rendah 2 12 1 16 Sedang 10 14 24 Tinggi 5 49 54 Total 2 27 64 94 Sumber: Data Olahan Program SPSS Tabel diatas menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dan alasan menggunakan hak pilih. Bahwa responden dengan pendidikan yang tinggi cendrung lebih sadar akan haknya sebagai warga negara yaitu dengan menggunakan hak pilihnya alam pemilu. Responden yang berpendidikan tinggi merasa memiliki hak untuk menentukan nasib daerahnya kedepan, salah satunya dengan cara mengikuti pemilu dan memilih pemimpin yang baik. Thomas E. Canavaugh menjelaskan hal yang senada, bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi cendrung memiliki motivasi yang tinggi pula dalam memilih. Berbeda dengan responden yang berpendidikan menengah kebawah, mereka memilih bukan hanya karena kesadaran atas hak mereka sebagai warga negara, tetapi karena ajakan teman, saudara, maupun karena memperoleh imbalan. Responden yang memilih karena memperoleh imbalan merupakan orang-orang yang berpendidikan rendah dan biasanya merpendapatan rendah pula sehingga mereka lebih mudah untuk dimobilisasi. Mereka akan memilih berdasarkan materi yang mereka dapatkan. Caleg Partai Politik mana yang paling banyak memberikan imbalan kepada mereka, maka ialah yang akan mereka pilih. Pemilih jenis ini menurut Muhamad Asfar disebut sebagai pemilih tradisional. Sehingga dapat disimpulkan dari tabel diatas bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan alasannya menggunakan hak pilih. Bahwa responden dengan tingkat pendidikan menengah keatas memilih karena menyadari akan haknya sebagai warga negara, sedangkan responden yang berpendidikan rendah cendrung menggunakan hak pilihnya dikarenakan ajakan dari orang lain maupan karena diberikan imbalan. Tabel 34: Hubungan Jawaban Responden Atas Item Tingkat Pendidikan Dan Partai Politik Yang Menjadi Pilihan. Tingkat pendidikan Partai Politik Partai Lokal Parpol nasional islam Parpol nasional nasionalis Total Rendah 10 4 2 16 Sedang 3 16 5 24 Tinggi 15 29 10 54 Total 28 49 17 94 Sumber: Data Olahan Program SPSS Dari Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa mayositas responden yang berpendidikan tinggi cendrung lebih memilih partai nasional islam sperti PKS dan PPP. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan menengah kebawah memilih Partai Nasional Islam dan Partai Lokal. Terdapat 29 orang responden berpendidikan tinggi yang memilih Partai Nasional Islam, hal ini dikarenakan citra dari partai-partai islam tersebut masih dinilai sangat positif bagi mereka. Mereka melihat partai islam sebagai partai yang ideologinya sama dengan NAD yaitu berasazkan islam sehingga mereka memiliki anggapan, apabila mereka memilih partai islam, maka ideologi tersebut akan sejalan dengan pembuatan-pembuatan kebijakan nantinya yaitu berpijak kepada dasar-dasar islam. Dalam teori jenis-jenis pemilih seperti yang diungkapkan Muhamad Asfar, pemilih jenis ini disebut sebagai pemilih yang kritis, dimana mereka menjadikan ideologi partai sebagai pijakan untuk mengetahui kemana nantinya partai politik akan berpihak dan bagai mana ia akan membuat suatu kebijakan apabila ia terpilih nanti. 29 orang responden tersebut tidak memilih Partai Politik Lokal dikarenakan muncul suatu stigma negatif, bahwa dengan memilih Partai Lokal dikhawatirkan stabilitas keamanan akan terganggu lagi dan akan muncul gerakan sparatis seperti dahulu. Namun dari responden yang berpendidikan tinggi, ada pula sebanyak 15 orang yang memilih Partai Politik Lokal. Bagi mereka, Partai Politik Lokal merupakan sarana yang tepat untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan lokal yang selama ini sering diabaikan oleh pemerintah. Muncul keyakinan bahwa dengan memilih partai politik lokal, kebijakan yang nantinya dibuat tentu saja akan berpihak kepada rakyat di tingkatan lokal. Selanjutnya responden yang memilih partai politik nasional nasionalis seperti Demokrat dan Golkar berjumlah 10 orang dengan pertimbangan bahwa mereka melihat icon dari kedua partai tersebut, yaitu Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla yang dianggap sebagai icon perdamaian bagi Aceh. Mereka berdua dianggap mampu menyelesaikan konflik yang berkepanjangan di Aceh sehingga citra positif mereka berimplikasi terhadap citra positif partai yang memungkinkan mereka untuk dipilih pada setiap pemilu. Maka dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan partai politik yang dipilih. Dimana responden dengan pendidikan Menengah keatas cendrung memilih Partai Politik Nasional Islam, sedangkan responden yang berpendidikan rendah cendrung memilih Partai Politik Lokal. Tabel 35: Hubungan Jawaban Responden Atas Item Tingkat Pendidikan Dan Alasan Memilih Partai Politik Tersebut Diatas. Tingkat pendidikan Alasan memilih Partai Politik Kharisma Kedekatan Visimisi Total Rendah 6 10 16 Sedang 13 5 6 24 Tinggi 2 5 47 54 Total 21 20 53 94 Sumber: Data Olahan Program SPSS Tabel diatas menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan alasannya memilih partai politik. Bagi Responden yang berpendidikan tinggi, 47 dari 54 orang responden memilih karena ketertarikan dengan visi misi Caleg Partai Politik, hal ini dapat dijelaskan dengan memakai pendekatan rasional, bahwa pemilih yang berpendidikan tinggi merupakan jenis pemilih rasional dimana sebelum menentukan pilihannya, ia melakukan penilaian terhadap visi dan misi seorang Caleg Partai Politik tertentu, kemudian ia melakukan kalkulasi untung rugi dengan visi misi tersebut sebagai pijakannya. Artinya responden yang berpendidikan tinggi nantinya akan memilih Caleg Partai Politik yang visimisinya memberikan keuntungan yang paling besar baginya. Sedangkan responden yang yang berpendidikan menengah kebawah cendrung memilih berdasarkan kharisma dan kedekatannya dengan Calon Partai Politik tertentu. Hal ini merupakan sesuatu yang bertentangan dengan pendekatan rasional. Namun dapat dijelaskan dengan pendekatan sosiologis dimana hubungan kedekatan-kedekatan seperti kedekatan dalam segi agama, ras, etnik, maupun ideologi dijadikan sebagai pertimbangan dalam memilih. Hal ini merupakan aspek yang tidak rasional menurut pendekatan rasional yang mensyaratkan pilihan yang rasional itu didasari dengan penilaian yang valid terhadap visimisi, dan program kerja, tidak hanya sekedar mengandalkan khasisma maupun kedekatan saja. Oleh karena itu, melalui tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan alasannya memilih partai politik. Bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin rasional pula alasannya dalam memilih. Tabel 36: Hubungan Jawaban Responden Atas Item Tingkat Pendidikan Dan Pengaruh Penyampaian VisiMisi Dalam Menentukan Pilihan. Tingkat pendidikan Pengaruh Penyampaian VisiMisi Tidak Berpengaruh Kurang Berpengaruh Sangat berpengaruh Total Rendah 12 4 16 Sedang 5 13 6 24 Tinggi 1 5 48 54 Total 18 22 54 94 Sumber: Data Olahan Program SPSS Tabel 37 diatas memiliki hubungan pula dengan tabel 36. Yang pada intinya, tabel 37 menjelaskan sejauh mana tingkat pendidikan responden berpengaruh terhadap penentuan pilihan berdasarkan visi dan misi. 48 dari 54 responden yang berpendidikan tinggi cemdrung menjadikan visi dan misi sebagai pertimbangannya dalam memilih seorang Caleg Partai Politik tertentu. Bagi mereka visi dan misi merupakan aspek yang paling mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihan. Responden yang berpendidikan tinggi akan memilih caleg partai politik yang visi dan misinya dekat dengan kepentingan mereka dan dianggap mampu membawa Kota Banda Aceh kearah yang lebih baik. Responden yang tingkat pendidikannya menengah kebawah cendrung menjawab bahwa penyampaian visi dan misi kurang dan bahkan tidak mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihannya, hal tersebut senada dengan uraian pada tabel 36 dimana kedekatan dan kharisma lah yang lebih mempengaruhi mereka dalam memilih. Tabel 37: Hubungan Jawaban Responden Atas Item Tingkat Pendidikan Dan Peran Kharisma Dalam Menentukan Pilihan. Tingkat pendidikan Peran Kharisma Sangat Berperan Kurang Berperan Tidak Berperan Total Rendah 7 6 3 16 Sedang 13 4 7 24 Tinggi 2 12 40 54 Total 22 22 50 94 Sumber: Data Olahan Program SPSS Usaha suatu partai politik untuk menarik dukungan dari masyarakat dalam pemilu diantaranya adalah menampilkan calon-calon anggota legislatif yang memiliki kharisma, yaitu calon yang dihormati, menjadi panutan, serta dilihat sebagai sosok yang berwibawa. Tabel diatas menunjukkan bahwa 40 dari 54 responden yang berpendidikan tinggi menjawab bahwa kharisma tidak berperan dalam menentukan pilihannya pada pemilu DPRK baanda Aceh tahun 2009. Hal tersebut dikarenakan sisi kharisma diyakini bukanlah sebagai faktor yang berpengaruh dalam menentukan baik-buruknya pemerintahan kedepannya. Kharisma seorang calon legislatif dianggap tidak menjadi jaminan untuk dapat membawa Banda Aceh kearah yang lebih baik. Namun demikian, ada pula responden yang berpendidikan tinggi menyatakan bahwa kharisma kurang berperan dalam menentukan pilihannya, yang artinya mereka memasukkan sisi kharisma sebagai bahan pertimbangan mereka dalam memilih, namun khasisma tersebut bukanlah satu-satunya aspek penting yang mempengaruhi mereka dalam memilih. Sedangkan responden dengan pendidikan menengah kebawah cendrung menggunakan kharisma sebagai bahan pertimbangan mereka dalam memilih. Bagi mereka, yang penting anggota legislatif untuk DPRK Banda Aceh memiliki kharisma dan berwibawa. Calon yang berkharisma tinggilah yang dianggap pantas menjadi anggota legislatif. Tabel 38 : Hubungan Jawaban Responden Atas Item Tingkat Pendidikan Dan Track Record Sebagai Pertimbangan Dalam Menentukan Pilihan. Tingkat pendidikan Pertimbangan Atas Track Record Tidak dipertimbangkan Tidak selalu dipertimbangkan Menjadi pertimbangan Total Rendah 8 7 1 16 Sedang 2 18 4 24 Tinggi 14 40 54 Total 10 34 45 94 Sumber: Data Olahan Program SPSS Penilaian terhadap track record Caleg Partai Politik juga sangat diperlukan dalam menentukan pilihan. Melalui penilaian tersebut seseorang dapat memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi apabila Caleg tersebut memerintah lagi kedepannya. Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden yang berpendidikan tinggi menyatakan bahwa penilaian terhadap track record calon merupakan hal yang harus dipertimbangkan sebelum membuat suatu pilihan. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah sebelum seorang Caleg mencalonkan diri, ia memiliki masa lalu yang baik atau tidak. Jika sebelum seorang Caleg mecalonkan diri, ia pernah menduduki jabatan tertentu di pemerintahan, maka responden yang berpendidikan tinggi ini melihat bagaimana kinerjanya saat ia memerintah dahulu. Semakin sedikit kontroversi yang dibuatnya pada saat ia memerintah dahulu, maka semakin besar kemungkinannya untuk dipilih kembali dalam pemilu berikutnya. Gittelson, Dubley, dan Dubnick menyebutkan bahwa track record calon diperlukan untuk memprediksikan pemerintahan dimasa yang akan datang. Melalui penilaian track record tersebut pemilih dapat melihat kualitas dan image seorang Caleg, apakah ia adalah seseorang yang berkualitas ataupun tidak. Namun, responden yang berpendidikan menengah kebawah cendrung menganggap penilaian terhadap track record calon bukanlah suatu hal yang penting hal ini dikarenakan responden dengan pendidikan yang, menengah kebawah tidak mengetahui tentang identitas Caleg seperti yang tertera pada data di tabel 25. Selain itu mereka lebih menekankan kepada aspek kharisma dan kedekatan untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan mereka dalam memilih.

3.5 Analisa Data Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Perilaku