RELATIONSHIP MASTERY OF VOCABULARY AND THE ABILITY TO COMPOSE THE SENTENCE EFFECTIVE WRITING SKILLS EXPOSITION GRADE XI SMA N 15 BANDAR LAMPUNG YEAR LESSONS 2012/2013

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang memiliki peran sangat penting untuk diajarkan dalam kehidupan manusia. Dengan keterampilan ini, seseorang penulis dapat berkomunikasi secara tidak langsung kepada pembaca untuk menyampaikan pesan dan perasaan dalam bentuk tulisan, artinya tidak bertatap muka dengan pembaca. Dengan demikian, penulis harus terampil memanfaatkan morfologi, struktur bahasa, dan kosakata (Tarigan, 1992: 4). Kejelasan pikiran pemakaian kata-kata, struktur kalimat merupakan modal utama bagi seorang penulis.

Keterampilan menulis bukan suatu keterampilan yang berdiri sendiri. Banyak aspek yang harus dikuasai sekurang-kurangnya memenuhi unsur-unsur berikut (a) tema, (b) kesesuaian isi dengan judul, (c) kesesuaian jenis karangan, (d) ketetapan ide dalam paragraf, (e) ketetapan susunan kalimat, (f) ketepatan pemilihan kata /diksi, (g) ketepatan penggunaan ejaan (Akhadiah, 1996: 9). Masih banyak faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi seseorang untuk membuat tulisan seperti bakat, kurangnya kemampuan mengembangkan imajinasi atau daya nalar, kurangnya frekuensi latihan menulis.


(2)

Selain penguasaan aspek-aspek kebahasaan, penulis dituntut untuk memiliki pengalaman, waktu, kesempatan latihan, keterampilan khusus, dan pengajaran langsung untuk menjadi seorang penulis. Berdasarkan gambaran tersebut, maka kemampuan menulis perlu dilatih secara baik pada diri siswa. Keterampilan menulis akan dikuasai oleh siswa, jika yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang cukup tentang kalimat efektif yang di dalamnya terdapat ketepatan

pemilihan kata, ketepatan penggunaan kata, kebenaran struktur kalimat dan lain-lain, di samping penguasaan paragraf yang juga penting dalam membangun tulisan yang baik.

Kenyataannya menunjukkan berdasarkan hasil observasi pendahuluan terhadap kegiatan menulis masih kurang. Secara lisan siswa dapat bercerita dengan baik, ketika diberikan tugas untuk menuangkan dalam bentuk tulisan masih banyak ditemui kalimat yang ambigu dan tidak logis. Hal itu terjadi karena siswa belum terlatih dan kurangnya penguasaan kosakata , meskipun materi menulis sudah diberikan di kelas X semester ganjil.

Menindak lanjuti persoalan di atas hendaknya guru Bahasa dan Sastra Indonesia perlu lebih kreatif dan mencari solusi agar siswa gemar menulis. Di samping siswa memahami dalam penguasaan materi siswa juga harus kaya pengalaman misalnya melalui latihan, memperbanyak membaca buku referen, sehingga pembelajaran menulis dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

Menulis merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa yang sifatnya

ekspresif. Kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan menuangkan pikiran, perasaan, ide, yang ada pada pikiran penulis. Dalam pembelajaran Bahasa


(3)

Indonesia di Sekolah Menengah Atas aspek menulis ditetapkan sebagai salah satu yang harus dikuasai siswa. Itulah sebabnya penulis merasa perlu meneliti

keterampilan menulis eksposisi, karena di kelas X Standar Kopetensi (SK) menulis nomor 4 isinya mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk

paragraf (naratif, deskriftif, ekspositif), dengan Kopetensi Dasar (KD) 4.3 Menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam bentuk ragam paragraf ekspositif. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat menulis dengan baik, salah satunya karangan eksposisi. Karangan eksposisi merupakan salah satu karangan yang penulisannya harus disertai dengan alasan yang kuat dan meyakinkan dengan mengemukakan bukti yang meyakinkan untuk mempengaruhi pembaca agar menyetujui pendapat, sikap, dan keyakinan penulis.

Beberapa faktor yang diperlukan siswa sebelum menulis dapat digolongkan ke dalam dua bagian besar, yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Faktor yang berasal dari diri siswa misalnya pengetahuan siswa tentang menulis, kemampuan memilih dan menggunakan kata, penguasaan kalimat, dan penguasaan paragraf serta kemauan untuk berlatih secara tekun. Adapun faktor yang berasal dari luar diri siswa seperti ketekunan guru menuntun siswa, memberikan metode pembelajaran menulis yang tepat, kondisi kelas yang nyaman, fasilitas belajar, dan waktu berlatih yang disediakan.

Aspek yang juga penting harus dikuasai siswa dalam pembuatan tulisan, diantaranya adalah penguasaan kosakatanya, kemampuan untuk menyusun kalimat secara efektif dan kemampuan untuk mengembangkan paragraf secara menarik. Pengetahuan tentang kosakata meliputi kata umum, kata khusus,


(4)

denotasi, konotasi, sinonim, antonim. Adapun pembentukan kalimat bertujuan agar bahasa yang disusun logis disertai tanda baca yang tepat, sehingga karangan yang dibuat menjadi menarik dan sesuai dengan kaidah penulisan.

Pada aspek penyusunan kalimat efektif siswa juga perlu dilatih dalam ketepatan kata dan penggunaannya, agar struktur kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda dan tidak logis. Pengetahuan siswa tentang aspek menyusun paragraf sangat diperlukan karena paragraf satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan

berkesinambungan.

Demikian juga penggunaan kalimat harus efektif dan tepat agar pikiran pembaca sama dengan yang dipikirkan penulisnya. Jadi, seorang penulis perlu memiliki kemampuan meliputi pilihan kata, bentuk kata, pola kalimat, dan ketepatan makna kalimat. Adapun untuk unsur kalimat efektif antara lain kesepadanan, kecermatan dalam pemilihan dan penggunaan kata, kehematan kata, kelogisan, kesatuan atau kepaduan, keparalelan atau kesajajaran, dan ketegasan kata. Beberapa langkah menyusun eksposisi yang harus dikuasai siswa antara lain menentukan topik/tema menetapkan tujuan, mengumpulkan data dari berbagai sumber, menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih. Siswa harus menetapkan tema, karena dengan tema seorang penulis akan meyusun inti-inti paragraf yang akan dibuat. Tema inilah yang menjadi pemandu, pedoman, agar isi karangan tidak menyimpang. Siswa juga dituntut untuk mengungkapkan pikiran atau gagasan utama yang ingin disampaikan melalui penyusunan paragraf agar dapat dimengerti orang lain.


(5)

Kemampuan kosakata pun perlu diperkaya agar siswa dapat mengembangkan tulisan dengan baik misalnya kata umum, kata khusus, denotasi, konotasi,

sinonim, antonim dan ejaan atau kaidah. Ketika siswa telah memiliki pengetahuan yang memadai mengenai kalimat, maka siswa akan mudah memilih kata, dan membangun paragraf menjadi karangan. Kosakata merupakan satu kesatuan sintaksis dalam tutur atau kalimat (Parera, 2007: 4).

Penelitian ini menyoroti beberapa faktor yang berasal dari dalam diri siswa, yakni pengetahuan siswa tentang menulis eksposisi khususnya yang berhubungan dengan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif. Aspek kemampuan penggunaan ejaan, kosakata dan menyusun kalimat menjadi sangat penting agar karangan memiliki kualitas yang baik (Nurjamal, 2010: 217). Siswa yang memiliki penguasaan kosakata yang tinggi memungkinkan dapat menuangkan ide-ide atau gagasan dengan mudah dalam tulisannya. Dengan penguasaan kosakata yang baik, siswapun dimungkinkan dapat menyusun kalimat dengan benar sehingga maksud penulis dapat diterima oleh pembaca sesuai dengan maksud dan tujuan penulis dan diharapkan siswa dapat membuat karangan eksposisi dengan baik dan benar.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi siswa kelas XI SMA Negeri 15 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013”.


(6)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, dapatlah dirinci identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut.

1) Mengapa kemampuan menulis eksposisi sangat penting untuk dikuasai dan perlu dipelajari?

2) Bagaimana pengetahuan siswa tentang menulis eksposisi?

3) Bagaimana pengetahuan siswa tentang penguasaan paragraf dalam

mengungkapkan pikiran atau gagasan utama yang akan disampaikan saat menulis eksposisi?

4) Mengapa kemampuan kosakata siswa yang meliputi makna umum, makna khusus makna denotasi, konotasi, dan idiom, serta sinonim, antonim, perlu diperkaya dalam mengembangkan tulisan?

5) Apakah tulisan yang dibuat siswa perlu memenuhi unsur kalimat efektif seperti kesepadanan, kecermatan dalam pemilihan dan penggunaan kata, kehematan kata, kelogisan, kesatuan atau kepaduan, keparalelan atau kesajajaran, dan ketegasan kata?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menjaga kecermatan penelitian, maka perlu dibatasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Penguasaan kosakata dibatasi pada makna umum, makna khusus makna denotasi, konotasi, dan idiom, serta yang meliputi sinonim, antonim.


(7)

2. Kemampuan menyusun kalimat efektif dibatasi pada aspek struktur kalimat efektif dan ciri-ciri kalimat efektif meliputi kesatuan, kepaduan, kelogisan, kehematan, penekanan, dan kevariasian/ejaan.

3. Keterampilan menulis dibatasi pada tema/topik, kesesuaian isi dengan judul, kesesuaian jenis karangan, ketetapan ide dalam paragraf.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan penjelasan-penjelasan di atas maka terdapat beberapa masalah dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Apakah terdapat hubungan positif, erat, dan signifikan antara penguasaan kosakata dan keterampilan menulis eksposisi siswa kelas XI SMAN 15 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013?

2. Apakah terdapat hubungan positif, erat, dan signifikan antara kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi siswa kelas XI SMAN 15 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013?

3. Apakah terdapat hubungan positif, erat, dan signifikan antara penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi siswa kelas XI SMAN 15 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

1. Mendeskripsikan hubungan tingkat penguasaan kosakata dengan keterampilan menulis eksposisi.


(8)

2. Mendeskripsikan hubungan kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi.

3. Mendeskripsikan hubungan penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat secara teoritis dikaitkan dengan teori-teori yang sudah ada sebelumnya dan pembentukan teori baru, sedangkan manfaat praktis dikaitkan dengan pembelajaran bahasa dan penggunaan bahasa secara praktis di kelas.

1) Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah dan referensi guru untuk mengembangkan penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi.

2) Manfaat Praktis

Manfaat praktis hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi guru bahasa dan sastra Indonesia mengenai hubungan penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi dan masukan bagi sekolah dalam rangka membenahi dan

meningkatkan pembelajaran dalam hal mengembangkan potensi keterampilan menulis eksposisi.


(9)

1.7 Tempat, Waktu, dan Objek Penelitian

1.7.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 15 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.

1.7.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap dari bulan Februari sampai dengan Mei tahun pelajaran 2012/2013.

1.7.3 Objek Penelitian

Ruang lingkup objek penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Penguasaan kosakata adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

mengetahui sebanyak-banyaknya kata-kata yang terdapat dalam satu bahasa meliputi makna kata dan struktur kata.

2) Kemampuan menyusun kalimat efektif, yang meliputi: struktur kalimat efektif dan ciri-ciri kalimat efektif. Struktur kalimat efektif meliputi struktur kalimat umum dan struktur kalimat paralel, dan ciri-ciri kalimat efektif meliputi kesatuan, kepaduan, kelogisan, kehematan, penekanan dan penggunaan ejaan.

3) Keterampilan menulis eksposis adalah keterampilan siswa

mengembangkan tulisan yang berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca, untuk memperjelas uraian, yang dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik meliputi unsur tema/topik, kesesuaian isi dengan


(10)

judul, penataan gagasan, ketetapan ide dalam paragraf, bahasa penyajian karangan dan ketepatan ejaan.


(11)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1 Hakikat Menulis

Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambar grafik itu (Tarigan, 2008: 22).

Pendapat lain mengatakan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dengan penggunaan bahasa secara tertulis. Dalam kegiatan menulis penulis harus terampil menggunakan grafologi, struktur bahasa, kosa kata (Tarigan, 2009: 4). Menulis adalah kemampuan menyusun pikiran dan mengutarakan gagasan lewat tulisan dalam urutan yang logis dan bisa dipahami orang lain (Parera, 2007:159). Menulis adalah mengungkapkan secara jujur, tanpa rasa emosional yang

berlebih-lebihan, realitas dan tidak menghambur-hamburkan kata secara tidak perlu (Caraka, 1993: 8). Karangan adalah bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam satu kesatuan tema yang utuh (Kosasih, 2008: 9) Jadi, karangan diartikan pula sebagai hasil pemikiran atau ungkapan perasaan dalam bentuk tulisan yang teratur.

Menulis atau mengarang dapat didefinisikan suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Pesan adalah


(12)

isi atau muatan yang terkandung dalam bahasa tulisan. Tulisan adalah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya. Dalam komunikasi tulis terdapat empat unsur yang terlibat yaitu penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau media, dan pembaca sebagai penerima pesan (Suparno, 2006: 1.3).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis dalam penelitian ini

menyimpulkan bahwa menulis adalah kemampuan menyusun pikiran serta mengutarakan gagasan lewat tulisan dalam urutan yang logis dan bisa dipahami orang lain.

2.1.1 Tujuan Menulis

Apabila kita menulis tentu memiliki suatu tujuan. Tujuan merupakan hal yang penting, setiap jenis tulisan mengandung beberapa tujuan yaitu

a) memberitahukan atau mengajar; b) meyakinkan atau mendesak; c) menghibur atau menyenangkan;

d) mengutarakan/mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api (Tarigan, 2008: 24).

Pendapat lain mengatakan tujuan penulisan sebagai berikut

a) Assignment Purpose (tujuan penugasan)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku)


(13)

b) Altruistic Purpose (tujuan altruistik)

Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan dapat menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat gunakalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah “lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistik

adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan.

c) Persuasive Purpose (tujuan persuasif).

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

d) Informational Purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada pembaca.

e) Self-expressive Purpose (tujuan pernyataan diri)

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.

f) Creative Purpose (tujuan kreatif)

Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi “keinginankreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai kesenian.


(14)

g) Problem-Solving Purpose (tujuan pemecahan masalah)

Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajah serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca (Tarigan, 2008: 24).

Setiap bentuk tulisan memiliki tujuan berbeda-beda, demikian pula menulis eksposisi. Yang paling menonjol pada sebuah tulisan eksposisi adalah memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang (Keraf, 1982: 3).

2.1.2 Manfaat Menulis

Manfaat menulis adalah

a) Menulis menyumbang kecerdasaan

b) Menulis mengembangkan daya inisiatif dan kreativitas. c) Menulis menumbuhkan keberanian.

d) Menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi (Akhadiah, 1996: 1.4)

Ada delapan manfaat menulis yaitu

1) Penulis dapat mengenal kemampuan dan potensi dirinya. Penulis dapat mengetahui sampai dimana pengetahuan kita tentang suatu topik. 2) Penulis dapat mengembangkan berbagai gagasan. Penulis terpaksa

bernalar menghubung-hubungkan serta membandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasan.


(15)

3) Penulis lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang kita tulis. Kegiatan menulis dapat

meningkatkan wawasan penulis secara teoritis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.

4) Penulis dapat mengorganisasikan secara sistematis serta mengungkapkan secara tersurat. Dengan demikian penulis dapat menjelaskan

permasalahan yang semula masih sama bagi diri kita sendiri.

5) Menulis dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara objektif. 6) Dengan menuliskan di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan

permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret.

7) Dapat mendorong kita belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekadar menjadi penyadap informasi orang lain.

8) Menulis yang terencana akan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib (Akhadiah, 1996: 1).

Penulis yang ulung dapat memanfaatkan situasi dengan tepat. Situasi yang harus diperhatikan dan dimanfaatkan adalah

1) Maksud dan tujuan sang penulis (perubahan yang diharapkannya akan terjadi pada diri pembaca);

2) Pembaca atau pemirsa (apakah pembaca itu orang tua, kenalan, atau teman sang penulis);

3) Waktu atau kesempatan (keadaan-keadaan yang melibatkan


(16)

menuntut perhatian langsung, masalah yang memerlukan pemecahan, pertanyaan yang menuntut jawaban dan sebagainya) (Tarigan, 2008: 23). 2.1.3 Bentuk-Bentuk Karangan

Berdasarkan cara penyajiannya untuk menyampaikan gagasan terdapat lima bentuk utama yaitu narasi (penulisan) deskripsi (pelukisan), eksposisi (pemaparan), eksposisi (pembahasan), dan persuasi, (Suparno, 2006: 4.1). Penjelasan dari masing-masing bentuk-bentuk karangan berdasarkan hal tersebut adalah sebagai berikut.

1) Narasi

Narasi adalah bentuk karangan atau wacana yang berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca peristiwa yang terjadi (Keraf, 2007: 3). Narasi menyajikan sebuah kejadian yang disusun berdasarkan urutan waktu (Moeliono, 1995: 683). Karangan narasi pada umumnya fiktif. Bertujan meluaskan wawasan pembaca mengenai makna dan informasi suatu kejadian.

Contoh:

Saat ini terbersit keinginan dalam dirinya untuk menjadi pelaut seperti Tigor. Mumpung muda dan belum berkeluarga, pikirannya, tidak ada jeleknya melihat-lihat dunia agar ada variasi dalam hidup ini. Biarlah nanti adiknya yang mengelola toko. Dia merasa tidak seharusnya beban ekonomi keluarga selalu berada

dipundaknya. Harun pun lalu membuang jauh-jauh angannya itu. Ia merasa dirinya sedang dilanda kejenuhan. Memang sudah lama ia tidak meliburkan dirinya. Ia lalu menutup tokonya. Siang itu ia ingin nonton film.

( Yuli Eti, 2005: 58) 2) Deskripsi

Deskripsi adalah suatu jenis karangan yang bertalian dengan upaya mengarang untuk memberikan perincian tentang objek yang sedang dibicarakan (Kosasih,


(17)

2008: 9). Deskripsi bersifat menggambarkan atau melukiskan suatu hal, keadaan, tempat, peristiwa, atau tingkah laku seseorang dengan cara sejelas-jelasnya, sehingga pembaca seakan-akan melihat sendiri hal yang dideskripsikan. Contoh:

Sabtu (16-2-13) pagi, lapangan Brigade Infanteri Marinir Piabung yang biasa berdiri larik-larik tentara, hari ini kentara bedanya. Ratusan mobil dan sepeda motor yang sudah dimodifikasi seperti menggantikan posisi serdadu. Hiruk-pikuk menyeruak. Pemandangan seperti arena kontes otomotif di luar arena. Udara seperti tidak mampu menangkap bunyi knalpot yang meraung-raung bersahutan. Suasana itu yang mengundang ratusan warga untuk melihat.

(Lampung Post, 17 Maret 2013) 3) Eksposisi

Eksposisi adalah bentuk karangan yang berusaha menerangkan dan menguraikan pokok pikiran yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca (Sudaryat, 2009: 171). Eksposisi bersifat memberi informasi, memberi penjelasan, untuk itu kadang-kadang disertai data, peta, angka statistik, dan dapat berbentuk uraian ilmiah, makalah, dan laporan.

Contoh:

Saat ini diperkirakan tidak kurang dari 40 juta meter kubik kayu bulat setiap tahun dihasilkan dari kegiatan pencurian di hutan alam (illegal logging). Jumlah

produksi kayu yang legal ( ada izin penebangannya), dari berbagai sumber lokasi tebangan kayu, menurut catatan Departemen Kehutanan hanya 18 juta meter kubik per tahun. Di lain pihak, kapasitas terpasang industri perkayuan di Indonesia saat ini memerlukan bahan baku kayu sekitar 80 juta meter kubik. Kebutuhan bahan baku kayu aktual untuk memberi makan industri perkayuan di Indonesia saat ini sekitar 60 juta meter kubik per tahun.

(Juanda,2005: 214) 4) Argumentasi

Argumentasi adalah jenis retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca agar para pembaca percaya atau yakin akan kebenaran objek


(18)

yang dijadikan topik (Atmaja, 2010: 5). eksposisi bersifat membuktikan sesuatu kebenaran dari sesuatu yang meragukan atau suatu pertentangan. Untuk itu semakin banyak fakta yang dipergunakan, semakin kuat pula kebenaran dicapai. Contoh:

Beberapa hari menjelang pemilu , sejumlah partisipan partai pemilu berkampanye dengan motor. Adakalanya, saat berkampanye mereka memenuhi jala. Selain itu, mereka sering berebut tempat untuk memasang tanda gambar partai yang

didukungnya. Perebuatan tempat itu berakhir dengan perkelahian. Apa yang dilakukan oleh para partisipan partai pemilu membuat masyarakat cemas. Untuk mengantisipasi masalah itu, pemerintah segera membentuk panitia pengawas pemilu (Panwaslu).

(Yuli Eti, 2005: 109) 5) Persuasi

Persuasi adalah suatu seni verbal yang ditunjukkan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu itu atau pada waktu yang akan datang. Karena tujuan terakhir adalah agar pembaca atau pendengar melakukan sesuatu (Keraf, 2007: 118). Persuasi dinyatakan berbentuk verbal, namun dalam faktor sehari-hari secara eksplisit dapat ditemukan dalam media cetak, misalnya selebaran, brosur, atau iklan. Persuasi berusaha

membangkitkan atau merangsang emosi pembaca terhadap objek yang dijadikan topik. Untuk itu harus disertai data sugestif agar menimbulkan kepercayaan atau persetujuan dari pihak pembaca sehingga terbujuk melakukan sesuatu. Sugesti adalah usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain menerima suatu

keyakinan tertentu tanpa memberi dasar kepercayaan yang logis pada orang. Contoh:

MLM (Multi Level Marketing) merupakan salah satu bisnis yang menjanjikan. Bisnis ini biasanya bergerak dalam bidang penjualan suatu produk. Produk tersebut dapat berupa suplemen makanan hingga produk rumah tangga. Menjadi anggota MLM dapat dilakukan sebagai bisnis tersebut harus pandai memperluas


(19)

jaringan. Semakin luas jaringan yang diperoleh, semakin besar pula pemasukan yang akan diperoleh. Oleh karena itu, menjadi anggota bisnis MLM memberi keuntungan karena dapat menambah pendapatan seseorang. Karena bisnis itu sangat menjanjikan, mari ikut bergabung dalam bisnis MLM ini.

(Yuli Eti, 2005: 64)

2.2 Menulis Eksposisi

Eksposisi mencakup; a) definisi;

a) analisis.

Eksposisi mencakup 6 metode analisis a) klasifikasi;

b) definisi;

c) eksemplifikasi; d) sebab dan akibat; e) komparasi dan kontras; f) prose.

Berdasarkan bentuknya eksposisi mencakup a) komparasi dan kontras;

b) ilustrasi; c) klasifikasi; d) definisi;


(20)

2.2.1 Pengertian Eksposisi

Eksposisi merupakan tulisan yang bertujuan untuk menginformasikan tentang sesuatu sehingga memperluas pengetahuan pembaca. Eksposisi bersifat ilmiah/nonfiksi. Sumber tulisan ini dapat diperoleh dari hasil pengamatan,

penelitian atau pengalaman. Eksposisi tidak selalu terbagi atas bagian-bagian yang disebut pembukaan, pengembangan, dan penutup. Hal ini bergantung dari sifat karangan dan tujuan yang hendak dicapai.

Eksposisi atau pemaparan adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut (Keraf, 1982: 3).

Paragraf ekspositori adalah paragraf yang memaparkan atau menerangkan suatu hal objek. Dari paragraf jenis ini diharapkan pembaca dapat memahami hal atau objek sejelas-jelasnya. Untuk memaparkan masalah yang dikemukakan paragraf ini menggunakan contoh, grafik, serta berbagai fakta dan bentuk lainya Tiga pola pengembangan paragraf ekposisi adalah cara proses, sebab akibat, serta ilustrasi (Kosasih, 2008: 30).

Paragraf eksposisi dibedakan atas

1. Proses adalah sebuah metode analisis yang berusaha menjawab pertanyaan. (Keraf, 1982: 66)

Contoh:

Pohon anggur, disamping buahnya yang digunakan untuk pembuatan minuman, daunnya pun dapat digunakan sebagai bahan untuk pembersih wajah. Caranya, ambillah daun anggur secukupnya. Lalu, tumbuk sampai halus. Masaklah hasil tumbukan itu dengan air secukupnya dan tunggu sampai mendidih. Setelah itu, ramuan tersebut kita dinginkan dan setelah


(21)

dingin baru kita gunakan untuk membersihkan wajah. Insya Allah, kulit wajah kita akan kelihatan bersih dan berseri-seri.

2. Sebab-akibat, sebab adalah alasan mengapa sesuatu itu ada. Suatu akibat atau suatu peristiwa dapat terjadi karena bermacam-macam sebab. (Keraf, 1982: 72)

Contoh:

Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Akibatnya impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. Sesudah swasenbada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. Akan tetapi, pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.

3. Ilustrasi suatu metode untuk mengadakan gambaran atau penjelasan yang khusus dan konkrit atau suatu gagasan umum. (Keraf, 1982: 26)

Contoh:

Satu-satunya bidang pembangunan yang tidak mengalami imbas krisis ekonomi sektor-sektor di bidang pertanian. Misalnya, perikanan masih meningkat cukup mengesankan, yaitu 6,65 persen. Demikian pula perkebunan, yang meningkat 6,46 persen. Walaupun terkena kebakaran sepanjang tahun, sektor kehutanan masih tumbuh 2,95 persen. Secara umum kontribusi dari sektor- sektor petanian.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis eksposisi adalah keterampilan siswa dalam membuat karangan eksposisi yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca agar para pembaca percaya atau yakin akan kebenaran dari sesuatu yang meragukan atau suatu pertentangan. Untuk itu, semakin banyak fakta yang dipergunakan, semakin kuat kebenaran dicapai.


(22)

2.2.2 Syarat-Syarat Karangan Eksposisi

Suatu karangan sekurang-kurangnya memenuhi unsur-unsur berikut (a) tema; (b) kesesuaian isi dengan judul; (c) kesesuaian jenis karangan; (d) ketetapan ide dalam paragraf; (e) ketetapan susunan kalimat; (f) ketepatan pemilihan kata /diksi; (g) ketepatan penggunaan ejaan (Akhadiah, 1996: 9).

1) Tema

Dalam mengarang, tema atau topik karangan harus ditentukan terlebih dahulu karena ia merupakan isi karangan itu. Topik adalah pokok pembicaraan dalam keseluruhan karangan yang dijarak (Akhadiah, 1996: 9). Oleh karena itu, baik tidaknya suatu karangan sangat ditentukan tepat tidaknya topik yang dipilih. 2) Kesesuaian Isi dengan Judul

Judul sebuah karangan akan menggambarkan isi keseluruhan (Akhadiah, 1996: 10). Judul hendaknya menyebutkan ciri-ciri utama atau yang diungkapkan terpenting dari karangan, sehingga para pembaca sudah dapat membayangkan apa yang diuraikan di dalam karangan itu (Keraf, 1982: 128). Dengan

demikian, dapat dikatakan uraian yang diungkapkan dalam bentuk kalimat atau paragraf pada suatu karangan bila dikaitkan dengan judul, hendaklah dapat ditarik suatu hubungan langsung.

3) Kesesuaian Jenis Karangan

Jenis karangan berkaitan dengan maksud atau tujuan penulisan. Untuk menentukan tujuan mengarang diperlukan tema. Tema merupakan suatu kalimat pernyataan yang mengandung tujuan tulisan. Penyataan ini


(23)

mengandung gagasan atau amanat yang akan dikembangkan lebih lanjut melalui tulisan (Akhadiah, 1996: 47).

4) Ketetapan Ide dalam Paragraf

Topik suatu karangan diuraikan di dalam tiap paragraf berupa satu ide pokok danbeberapa ide penjelas. Suatu paragaf yang baik haruslah memenuhi tiga syarat

(a) Kesatuan yaitu semua kalimat yang ada di dalam paragraf secara bersama-sama membangun suatu pokok pikiran.

(b) Kepaduan atau koherensi yaitu kekompakan hubungan antara satu kalimat yang lain dalam membangun paragraf itu.

(c) Pengembangan yaitu adanya keteraturan dalam merinci dan menyusun pokok pikiran ke pikiran-pikiran penjelasnya. (Keraf, 1982: 67).

5) Ketepatan Susunan Kalimat

Ketetapan unsur-unsur yang membangun suatu kalimat akan sangat

menentukan kejelasan pikiran yang dimuat dalam kalimat itu. Kalimat-kalimat yang digunakan dalam karangan hendaknya kalimat efektif. Kalimat efektif itu dapat mewakili isi pikiran dan perasaan pengarang sehingga menarik perhatian pembicara serta dapat menimbulkan kembali gagasan pembaca yang sesuai dengan gagasan pengarang (Keraf, 1982: 35).

6. Ketepatan Pemilihan Kata/Diksi

Susunan kata di dalam kalimat sangat berguna untuk menjaga kontinuitas (Caraka, 1993: 54). Pernyataan ini berkaitan dengan pemilihat kata yang tepat dalam membangun gagasan akan menjaga kesinambungan dan kekompakan


(24)

dalam karangan. Memilih kata dalam mengarang harus memerhatikan dua persyaratan pokok, yaitu

a) Ketepatan; berkaitan dengan makna aspek logika kata-kata. Kata yang dipilih harus tepat mengungkapkan pengertian yang disampaikan. b) Kesesuaian; berkaitan dengan kecocokan antara kata yang digunakan

dengan kesempatan, situasi dan keadaan pembaca(Akhadiah, 1996: 32). 7) Ketepatan Penggunaan Ejaan

Ejaan artinya kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca

(Moeliono, 1995: 250). Yang termasuk di dalamnya ialah penulisan huruf, kata, kalimat, dan tanda-tanda baca. Ejaan memegang peranan penting oleh

karenanya dalam membuat karangan hendaklah berpedoman pada ketentuan yang berlaku.

Jadi, dalam mengembangkan suatu karangan sekurang-kurangnya memenuhi unsur-unsur berikut (a) tema, (b) kesesuaian isi dengan judul, (c) kesesuaian jenis karangan, (d) ketetapan ide dalam paragraf, (e) ketepatan susunan kalimat, (f) ketepatan pemilihan kata /diksi, (g) ketepatan penggunaan ejaan.

2.2.3 Langkah-langkah Menulis Paragraf Eksposisi

Pola pengembangan karangan eksposisi bisa bermacam-macam, di antaranya pola pengembangan proses. Paragraf proses itu menyangkut jawaban atas pertanyaan bagaimana bekerjanya, bagaimana mengerjakan hal itu (membuat hal ini), bagaimana barang itu disusun, bagaimana hal itu terjadi. Penulis harus


(25)

kejadiannya. Bila tahap-tahap kejadian ini berlangsung dalam waktu yang berlainan, penulis harus memisahkan dan mengurutkannya secara kronologis. Secara umum langkah-langkah menulis paragraf eksposisi adalah sebagai berikut. 1. menentukan tema;

2. menentukan tujuan karangan;

3. memilih data yang sesuai dengan tema; dan

4. membuat kerangka karangan, mengembangkan kerangka menjadi karangan. Agar dapat mencapai hasil mengarang yang baik ada beberapa saran yang berupa langkah-langkah mengarang yang harus diperhatikan yaitu (a) memilih dan membatasi topik, (b) menentukan tema dan merumuskan tesis, (c) mengumpulkan bahan-bahan pembicaraan, (d) menyusun garis besar (Kosasih, 2008: 10).

1) Memilih dan Membatasi Topik

Kegiatan memilih serta membatasi topik merupakan langkah awal yang ditempuh pengarang, apalagi bagi pengarang pemula. Hal ini harus dilakukan secara tertulis, agar membantu mengarahkan pengarang tentang apa yang akan ditulisnya.

2) Menentukan Tema

Setelah topik dipilih, lanjutkan dengan menentukan tema; mengenai apa yang hendak kita katakan tentang topik itu. Tema merupakan pusat karangan. Tema merupakan pernyataan, pandangan, pendirian penulis mengenai topik. Tema dapat disebut juga sebagai gagasan pokok.


(26)

3) Mengumpulkan Bahan-bahan Pembicaraan

Setelah tema karangan dirumuskan, yang merupakan pendirian atas tema, maka sekarang akan diuraikan, dipertahankan, dan dibuktikan. Ada dua sumber pokok pembuktian yaitu dari diri sendiri dan dari luar. Pengalaman serta hasil pengamatan penulis yang objektif dan cermat, merupakan bahan-bahan pembicaraan yang menginspirasikan penulis mengenai apa yang akan dituliskannya. Selain diri pribadi, dunia luar pun merupakan bahan yang sangat variatif, dan inspiratif. Dunia luar sebagai sumber bahan berupa kesaksian-kesaksian orang lain, anggapan-anggapan umum yang sudah

diterima masyarakat merupakan bahan yang aktual yang dipergunakan sebagai bahan pembicaraan.

4) Menyusun Garis Besar atau Kerangka Karangan

Menyiapkan garis besar atau kerangka karangan merupakan “pengaman” yang sangat membantu penulis. Penulis akan merasa pasti dan lebih aman jika garis besar atau kerangka karangan disiapkan sebelum mulai mengarang. Jika garis besar itu betul-betul dipersiapkan dengan sebaik-baiknya maka pekerjaan mengarang akan semakin lancar. Garis besar ada yang bersifat formal (lengkap), topikal, dan ada yang bersifat kalimat.

Berdasarkan hal tersebut langkah-langkah mengarang yang harus diperhatikan antara lain (a) memilih dan membatasi topik, (b) menentukan tema dan

merumuskan tesis, (c) mengumpulkan bahan-bahan pembicaraan, dan (d) menyusun garis besar.


(27)

2.2.4 Topik dan Urutan Karangan Eksposisi Topik dalam karangan eksposisi meliputi

1. Data faktual, yaitu suatu kondisi yang benar-benar terjadi, ada, dan dapat bersifat historis tentang bagaimana suatu alat bekerja, bagaimana suatu peristiwa terjadi, dan sebagainyaa

2. Suatu analisis atau penafsiran objektif terhadap seperangkat fakta; dan 3. Fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian.

Sedangkan urutan analisis paragraf eksposisi adalah 1) urutan kronologis/proses, biasanya memaparkan proses, yaitu memberi penjelasan tentang bekerjanya sesuatu atau terjadinya suatu peristiwa, 2) urutan fungsional, 3) urutan atau analisis sebab akibat, dan, 4) analisis perbandingan.

2.3 Penguasaan Kosakata 2.3.1 Makna Kata

Menurut perkembangan dan perubahan makna kata dikelompokkan sebagai berikut

2.3.1.1 Kata Umum dan Kata Khusus

1) Kata umum adalah kata-kata yang luas ruang lingkupnya. Contoh: Burung, mobil, bunga

a. Ibu menggoreng burung di dapur. (burung merupakan jenis unggas)

b. Tuti sedang mengendarai mobil

(mobil adalah kendaran bermotor beroda empat) c. Adik membeli bunga di warung Pak Abas


(28)

2) Kata khusus adalah istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu.(Pateda, 2010: 106).

Contoh: mujair, katana, mawar merah. a. Ibu menggoreng mujair di dapur.

(mujair merupakan ikan yang hidup di air tawar) b. Tuti sedang mengendarai katana.

(katana merupakan mobil keluaran dari produk Suzuki) c. Adik membeli mawar merah di warung Pak Anton.

(mawar merah merupakan bunga)

2.3.1.2 Makna Denotasi dan Konotasi

1) Makna denotasi adalah kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi

satuan bahsaa itu secara tepat.

Contoh: menggarap, kursi, meja hijau a. Pak tani menggarap sawah setiap hari (menggarap berarti mengerjakan) b. Kursi yang diduduki adik patah. (kursi berarti tempat duduk)

c. Meja hijau yang dicatnya sudah kering

(Meja hijau berarti meja yang berwarna hijau) 2) Makna Konotasi

Makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambaran tertentu. Konotasi dapat dibedakan atas dua macam yaitu konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif mengandung nilai rasa tinggi, halus, baik, sopan dan sebaginya. Konotasi negatif mengandung nilai rasa jelek, tidak sopan, kasar. Kedua sifat itu bergantung pada masyarakat pemakai bahasa.


(29)

Contoh: Konotasi positif Konotasi negatif

tunawisma gelandangan

Pramusaji pelayan

Wafat mati

Konotasi Positif

a. Petugas Dinas Sosial memberi penyuluhan pada para tunawisma (tunawisma orang yang tidak memiliki tempat tinggal)

b. Pramusaji di rumah makan itu sangat ramah-ramah

(pramusaji orang yang melayani pesanan di rumah makan)

c. Beliau telah wafat beberapa waktu yang lalu. (wafat berarti meninggal dunia)

Konotasi Negatif

a. Gelandangan akhir-akhir ini semakin meresahkan

(gelandangan berarti orang yang tidak tentu tempat tinggalnya)

b. Ia kini menjadi pelayan di toko pamannya.

(pelayan berarti orang yang melayani atau pembantu)

c. Ia mati dalam mengenaskan

(mati berarti sudah hilang nyawanya) 2.3.1.3 Idiom

Makna idiom adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi Kata-kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. (Djajasudarma, 2009: 20)

Contoh: membanting tulang, meja hijau, bertekuk lutut

a. Ayahnya membanting tulang untuk menghidupi keluarganya.

(membanting tulang berarti bekerja keras)

b. Koruptor itu akhirnya di meja hijaukan juga. (meja hijau berarti pengadilan)

c. Saya tidak akan bertekuk lutut apapun yang terjadi. (bertekuk lutut berarti menyerah)


(30)

2.3.2 Struktur Klasikal Kata 2.3.2.1 Sinonim

Sinonim adalah nama lain untuk benda yang sama.

Contoh: kata meninggal bersinonim dengan kata wafat, dan mati Makna kata-kata tersebut sama tetapi berbeda pemakaiannya.

a. Kemarin neneknya meninggal.

(meninggal berarti berpulang atau mati) b. Tokoh nasional tersebut telah wafat.

(wafat berarti kata meninggal yang digunakan untuk raja-raja) c. Kucing kesayangan adik mati terlindas mobil.

(mati berarti sudah hilang nyawanya dan biasanya kata ini digunakan untuk binatang)

2.3.2.2 Antonim

Antonim adalah kata-kata yang maknanya berlawanan. Oleh sebab itu, mempelajari antonim dan mengklasifikasikan antonim jelas membantu siswa berpikir dalam istilah yang membedakan pernyataan-pernyataan pertentangan.

Contoh: besar-kecil, jual-beli, suami-istri

a. Besar-kecil baginya sama saja

(besar-kecil merupakan sebuah ukuran yang merupakan tingkatan)

b. Jual-beli selalu terjadi di pasar tradisional.

(jual-beli merupakan hubungan yang menyatakan saling) c. Mereka kini telah menjadi suami-istri

(suami-istri merupakan lawan kata yang menyatakan pasangan)

2.3.3 Pilihan Kata

Bila dihubungkan dengan pilihan kata, kosakata dapat digolongkan sebagai berikut


(31)

1) Kosakata kongkret dan abstrak, misalnya rumah dan bahagia. 2) Kosakata baku dan nonbaku, misalnya ayah dan bokap.

3) Kosakata umum dan khusus, misalnya bunga dan mawar.

4) Kosakata populer dan kajian, misalnya memahami dan mengapresiasi.

Kosakata asli dan kosakata serapan, misalnya wawancara dan interviu

(soedjito, 1992: 39).

Berdasarkan uraian di atas penguasaan kosakata mencakup: makna kata umum, kata khusus,makna denotasi, konotasi, dan idiom, serta sruktur klasikal yang meliputi sinonim, antonim.

2.3.4 Pengertian Kosakata

Kosakata merupakan satu kesatuan sintaksis dalam tutur atau kalimat (Parera, 2007: 4). Kosakata merupakan komponen utama yang kita gunakan di dalam melakukan kegiatan berkomunikasi. Kosakata dasar atau basic vocabulary adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain (Tarigan, 2009: 3).

Mengacu pada kedua pendapat di atas, yang dimaksud dengan kosakata adalah suatu komponen yang ada di dalam bahasa dan merupakan kata-kata yang tidak mudah berubah dalam melakukan kegiatan berbahasa. Perbendaharaan kata yang meliputi persamaan arti (sinonim), persamaan kata (homonim), lawan kata

(antonim) pemilihan kata, arti kata dan sebagainya.

Kosakata (perbendaharan kata) dapat diartikan 1) semua kata yang terdapat dalam satu bahasa, 2) kekayaan kata yang dimiliki seseorang pembicara atau penulis, 3) kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmiah pengetahuan, 4) daftar kata yang


(32)

disusun seperti kamus disertai penjelasan secara singkat dan praktis kosakata merupakan komponen utama yang kita gunakan di dalam melakukan kegiatan komunikasi (Soedjito, 1992: 1).

Kosakata sering dibagi menjadi empat jenis kosakata yang digunakan dalam menyimak, membaca, menulis dan berbicara. Pembagian ini didasarkan pada adanya kemungkinan bahwa seorang memahami kata-kata yang didengarnya tetapi belum digunakanya dalam berbicara dan menulis. Hal ini juga

memungkinkan bahwa sebuah kata yang dapat dibaca dan dipahami, belum tentu dapat dipahami ketika terdengar dalam situasi mendengarkan sebuah

pembicaraan. Pemahaman yang baik pada sebuah kata dan beberapa kata akan membantu seseorang dalam memahami keseluruhan informasi dalam berbagai macam situasi bahasa. Kosakata yang permanen berkaitan dengan kata-kata yang kita tahu dan pahami dengan cukup baik untuk digunakan dengan efektif dalam berkomunikasi.

Kosakata juga dapat dimaknai sebagai daftar kata-kata, pada umumnya didefinisikan dan berurutan secara alphabet, seperti dalam sebuah kamus atau daftar kata-kata khusus, pesediaan kata yang lengkap dalam suatu bahasa, beberapa bagian kata yang digunakan dalam sebuah sub bahasa atau oleh sebuah kelompok, kelas, atau individu, merupakan bidang diksi atau pilihan kata, penguasaan kata-kata atau cakupan ekspresi.

Perbendaharaan kata suatu bahasa merupakan kekayaan bagi bangsa yang menggunakan bahasa tersebut. Demikian pula halnya dengan bahasa Indonesia, perbendaharaan kata yang besar yang dimiliki bahasa Indonesia merupakan


(33)

sebuah pikiran, perbuatan dari berbagai segi kehidupan yang bercermin pada kesatuan kebudayaan bahasa Indonesia. Perkembangan dan pertumbuhan kosakata bahasa Indonesia terus berlangsung sepanjang masa. Munculnya kata-kata baru, ungkapan-ungkapan baru, istilah-istilah baru menandakan kedinamisan bahasa Indonesia yang berkembang mengikuti perkembangan zaman. Masuknya unsur-unsur bahasa baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah menunjukkan bahwa bahasa Indonesia memiliki sikap yang terbuka dalam menerima unsur - unsur tadi. Sikap tersebut tentu saja berpengaruh positif pada perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Pengambilan kata-kata dari bahasa lain selalu dilakukan oleh bahasa yang masih hidup artinya, bahasa yang masih digunakan oleh penuturnya dalam komunikasi sehari-hari.

Berdasarkan pendapat mengenai kosakata dapat disimpulkan, kosakata adalah kata-kata yang terdapat dalam satu bahasa, perbendaharaan kata seseorang yang digunakan dalam kegiatan mendengar, membaca, menulis dan berbicara, kosakata juga dapat berupa daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan secara singkat dan praktis. Kosakata merupakan bagian dari sistem bahasa yang berupa leksem, kata tunggal, idiom yang saling berinteraksi dalam pola-pola kalimat, dengan menyampaikan maksud digunakan dalam sebuah bahasa. Kosakata merupakan kumpulan kata yang terdapat dalam suatu bahasa dan merupakan kekayaan yang dimiliki seorang pembicara dan penulis. Dengan demikian kosakata bahasa Indonesia adalah kumpulan bahasa atau kumpulan kata. Adapun hubungan kosakata dengan pilihan kata, dapat digolongkan sebagai berikut.


(34)

1) Kosakata baku dan nonbaku, 2) Kosakata umum dan khusus,

3) Kosakata asing dan kosakata serapan (Suedjito, 1992: 39).

Kosakata dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu kosakata aktif adalah kosakata yang sering dipakai dalam berbicara atau penulis. Sedangkan kosakata pasif adalah kosakata yang jarang atau tidak pernah dipakai lagi (Soedjito, 1992: 21). Kosakata bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan atas dasar yang berbeda.

Berdasarkan ruang lingkupnya kosakata bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi kata umum dan kata khusus. Kata umum adalah kata yang pemakaiannya mencakup berbagai bidang ilmu kehidupan, sedangkan kata khusus yaitu kata yang pemakaiannya terbatas pada suatu bidang ilmu tertentu (Suparni, 1998: 8). Dari pendapat di atas sangatlah jelas bahwa kata umum cakupannya lebih luas dibandingkan dengan kata khusus.

Berdasarkan beberapa pendapat hubungan kosakata dengan pilihan kata dapat dibagi dalam kosakata kongkret dan abstrak, kosakata baku dan nonbaku, kosakata umum dan khusus, kosakata populer dan kajian, kosakata asli dan kosakata serapan.

2.3.5 Sistem Penguasaan Kosakata

Cara untuk memperluas kosakata kata dibagi menjadi dua yaitu, “Melalui sumber dalam dan sumber luar”. Penguasaan kosakata di dalam berbahasa dapat dicapai


(35)

melaui bermacam-macam cara. Melalui pengalaman misalnya dengan melihat subjek-subjek baru dan tempat-tempat baru yang kita kunjungi, serta tugas-tugas baru semua ini turut membantu memperluas serta memperbanyak kosakata. Melalui pengalaman tersebut maka semakin banyak pengalaman yang kita miliki, semakin kaya kosakata kita (Soedjito, 1992: 3).

Penjelasan lanjut mengenai kedua sumber tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut

1). Sumber dalam yaitu kemampuan bahasa Indonesia sendiri untuk menambah kosakata. Sumber itu berwujud

a. Mengaktifkan kembali kata-kata lama.

b. Pembentukkan baru dengan jalan pembimbingan dan pemajemukkan. c. Penciptaan baru.

d. Pengakroniman.

2). Sumber luar yaitu sumber perluasan kosakata bahasa Indonesia yang berasal dari

a. Bahasa serapan yaitu kosakata yang dipungut dari bahasa daerah seperti Jawa, Batak, Palembang.

b. Bahasa asing yaitu kosakata yang dipungut dari bahasa luar atau bahasa negara lain.

Penguasaan kosakata di dalam berbahasa dapat dicapai melalui bermacam-macam cara. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memiliki kosakata yang efektif yaitu melalui pengalaman dan melalui bacaan (Tarigan, 2009: 22).


(36)

2.3.6 Perluasaan Kosakata

Kosakata dapat dibagi menjadi dua yaitu pertama dengan cara mendengarkan kata-kata dari orang lain, teman, orang tua dan anak-anak, TV dan radio, yang kedua dengan cara mengalaminya sendiri melalui, menyatakan merabanya, mencium benda-benda (Tarigan, 2009: 16). Selanjutnya cara memperluas kosakata adalah melalui proses belajar, kamus, melalui sinonim, antonim, homonim, majas dan semantik (Keraf, 1984: 67).

Berdasarkan pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa, salah satu cara yang paling utama adalah melalui proses belajar, banyak membaca dan melalui kamus merupakan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan dan memperluas kosakata seseorang.

2.3.7 Tingkat Perluasan Kosakata

Tingkat perluasan kosakata yang dimiliki setiap orang bergantung pada tingkat usia mereka. Selain itu juga bergantung pada cara dan usaha mereka dalam memperkaya atau memperluas kosakata Perluasan kosakata berdasarkan tingkat usia dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu

a. Kata pada masa kanak-kanak lebih ditekankan pada kosakata khususnya kesanggupan nominasi gagasan yang konkrit.

b. Masa remaja, saat anak mulai menginjak bangku sekolah, proses tadi masih berjalan terus, ditambah dengan proses yang diadakan untuk mengusai bahasa dan memperluas kosakata.


(37)

c. Masa dewasa, saat seorang menigkat dewasa, kedua proses tadi berjalan terus. Proses perluasan lebih intensif karena sebagai orang yang dianggap matang dalam masyarakat. (Keraf, 2006: 67).

Perluasan kosakata dapat dilakukan melalui proses belajar, melalui konteks, melalui kamus dan menganalisis kata (Keraf, 2006: 67). Teknik perluasan

kosakata tersebut dapat kita pergunakan, tetapi berhasil tidaknya bergantung pada kemampuan, kemauan, ketelitian, semangat, dan disiplin yang tinggi. Jika hal ini dilakukan maka kosakata kita akan bertambah luas, baik kualitas maupun

kuantitasnya sehingga memudahkan kita dalam komunikasi.

Seseorang mempelajari suatu ilmu pengetahuan tentunya mempunyai tujuan, diantaranya ingin mengerti atau menguasai yang terkandung di dalamnya. Demikian juga dalam mempelajari kosakata ingin mendapatkan sebanyak-banyaknya jumlah kosakata, mengingat bahwa tujuan pengajaran bahasa adalah agar siswa terampil berbahasa yakni menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Seluruhnya bergantung pada penguasaan kosakata.

Pemahaman kosakata yang baik akan mempengaruhi pemakaian atau penempatan yang salah aspek pada penulisan huruf kapital, huruf kecil, huruf miring penulisan kata yang mencakup kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti, angka dan bilangan, penulisan unsur serapan dan tanda baca juga akan memengaruhi arti dari yang ditulisnya.


(38)

2.4 Kalimat Efektif

2.4.1 Pengertian Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki satu gagasan pokok dan unsur-unsurnya minimal terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat efektif didefinisikan sebagai kalimat yang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan gagasan penutur sehingga pendengar atau pembaca dapat memahami gagasan yang dimaksud penutur. Kalimat dikatakan efektif jika memenuhi dua syarat utama, yaitu (1) struktur kalimat efektif dan (2) ciri kalimat efektif . Struktur kalimat efektif mencakup (a) kalimat umum, (b) kalimat paralel, dan (c) kalimat periodik. Ciri kalimat efektif meliputi kesatuan, kehematan, penekanan, kevariasian

(Putrayasa, 2010: 47).

Jadi, kalimat efektif, singkat, padat, dapat menyampaikan pesan secara tepat dan dapat dipahami secara mudah oleh pembaca / pendengar dengan ciri kesepadanan struktur, keparalelan, ketegasan, kehematan, kepaduan, dan kelogisan.

Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisannya kalimat diiringi alunan nada, disela jeda, diakhiri intonansi, diikuti oleh kesenyapan. Dalam bahasa tulis kalimat dimulai dengan huruf kapital, diakhiri dengan tanda titik, tanda seru, serta kemungkinan di dalamnya ada spasi, koma, titik koma, titik dua, sepasang garis apit dan sebagainya (Muslich, 2010: 123). Kalimat merupakan satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa. Kalimat adalah bentuk linguistik yang merupakan


(39)

kontruksi gramatikal atau satuan terkecil dari ekspresi lengkap (Putrayasa, 2009: 1).

Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat, padat, dapat menyampaikan pesan secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula. Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan pada pikiran pembaca atau pendengar seperti apa yang dipikirkan penulis atau pembicara. Kalimat efektif dituntut oleh empat ketepatan yakni ketepatan pilihan kata, ketepatan bentuk kata, ketepatan pola kalimat dan ketepatan makna kalimat. Kalimat tergolong efektif jika mempunyai kesepadanan struktur, keparalelan, ketegasan, kehematan, kepaduan, dan kelogisan (Hermawan, 1995: 132). Kalimat efektif benar-benar berfungsi sebagai mediator antara penulis dengan pembaca. Dengan kalimat tersebut pembaca seolah-olah berinteraksi dengan penulis. (Suparno, 2006: 2.1). Kalimat efektif memenuhi persyaratan yaitu 1) secara tepat mewakili pikiran antara pembaca atau penulisnya, dan yang 2) mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pembaca dengan apa yang dipikirkan penulisnya (Kosasih, 2008: 72). Adapun struktur kalimat efektif dibedakan menjadi tiga, (1) struktur kalimat umum, (2) struktur kalimat paralel meliputi kesejajaran bentuk, kesejajaran makna, kesejajaran dalam

perincian pilihan, (3) struktur periodik yaitu unsur tambahan yang terlebih dahulu dikemukakan kemudian muncul bagian intinya (Putrayasa, 2009: 54)

Kalimat efektif, adalah kalimat yang singkat, padat, yang dapat menyampaikan pesan secara tepat dan dapat dipahami secara mudah oleh pembaca / pendengar


(40)

dengan ciri kesepadanan struktur, keparalelan, ketegasan, kehematan, kepaduan, dan kelogisan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki potensi untuk menyampaikan pesan, ide, gagasan atau informasi secara utuh, jelas, dan tepat, sehingga pendengar atau pembaca dapat memahami maksud yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis.

2.4.2 Ciri-Ciri Kalimat Efektif

Kalimat efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut (1) memiliki kesatuan gagasan, (2) memiliki kepaduan yang komplek, (3) mengungkapkan gagasan yang logis dan masuk akal, (4) menggunakan kata-kata yang hemat, dan (5) menggunakan penekanan-penekanan secara tepat dan variatif (Kosasih, 2008: 72).

Ciri-ciri kalimat efektif adalah sebagai berikut

1. memiliki unsur penting atau pokok dalam setiap kalimat; 2. taat terhadap tata ujaran ejaan yang berlaku;

3. menggunakan diksi yang tepat;

4. menggunakkan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang sistematis dan logis;

5. menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai; 6. melakukan penekanan ide pokok;

7. hemat dalam penggunaan kata;


(41)

Ciri kalimat efektif jika memenuhi dua persyaratan yaitu, meliputi struktur kalimat efektif dan ciri-ciri kalimat efektif. Struktur kalimat efektif meliputi struktur kalimat umum dan struktur kalimat paralel, struktur kalimat periodik dan ciri-ciri kalimat efektif meliputi kesatuan, kehematan, penekanan dan kevariasian (Putrayasa, 2010: 47). Kalimat tergolong efektif jika memiliki ciri-ciri

kesepadanan struktur, keparalelan, ketegasan, kehematan, kepaduan, dan kelogisan (Akhadiah, 1996: 117).

1. Kesatuan dan Kepaduan Gagasan

Kalimat efektif harus memperlihatkan kesatuan gagasan (Kosasih, 2008: 72). Unsur-unsur dalam kalimat itu saling mendukung sehingga membentuk kesatuan ide yang padu. Kesatuan gagasan tidak berarti bahwa dalam kalimat hanya ada satu gagasan tunggal. Berapapun gagasan yang ada tidak menjadi persoalan tetapi gagasan-gagasan memiliki hubungan satu sama lain. Kepaduan adalah hubungan timbal balik yang jelas antara unsur-unsur pembentuk kalimat.

Suatu paragraf dianggap bermutu dan efektif bila mengkomunikasikan gagasan yang didukungnya secara lengkap, artinya mngandung pikiran utama dan pikiran-pikiran penjelas. Di samping itu sama halnya dengan kalimat, paragraf harus memenuhi persyaratan tertentu. Yang dimaksud dengan kesatuan adalah paragraf tersebut harus memperlihatkan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema tertentu (Keraf, 1984: 67).


(42)

Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya pernyataan dalam kalimat, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kepaduan kalimat, yaitu

a) Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.

b) Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.

c) Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentang antara predikat kata kerja dan objek penderita.

Contoh:

No. Kalimat Tidak Efektif No. Kalimat Efektif

1. Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu.

1.a

1.b

Kita harus mengembalikan

kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa

kemanusiaan.

Kita harus mengembalikan

kepribadian orang-orang kota yang telah meninggalkan rasa

kemanusiaan 2. Setelah menyiapkan semuanya,

acarapun segera dimulai

2.a

2.b

Setelah semuanya disiapkan, acarapun segera dimulai. atau

Setelah menyiapkan semuanya, mereka memulai acara tersebut

Ketidakefektifan pada kalimat nomor satu terdapat pada kata dapat, kepada, telah terlanjur hal ini karena terlalu bertele-tele , tanpa menggunakan kata tersebut


(43)

kalimat itu tidak ada pemasalahan. Pada kalimat nomor dua apabila dalam kalimat menggunakan kata kerja pasif maka kata kerja berikutnya harus kata kerja pasif juga seperti kata disiapkan dan dimulai atau bila kata kerjanya berupa kata kerja aktif maka kata kerja berikutnya kata kerja aktif juga seperti kata menyiapkan dan

memulai.

2. Kelogisan

Kelogisan ialah ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal (Hermawan, 1995: 138).

Contoh:

No. Kalimat Tidak Efektif No. Kalimat Efektif

1.

2.

Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini.

Saya kemarin tidak makan nasi, tetapi tidak kuat perutnya maka akhirnya menghabiskan kue bulu dua potong

1.

2.

Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini.

Kemarin saya bermaksud tidak makan nasi, tetapi berhubung perutnya tidak tahan lapar, maka kue bolu dua potong kuhabiskan.

Ketidaklogisan pada kalimat tidak efektif nomor satu terdapat pada kata

mempersingkat waktu karena waktu tidak dapat disingkat tetapi dihemat. Ketidaklogisan kalimat nomor dua pada kata tidak kuat perutnya seharusnya


(44)

3. Kehematan

Kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat dalam mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa (Hermawan, 1995: 136). Hal ini karena, penggunaan kata yang berlebih akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan penghematan, yaitu

a) menghilangkan pengulangan subjek,

b) menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata, c) menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat,

d) tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak. Contoh:

No. Kalimat Tidak Efektif No. Kalimat Efektif

1.

2.

Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku.

Dia sudah menunggumu sejak dari pagi

1. a

1.b

2.

Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. Dia tidak ikut belajar di rumahku, karena tidak diajak.

Dia sudah menunggumu sejak pagi.

Kalimat tidak efektif nomor satu terdapat dua buah subjek pada kata ia dan dia

kalimat seperti ini lah yang dikatakan terlalu berlebihan, pemakaian subjeknya cukup satu saja, kalimat nomor dua kesalahan terjadi pada kata dari seharusnya tidak perlu menggunakan kata dari.


(45)

4. Penekanan atau Ketegasan

Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat. Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada beberapa cara, yaitu

a) meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat,

b) membuat urutan kata yang bertahap, c) melakukan pengulangan kata (repetisi),

d) melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan,

e) mempergunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel-lah, -pun, dan -kah.

Contoh:

No. Kalimat Tidak Efektif No. Kalimat Efektif

1. Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

1. Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

2. Harapan kami adalah agar soal ini dapat dibicarakan lagi pada kesempatan lain.

2.a

2.b

Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.

Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan soal ini lagi.

Tidak efektif kalimat nomor satu di atas karena kata seratus dituliskan setelah kata sejuta dan seribu harusnya dalam menuliskan bilangan pada sebuah kalimat


(46)

harus berurutan. Pada kalimat nomor dua kesalahan terjadi pada pemakaian kata

kesempatan lain yang diletakkan di akhir kalimat seharusnya untuk kata yang ditegaskan diletakkan di awal kalimat

5. Kevariasian

Sebuah kalimat yang sama akan membuat suasana menjadi monoton atau datar saja akan menimbulkan kebosanan pada pembaca ( Putrayasa, 2010: 65). Demikian juga jika penulis terus-menerus memilih kalimat yang pendek. Akan tetapi, kalimat panjang yang terus-menerus dipakai akan membuat pembaca kehilangan pegangan akan ide pokok yang memungkinkan timbulnya kelelahan pada pembaca. Oleh sebab itu, dalam penulisan diperlukan pola dan bentuk kalimat yang bervariasi.

Kevariasian ini tidak kita temukan dalam kalimat demi kalimat, atau pada kalimat-kalimat yang dianggap sebagai struktur bahasa yang berdiri sendiri. Ciri kevariasian akan diperoleh jika kalimat yang satu dibandingkan dengan kalimat yang lain.

Contoh:

No. Kalimat Tidak Efektif No. Kalimat Efektif

1.

2.

Andi akan serahkan uang itu kepada yang memerlukannya.

Ayah bekerja terlalu berat karena ayah jatuh sakit.

1.

2.

Andi akan menyerahkan uang itu kepada yang memerlukannya. Karena bekerja terlalu berat ayah jatuh sakit.


(47)

Kalimat yang tidak efektif pada nomor satu di atas karena pada kata serahkan

tidak menggunakan awalan me-, kalimat nomor dua seharusnya kata penghubung

karena digunakan di awal kalimat.

2.4.3 Faktor Pendukung dan Penyebab Ketidakefektifan Kalimat

Kalimat yang disusun harus memenuhi tiga persyaratan yaitu 1) penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, 2) penggunaan bahasa yang baku dan 3) penggunaan ejaan yang disempurnakan (Putrayasa, 2007: 81). Bahasa yang baik dan benar digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku, atau dengan kata lain Bahasa Indonesia yang penggunaanya sesuai dengan situasi pemakainya dan sesuai dengan kaidah yang berlaku.

Pemakaian bahasa baku yang berarti dalam situasi normal, baik lisan atau tulisan. Ragam baku adalah adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar masyarakat pemakaiannya sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaanya. Ragam baku memiliki sifat-sifat antara lain a) kemantapan

dinamis yaitu berupa kaidah dan aturan yang tetap, atau tidak dapat berubah setiap saat, 2) cendekia, karena ragam baku dapat dipakai di tempat-tempat resmi dan 3) seragam artinya proses pembakuan adalah proses penyeragaman bahasa. Faktor penyebab ketidakefektifan kalimat antara lain kontaminasi atau keracunan, pleonasme, ambigu, ketidak jelasan subjek, kemubaziran preposisi, kesalahan logika, ketidaktepatan bentuk kata, makna kata, pengaruh bahasa daerah dan pengaruh bahasa asing (Putrayasa, 2007: 95).


(48)

2.4.4 Pengembangan Kalimat Efektif

Suatu karangan bukan sekedar untaian kata yang berstruktur dan mengandung gagasan atau pesan. Kalimat dalam karangan juga dalam berbicara adalah kalimat yang hidup, atau kalimat yang dapat berinteraksi dengan pembaca. Kalimat dalam karangan adalah kalimat yang mewakili penulis. Kalimat yang demikian yang disebut dengan kalimat efektif dan benar-benar berfungsi sebagai mediator antara penulis dengan pembaca, Dengan kalimat tersebut pembaca seolah-olah berinteraksi dengan pembaca.(Suparno, 2006: 2).

Pengembangan kalimat efektif dapat dilakukan untuk menjadikan kalimat sebagai sarana pengungkap dan penangkap pesan agar komunikasi terjadi secara efektif. Untuk mengembangkan kalimat efektif dua hal yang perlu diperhatikan yakni persyaratan kalimat efektif dan kiat pengembangan kalimat efektif.

Dua persyaratan kalimat efektif yakni persyaratan kebenaran dan persyaratan kecocokan. Persyaratan kebenaran bertolok ukur kebenaran kaidah bahasa. Kebenaran kecocokan bertolok ukur pada kecocokan dan kekompakkan kalimat dalam konteks, baik konteks kebahasaan maupun konteks non kebahasaan.

Pengembangan kalimat efektif dapat dilakukan dengan kiat-kiat khusus ada empat kiat yang dapat dikembangkan yakni (1) kiat pengulangan, (2) kiat pengedepanan, (3) kiat penyejajaran, dan (4) kiat pengaturan variasi (Suparno, 2006: 2. 27). Kiat pengulangan digunakan untuk menampilkan informasi penting dengan


(49)

Kiat pengedepanan digunakan untuk menonjolkan informasi dengan

menempatkan unsur yang ditonjolkan dibagian depan kalimat. Kiat penyejajaran digunakan untuk menampilkan unsur kalimat dalam posisi yang sejajar, dan kiat pengaturan kalimat secara bervariasi baik variasi struktur kalimat maupun variasi jenis kalimat.

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini misalnya penelitian yang dilaksanakan di SMA Negeri di Kecamatan Purwodadi oleh Lucas Suprijanto tahun 2010 dengan judul Hubungan antara Kemampuan Menyusun Kalimat Efektif dan Konsep Diri dengan Keterampilan Menulis Eksposisi (Survei pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri Kecamatan Purwodadi) pada sampel berjumlah 80 orang yang diambil dengan cara simple random sampling, di peroleh hasil (1) ada hubungan positif antara kemampuan menyusun kalimat efektif dan keterampilan menulis eksposisi (r y.1 = 0,52) pada taraf nyata α = 0,05; pada taraf nyata α = 0,05 dengan n = 80 di mana r tabel = 0,220).

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dinyatakan bahwa secara bersama-sama penguasan kalimat efektif dan konsep diri memberikan sumbangan yang berarti kepada keterampilan menulis eksposisi. Ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat menjadi prediktor yang baik bagi keterampilan menulis eksposisi.


(50)

2.6 Kerangka Berpikir

2.6.1 Hubungan antara Penguasaan Kosakata dengan Keterampilan Menulis Eksposisi

Keterampilan seseorang untuk menulis eksposisi, harus didukung pengetahuan kosakata secara baik. Jika tidak, siswa akan mengalami kesulitan dalam pemilihan kosakata yang akan dirangkai untuk membentuk kalimat, paragraf didukung dengan memperbanyak latihan, dan membaca referensi.

Jika siswa menulis eksposisi tetapi pengetahuan kosakatanya meliputi (1) kata umum, (2) kata khusus, (3) makna denotasi, (4) makna konotasi, (5) sinonim, (6) antonim tidak baik, hasil tulisannya akan kurang maksimal, akibatnya jenis atau bentuk tulisannya akan kurang tepat. Jika pengetahuan tentang kosakata baik maka diduga siswa tersebut akan memiliki peluang untuk mengembangkan kalimat dan paragraf sehingga akan semakin baik dalam menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan eksposisi yang akan dihasilkan. Semakin baik penguasaan kosakata diduga akan semakin baik keterampilan siswa menulis eksposisi.

2.6.2 Hubungan antara Kemampuan Menyusun Kalimat Efektif dengan Keterampilan Menulis Eksposisi

Siswa yang akan menulis harus memiliki kemampuan menyusun kalimat secara efektif. Jika tidak, maka diduga siswa akan mengalami kesulitan dalam

mengarang, khususnya dalam pemilihan kalimat efektif yang akan dirangkai dalam bentuk kalimat dan paragraf. Hal ini tentu harus didukung oleh latihan yang terbimbing, atau latihan sendiri.


(51)

Agar siswa dapat menulis eksposisi dengan baik tetapi kemampuan menyusun kalimat efektif yang meliputi struktur kalimat efektif dan ciri-ciri kalimat efektif. Struktur kalimat efektif meliputi struktur kalimat umum, struktur kalimat paralel, dan struktur kalimat periodik, sedangkan ciri-ciri kalimat efektif meliputi

kesatuan, kehematan, penekanan dan kevariasian. Jika pengetahuan tentang kalimat efektif baik maka siswa akan memiliki peluang untuk mengembangkan kalimat dan paragraf sehingga akan semakin baik dalam menuangkan ide dan gagasan dalam menulis eksposisi yang akan dihasilkan. Semakin baik

kemampuan siswa untuk menyusun kalimat secara efektif diduga akan semakin baik keterampilan menulis eksposisinya.

2.6.3 Hubungan antara Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Menyusun Kalimat Efektif dengan Keterampilan Menulis Eksposisi

Keterampilan siswa dalam menulis eksposisi sangat membutuhkan kemampuan dalam merangkai kata dan kalimat baik dari perbendaharaan kata, aturan

penulisannya maupun tanda baca yang digunakan sampai dengan penyusunan paragraf. Siswa yang memiliki penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif secara baik akan memiliki kesempatan menuangkan ide dan gagasan secara baik dan benar dalam sebuah karangan. Jika siswa menulis eksposisi tetapi penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif tidak dimilikinya, maka karangan yang dihasilkan siswa tidak akan sesuai dengan yang diinginkan. Sehingga semakin banyak penguasaan kosakata, dan semakin baik kemampuan siswa menyusun kalimat efektif, maka diduga akan semakin baik keterampilan siswa menulis eksposisi.


(52)

2.7 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat hubungan yang positif, erat, dan signifikan antara penguasaan kosakata dengan keterampilan menulis eksposisi, semakin baik

penguasaan kosakata diduga semakin baik keterampilan menulis eksposisi.

2. Terdapat hubungan yang positif, erat, dan signifikan antara kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi, semakin baik kemampuan siswa menyusun kalimat secara efektif diduga semakin baik keterampilannya dalam menulis eksposisi.

3. Terdapat hubungan yang positif, erat, dan signifikan antara penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif, secara bersama-sama dengan keterampilan menulis eksposisi. Semakin banyak penguasaan kosakata, dan semakin baik kemampuan siswa menyusun kalimat efektif, maka diduga semakin baik keterampilan siswa menulis eksposisi.

2.8 Hipotesis Statistik

Adapun hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut Hipotesis Pertama

H0 = rx1y = 0 H1 = r x1y ≠ 0


(53)

H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penguasaan kosakata dengan keterampilan menulis eksposisi.

H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara penguasaan kosakata dengan keterampilan menulis eksposisi.

Hipotesis Kedua H0 = rx2y =0 H1 = r x2y ≠ 0

H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi. H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi.

Hipotesis Ketiga

H0 = rx12y =0 H1 = r x12y ≠ 0

H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi.

H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat efektif dengan keterampilan menulis eksposisi.


(54)

54 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan korelasional. Berdasarkan jenis data yang diperoleh

penelitian termasuk dalam penelitian kuantitatif artinya penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan antara variabel-variabel bebas dengan antara variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penguasaan kosakata (X1) kemampuan menyusun kalimat efektif (X2) sedangkan variabel terikat keterampilan menulis eksposisi (Y) dengan hubungan sebagai berikut.

Gambar 3.1 Konstelasi Hubungan Antarvariabel Penguasaan kosakata (X1)

Kemampuan menyusun kalimat efektif (X2)

Keterampilan menulis eksposisi

(Y) rx1y

rx2y Rx123y


(55)

55

3.2 Populasi dan Sampel dan Teknik Sampling

3.2.1 Populasi

Populasi adalah sejumlah individu yang menjadi subjek penelitian. Populasi menuru adalah keseluruhan individu atau objek yang akan dikaji dalam penelitian ( Usman, 2001: 2).Besarnya populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS semester Ganjil SMA Negeri 15 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013, berjumlah 104 siswa dengan perincian sebagai berikut.

Tabel 3.1 Keadaan Siswa Kelas XI Tahun Pelajaran 2012/2013

No Kelas Jumlah

1 XI IPS 1 38

2 XI IPS 2 35

3 XI IPS 3 31

Jumlah 104

Sumber : Dokumentasi Data Kesiswaan SMA N 15 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

3.2.2 Sampel

Sampel adalah Penarikan sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi tersebut (Surachmad, 1982: 84). Berkaitan dengan uraian tersebut penentuan sampel dalam penelitian ini untuk sekedar ancer-ancer apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjek lebih besar dari 100 dapat diambil antara 10%-15% atau 20 – 25% atau lebih (Arikunto, 2003: 107).


(56)

56

Berdasarkan pengertian dan ketentuan di atas karena jumlah lebih besar dari 100 maka penulis akan mengambil 40 % secara acak dari jumlah siswa kelas XI yang ada 104, sehingga besarnya jumlah sampel berjumlah 42 orang.

3.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah mengambil secara proporsional dengan sistem proporsional random sampling. Pengundian dilakukan untuk masing-masing kelas dengan cara menuliskan nama siswa dari masing-masing kelas dan mengambil masing-masing kelas XI IPS 1 sebanyak 15 siswa, kelas XI IPS 2 sebanyak 14 siswa, kelas XI 1PS 3 sebanyak 13 siswa, sampai diperoleh jumlah seluruh siswa 42 siswa. Perincian besarnya jumlah sampel adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2 Perincian Jumlah Sampel

No Kelas Jumlah Jumlah Sampel 1 XI IPS 1 38 15

2 XI IPS 2 35 14 3 XI IPS 3 31 13

Total 104 42

Langkah-langkah penentuan sampel untuk masing -masing kelas adalah sebagai berikut

1) Menentukan kelas yang akan diambil sebagai sampel, menuliskan nomor urut / nama siswa untuk masing-masing kelas.


(57)

57

2) Melakukan pengundian dari masing-masing kelas dengan sistem pengembalian, siswa yang namanya terambil ditulis dan dikembalikan lagi, tetapi jika terdapat nama yang terambil kembali nama tersebut dikembalikan lagi tetapi tidak ditulis dengan tujuan peluang terambilnya siswa sebagai sampel tetap sampai diperoleh sampel yang diinginkan dari setiap kelas.

3) Nama sampel dari 3 kelas direkap dan dipergunakan sebagai sampel penelitian.

3.3 Varibel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini didefinisikan sebagai variabel X sebagai variabel bebas dan variabel Y atau variabel terikat. Variabel adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2004: 90). Berkaitan dengan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel adalah objek yang menjadi fokus penelitian ini adalah

a. Variabel bebas (X), adalah penguasaan kosakata (X1) dan kemampuan menyusun kalimat efektif (X2)

b. Variabel terikatnya (Y) adalah keterampilan menulis eksposisi.

3.3.1 Definisi Konseptual Variabel

Penguasaan kosakata adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui sebanyak-banyaknya kata-kata yang terdapat dalam satu bahasa, perbendaharaan kata yang dimiliki seseorang yang digunakan dalam kegiatan mendengar, membaca, menulis dan berbicara, kata yang dipakai dalam suatu


(58)

58

bidang tertentu, kosakata juga dapat berupa daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan secara singkat dan praktis, dan bagian dari sistem bahasa yang berupa leksem, kata tunggal, kata majenuk, idiom yang saling berinteraksi dalam pola-pola kalimat, dengan menyampaikan maksud atau arti yang digunakan dalam sebuah bahasa.

Kemampuan menyusun kalimat efektif adalah kemampuan yang dimiliki

seseorang untuk mengetahui sebanyak-banyaknya tentang aturan kalimat efektif yang memenuhi persyaratan yaitu 1) secara tepat mewakili pikiran antara

pembaca atau penulisnya, dan yang 2) mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pembaca dengan apa yang dipikirkan penulisnya, yang meliputi struktur kalimat efektif dan ciri-ciri kalimat efektif. Struktur kalimat efektif meliputi struktur kalimat umum dan struktur kalimat paralel, struktur kalimat periodik, dan ciri-ciri kalimat efektif meliputi kesatuan, kepaduan, kelogisan, kehematan, penekanan dan kevariasian.

Keterampilan menulis eksposisi adalah keterampilan siswa dalam menulis eksposisi yaitu jenis retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca agar para pembaca percaya atau yakin akan kebenaran objek yang dijadikan topik. Eksposisi bersifat membuktikan sesuatu kebenaran dari sesuatu yang meragukan atau suatu pertentangan. Untuk itu semakin banyak fakta yang dipergunakan, semakin kuat kebenaran dicapai.


(59)

59

3.3.2 Definisi Operasional Variabel

Penguasaan kosakata adalah skor yang diperoleh siswa melalui tes berbentuk pilihan ganda pada aspek kosakata yang mencakup makna denotasi, konotasi, dan idiom, serta sruktur klasikal yang meliputi sinonim, antonim.

Kemampuan menyusun kalimat efektif adalah skor yang diperoleh siswa melalui tes yang berbentuk pilihan ganda pada aspek kemampuan menyusun kalimat efektif mencakup struktur kalimat efektif meliputi struktur kalimat umum dan struktur kalimat paralel, struktur kalimat periodik, dan ciri-ciri kalimat efektif meliputi kesatuan, kepaduan, kelogisan, kehematan, penekanan, dan kevariasin. Keterampilan menulis eksposisi adalah skor tentang keterampilan siswa menulis yang diukur melalui tes dengan tujuan berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca agar para pembaca percaya atau yakin akan kebenaran objek yang dijadikan topik/ tema, kesesuaian isi dan judul, penataan gagasan, ketetapan ide dalam paragraf, bahasa penyajian karangan, ketetapan penggunaan ejaan.

3.3.3 Kisi-Kisi

Instrumen yang digunakan untuk mengukur penguasaan kosakata dan kemampuan menyusun kalimat berbentuk tes pilihan ganda, membuat kalimat dan


(1)

eksposisi koefisien korelasi sebesar 0,70 dan persamaan regresi Ŷ = 1,66+ 0,80 X1+ 0,14 X2 dengan rasio setiap kenaikan 1 skor variabel penguasaan kosakata (X1) dan kemampuan menyusun kalimat efektif (X2) akan

meningkatkan skor keterampilan menulis eksposisi (Y) sebesar 2,59 dengan kosntanta 1,66.

5.2 Implikasi Penelitian

1. Keterampilan menulis eksposisi dapat ditingkatkan melalui penguasaan kosakata melalui memperkaya kosakata siswa pada penguasaan aspek, makna denotasi, konotasi, dan idiom, serta sruktur klasikal yang meliputi sinonim, antonim dengan memperbanyak siswa membaca referensi atau karya cipta sejenis. Sesuai dengan teori-teori yang menunjukkan bahwa penguasaan kosakata penting untuk menulis karena kosakata merupakan satu kesatuan sintaksis dalam tutur atau kalimat. Kosakata merupakan komponen utama yang kita gunakan di dalam melakukan kegiatan

berkomunikasi. Kosakata dasar atau basic vocabulary adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain, sehingga jika siswa kaya akan kosa kata maka siswa akan mudah mengembangkan tulisan(Parera, 2007 : 4). Seorang penulis harus terampil memanfatkan morfologi, struktur bahasa dan kosakata (Tarigan, 1992: 4).

2. Keterampilan menulis eksposisi dapat ditingkatkan melalui kemampuan siswa menyusun kalimat efektif dengan cara siswa diperbanyak jadwal latihan menulis kalimat meliputi aspek kesatuan, kepaduan, kelogisan,


(2)

108

kehematan, penekanan, dan kevariasin. Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan pada pikiran pembaca atau pendengar seperti apa yang dipikirkan penulis atau pembicara. Kalimat ini memiliki kemampuan untuk mengungkapkan gagasan penutur sehingga pendengar atau pembaca dapat memahami gagasan yang dimaksud penutur. Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat, padat, dan jelas serta mudah dipahami oleh si pembaca. Kalimat dikatakan efektif jika berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik yaitu strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antar bagiannya logis, dan ejaannya harus benar (Hermawan, 1995: 132).

3. Keterampilan menulis eksposisi dapat ditingkatkan melalui kemampuan siswa menguasai kosakata dan latihan menyusun kalimat efektif serta diberikan latihan mengarang dengan penilaian meliputi tema, kesesuaian isi dengan judul, penataan gagasan, ketetapan ide dalam paragraf, bahasa penyajian karangan, ketepatan penggunaan ejaan (Akhadiah, 1996: 9). Eksposisi atau pemaparan adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut (Keraf, 1990: 3). Paragraf ekspositori adalah paragraf yang memaparkan atau menerangkan suatu hal objek. Dari paragraf jenis ini diharapkan pembaca dapat memahami objek sejelas-jelasnya. Untuk


(3)

grafik, serta berbagai fakta dan bentuk lainya. Semakin banyak siswa memiliki kosakata baik makna kata maupun struktur kata yang ada dan mampu menyusunnya menjadi kalimat efektif baik tata letak maupun kelogisannya, maka siswa tersebut mudah dalam mengembangkan tulisannya (Kosasih, 2008: 30).

5.3 Saran

Beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan keterampilan menulis eksposisi adalah

1. Siswa dianjurkan untuk meningkatkan penguasaan kosakata dengan berlatih membaca referensi dan menulis tentang makna denotasi, konotasi, dan idiom, serta sruktur klasikal yang meliputi sinonim, antonim. Berdasarkan sebaran soal aspek yang paling lemah adalah aspek pemakaian konotasi dan idiom sehingga faktor tersebut perlu mendapatkan perhatian karena masih banyak siswa yang salah dalam menjawab. Adapun persentase yang perlu ditingkatkan adalah aspek makna konotasi.

2. Siswa berlatih untuk membedakan subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan dalam menulis kalimat, sehingga kalimat yang dibuatnya efektif. Aspek yang perlu ditingkatkan adalah faktor peletakan subjek dan

kemampuan siswa untuk membuat kalimat efektif dengan memperhatikan unsur penekanan dan secara persentase adalah faktor kehematan kata atau banyak kata yang diulang-ulang. Aspek lainya adalah ketika soal berbentuk esai diberikan pada siswa untuk tugas membuat kalimat siswa masih


(4)

110

3. Guru diharapkan memberikan bimbingan latihan secara terprogram dalam menulis eksposisi dengan melihat contoh-contoh yang ada dan memberikan tugas siswa untuk mengirimkan tulisannya ke media cetak agar siswa timbul keberanian dan terbiasa menulis. Aspek yang paling lemah atau kurang yang perlu ditingkatkan dalam menulis eksposisi adalah pada aspek ketepatan ejaan masih banyak siswa yang tata ejaannya belum tepat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti. dkk. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Arikunto, S. 2003. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

……... 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Atmaja. 2010. Buku Lengkap Bahasa Indonesia dan Peribahasa. Jakarta: Pustaka Widyatama.

Caraka, Cipta Loka. 1993. Teknik Mengarang. Yogyakarta: Kanisius.

Hadi, Sutrisno. 2003, Metodologi Research, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hermawan, Wawan dkk. 1995. Pembinaan Bahasa Nasional. Bandarlampung:

Universitas Lampung.

Juanda. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: CV Hasba Jaya Keraf, Gorys. 1982. Eksposisi dan Deskripsi. Ende-Flores:Nusa Indah. Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah. Keraf, Gorys. 2006. Komposisi. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.

Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Kosasih. 2008 Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya. Moeliono, Anton M. dkk. 1995. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Muslich, Masnur. 2010. Garis-Garis Besar Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Parera. Jos Daniel. 2007. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga. Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

112

Putrayasa, Ida Bagus. 2009. Kalimat Efektif. Bandung: Refika Aditama.

_________________, 2010. Jenis kalimat Dalam Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Riduan. 2004. Metode Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta Soedjito. 1992. Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana. Bandung: CV Yrama Widya.

Sudjana 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suparni. 1998. Penuntun Bahasa dan Sastra. Bandung: Ganesa Exact. Suparno. 2006. Ketrampilan Dasar Menulis. Jakarta. Universitas Terbuka.

Suprijanto. Lucas 2010. Hubungan antara Penguasaan Kalimat Efektif dan Konsep Diri dengan Keterampilan Menulis Deskripsi (Survei pada Siswa Kelas VIII SMA Negeri Kecamatan Purwodadi). Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Usman, Mustofa. 2001. Teknik Analisis Data. Lampung: FMIPA UNILA

Tarigan, Djago. 2008. Membina Keterampilan menulis Paragraf. Bandung: Angkasa

Tarigan, Hendri Guntur. 1992. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

... 2009. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmu Dasar Metode dan Teknik, Bandung: PT. Tarsito.

Yuli Eti, Nunung dkk. 2005. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Klaten: intan Pariwara

http://id.wikipedia.org/wiki/Karangan diakses Februari 2012. Lampung Post, Minggu 17 Maret. ’offroad’ Piabung


Dokumen yang terkait

THE ABILITY OF WRITING HORTATORY EXPOSITORY TEXT OF THE GRADE XI STUDENTS AT MAN 2 SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

0 13 11

RELATIONSHIP MASTERY OF VOCABULARY AND THE ABILITY TO COMPOSE THE SENTENCE EFFECTIVE WRITING SKILLS EXPOSITION GRADE XI SMA N 15 BANDAR LAMPUNG YEAR LESSONS 2012/2013

6 48 84

THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ GRAMMAR MASTERY AND VOCABULARY MASTERY AND THEIR READING ABILITY AT THE FIRST YEAR STUDENTS OF SMA NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG

5 28 83

THE CORRELATION BETWEEN THE STUDENTS’ MOTIVATION AND THEIR WRITING ABILITY OF SECOND YEAR STUDENTS OF SMA AL KAUTSAR BANDAR LAMPUNG

0 6 67

THE EFFECT OF STUDENTS’ READING INTEREST AND STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY ON STUDENTS’ READING COMPREHENSION OF THE SECOND GRADE STUDENTS OF SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG

1 8 74

THE CORRELATION BETWEEN VOCABULARY MASTERY AND STUDENTS’ READING COMPREHENSION ABILITY AT SMA N 1 SIDOMULYO

2 24 56

THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY AND THEIR ABILITY IN WRITING HORTATORY EXPOSITION TEXT

0 0 7

THE CORRELATION BETWEEN VOCABULARY MASTERY AND WRITING ABILITY OF THE TENTH GRADE STUDENTS OF SMA N 2 BAE KUDUS IN ACADEMIC YEAR 20132014

1 1 16

THE CORRELATION BETWEEN RECEPTIVE VOCABULARY MASTERY AND READING COMIC ABILITY OF THE TENTH GRADE STUDENTS OF MAN I KUDUS INACADEMIC YEAR 2011212 By HUSNA ADRIANA

0 0 15

THE CORRELATION BETWEEN VOCABULARY MASTERY AND THE WRITING ABILITY OF DESCRIPTIVE TEXT (A CORRELATIONAL STUDY OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP N 2 MARGOREJO PATI IN ACADEMIC YEAR 20132014) By PENA DEWI INDRTI

0 0 17