109 LAPORAN TAHUNAN 2016
untuk mendukung kelompok teroris tertentu. Hal ini lah yang perlu mendapat
perhatian dari Pemerintah agar Ormas yang ada di Indonesia tidak disalahgunakan atau
didirikan untuk melakukan tindak pidana pendanaan terorisme.
Dalam riset atau penelitian ini tim riset PPATK bermaksud untuk mengukur
risiko Ormas terhadap pendanaan terorisme dengan harapan rekomendasi
yang telah disusun dapat ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan terkait
demi menciptakan Ormas yang terhindar dari tindak pidana pendanaan terorisme.
Beberapa poin hasil penelitian ini menyatakan bahwa:
1. Pihak perbankan sangat membutuhkan panduan dari OJK mengenai persyarat-
an dokumen pembukaan rekening Ormas berbadan hukum dan tidak
berbadan hukum. 2. Pihak kementerian memiliki keter-
batasan kewenangan dan sumber daya dalam melakukan pemantauan
aktivitas Ormas baik secara fisik maupun keuangannya, selain itu
terdapat beberapa kendala di kementerian dalam hal pengelolaan
database, persoalan keterbukaan sistem informasi, perlunya ketegasan
sanksi pelanggaran serta masih sulitnya pendataan Ormas yang tidak
berbadan hukum dan tidak terdaftar. 3. Koordinasi antara aparat penegak
hukum Apgakum dengan pihak Kementerian masih perlu ditingkatkan
guna menciptakan sinergi dalam hal penanganan dan pengawasan Ormas
terhadap anti tindak pidana pendanaan terorisme. Selain itu, perlu adanya
harmonisasi ketentuan yang mengatur tentang Ormas dengan ketentuan
penegakan hukum terhadap Ormas. 4. Berdasarkan sebaran wilayah, di-
ketahui bahwa wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur
merupakan wilayah yang berisiko tinggi terhadap pendanaan terorisme karena
Ormas di empat wilayah tersebut tidak hanya memilki tingkat kecenderungan
tinggi namun juga memiliki dampak yang tinggi terhadap pendanaan
terorisme. 5. Berdasarkan jenis legalitasnya dike-
tahui bahwa Ormas yang berbadan hukum memiliki dampak yang tinggi
terhadap pendanaan terorisme meskipun tingkat kecenderungannya
rendah, sedangkan Ormas tidak berbadan hukum tidak terdaftar
memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap pendanaan terorisme
meskipun dampaknya rendah. 6.
Berdasarkan bidang kegiatannya didapati bahwa Ormas yang bergerak
dibidang keagamaan, sosial kemanusiaan dan pendidikanpen-
didikan kegamaan memiliki tingkat kecenderung tinggi terhadap tindak
pidana pendanaan terorisme.
B. Redflag Transaksi Keuangan
Mencurigakan Terkait Penyedia Barang Dan Jasa
Serta Jasa Profesi” Periode 2005-2014
Tim riset PPATK melaksanakan riset ini dengan menggunakan basis data dari
putusan pengadilan yang terkait dengan TPPU selama periode 2005-2014 sesuai
dengan register putusan yang terdapat pada Riset Tipologi Semester I tahun 2014
dan Riset Tipologi Semester I tahun 2015, serta didukung dengan data tambahan
110 LAPORAN TAHUNAN 2016
berupa kuesioner dan hasil wawancara kepada pihak pelapor yaitu penyedia jasa
keuangan, penyedia barang dan jasa dan lembaga jasa profesi dalam rangka untuk
mengetahui Red Flag Transaksi Keuangan Mencurigakan Terkait Penyedia Barang dan
Jasa serta Jasa Profesi Designated Non- Financial Business ProfessionsDNFBPs.
Berdasarkan data register salinan putusan tersebut yang berjumlah 126
putusan selama periode 2005-2014 setelah ditelaah dalam salinan putusan tersebut
tidak ditemukandisebutkan pihak pelapor berupa penyedia barang dan jasa serta
jasa profesi hanya pihak pelapor berupa penyedia jasa keuangan, begitu pula
dengan pihak terlapor berupa penyedia barang dan jasa serta jasa profesi juga
tidak ditemukandisebutkan dalam salinan putusan tersebut pihak pelapor penyedia
jasa keuangan tidak menyebutkan pihak terlaporyang dilaporkan berupa penyedia
barang dan jasa serta jasa profesi. Namun terdapat 1 salinan putusan
yang di dalamnya menyebutkan salah satu jasa profesi yang turut terlibat dalam
tindak pidana pencucian uang namun tidak sebagai pihak pelapor maupun pihak
yang dilaporkanterlapor. Mengingat tidak terdapat pihak pelaporterlapor DNFBPs
maka putusan tersebut tidak dapat dihubungkan dengan keterkaitannya
dengan database PPATK. Sehubungan dengan hal tersebut, tim
riset mencoba menarik data LTKM laporan transaksi keuangan mencurigakan
korporasi yang telah dilaporkan oleh pihak pelapor penyedia jasa keuangan selama
periode 2005-2014 yang memuat kata kunci terkait penyedia barang dan jasa
serta jasa profesi dan diketahui bahwa penyedia jasa keuangan juga telah cukup
aktif melaporkan LTKM terkait penyedia barang dan jasa serta jasa profesi. Metode
transaksi yang cukup sering digunakan pada LTKM tersebut adalah pindah buku
transfer, RTGS masuk dan setoran tunai yang dapat digunakan sebagai salah satu
indikator red flag transaksi keuangan mencurigakan yang dapat dikombinasikan
dengan red flag transaksi keuangan mencurigakan lainnya.
Tim riset juga menanyakan terkait persepsi, kesadaran atau implementasi
kepada pihak pelapor melalui kuesioner dan wawancara terkait Rekomendasi
Financial Action Task Force FATF nomor 22, 23 dan 28, UU no. 8 tahun 2010 dan
PP No. 43 tahun 2015 dan didapatkan informasi bahwa responden penyedia jasa
keuangan sudah mengetahui mengetahui Rekomendasi FATF dan UU no. 8 tahun
2010. Sementara itu, responden penyedia barang dan jasa belum pernah mendengar
atau mengetahui mengenai FATF, namun mengetahui mengenai UU no. 8 tahun 2010
tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan untuk
responden asosiasi lembaga profesi mengenai PP No. 43 tahun 2015.
Red flag yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak pelapor DNFBPs dalam
identifikasi TKM terkait transaksi pembelian dan penjualan properti bagi pihak pelapor
perusahaan properti dan profesi dalam identifikasi TKM, antara lain sebagai
berikut: penggunaan pihak ketiga yang tidak sewajarnya selama transaksi properti,
penggunaan metode yang tidak biasa untuk pembayaranpelunasan transaksi properti,
keengganan oleh salah satu pihak yang bertransaksi untuk melengkapi dokumen
yang relevan, penggunaan agen real estate yang tidak terdaftar, penggunaan uang
tunai untuk memfasilitasi transaksi, warga negara asing melakukan investasi properti
111 LAPORAN TAHUNAN 2016
menggunakan penduduk setempat, pembelian dan penjualan properti yang
sama dalam waktu singkat, frekuensi transaksi yang cukup tinggi yang tidak
sesuai dengan profil. Sedangkan bagi pihak pelapor
pedagang kendaraan bermotor, red flag yang dapat dijadikan masukan untuk
identifikasi TKM adalah penggunaan pihak ketiga yang tidak perlu selama transaksi,
penggunaan metode yang tidak biasa pada saat pembayaranpelunasan, keengganan
oleh salah satu pihak yang bertransaksi untuk melengkapi dokumen yang relevan
atau memberikan bukti yang dibutuhkan, pembeli melakukan beberapa transaksi
pembelian pada cabang yang berbeda- beda, penggunaan uang tunai dalam
memfasilitasi transaksi, penggunaan atas nama pihak ketiga pada BPKBSTNK namun
yang melakukan pembayaran adalah pihak lain. Lalu bagi pihak pelapor pedagang
permata dan perhiasanlogam mulia indikatorred flag yang dapat dijadikan
masukan untuk identifikasi TKM adalah frekuensi transaksi yang cukup tinggi yang
tidak sesuai dengan profil identitas KTP. Bagi pihak pelapor profesi yang
terkait dengan pengelolaan terhadap uang, efek, danatau produk keuangan
lainnya, pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito,
danatau rekening efek, pengoperasian dan pengelolaan perusahaan danatau,
pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum dalam mengidentifikasi TKM,
terdapat beberapa red flag mengenai klien, pihak yang akan bertransaksi dengan klien,
sumber dana, pemilihan jasa profesional hukum, dan mekanisme retainer klien
yang membayar biaya jasa profesional hukum secara teratur dalam rangka supaya
profesional hukum melaksanakan jasanya kapanpun dibutuhkan.
C. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan