Untuk Laporan Kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2016
(2)
NILAI-NILAI DASAR PPATK
KEMANDIRIAN
KERAHASIAAN
INTEGRITAS
TANGGUNG
JAWAB
(3)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Laporan Kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan perwujudan dari transparansi dan akuntabilitas kinerja PPATK yang berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sebagai lembaga pengemban tugas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Laporan kinerja ini merupakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi kinerja PPATK kepada publik dan para pemangku kepentingan lainnya dalam memenuhi harapan akan terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Penyusunan Laporan Kinerja PPATK mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah dan Rencana Strategis PPATK Tahun 2015-2019.
Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK menyajikan informasi terkait capaian kinerja berdasarkan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) dan targetnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK. Laporan kinerja tersebut juga menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan menyelesaikan berbagai tantangan yang dihadapi.
Secara keseluruhan, capaian kinerja telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, meskipun terdapat beberapa indikator kinerja belum menunjukan capaian sesuai target, atau pun belum memperoleh hasil evaluasi penilaian dari lembaga di luar PPATK sampai dengan laporan kinerja ini selesai disusun. Rata-rata capaian kinerja tahun 2016 PPATK sebesar 108,24%. Capaian kinerja tersebut berhasil diraih karena komitmen PPATK dalam mencapai target kinerja yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja dan senantiasa melaksanakan perbaikan berkelanjutan dalam pengelolaan kinerja, serta adanya dukungan dari para pemangku kepentingan PPATK.
Berdasarkan analisis dan evaluasi yang dilakukan melalui laporan kinerja tahun 2016 ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi peran kelembagaan dalam melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Selain itu, diharapkan juga adanya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas seluruh jajaran pegawai PPATK, sehingga dapat menunjang kinerja PPATK secara keseluruhan dalam mewujudkan good governance dan clean government.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
(4)
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
PERNYATAAN TELAH DIREVIU vi
RINGKASAN EKSEKUTIF vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK 4
C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK 6
D. Struktur Organisasi 9
E. Dasar Hukum 12
F. Sistematika Penyajian 14
BAB II PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis 15
B. Perjanjian Kinerja 19
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja 24
B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja Tahun 2016 24
C. Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2015 dan 2016 8 8
D. Realisasi Anggaran Tahun 2016 90
E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Penganggaran Berbasis Kinerja
93
F. Kinerja dan Capaian Lainnya 95
G. Rencana Pengembangan 96
BAB IV PENUTUP 97
LAMPIRAN
(5)
Tabel 1.1 Jumlah Pegawai PPATK per 31 Desember 2016 12
Tabel 2.1 Misi PPATK 16
Tabel 2.2 Tujuan PPATK 16
Tabel 2.3 Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019 17
Tabel 2.4 Perjanijan Kinerja PPATK Tahun 2016 19
Tabel 2.5 Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2016 23
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK Tahun 2016 27 Tabel 3.2 Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 28
Tabel 3.3 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016 29
Tabel 3.4 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016 31 Tabel 3.5 Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 31
Tabel 3.6 Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik 33
Tabel 3.7 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK Tahun 2016 35 Tabel 3.8 Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 35
Tabel 3.9 Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2016 40
Tabel 3.10 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK Tahun 2016 43 Tabel 3.11 Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 44 Tabel 3.12 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK Tahun 2016 48 Tabel 3.13 Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 49 Tabel 3.14 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK Tahun 2016 53 Tabel 3.15 Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 53 Tabel 3.16 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2016 57 Tabel 3.17 Perbandingan Realisasi IKSS ke-7 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 58 Tabel 3.18 Jumlah HA dan informasi yang Ditindaklanjuti Tahun 2010-2016 59 Tabel 3.19 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK Tahun 2016 60 Tabel 3.20 Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 60 Tabel 3.21 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2016 62 Tabel 3.22 Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan Tahun
2016
62 Tabel 3.23 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK Tahun 2016 63 Tabel 3.24 Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 63
(6)
Tabel 3.25 Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor 64 Tabel 3.26 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK Tahun 2016 64 Tabel 3.27 Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 Tahun 2016 dengan Target Tahun
2015-2019
65 Tabel 3.28 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK Tahun 2016 67 Tabel 3.29 Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 Tahun 2016 dengan Target Tahun
2015-2019
67 Tabel 3.30 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK Tahun 2016 70 Tabel 3.31 Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 Tahun 2016 dengan Target Tahun
2015-2019
71
Tabel 3.32 Tingkat Maturity Model 72
Tabel 3.33 Nilai Asesmen Tata Kelola TI setiap Domain Tahun 2016 72
Tabel 3.34 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK Tahun 2016 73 Tabel 3.35 Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 Tahun 2016 dengan Target Tahun
2015-2019
74 Tabel 3.36 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK Tahun 2016 75 Tabel 3.37 Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 Tahun 2016 dengan Target Tahun
2015-2019
77 Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK Tahun 2016 78 Tabel 3.39 Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 Tahun 2016 dengan Target Tahun
2015-2019
79 Tabel 3.40 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK Tahun 2016 83 Tabel 3.41 Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 Tahun 2016 dengan Target Tahun
2015-2019
85 Tabel 3.42 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK Tahun 2016 87 Tabel 3.43 Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 Tahun 2016 dengan Target Tahun
2015-2019
88 Tabel 3.44 Indikator Kinerja Sasaran Strategis, Target, Realisasi, dan Capaian Kinerja
PPATK Tahun 2016
88
Tabel 3.45 Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK Tahun 2015 dan 2016 91
(7)
Gambar 1.1 Struktur Organisasi PPATK 11
Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK 18
Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK 22 Gambar 3.1 Analisis Hasil Indeks Persepsi Publik Tahun 2016 27 Gambar 3.2 Penghargaan atas Capaian Opini WTP untuk Laporan Keuangan
Tahun 2011-2015 PPATK
87
(8)
(9)
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 vii
Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban PPATK kepada publik atas kinerja dalam mencapai visi dan misi PPATK selama tahun 2016. Selain itu, laporan kinerja juga merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi PPATK.
Penyusunan Laporan Kinerja PPATK berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja dan Instansi Pemerintah. Selain hal tersebut, untuk keperluan penyusunan laporan kinerja di lingkungan internal, Kepala PPATK telah menetapkan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Dalam melaksanakan mandatnya PPATK telah menetapkan visi, yaitu “Menjadi lembaga intelijen keuangan yang independen dan terpercaya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme”. Untuk merealisasikan visi tersebut, PPATK telah menetapkan misi, tujuan, dan sasaran strategis, serta program dan kegiatan sebagaimana dituangkan dalam atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019 yang telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019.
Pencapaian atas IKSS tahun 2016 menunjukkan hasil yang memuaskan dengan rata-rata capaian kinerja sebesar 108,24%. Dari 17 IKSS yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, tiga IKSS terealisasi sesuai target kinerja, bahkan sepuluh IKSS berhasil melebihi target kinerja. Sementara itu, terdapat satu IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja dan tiga IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur.
Untuk mendukung pencapaian kinerja tahun 2016 tersebut PPATK menggunakan anggaran sebesar Rp195.664.151.534,00 atau 95,82% dari pagu anggaran sebesar Rp204.208.366.000,00. Hal tersebut menunjukkan terdapat efisiensi penggunaan anggaran apabila dibandingkan dengan capaian kinerja sebesar 108,24%. Efisisensi tersebut berasal dari pengadaan barang/jasa dan penghematan dalam pelaksanaan kegiatan, seperti pengurangan biaya perjalanan dinas dan sinergi dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan.
Rata-rata capaian kinerja PPATK tahun 2016 sebesar 108,24% terlihat menurun jika dibandingkan dengan rata rata capaian kinerja tahun 2015 sebesar 132,65%. Penurunan rata-rata kinerja ini terjadi karena mulai tahun 2016 Kepala PPATK telah menetapkan batasan maksimum capaian kinerja IKSS PPATK sebesar 120% melalui Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Namun demikian, pencapaian kinerja tersebut tidak lepas dari upaya seluruh unit kerja yang konsisten dalam memperbaiki kinerjanya dengan menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan oleh Kementerian PAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
(10)
dan Reformasi Birokrasi dalam mengevaluasi sistem akuntabilitas kinerja maupun perbaikan yang dihasilkan dari pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Inspektorat PPATK.
PPATK terus melakukan perbaikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja dengan menindaklanjuti rekomendasi Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi atas Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK. Selain itu, upaya lain yang dilakukan, antara lain:
a. Mendorong setiap unit kerja untuk melakukan evaluasi dan analisis mengenai capaian kinerjanya secara memadai, termasuk hambatan dalam pencapaian kinerja dan melaporkan hal tersebut dalam laporan kinerja masing-masing unit kerja.
b. Inspektorat melakukan evaluasi sistem akuntabilitas kinerja unit eselon I dan II. Hasil evaluasi tersebut telah disampaikan kepada masing-masing unit kerja untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan kinerja pada tahun-tahun selanjutnya.
c. Membangun aplikasi perencanaan, monitoring, dan pelaporan kinerja yang digunakan untuk pengelolaan kinerja dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi secara lebih optimal guna meningkatkan kualitas kinerja dan pelaporan agar terwujud transparansi dan akuntabilitas.
Pada tahun 2016, PPATK juga meraih beberapa capaian dan prestasi pada tingkat nasional dan internasional, antara lain:
1. Prestasi pada tingkat nasional:
a. Penghargaan atas capaian opini WTP selama lima tahun berturut turut untuk Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK.
b. Peringkat kedua Keterbukaan Informasi Publik kategori Lembaga Non Struktural. c. Peringkat kedua BKN Award 2016 dalam kategori Perencanaan Kepegawaian. d. Meraih LKPP National Procurement Award 2016.
e. Soft launching Indeks Persepsi Publik anti pencucian uang dan pencegahan dan pemberantasan terorisme tahun 2016.
2. Prestasi pada tingkat internasional:
a. Penyelenggara 2nd Counter-Terrorism Financing Summit 2016 di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus 2016.
b. Pelaksanaan program analyst exchange dengan FIU negara lain, yaitu FIU Australia (AUSTRAC) dan FIU Malaysia (UPWBNM) dalam mendukung proses pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme lintas negara.
Capaian kinerja pada tahun 2016 diharapkan menjadi motivasi untuk mengatasi hambatan pelaksanaan tugas PPATK, sehingga dapat mengoptimalkan kinerja PPATK pada tahun-tahun berikutnya. Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK diharapkan dapat menjadi salah satu dokumen yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan maupun penetapan kebijakan oleh pimpinan PPATK.
(11)
A.
La t a r Be la k a ng
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah memperkuat peran PPATK sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pendanaan terorisme di Indonesia. Peran PPATK sebagai focal point dilakukan, antara lain melalui peningkatan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK, mempertegas pengaturan dan perluasan pihak pelapor, dan memperluas kerja sama dengan lembaga yang melakukan penyelidikan dan penyidikan TPPU.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan dasar hukum penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) bagi setiap kementerian/lembaga dalam upaya pertanggungjawaban kinerja terkait dengan penggunaan dana APBN yang dikelolanya. Dalam pelaksanaannya, peraturan pemerintah tersebut dilengkapi dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja di PPATK, Kepala PPATK telah menerbitkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja dimulai dengan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019. Untuk memperkuat penyelenggaraan akuntabilitas kinerja di PPATK, setiap tahun PPATK membentuk Tim Pengelolaan Kinerja PPATK yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala PPATK. PPATK juga mengembangkan sistem aplikasi guna memantau capaian kinerja di PPATK.
BAB I
(12)
Reformasi birokrasi harus dilaksanakan untuk mewujudkan negara dan pemerintahan yang memenuhi karakteristik good governance. Reformasi birokrasi harus disertai dengan rencana aksi yang jelas dan diimplementasikan secara konkrit dan kunsekuen. Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015. Sebagai tindak lanjut atas peraturan tersebut, PPATK menerbitkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 8 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Periode 2015-2019. Arah kebijakan dalam Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tersebut berpedoman pada 8 (delapan) area perubahan dan tujuan kelembagaan, yakni (1) penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; (2) meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; dan (3) meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
Penilaian mandiri terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di PPATK pada tahun 2016 dilakukan berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tahun 2015-2019 yang meliputi delapan program, yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. PPATK telah mengimplementasikan program reformasi birokrasi dan menyampaikan serangkaian dokumen usulan dan road map reformasi birokrasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Isu strategis terkait upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia adalah pengukuran indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. PPATK dengan dibantu oleh para akademisi dan lembaga survei independen telah melakukan survei persepsi publik terhadap TPPU dan pendanaan terorisme dengan melibatkan masyarakat sebagai selaku salah satu stakeholder rezim APUPPT. Indeks persepsi publik terhadap TPPU dan TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi utama, yaitu dimensi tingkat pemahaman publik terhadap TPPU/TPPT dan dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT. Dimensi tingkat pemahaman publik diukur oleh lima aspek, yakni
(13)
karakteristik TPPU/TPPT, pelaku utama TPPU/TPPT, pelaku terkait TPPU/TPPT, sumber dana TPPU/TPPT, dan faktor pendorong terjadinya TPPU/TPPT. Sementara itu, dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur oleh dua aspek, yaitu keefektifan kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim pemberantasan.
Hasil indeks persepsi publik terhadap TPPU dan TPPT pada tahun 2016 adalah 5,21 indeks dari skala 10. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik sudah cukup baik. Namun demikian, perlu upaya yang lebih besar dari seluruh stakeholders untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap karakteristik, regulasi, risiko TPPU dan TPPT, serta kinerja rezim APUPPT di Indonesia. Dengan diketahuinya tingkat pemahaman publik atas TPPU dan pendanaan terorisme tersebut, pemerintah diharapkan dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan masyarakat agar lebih peduli dengan TPPU dan pendanaan terorisme.
Isu strategis lainnya adalah terkait dengan kewajiban pihak pelapor. Kepala PPATK telah menerbitkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Profesi. Peraturan Kepala PPATK tersebut merupakan tindak lanjut dari penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur Pihak Pelapor baru yang berkewajiban menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan menyampaikan laporan ke PPATK, meliputi:
a. Penyedia Jasa Keuangan (selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf a UU TPPU), yaitu perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor.
b. Profesi, yaitu advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan.
Pada akhir tahun 2016, PPATK telah menyelesaikan pembangunan gedung pusat pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang yang rencananya akan diberi nama Institut Intelejen Keuangan Indonesia (Indonesian Financial Intelligence Institute/IFII) di
(14)
Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Pusat pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme ini diharapkan dapat menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Kurikulum pengajaran akan diberikan bagi peserta dari aparat penegak hukum di Indonesia, para akademisi, pihak pelapor, maupun peserta dari financial intelligence unit negara-negara di wilayah ASEAN dan pihak-pihak terkait lainnya. Kurikulum yang diajarkan merupakan materi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan peserta diklat dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Modul kurikulum lainnya terkait pula dengan cara mendeteksi tindak pidana kejahatan asal (predicated crimes) dan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, serta cara mengantisipasinya. Institut ini juga akan digunakan sebagai ajang berbagi pengalaman dari berbagai negara dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
B. Profil da n Se ja ra h Singk a t PPAT K
PPATK dibentuk sebagai upaya pemenuhan standar internasional sebagaimana tertuang dalam rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Salah satu rekomendasi FATF adalah perlu dibentuknya suatu lembaga intelijen keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) yang bersifat permanen dan berperan sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengamanatkan pendirian PPATK. PPATK merupakan focal point yang mengoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 mengalami perubahan pada 13 Oktober 2003 dengan disahkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002.Pada tahun 2010 Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 yang disahkan oleh Presiden RI pada 22 Oktober 2010.
(15)
Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat membantu upaya penegakan hukum tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lain, memberikan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, dan penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. Undang-undang ini juga mengakomodasi berbagai ketentuan dan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sebagaimana tertuang dalam rekomendasi FATF dalam “FATF Revised 40+9 Recommendations”.
Sejalan dengan berdirinya PPATK dan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan rezim anti pencucian uang di Indonesia dibentuklah komite TPPU melalui Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004, Pemerintah RI membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang diketuai oleh Menko Politik, Hukum dan Keamanan dengan wakil Menko Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai sekretaris komite. Anggota Komite TPPU lainnya adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN dan Gubernur Bank Indonesia.
Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tersebut telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada tahun 2016 peraturan presiden tersebut mengalami perubahan kembali melalui Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam peraturan presiden tersebut terdapat tiga instansi yang dikukuhkan untuk masuk menjadi Anggota Komite TPPU, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Koperasi dan UKM sebagai upaya strategis memperkuat Komite TPPU. Komite ini bertugas, antara lain merumuskan arah kebijakan penanganan tindak pidana pencucian uang dan mengoordinasikan upaya penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
(16)
C. T uga s, Fungsi, da n K e w e na nga n PPAT K
PPATK merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk mencegah dan memberantas TPPU dan pendanaan terorisme. Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun.
1. Tugas PPATK
Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. 2. Fungsi PPATK
Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Pencegahan dan pemberantasan TPPU;
b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; dan
d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lain.
Untuk memperkuat kewenangan PPATK, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Kewenangan-kewenangan PPATK dalam melaksanakan fungsinya, sebagai berikut:
1. Dalam melaksanakan fungsi “Pencegahan dan pemberantasan TPPU”, PPATK berwenang:
a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi,
(17)
termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
b. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan;
c. Mengoordinasikan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan instansi terkait;
d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU;
e. Mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU; f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU.
2. Dalam melaksanakan fungsi “Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK”, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi yang meliputi antara lain:
a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi;
b. Membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastruktur jaringan komputer dan basis data;
c. Mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh PPATK secara manual dan elektronik;
d. Menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data; e. Menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis;
f. Memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait, baik dalam negeri maupun luar negeri; dan
g. Melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada Pihak Pelapor.
3. Dalam melaksanakan fungsi “Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor”, PPATK berwenang:
a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor; b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan TPPU; c. Melakukan audit kepatuhan dan audit khusus;
(18)
d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor;
e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;
f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak pelapor; dan
g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.
4. Dalam melaksanakan fungsi “Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lainnya”, PPATK berwenang:
a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;
c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan hasil pengembangan analisis PPATK;
d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;
e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun luar negeri;
f. Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan TPPU;
g. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan TPPU;
h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk menghentikan sementara
seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana;
(19)
j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan TPPU;
k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya; dan
l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.
D.
St ruk t ur Orga nisa si PPAT K
Dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dinyatakan bahwa susunan organisasi PPATK terdiri dari:
a. Kepala; b. Wakil Kepala;
c. Jabatan Struktural lain; dan d. Jabatan Fungsional.
Susunan organisasi PPATK tersebut, kemudian diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, susunan organisasi dan unsur PPATK terdiri atas:
1. Kepala PPATK; 2. Wakil Kepala PPATK; 3. Sekretariat Utama;
4. Deputi Bidang Pencegahan; 5. Deputi Bidang Pemberantasan; 6. Pusat;
7. Inspektorat;
8. Jabatan Fungsional; dan 9. Tenaga Ahli.
Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, Kepala PPATK dibantu oleh Wakil Kepala PPATK dan didukung oleh unit-unit eselon I yang terdiri dari:
(20)
1. Sekretariat Utama;
2. Deputi Bidang Pencegahan; 3. Deputi Bidang Pemberantasan;
serta unit-unit eselon II yang terdiri dari: 1. Biro Umum;
2. Biro Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Tata Laksana; 3. Biro Perencanaan dan Keuangan;
4. Direktorat Pengawasan Kepatuhan; 5. Direktorat Pelaporan;
6. Direktorat Hukum;
7. Direktorat Pemeriksaan dan Riset; 8. Direktorat Analisis Transaksi;
9. Direktorat Kerja sama dan Hubungan Masyarakat;
10. Inspektorat; dan
11. Pusat Teknologi Informasi.
(21)
Gambar 1.1
(22)
PPATK telah melakukan pengelolaan sumber daya manusia secara profesional dengan fungsi-fungsi sumber daya manusia yang meliputi perencanaan, analisi jabatan, rekruitmen, manajemen kinerja, pengembangan, dan fungsi-fungsi lainnya yang berjalan secara holistik. Pengadaan sumber daya manusia SDM dilakukan melalui proses rekruitmen yang terbuka, transparan, dan akuntabel, serta berbasis kompetensi untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia PPATK.
Sistem kepegawaian PPATK mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian PPATK. Berdasarkan data kepegawaian PPATK hingga 31 Desember 2016, jumlah sumber daya manusia yang dimiliki oleh PPATK sebanyak 368 orang dengan rincian termuat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Jumlah Pegawai PPATK per 31 Desember 2016
No. Jenis Pegawai Jumlah
1. Pegawai tetap 207 orang
2. Pegawai dipekerjakan 104 orang
3. Pegawai kontrak 57 orang
Jumlah 368 orang
E.
Da sa r H uk um
Dasar hukum yang menjadi acuan dalam penyusunan Laporan Kinerja PPATK, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
(23)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
5. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
6. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja;
8. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-07/1.01/PPATK/08/12 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
9. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019;
10. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 11. Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-229/1.01/PPATK/12/15 tentang
Penetapan Indíkator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019;
12. Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
(24)
F.
Sist e m a t ik a Pe nya jia n
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan penjelasan umum organisasi dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi dan permasalahan utama (isu strategis) yang sedang dihadapi oleh organisasi.
BAB II PERENCANAAN KINERJA
Bab ini menjelaskan ikhtisar Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK. BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
Bab ini menjelaskan mengenai capaian kinerja tahun 2016, evaluasi, dan analisis atas capaian kinerja tersebut. Penjelasan kinerja tahun 2016 meliputi hal-hal yang telah dilaksanakan, realisasi kinerja, dan perbandingan capaian kinerja dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Renstra PPATK. Dalam bab ini juga dijelaskan mengenai realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi.
BAB IV PENUTUP
Bab ini menjelaskan mengenai simpulan umum atas pencapaian kinerja tahun 2016 dan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan bagi perbaikan kinerja pada tahun yang akan datang.
LAMPIRAN
Bagian ini berisi substansi-substansi yang mendukung penjelasan dalam laporan kinerja.
(25)
A.
Re nc a na St ra t e gis
Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan yang memuat visi, misi, tujuan dan sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi, dan target kinerja, serta kebutuhan pendanaan yang akan dilaksanakan oleh PPATK pada tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun 2015-2019 merupakan pedoman dalam menyusun rencana kerja PPATK tahun 2015-2019 dan sebagai dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kinerja PPATK tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun 2015-2019 ditetapkan dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019.
1.
Vis i d a n Mis i P P ATK Ta h u n 2 0 15 -2 0 19VISI ppatk
Visi tersebut memberikan makna bahwa PPATK berupaya mewujudkan Indonesia yang bebas dari tindak pidana pencucian uang dan sejalan dengan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur, serta dalam mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan sektor keuangan
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
“Menjadi lembaga intelijen keuangan yang independen dan terpercaya
dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.”
(26)
MISI ppatk
Untuk mendukung pencapaian visi PPATK, dirumuskan upaya-upaya yang akan dilaksanakan melalui Misi PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Misi PPATK
KODE MISI
M1 Meningkatkan nilai guna hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK.
M2 Meningkatkan peran dan dukungan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia.
M3 Meningkatkan efektivitas manajemen internal PPATK.
tujuan PPATK
Untuk menjabarkan Visi PPATK dalam rangka mencapai sasaran program prioritas presiden, perlu dirumuskan tujuan dan sasaran strategis sebagai indikator yang lebih jelas dan terukur. Tujuan strategis tersebut dijelaskan, sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tujuan PPATK
Kode Tujuan Indikator Kinerja Tujuan
T1 Meningkatkan efektivitas
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia.
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
Indeks kepatuhan pihak pelapor.
T2 Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang andal
dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan
wewenang PPATK.
Nilai AKIP PPATK.
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
(27)
SASaran strategis
Sebagai bentuk penjabaran dari dua tujuan strategis yang hendak dicapai, PPATK menetapkan empat belas sasaran strategis sebagai berikut:
Tabel 2.3
Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019
TUJUAN SASARAN STRATEGIS
T1 Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 01
Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 02
Meningkatnya pengungkapan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 03
Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 04
Meningkatnya kualitas hasil riset Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 05
Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditndaklanjuti.
PPATK 06
Meningkatnya kepatuhan pelaporan. PPATK 07
Meningkatnya kemampuan Pihak Pelapor dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 08
Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 09
Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK.
PPATK 10
T2 Meningkatnya kualitas SDM PPATK. PPATK 11
Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK. PPATK 12
Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif. PPATK 13
(28)
P e ta S tra te gis P P ATK
Empat belas sasaran strategis PPATK saling memiliki keterkaitan satu sama lain dan masing-masing memiliki peran dan kemampuan dalam mendukung pencapaian visi dan misi PPATK. Keterkaitan antarsasaran strategis beserta masing-masing Indikator Kinerja Sasaran Strategis dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut:
Gambar 2.1
Peta Strategis PPATK Tahun 2015-2019
Peta strategis tersebut terbagi menjadi empat perspektif, yaitu perspektif stakeholder, Internal Business Process, Learning and Growth, dan financial. Keempat perspektif tersebut menggambarkan pola hubungan sebab akibat dalam bentuk sebuah peta strategi yang terukur dan berkesinambungan. Perspektif Stakeholder yang merupakan outcome PPATK dalam memenuhi harapan para pemangku kepentingan
(29)
didukung oleh perspektif Internal Business Process yang merupakan proses internal strategis yang dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi PPATK, sedangkan perspektif Learning and Growth dan perspektif Financial diperlukan dalam mewujudkan perspektif Stakeholder dan Internal Business Process melalui proses perbaikan, pemanfaatan sumber daya, dan penggunaan anggaran yang optimal.
B.
Pe rja njia n K ine rja
Perjanjian kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisi penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyatakan bahwa entitas akuntabilitas kinerja PPATK harus menyusun perjanjian kinerja.
Dalam upaya pengukuran kinerja tahun 2016, Kepala PPATK telah menetapkan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK pada 29 Desember 2015. Perjanjian kinerja tersebut disusun dengan mengacu pada dokumen anggaran yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Keuangan berdasarkan Surat Pengesahan DIPA Induk Tahun Anggaran 2016 PPATK Nomor: SP DIPA-078.01.1.453374/2016 tanggal 7 Desember 2015. Perjanjian Kinerja PPATK bertujuan untuk menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur dan merupakan dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran strategis PPATK. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK dijelaskan dalam Tabel 2.4, sebagai berikut:
Tabel 2.4
Perjanjian Kinerja PPATK Tahun 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja
Sasaran Strategis
Target Program Pagu Anggaran
Awal (Rp)
Pagu Anggaran Revisi (Rp)
PPATK.01 Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S1.1 Indeks persepsi TPPU dan
pendanaan terorisme.
5 Indeks Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
36.208.280.000 34.334.499.000
dan Pendanaan Terorisme
(30)
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Target Program Pagu Anggaran
Awal (Rp)
Pagu Anggaran Revisi (Rp)
PPATK.02 Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S2.1 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
85 %
S2.2 Persentase
rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
40 %
S2.3 Persentase
rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti.
40 %
PPATK.03 Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme.
S3.1 Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
10 %
PPATK.04 Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S4.1 Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
100 %
PPATK.05 Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
S5.1 Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
3,25 Indeks
PPATK.06 Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
S6.1 Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
(31)
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Target Program Pagu Anggaran
Awal (Rp)
Pagu Anggaran Revisi (Rp)
PPATK.07 Meningkatnya kepatuhan pelaporan.
S7.1 Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan.
95 %
S7.2 Indeks kepatuhan pihak pelapor.
4 Indeks
PPATK.08 Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan penyidik TPPU dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S8.1 Persentase kelulusan peserta pelatihan.
100 %
PPATK.9 Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S9.1 Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme.
100 %
PPATK.10 Meningkatnya keandalan sistem TI PPATK.
S10.1 Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK.
2,75 Indeks
PPATK.11 Meningkatnya
kualitas sumber daya manusia PPATK.
S11.1 Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja pegawai baik.
100 % Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
56.636.587.000 71.034.731.000
PPATK.12 Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK.
S12.1 Nilai AKIP PPATK.
A Nilai
PPATK.13 Terwujudnya reformasi birokrasi yang efektif.
S13.1 Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
(32)
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Target Program Pagu Anggaran
Awal (Rp)
Pagu Anggaran Revisi (Rp)
PPATK.14 Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK.
S14.1 Opini BPK. WTP Opini Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK.
97.155.133.000 98.839.136.000
Anggaran yang tercantum dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK adalah alokasi pagu anggaran awal yang diterima oleh PPATK sebesar Rp190.000.000.000,00. Pada tahun berjalan karena terdapat pemberian penghargaan dari Kementerian Keuangan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 455/KMK.02/2016 tentang Penetapan Pemberian Penghargaan atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2016, pagu anggaran PPATK meningkat menjadi Rp204.208.366.000,00.
Gambar 2.2
Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK
Anggaran tersebut dialokasikan ke dalam tiga program, yaitu Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK, dan Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK. Dalam upaya pencapaian target kinerja sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, pagu anggaran PPATK dialokasikan ke dalam program dan kegiatan, sebagai berikut:
(33)
Tabel 2.5
Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2016
Kode Program/Kegiatan
Nama Program/Kegiatan Pagu Anggaran Awal
Pagu Anggaran Revisi
078.01.01 Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
Rp 56.636.587.000 Rp 71.034.731.000
3374 - Pengawasan Internal PPATK. Rp 500.000.000 Rp434.414.000
3375 - Pengelolaan Perencanaan dan
Keuangan PPATK.
Rp 37.750.658.000 Rp53.850.665.000
3376 - Pengelolan Sumber Daya Manusia,
Organisasi dan Ketatalaksanaan PPATK.
Rp 4.300.000.000 Rp3.183.092.000
3377 - Penyelenggaraan Ketatausahaan,
Kerumahtanggaan, dan Perlengkapan PPATK.
Rp 13.085.929.000 Rp13.566.560.000
078.01.02 Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur PPATK
Rp 97.155.133.000 Rp 98.839.136.000
3378 - Pengadaan dan Peningkatan Sarana
dan Prasarana PPATK.
Rp 97.155.133.000 Rp98.839.136.000
078.01.06 Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Rp 36.208.2080.000 Rp 34.334.499.000
3379 - Pengelolaan Bidang Hukum
PPATK.
Rp 2.600.000.000 Rp2.234.202.000
3380 - Pelaksanaan kerja sama dan
Hubungan Masyarakat PPATK.
Rp 4.200.000.000 Rp3.727.149.000
3381 - Pengelolaan Teknologi Informasi
PPATK.
Rp 16.500.000.000 Rp16.500.000.000
3382 - Pengawasan Kepatuhan Pihak
Pelapor.
Rp 1.500.000.000 Rp1.500.000.000
3383 - Pengawasan Kewajiban Pelaporan
dan Pembinaan Pihak Pelapor.
Rp 1.800.000.000 Rp1.800.000.000
3384 - Analisis Transaksi dan Pengelolaan
Laporan Masyarakat.
Rp 1.150.000.000 Rp1.150.000.000
5232 - Pemeriksaan dan Pengembangan
Riset TPPU.
Rp 8.458.280.000 Rp7.423.148.000
(34)
A.
Ca pa ia n K ine rja
Pengukuran capaian kinerja PPATK dilakukan dengan membandingkan target kinerja dengan realisasi kinerja setiap Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016. Pada tahun ini PPATK mulai menerapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa batasan capaian maksimum kinerja adalah 120% dan capaian minimum kinerja adalah 0%.
Secara keseluruhan, rata-rata capaian kinerja PPATK sebesar 108,24%. Dari tujuh belas IKSS, tiga IKSS berhasil tercapai sesuai dengan target kinerja dan sepuluh IKSS berhasil tercapai melebihi target kinerja. Namun demikian, terdapat satu IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja, satu IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur, dan dua IKSS yang capaian kinerjanya belum diperoleh hasilnya dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Capaian kinerja tersebut dapat terwujud karena PPATK selalu melaksanakan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja yang dilakukan dengan cara menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi dari hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK.
B.
Ana lisis da n Eva lua si Ca pa ia n K ine rja
Pelaksanaan evaluasi dan analisis kinerja dilakukan melalui pengukuran kinerja yang bertujuan untuk menilai keberhasilan dan/atau kegagalan dari pelaksanaan program kegiatan sesuai dengan sasaran strategis yang ditetapkan dalam Peta Strategi PPATK Tahun 2015-2019. Pengukuran kinerja tersebut merupakan hasil dari suatu penilaian yang didasarkan pada IKSS yang terdapat dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK.
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
(35)
PPATK telah menetapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-229/1.01/PPATK/12/15 tentang Penetapan Indíkator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019. PPATK memiliki empat belas sasaran strategis dan tujuh belas IKSS. Berikut ini diuraikan mengenai capaian kinerja PPATK tahun 2016 menurut masing-masing sasaran strategis yang telah ditetapkan.
Sasaran Strategis (SS) 1 bertujuan untuk mengetahui persepsi pemangku kepentingan dan masyarakat terkait dengan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dilaksanakan oleh PPATK dan instansi-instansi yang terkait dalam periode tertentu (tahunan). Sasaran strategis 1 diukur keberhasilannya melalui satu Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), yaitu Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Pada tahun 2016, capaian kinerja sudah baik dengan rata-rata pencapaian kinerja SS 1 adalah 104,2%.
Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT telah diinisiasi oleh PPATK sejak tahun 2015 bersama-sama dengan stakeholders rezim APUPPT, para akademisi, Badan Pusat Statistik, dan lembaga survei independen. Pada tahun 2016, tim PPATK melakukan penilaian Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT). Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme merupakan alat ukur pemerintah Indonesia, khususnya dalam hal mengukur efektivitas kinerja stakeholders di Indonesia dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, dan mengukur tingkat pemahaman publik Indonesia terhadap TPPU dan TPPT. Dengan adanya pengukuran indeks persepsi publik APUPPT, diharapkan pemerintah dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, serta memperoleh umpan balik dari masyarakat
Sasaran Strategis 1:
Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
(36)
dalam upaya peningkatan kinerja pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT dan mereduksi peluang risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.
Penyusunan Indeks Persepsi Publik APUPPT ini dilakukan melalui survei berskala nasional dengan melibatkan PT Surveyor Indonesia (Persero). Survei ini menggunakan sampel sebanyak 11000 responden pada 1100 desa yang tersebar pada 33 provinsi di Indonesia yang dilaksanakan pada 1-18 Agustus 2016. Respon rate yang diperoleh sebesar 100%. Survei menggunakan in-depth interview dengan mewawancarai responden yang memiliki kriteria responden tertentu dan menggunakan pendekatan rumah tangga. Hal tersebut dilakukan agar diperoleh data yang berkualitas dan tidak terduplikasi, serta representatif dalam menggambarkan persepsi masyarakat terkait dengan TPPU dan TPPT.
Berdasarkan variabel konstruknya, Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi utama, yaitu dimensi tingkat pemahaman publik terhadap TPPU/TPPT dan dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT. Dimensi tingkat pemahaman publik diukur oleh lima aspek, meliputi:
a. karakteristik TPPU/TPPT. b. pelaku utama TPPU/TPPT. c. pelaku terkait TPPU/TPPT. d. sumber dana TPPU/TPPT.
e. faktor pendorong terjadinya TPPU/TPPT.
Sementara itu, dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur oleh dua aspek, yaitu keefektifan kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim pemberantasan.
Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT diukur dalam skala antara 0-10. Nilai 0 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat rendah dan nilai 10 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat baik. Indeks Persepsi Publik (IPP) ini dihitung secara terpisah untuk TPPU dan TPPT. Dengan demikian, terdapat dua indeks utama, yakni Indeks Persepsi Publik Terhadap TPPU (IPP-TPPU) dan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPT (IPP-TPPT).
(37)
Gambar 3.1
Analisis Hasil Indeks Persepsi Publik Tahun 2016
Pada tahun 2016, PPATK menargetkan kinerja indikator kinerja Indeks Persepsi TPPU dan Pendanaan Terorisme dengan nilai sebesar 5 indeks. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh nilai indeks persepsi publik TPPU (IPP TPPU) adalah 5,52 indeks dan nilai indeks persepsi publik TPPT (IPP TPPT) adalah 4,89 indeks, sehingga nilai indeks persepsi publik anti pencucian uang pencegahan dan pendanaan terorisme (IPP APUPPT) adalah 5,21 indeks.
Realisasi kinerja indikator kinerja adalah 5,21 indeks dari skala 10, sehingga capaian kinerja indikator kinerja tersebut adalah 104,2%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai sudah cukup baik oleh publik.
Tabel 3.1
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK Tahun 2016
IKSS Target
Tahun 2016
Realisasi Tahun 2016
Capaian Tahun
2016 2015
Indeks Persepsi TPPU dan Pendanaan Terorisme
(38)
Keberhasilan pelaksanaan pilot study indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme didukung oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. Penginputan dan pengolahan data survei indeks persepsi TPPU menggunakan aplikasi online, sehingga dapat terpantau secara real time.
2. Koordinasi dengan para akademisi dan BPS, serta stakeholders lainnya untuk pembahasan metode dan penyusunan kuesioner.
3. Penggunaan jasa pihak ketiga untuk pelaksanaan penyebaran kuesioner dan wawancara dengan responden pengisian kuesioner
Tabel 3.2
Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun 2016
Persentase Realisasi Dibanding
Target Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Indeks Persepsi TPPU dan pendanaan terorisme
Tidak diukur
5 indeks
5,05 indeks
5,15 indeks
5,3 indeks
5,21 indeks
98,3%
Sasaran Strategis 2 dimaksudkan untuk mengetahui kualitas rekomendasi PPATK yang disampaikan kepada pemerintah di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pencapaian sasaran strategis 2 diukur melalui tiga IKSS, yaitu:
1. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
2. Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. 3. Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA).
Pada tahun 2016, rata-rata pencapaian kinerja SS 2 adalah 116,63%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja SS 2 sudah sangat baik.
Sasaran Strategis 2:
Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
(39)
Tabel 3.3
Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016
NO. INDIKATOR KINERJA SASARAN STRATEGIS (IKSS)
TARGET TAHUN 2016
REALISASI TAHUN 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
1 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
85% 100% 117,65%
2 Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
40% 44,9% 112,24%
3 Persentase rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti.
40% 55,56% 138,9%
Rata-rata capaian kinerja 116,63%
PPATK merencanakan target kinerja indikator kinerja persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti sebesar 85% dengan realisasi kinerja sebesar 100%. PPATK telah menyampaikan seluruh rekomendasi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme kepada para pemangku kepentingan, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia dan seluruh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 117,65%.
Tujuh rekomendasi yang telah disampaikan selama tahun 2016 kepada Kepolisian Republik Indonesia, meliputi:
1. Rekomendasi Pencabutan Pemblokiran Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: R/95/KS.02/II/2016 tanggal 25 Februari 2016.
2. Rekomendasi Pemutakhiran Al-Qaida Sanction List terkait Pencantuman Individu dan Entitas dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: R/172/KS.02/IV/2016 tanggal 15 April 2016;
IKSS 2: Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
(40)
3. Rekomendasi Pengajuan Perpanjangan Pencantuman Individu dan Korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/286/KS.02/VI/2016 tanggal 9 Juni 2016.
4. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 20 Juni 2016 terkait Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran Berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/341/KS.02/VII/2016 tanggal 12 Juli 2016.
5. Rekomendasi Penghapusan Individu dari Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/36/KS.02/I/2016 tanggal 20 Januari 2016.
6. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 3 Agustus 2016 terkait Permintaan Bantuan Pemblokiran dan Pencabutan Pemblokiran Berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/410/KS.02/VIII/2016 tanggal 23 Agustus 2016.
7. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 11 Oktober 2016 terkait Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran Berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/565/KS.02/IX/2016 tanggal 4 November 2016.
Rekomendasi yang disampaikan oleh PPATK adalah rekomendasi mengenai pengajuan pencantuman identitas individu dan korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris, termasuk perpanjangan dan penghapusan identitas individu dan korporasi tersebut. Ketujuh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti oleh Kepolisian Republik Indonesia dengan mencantumkan identitas individu dan korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris.
(41)
Tabel 3.4
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016
IKSS Target
Tahun 2016
Realisasi Tahun 2016
Capaian Tahun
2016 2015
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
85% 100% 104,2% 125%
Berdasarkan Tabel 3.4, secara persentase diketahui bahwa capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015. Hal ini disebabkan pada tahun 2016 terjadi peningkatan target menjadi 85% bila dibandingkan dengan target tahun 2015 sebesar 80% dan jumlah rekomendasi yang ditindaklanjuti pada tahun 2016 sebanyak tujuh rekomendasi yang realisasinya lebih sedikit apabila dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 sebanyak 10 rekomendasi. Namun demikian, PPATK berhasil mencapai kinerja yang ditargetkan pada tahun 2016.
Tabel 3.5
Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi
Tahun 2016
Persentase Realisasi Dibanding
Target Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase
rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
80% 85% 90% 95% 100% 100% 100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini berhasil mencapai 100%. Pencapaian yang berhasil menyamai target jangka menengah disebabkan PPATK melakukan koordinasi yang efektif dan optimal dengan Kepolisian Republik Indonesia, sehingga tujuan penyampaian rekomendasi tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
(42)
Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK akan meningkatkan jumlah rekomendasi PPATK yang ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Peningkatan tersebut dilakukan melalui optimalisasi kegiatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan yang menjadi objek rekomendasi.
Rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) terdiri dari 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations. Pada tahun 2016, rekomendasi-rekomendasi FATF tersebut belum seluruhnya dapat diadopsi dalam kebijakan domestik. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PPATK untuk memenuhi rekomendasi FATF tersebut adalah PPATK mengoordinasikan delegasi Indonesia untuk menghadiri pertemuan organisasi internasional terkait dengan FATF, antara lain:
1) Egmont Group of FIUs Meeting pada Februari 2016 di Monaco; 2) APG's 19th Annual Meeting pada September 2016 di Amerika Serikat; 3) Visit APG Secretariat pada November 2016 di Australia;
4) APG Assessor Training Workshop pada Mei 2016 di Makau; 5) 2nd Regional Workshop pada Agustus 2016 di Korea Selatan;
6) MENAFTF/APG Joint Typologies and Capacity Building Workshop pada November 2016 di Arab Saudi.
PPATK berhasil menyelenggarakan 2nd Counter-Terrorism Financing Summit (2nd CTF Summit) di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus 2016. Pertemuan Tingkat Tinggi tersebut menghasilkan kesepakatan yang dinamakan Nusa Dua Statement.
Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dibahas mengenai kemajuan Indonesia dalam penerapan Rekomendasi FATF. PPATK telah menyusun laporan periodik terkait perkembangan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Selain serangkaian pertemuan internasional, PPATK juga melaksanakan serangkaian
IKSS 3: Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
(43)
pertemuan antar-instansi dalam negeri untuk mengefektifkan penerapan FATF Special Recommendations (SR) III mengenai pembekuan aset milik terduga teroris sebagaimana diatur dalam UNSCR 1267 agar diupayakan dapat dilakukan dalam waktu tiga hari melalui sistem aplikasi khusus yang telah dibangun oleh PPATK.
Peringkat kepatuhan suatu negara terhadap 40+9 FATF Recommendations terdiri dari empat kategori, yaitu Compliant (C), Largely Compliant (LC), Partially Compliant (PC), dan Not Comply (NC). Merujuk pada 40+9 FATF Recommendations, pada tahun 2016, Indonesia telah memenuhi 22 Rekomendasi FATF. Pemenuhan Rekomendasi FATF oleh Indonesia terdiri dari 14 rekomendasi yang berstatus Largely Compliant (LC) dan 8 rekomendasi yang berstatus Compliant (C). Rekomendasi yang dianggap terpenuhi adalah rekomendasi yang berada pada level minimal LC. Dengan demikian, capaian kinerja persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik adalah 44,9%.
Rekomendasi-rekomendasi FATF yang berhasil diadopsi dalam kebijakan pemerintah Indonesia sampai dengan tahun 2016 dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3.6
Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31 Desember 2016 (Self assessment)
Kondisi per 31 Desember 2015 (Self assessment)
Rec. 1 Assessing risks and applying a risk-based
approach
PC NC
Rec. 2 National cooperation and coordination PC PC
Rec. 3 Money Laundering Offence LC LC
Rec. 4 Confiscation and provisional measures C C
Rec. 5 Terrorist financing offence LC LC
Rec. 6 Targeted financial sanctions related to
terrorism & TF
LC LC
Rec. 7 Targeted financial sanctions related to
proliferation
NC NC
Rec. 8 Non-profit organisations NC NC
Rec. 9 Financial institution secrecy laws LC LC
Rec. 10 Customer due diligence PC PC
Rec.11 Record keeping LC LC
Rec.12 Politically exposed persons PC PC
Rec. 13 Correspondent banking C C
(44)
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31 Desember 2016 (Self assessment)
Kondisi per 31 Desember 2015 (Self assessment)
Rec. 15 New technologies PC PC
Rec. 16 Wire transfers C C
Rec. 17 Reliance on third parties PC PC
Rec. 18 Internal controls and foreign branches and
subsidiaries
PC PC
Rec. 19 Higher-risk countries PC PC
Rec. 20 Reporting of suspicious transaction PC PC
Rec. 21 Tipping-off and confidentiality C C
Rec. 22 DNFBPs: Customer due diligence PC PC
Rec. 23 DNFBPs: Other measures PC PC
Rec. 24 Transparency and beneficial ownership of
legal persons
NC NC
Rec. 25 Transparency and beneficial ownership of
legal arrangements
NC NC
Rec. 26 Regulation and supervision of financial
institutions
PC PC
Rec. 27 Powers of supervisors LC LC
Rec. 28 Regulation and supervision of DNFBPs PC PC
Rec. 29 Financial intelligence units C C
Rec. 30 Responsibilities of law enforcement/
investigative authorities
LC LC
Rec. 31 Powers of law enforcement and
investigative authorities
LC LC
Rec. 32 Cash couriers LC PC
Rec. 33 Statistics PC PC
Rec. 34 Guidance and feedback PC PC
Rec. 35 Sanctions PC PC
Rec. 36 International instruments C C
Rec. 37 Mutual legal assistance PC PC
Rec. 38 Mutual legal assistance: freezing and
confiscation
NC NC
Rec. 39 Extradition PC PC
Rec. 40 Other forms of international cooperation PC PC
Special Recommendations (SR)*
SR. I Ratification and implementation of UN
instruments
C C
SR. II Criminalising the financing of terrorism
and associated money laundering
LC LC
SR. III Freezing and confiscating terrorist assets LC LC
SR. IV Reporting suspicious transactions related
to terrorism
PC PC
(45)
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31 Desember 2016 (Self assessment)
Kondisi per 31 Desember 2015 (Self assessment)
SR. VI Alternative Remittance LC LC
SR. VII Wire transfers C C
SR. VIII Non-profit organisations NC NC
SR. IX Cash Couriers LC PC
*Keterangan: dokumen mengenai Special Recommendationsdiperoleh dari alamat website resmi FATF.
Tabel 3.7
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK Tahun 2016
IKSS Target
Tahun 2016
Realisasi Tahun 2016
Capaian Tahun
2016 2015
Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
40% 44,9% 112,24% 73,98%
Berdasarkan Tabel 3.7, diketahui bahwa capaian indikator kinerja pada tahun 2016 sebesar 44,9%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 38,26%. Capaian kinerja ini sudah relatif baik. PPATK akan berusaha untuk meningkatkan kinerja pada tahun mendatang.
Tabel 3.8
Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun 2016 Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
80% 40% 50% 60% 70% 44,9% 64,14%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 64,14%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. PPATK akan selalu menempuh langkah-langkah strategis dalam upaya meningkatkan capaian kinerja. PPATK melakukan upaya-upaya yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya. Upaya-upaya tersebut, antara lain:
(46)
1. Pada tahun 2016, terjadi penambahan keanggotaan Komite TPPU melalui Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 mengukuhkan kedudukan tiga instansi sebagai Anggota Komite TPPU yang baru, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Ketiga instansi tersebut masuk ke dalam Komite TPPU karena merupakan Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) para Pihak Pelapor yang sangat penting kedudukannya dalam upaya pemenuhan Rekomendasi FATF dengan rincian, sebagai berikut:
a. Kementerian Perdagangan membawahi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) yang merupakan LPP terhadap perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi;
b. OJK merupakan LPP terhadap kegiatan jasa keuangan, antara lain perbankan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, dan pegadaian; dan
c. Kementerian Koperasi dan UKM merupakan LPP terhadap koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam.
2. Upaya koordinasi teknis pemenuhan Rekomendasi FATF dalam upaya persiapan Indonesia menghadapi FATF Mutual Evaluation Review (MER) tahun 2017. Sejak tahun 2015, MER telah dibahas secara intensif dalam empat pertemuan Komite TPPU. Pada tahun 2016, persiapan MER dibahas dalam Rapat Komite TPPU Level Menteri pada 4 Oktober 2016 dan Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU pada 9 Desember 2016.
3. Untuk mendorong upaya pemenuhan Rekomendasi FATF, Komite TPPU telah menyusun konsep Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Stranas TPPU dan TPPT) periode 2017-2019 yang berisi strategi-strategi yang memiliki fokus mengatasi masalah defisiensi nasional dalam pemenuhan Rekomendasi FATF. Konsep Stranas tersebut akan disahkan dalam Rapat Komite TPPU Level Menteri pada awal tahun 2017. Penyusunan konsep Stranas TPPU dan TPPT periode 2017-2019 dilaksanakan melalui dua kali
(47)
workshop Komite TPPU yang sebagian dananya menggunakan dana hibah dari AUSTRAC, sebagai berikut:
a. Workshop Penyusunan Rencana Aksi Stranas TPPU dan TPPT Periode 2017-2021 yang dihadiri oleh Tim Internal Stranas TPPU dari PPATK pada 20-22 November 2016 di Bogor.
b. Workshop Harmonisasi dan Finalisasi Konsep Stranas TPPU dan TPPT 2017-2019 yang dihadiri oleh perwakilan anggota Komite TPPU pada 20-23 Desember 2016 di Bandung.
Penilaian Risiko Nasional (National Risk Assessment/NRA) merupakan suatu kegiatan dalam upaya mengukur dan mengidentifikasi risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional di Indonesia dilatarbelakangi oleh kebutuhan penyusunan strategi nasional dan memberikan rekomendasi bagi penyempurnaan regulasi, serta ketentuan terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. Pada tingkat yang lebih mikro, pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional merupakan hal yang penting bagi setiap stakeholder rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT), misalnya pihak pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan instansi penegak hukum, khususnya dalam menghadapi kerentanan internal yang dimiliki dan penyusunan skala prioritas dalam pengalokasian sumber daya yang dimiliki pada area-area yang memiliki tingkat risiko TPPU yang lebih tinggi.
Terkait dengan kebutuhan internasional, Indonesia melaksanakan NRA untuk memenuhi FATF Recommendations No. 1 yang menyatakan bahwa setiap negara harus mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi risiko tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme agar risiko tersebut dapat dicegah, dimitigasi maupun diterima. Selain itu, berdasarkan hasil self assessment Indonesia atas pemenuhan rekomendasi FATF Tahun 2012 yang dilaksanakan pada Agustus 2015, diketahui bahwa efektivitas sistem pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia masih berada pada tingkat
IKSS 4: Persentase rekomendasi National Risk Asssessment (NRA) yang
(1)
(self-assessment)
• Belum pernah terjadi kebocoran data atau tipping-off.
Rec. 22 DNFBPs: Customer due
diligence
PC • Ketentuan bagi penyedia barang dan jasa yang belum mencakup CDD secara lengkap
sesuai rekomendasi FATF.
• Ketentuan pengaturan PMPJ atau CDD bagi profesi masih dalam proses koordinasi dengan instansi terkait selaku LPP.
Rec. 23 DNFBPs: Other measures PC Penyedia Barang dan Jasa tidak diwajibkan mengirimkan LTKM. Rec. 24 Transparency and beneficial
ownership of legal persons
NC • Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong
Kemenkumham dapat membuat regulasi yang mewajibkan badan hukum untuk mengetahui beneficial owner-nya dan mencantumkan beneficial owner pada saat dilakukan pendaftaran badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum. Selain itu, database register badan hukum dapat dibuka agar mudah diakses oleh PJK maupun PBJ, sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses KYC/CDD.
• Kemenkumham menyatakan bahwa pengisian field beneficial owner pada pendaftaran
badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum dalam sistem
AHU online masih bersifat sukarela.
Rec. 25 Transparency and beneficial ownership of legal arrangements
NC • Dalam Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong Kemenkumham agar
menyusun ketentuan terkait dengan kewajiban bagi fidusia atau foreign trust untuk menyampaikan informasi mengenai beneficial owner dan memastikan agar database dapat diakses oleh instansi yang berkepentingan maupun oleh PJK/PBJ dalam upaya melakukan CDD dan KYC.
• Kemenkumham menyatakan bahwa pengisian field beneficial owner pada pendaftaran
badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum dalam sistem
AHU online masih bersifat sukarela.
Rec. 26 Regulation and supervision of financial institutions
PC Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong hal-hal sebagai berikut:
1. Mendorong LPP koperasi dan pedagang bursa komoditi untuk menerbitkan peraturan yang memadai terkait dengan APU/PPT.
2. Mendorong BI untuk menerbitkan peraturan yang mengakomodasi sanksi bagi KUPVA yang tidak berizin.
(2)
(self-assessment)
3. Mendorong BI untuk melakukan fit and proper bagi pemegang saham dan manajemen KUPU dan KUPVA.
4. Menggunakan NRA sebagai basis dari supervisi berbasis risiko.
Rec. 27 Powers of supervisors LC • PPATK menjalin MoU dengan Kementerian Koperasi dan UKM pada 17 Oktober 2016 guna mendorong penetapan peraturan PMPJ atau CDD bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam.
• Kementerian Koperasi dan UKM telah dikukuhkan sebagai Anggota Komite TPPU melalui pengesahan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong Kementerian Koperasi dan UKM segera menetapkan peraturan PMPJ atau CDD bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam selaku pihak pelapor.
Rec. 28 Regulation and supervision of DNFBPs
PC • Pada tahun 2016, PPATK mulai melakukan audit terhadap pihak profesi.
• PPATK masih dalam proses koordinasi dengan instansi lain selaku LPP bagi profesi (antara lain Kemenkumham, BPN, dan Kementerian Keuangan) guna mendorong penguatan regulasi pengawasan kepatuhan pada profesi.
Rec. 29 Financial intelligence units C Indonesia telah membentuk PPATK selaku FIU sejak tahun 2002.
Rec. 30 Responsibilities of law
enforcement/ investigative authorities
LC • Instansi apgakum penyidik TPPU telah mempunyai ketentuan dan penerapan penegakan hukum dalam TPPU dan TPPT.
• Dalam persiapan MER FATF, PPATK telah berkoordinasi dengan apgakum terkait dalam rangka konfirmasi terkait:
1) keputusan pengadilan mengenai TPPU terkait foreign predicate offence dan stand alone money laundering.
2) penyelidikan dan penuntutan terhadap seluruh tipe pendanaan terorisme yang berisiko tinggi (collection, movement, use of funds untuk kegiatan terorisme, terhadap teroris, ataupun terhadap organisasi teroris).
Rec. 31 Powers of law enforcement and investigative authorities
LC • Dalam mutual evaluation, evaluator lebih menekankan pada Hasil Analisis Proaktif PPATK, bukan pada hasil analisis hasil Inquiry penegak hukum.
• PPATK perlu meningkatkan koordinasi pemanfaatan hasil analisis, terutama yang bersifat proaktif untuk dapat ditindaklanjuti oleh apgakum.
(3)
(self-assessment)
Rec. 32 Cash couriers LC Terdapat ketentuan pelaksanaan terkait CBCC, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016.
Rec. 33 Statistics PC Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong penegak
hukum untuk mengelola data-data terkait invesitgasi, penuntutan, pembekukan, perampasan aset, dan keputusan pengadilan terkait TPPU, serta melakukan sharing data dengan PPATK dan penegak hukum lainnya
Rec. 34 Guidance and feedback PC PPATK masih dalam proses koordinasi dengan instansi terkait mengenai penyusunan pedoman penyampaian TKM oleh PBJ, serta sharing tipologi kepada PJK
Rec. 35 Sanctions PC RPP mengenai pengenaan denda dan sanksi administratif bagi pihak pelapor masih dalam proses pengesahan.
Rec. 36 International instruments C Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap berbagai peraturan atau konvensi internasional terkait TPPU, TPPT, dan tindak pidana lainnya.
Rec. 37 Mutual legal assistance PC • Jumlah MLA yang jauh lebih sedikit dibandingkan negara yang mendapatkan nilai efektifitas tinggi.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA agar dapat mengakomodasi rekomendasi FATF
Rec. 38 Mutual legal assistance: freezing and confiscation
NC • Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan
revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA.
• Kesulitan dalam merevisi MLA adalah pada kewenangan selaku central authority
yang berada di Kejaksaan atau Kemenkumham.
Rec. 39 Extradition PC • Revisi UU Ekstradisi masih dalam proses pembahasan.
Rec. 40 Other forms of international cooperation
PC • PPATK bersama instansi terkait perlu mendorong kerja sama internasional secara
formal dan informal melalui jalur Interpol, Kejaksaan, Perbankan dan Asosiasi mengenai pengiriman uang atau sektor NPO, serta secara rutin melakukan sharing statistik terkait kerja sama internasional di bidang APUPPT.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong peningkatan kerja sama internasional.
(4)
(self-assessment)
SR. I Ratification and implementation
of UN instruments
C Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap berbagai peraturan atau konvensi internasional terkait TPPU, TPPT, dan tindak pidana lainnya.
SR. II Criminalising the financing of
terrorism and associated money laundering
LC • Merujuk metodologi dalam Rekomendasi FATF, beberapa Konvensi Terorisme belum
termasuk dalam definisi terorisme dalam UU Nomor 9 Tahun 2013, antara lain
Diplomatic Agents (1973), the UN Convention against the Taking of Hostages (1979),
the Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Fixed
Platforms located on the Continental Shelf (1988), and the Convention for the
Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation (1988).
• Statistik penegakan hukum dalam pendanaan terorisme belum terlihat perkembangan yang signifikan.
SR. III Freezing and confiscating
terrorist assets
LC • Dalam FATF Plennary telah disepakati bahwa jangka waktu Indonesia untuk
pembekuan aset DTTOT adalah dalam jangka waktu 3 hari.
• Dalam APG On-Site Visit pada tahun 2016 telah ditunjukkan bahwa pembekuan dapat
dilakukan dalam 3 hari. Namun, tata caranya belum diatur.
• Pada tahun 2016, guna penerapan pembekuan aset DTTOT dalam 3 hari, PPATK telah mengembangkan aplikasi Mobile DTTOT dengan metode Digital Signature yang melibatkan seluruh instansi terkait dalam alur pembekuan aset DTTOT. Implementasi aplikasi tersebut sedang dalam proses koordinasi dengan seluruh instansi terkait.
SR. IV Reporting suspicious transactions
related to terrorism
PC STR terkait pendanaan terorisme belum mencakup “patut diduga”, tetapi “diketahui”.
SR. V International Co-operation PC • Jumlah MLA yang jauh lebih sedikit dibandingkan negara yang mendapatkan nilai
efektifitas tinggi.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA agar dapat mengakomodasi rekomendasi FATF.
SR. VI Alternative Remittance LC • Telah terdapat ketentuan peraturan BI mengenai transfer dana.
• Ketentuan CDD belum mencakup agen Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU).
(5)
(self-assessment)
antarnegara.
SR. VIII Non-profit organizations NC • PPATK mengusulkan agar segera dibuat Surat Keputusan Bersama antara BNPT,
Kemendagri, Kemenkumham, Kemensos, Kemenag, dan Kemenlu mengenai Pembuatan database NPO, Pengawasan aktivitas NPO berbasis risiko, dan Kewajiban NPO untuk melaporkan secara rutin aktivitas yang dilakukan.
• Mekanisme sanksi telah mulai diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
SR. IX Cash Couriers LC Terdapat ketentuan pelaksanaan terkait CBCC, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 99
(6)