Modus Pendanaan Terorisme yang meliputi Riset Risiko Organisasi Kemasyarakatan Ormas

23 LAPORAN TAHUNAN 2016 dihasilkan pula rencana strategis dimasa depan terkait anti pendanaan terorisme yang bersifat lintas batas negara. Untuk mensukseskan kegiatan RRA TF pada tahun 2016 PPATK bersama perwakilan negara yang terlibat dalam kegiatan RRA TF ini telah melakukan beberbagai kegiatan berupa koordinasi, diskusi, dan pertemuan untuk menentukan metodologi analisis dan pengumpulan data dalam bentuk pengisian kuesioner. Kegiatan berjalan sangat kondusif dan efektif dengan menghasilkan kesepakatan metode dalam pelaksanaan kegiatan penilaian risiko pendanaan terorisme. Dengan semangat untuk mensukseskan kegiatan RRA TF ini pada tanggal 17-20 Mei 2016, di Hotel Aryaduta Bandung, Jawa Barat, PPATK bersama stakeholders anti pendanaan terorisme yang terdiri dari Penyidik Densus 88 Anti Teror dan Satgas Terorisme Kejaksaan Agung RI, Badan Intelijen Negara, Hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Timur, Barat, Utara dan Selatan serta Regulator Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan telah sukses melaksanakan kegiatan FGD dalam rangka pengisian kuesioner RRA TF. Hasil jawaban kuesioner tersebut akan disatukan dengan jawaban kuesioner RRA TF negara perserta lainnya untuk mendapatkan hasil penilaian secara regional menyeluruh untuk kawasan Asia Tenggara dan Australia. Aspek penilaian yang dilakukan lewat kegiatan RRA TF ini yang telah diluncurkan pada acara Counter Terrorist Financing Summit CTF pada tanggal 7 sampai 11 September 2016 di Nusa Dua Bali, diantaranya meliputi:

A. Modus Pendanaan Terorisme yang meliputi

a. Pengumpulan dana Rising Fund 1. Self-funding from legitimate sources 2. Nonprofit organizations 3. Fundraising through social media and crowdfunding 4. Criminal Activity b. Pemindahan dana Moving Fund 1. Cross border movement of fundsvalue 2. Banking system 3. Alternative remittance and money service businesses Empat Aksi Prioritas dalam Regional Risk Assessment on Terrorist Financing 24 LAPORAN TAHUNAN 2016 c. Penggunaan dana Using Fund 1. Operasional • Personnel mobilitytravel • Weapon and explosive materials • Training personnel 2. Organisasional • Window and family charity • Propaganda radicalization meetings • Salary • Terrorist network maintenance

B. Faktor yang Berpotensi menimbul- kan risiko

a. New Payment Method b. ISIL dan pendanaan internasional lainnya ke region Kegiatan RRA TF ini menghasilkan 4 priority action yang harus mendapat penanganan segera oleh para negara yang berada di wilayah Asia Tenggara dan juga Australia sebagaimana dapat digambarkan pada bagan dibawah ini: Terhadap priority action tersebut beberapa diantaranya sudah dan akan ditindaklanjuti oleh PPATK bersama instansi terkait lainnya diantaranya adalah: Riset sectoral risk assessment mengenai NPO yang sudah dilakukan tahun 2016, serta riset tahun 2017 yang akan ditujukan untuk memenuhi priority action diantaranya adalah riset Regional Risk Assessment mengenai NPO RRA NPO dan Riset mengenai Cross Border Movement of fundsvalue yang diharapkan kedepannya risiko pendanaan terorisme yang terjadi dapat dicegah dan diberantas bersama bukan hanya melibatkan otoritas negara Indonesia namun juga negara- negara dimana Indonesia berdekatan yakni negara-negara dikawasan Asia Tenggara dan juga Australia. Foto Bersama saat Peluncuran Regional Risk Assessment on Terrorist Financing 25 LAPORAN TAHUNAN 2016 20 SEPTEMBER 2016 7 SA TU DEKA DE SA BET PREDIKA T WA JA R TA NPA PENG EC UA LIA N K omitmen PPATK dalam pengelolaan keuangan pemerintah yang transparan dan akuntabel kembali mendapat Opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan. Opini BPK merupakan pengakuan profesio- nal pemeriksa mengenai kewajaran infor- masi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dengan memperhatikan kesesuaian penyajian Laporan Keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintah SAP, kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam Laporan Keuangan sesuai dengan pengungkapan yang diatur SAP, kepatuhan terhadap Peraturan Perundang- undangan, dan Efektifitas Sistem Pengendalian Intern. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan kembali berhasil mempertahan- kan opini Wajar Tanpa Pengecualian WTP sepuluh kali berturut-turut sejak tahun 2006 s.d tahun 2015 dari Badan Pemeriksa Keuangan BPK atas Laporan Keuangan Tahun 2015 yang merupakan tahun pertama penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Penyerahan penghargaan atas keber- hasilan KL dalam memepertahankan Opini WTP 5 Tahun berturut turut dilaku- kan di sela acara pembukaan Rapat Kerja Nasional Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016 yang bertajuk “Mewujudkan Percepatan Pembangunan Infrastruktur bertempat di Istana Negara, Jakarta pada hari selasa 20 september 2016. Sementara untuk piagam penghargaan Pemerintah Republik Indonesia kepada Kementerian Lembaga atas capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian untuk Laporan Keuangan Kementerian Negara dan Lembaga Tahun 2006 s.d. 2016 diberikan langsung secara simbolik oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Ibu Sri Mulyani kepada Sekretaris Utama PPATK Bapak Bjardianto Pudjiono di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan Jakarta. Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual merupakan basis akuntansi dimana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya penerimaan danatau pengeluaran diakui, dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan pemerintah pada saat terjadinya transaksi tersebut tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam prosesnya, BPK mengerahkan 300 akuntan untuk mengaudit kementeri- anlembaga atas Laporan Keuangan Penyerahan Piagam Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati kepada Sekretaris Utama PPATK Bjardianto Pudjiono 26 LAPORAN TAHUNAN 2016 Kementerian NegaraLembaga LKKL pada tahun anggaran 2015. Hasilnya, jumlah kementarianlembaga KL yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecuali- an WTP tercatat mencapai 56 KL, PERING KA T KEDUA PENILA IA N KETERBUKA A N INFO RMA SI PUBLIK PERING KA T KEDUA BKN A W A RD KA TEG O RI PERENC A NA A N KEPEG A WA IA N P restasi hebat kembali diukir oleh PPATK. Lembaga intelijen di bidang keuangan ini menyabet predikat terbaik kedua Keterbukaan Informasi Publik di kategori Lembaga Non Struktural. Penilaian ini dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat sebanyak 26 KL mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian WDP dan 4 KL mendapatkan opini Tidak Mendapatkan Pendapat. 20 SEPTEMBER 2016 26 MEI 2016 8 9 KIP, dan penghargaan diberikan langsung oleh Wakil Presiden RI Dr. Muhammad Jusuf Kalla. Raihan ini merupakan wujud nyata pelaksanaan kewajiban PPATK sebagai Badan Publik untuk mengumumkan, menyediakan, melayani permohonan Informasi Publik, dan melakukan pengelolaan informasi dan dokumentasi sesuai dengan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Adanya penghargaan ini juga merupakan salah satu bentuk komitmen PPATK dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan, efektif, efisien, dan akuntabel. P usat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mendapatkan peringkat kedua pada BKN Award 2016 dalam kategori Perencanaan Kepegawaian. BKN Award 2016 merupakan penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah RI kepada unit-unit kepegawaian instansiBadan Kepegawaian Daerah BKD seluruh Indonesia yang terdiri dalam 8 delapan kategori yaitu Perencanaan Kepegawaian, Pelayanan Pengadaan dan Kepangkatan, Pelayanan Pensiun, Implementasi Computer Assisted Test dalam Manajemen Aparatur Sipil Negara, Implementasi Penilaian Kinerja, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menerima penghargaan Keterbukaan Informasi Publik yang diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI Ir. H. M. Jusuf Kalla 27 LAPORAN TAHUNAN 2016 DESA IN BA RU W EBSITE PPA TK AGUSTUS 2016 10 Implementasi Assessment Center, Pelaksanaan e-PUPNS dan BKD Inovatif. Trofi BKN Award yang didapatkan oleh PPATK di- serahkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla kepada Sekretaris Utama PPATK, Bjardianto Pudjiono, dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Rakornas Kepegawaian, Kamis 265 bertempat di Hotel Bidakara Jakarta. Kriteria penilaian dalam kategori Peren- canaan Kepegawaian meliputi kelengkapan dan kebenaran dokumen kepegawaian, ketepatan waktu pengusulan dokumen kepegawaian, pro- posionalitas anggaran belanja pegawai dan anggaran belanja pembangunan serta rasionalitas usulan dengan kebutuhan sesuai dengan Batas Usia Pensiun BUP. Atas penghargaan yang dimaksud, PPATK berkomitmen untuk terus meningkatkan pelayanan pengelolaan kepegawaian kepada seluruh Pegawai sesuai dengan peraturan dan perundang- undangan yang berlaku. S ejak Agustus 2016, PPATK meluncurkan desain website baru yang merupakan penyempurnaan dari tampilan dan konten website sebelumnya. Tampilan baru ini dapat dilihat di www.ppatk.go.id. Desain website baru PPATK menampil- kan tampilan berita utama yang lebih menarik, sebaran laporan transaksi keuang- an mencurigakan dari seluruh wilayah Indonesia yang disajikan dalam bentuk infografis, begitu juga dengan tampilan statistik laporan transaksi keuangan dan statistik kinerja dan reformasi birokrasi yang ditayangkan dalam bentuk grafis dan dapat dipantau langsung oleh publik. Guna semakin mendekatkan PPATK kepada publik, website baru PPATK juga dilengkapi dengan fitur whistleblowing system, pengaduan pencucian uang, layanan pemohon informasi publik, hingga e-learning yang berfungsi sebagai sarana belajar bagi masyarakat. Sebagai bukti komitmen PPATK dalam mengimplementasikan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, tampilan website baru PPATK juga menampilkan Government Public Relations GPR, yang merupakan bentuk sinergi kehumasan pemerintah dalam menyukseskan program Nawa Cita. Website baru PPATK dapat diakses di www.ppatk.go.id dengan tampilan baru yang lebih informatif dan edukatif 28 LAPORAN TAHUNAN 2016 P ada tahun 2016, Pihak Pusat Akreditasi Kearsipan Arsip Nasional Republik Indonesia ANRI melakukan penilaian akreditasi kearsipan melalui kegiatan verifikasi lapangan dan uji petik dalam rangka kegiatan akreditasi unit kearsipan di lingkungan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dari bulan Maret sampai dengan bulan November 2016. Hasil dari penilaian tersebut ditampilkan pada acara Rapat Pleno yang diselenggarakan oleh pihak ANRI dengan mengundang para pengelola arsip di Unit Kearsipan PPATK. Aspek-aspek yang dinilai oleh pihak Pusat Akreditasi Kearsipan ANRI, antara lain Aspek Pengelolaan Arsip Dinamis, Aspek Sumber Daya Manusia Kearsipan, dan Aspek Sarana dan Prasarana Kearsipan. Hasil yang dicapai dari kegiatan rapat pleno ini adalah keterangan hasil akreditasi yang dicapai oleh Unit Kearsipan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yaitu sebesar 89,85 Delapan Puluh Sembilan Koma Delapan Puluh Lima dengan predikat Sangat baik. Hasil penilaian Akreditasi Kearsipan ini menjadi semangat bagi Unit Kearsipan PPATK untuk semakin meningkatkan kegiatan pengelolaan arsip serta mengetahui kondisi pengelolaan arsip di seluruh unit pengolah dan mengukur tingkat kepatuhan unit pengolah terhadap Pedoman Penyelenggaraan Kearsipan Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, sehingga pengelolaan arsip di seluruh unit kerja menjadi lebih baik lagi nantinya. RA IH PREDIKA T SA NG A T BA IK DA LA M A KREDITA SI KEA RSIPA N NOVEMBER 2016 11 Rapat Pleno antara Arsip Nasional Republik Indonesia dengan PPATK 29 LAPORAN TAHUNAN 2016 KO MITMEN 100 E- PRO C UREM ENT PPA TK D alam rangka mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel telah dilakukan beberapa upaya untuk melaksanakan program reformasi pengadaan barang dan jasa pemerintah PBJP yang hasilnya ditunjukkan antara lain dengan semakin meningkatnya transaksi pengadaan secara elektronik dan efisiensi belanja negara Hal ini sejalan dengan arah kebijakan pembangunan nasional yang ditujukan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang. LKPP sebagai lembaga pemerintah yang berfungsi melakukan pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barangjasa pemerintah secara elektronik, memberikan apresiasi kepada LPSE Kementrian Lembaga Institusi Daerah dalam bentuk penganugrahan National Procurement Award. Penganugrahan National Procurement Award ini sekaligus menjadi dorongan kepada seluruh KLDI untuk Meningkatkan Kualitas LPSE dalam membenahi sektor pengadaan barang dan jasa. Tahun ini LKPP membagikan 50 tropi dan sertifikat penghargaan dengan lima kategori yang diperebutkan, dimana PPATK berhasil memperoleh penghargaan dalam katagori “Komitmen 100 eProcurement”. Komitmen pengadaan barangjasa di lingkungan PPATK secara elektornik telah dilakukan secara konsisten sejak tahun 2010 sampai dengan sekarang melalui LPSE Kementrian Keuangan. AGUSTUS 2016 12 30 LAPORAN TAHUNAN 2016 BIDANG PENC EG A HA N PERSIAPAN INDONESIA HADAPI MUTUAL EVALUATION 2017 SELAMAT DATANG PUSDIKLAT APU PPT RUU PERAMPASAN ASET, TEROBOSAN BARU PENGEMBALIAN HASIL TINDAK PIDANA SECARA OPTIMAL PERSEMPIT RUANG GERAK PELAKU TINDAK PIDANA MELALUI RUU PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI 01 02 03 04 31 LAPORAN TAHUNAN 2016 UPAYA PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME MELALUI PENGAWASAN NON PROFIT ORGANIZATION PROGRESS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22016 INISIASI LEGAL PERSON PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DAN KONTRAK PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN PERLUASAN KOMITE ANTI TPPU PELAKSANAAN KEGIATAN PENGAWASAN KEPATUHAN BERBASIS RISIKO OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI INDEKS PERSEPSI PUBLIK APUPPT 2016 MoU PPATK-LKPP, KOMITMEN BERSIH-BERSIH PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DUKUNGAN STRANAS TPPU TERHADAP PERWUJUDAN NAWACITA 05 06 07 08 09 11 12 13 10 32 LAPORAN TAHUNAN 2016 M utual Evaluation ME merupakan proses peer review yang dilaksanakan untuk menentukan tingkat kepatuhan negara anggota Asia Pacific Group on Money Laundering APG dalam penerapan standar internasional Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme APUPPT yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force FATF. Standar internasional tersebut terdiri dari 40 rekomendasi yang dikenal dengan nama “FATF Recommendation”. FATF RecommendationRekomendasi FATF sebagaimana dimaksud mencakup standar dalam hal regulasi, pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan serta penyedia barang dan jasa lainnya, serta penegakan hukum dalam rezim APUPPT. ME melibatkan proses desk-based review dan on-site visit ke negara anggota APG oleh tim yang terdiri dari perwakilan negara anggota APG dan Sekretariat APG yang komposisisnya terdiri atas pakarahli di bidang hukum, keuangan dan pengaturan Penyedia Jasa KeuanganPenyedia Barang dan Jasa, serta penegakan hukum. Tujuan dari dilaksanakannya ME adalah untuk memastikan negara anggota memenuhi dua faktor sebagai berikut: i. Technical Compliance TC yakni kepatuhan negara anggota dalam memenuhi Rekomendasi FATF yang di antaranya diwujudkan dengan adanya regulasi yang memadai; bukti data maupun statistik dari penerapan Rekomendasi FATF; serta adanya wewenang yang nyata pada competent authorities. ii. Effectiveness merupakan ukuran efektivitas penerapan dari regulasi yang ada mengenai APUPPT. Tujuan dari diujinya efektivitas adalah untuk meningkatkan outcome dari penerapan Rekomendasi FATF; mengidentifikasi sejauh mana rezim APUPPT nasional mencapai tujuan dari Rekomendasi FATF dan mengidentifikasi kelemahan sistemik; membantu negara untuk memprioritaskan langkah-langkah untuk memperkuat sistem APUPPT nasional. Hasil dari ME akan pada tingkat internasional menentukan penilaian dunia internasional terhadap kematangan rezim APU PPT Indonesia yang akan mempengaruhi reputasi dan citra sistem inansial dan sistem hukum di Indonesia dalam kaitannya dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. PERSIA PA N INDO NESIA HA DA PI M UTUA L EVA LUA TIO N 2017 01 33 LAPORAN TAHUNAN 2016 Hasil dari ME akan menentukan pe- nilaian dunia internasional terhadap kematangan rezim APUPPT Indonesia yang pada gilirannya dapat mempengaruhi reputasi dan citra sistem finansial dan sistem hukum di Indonesia dalam kaitannya dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Citra dan reputasi ini penting untuk meningkatkan kepercayaan antara lain dalam penanaman modal asing investasi, penerbitan obligasi oleh negara, maupun dalam pengembangan industri keuangan nasional ke tingkat global. Pada tingkat nasional, kepatuhan Indonesia dalam pelaksanaan Rekomendasi FATF yang dinilai dalam ME akan membantu Indonesia untuk memperkuat kerangka nasional APUPPT yang akan mempermudah instansi terkait dalam mempersulit aktivitas dari pelaku tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal. Bagi PPATK, selaku focal point dari rezim APUPPT di Indonesia, proses ME akan memberikan gambaran utuh atas kondisi rezim APUPPT di Indonesia ditinjau dari perspektif standar global. Lebih lanjut, proses ME akan membuat PPATK untuk dapat: 1. mengidentifikasi kekurangan dan kelemahan dari peraturan-peraturan turunan UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang maupun UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme sehingga dapat dilakukan perbaikan; 2. merumuskan strategi nasional untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam proses ME; dan 3. menunjukkan komitmen Indonesia kepada dunia Internasional dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Pada bulan November 2017 mendatang, Indonesia akan mendapat giliran untuk dievaluasi oleh tim evaluator yang akan ditentukan oleh APG. Apabila Indonesia Salah satu sesi FATF on-site visit yang diadakan di kantor PPATK pada 2015 34 LAPORAN TAHUNAN 2016 menolak untuk dievaluasi dalam kerangka ME, maka hal tersebut akan berdampak pada diragukannya komitmen Indonesia oleh dunia internasional dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Pada tingkat yang paling merugikan adalah Indonesia akan dicantumkan dalam FATF public statementblacklist yang berdampak pengenaan sanksi berupa counter-measures yang dapat berdampak pada terganggunya sistem keuangan dan menghambat perkembangan investasi di Indonesia. Counter-measures dimaksud antara lain meliputi: 1. penolakan pembukaan cabang, anak usaha atau kantor perwakilan dari industri finansial indonesia di negara lain. 2. penolakan pembukaan cabang, anak usaha atau kantor perwakilan dari industri finansial asing di indonesia. 3. melakukan pembatasan hubungan usaha atau transaksi keuangan dengan institusi keuangan di indonesia 4. melakukan review, perubahan atau jika diperlukan menghentikan hubungan korespondensi dengan lembaga keuangan di indonesia. Dalam proses persiapan ME dan pelaksanaan ME sendiri akan melibatkan cukup banyak instansi terkait sehingga dibutuhkan kerja sama dan koordinasi yang sinergis guna mensukseskan ME 2017 mendatang. Instansi terkait yang terlibat adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagai focal point, kemudian Mahkamah Agung; Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Foto bersama antara Kepala dan Wakil Kepala PPATK periode 2011-2016 Dr. Muhammad Yusuf dan Agus Santoso dengan delegasi On-site visit FATF 35 LAPORAN TAHUNAN 2016 Pada bulan November 2017 mendatang, Indonesia akan mendapat giliran untuk dievaluasi oleh tim evaluator yang akan ditentukan oleh APG. Apabila Indonesia menolak untuk dievaluasi dalam kerangka ME, maka hal tersebut akan berdampak pada diragukannya komitmen Indonesia oleh dunia internasional dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Keamanan; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Luar Negeri; Kementerian Keuangan; Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian Agama; Kementerian Sosial; Kementerian Koperasi dan UKM; Kejaksaan RI; Kepolisian Negara RI; Badan Narkotika Nasional; Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; Badan Intelijen Nasional; Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi; Bank Indonesia; dan Otoritas Jasa Keuangan. Sampai dengan akhir tahun 2016 koordinasi terkait persiapan ME telah dilakukan dan akan terus dilakukan secara intensif. Koordinasi yang dilakukan antara lain dalam hal sosialisasi mengenai ME kepada instansi terkait, action plan jangka pendek maupun jangka panjang, kekurangan Indonesia yang perlu diatasi dalam menghadapi ME, serta inisiasi penyusunan peraturan untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia. Berdasarkan self-assessment yang telah dilakukan oleh PPATK, Indonesia masih menghadapi banyak defisiensi baik dari segi technical compliance maupun effectiveness sehingga untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam ME tentunya dibutuhkan komitmen dan dukungan yang kuat dari pemerintah, serta kerja sama yang lebih baik lagi diantara instansi terkait untuk mengatasi defisiensi dimaksud. 36 LAPORAN TAHUNAN 2016 02 I nstitut Intelijen Keuangan Indonesia Indonesian Financial Intelligence InstituteIFII merupakan unit kerja baru setingkat eselon II yang dibentuk melalui Rancangan Peraturan Presiden yang saat ini tinggal menunggu pengesahan dari Presiden RI. IFII dibentuk dengan tujuan meningkatkan optimalisasi kinerja seluruh pihak yang merupakan bagian dari rezim anti pencucian uang di Indonesia sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing- masing pihak, melalui pengembangan sumber daya manusia atas kompetensi dan pengetahuan pegawai PPATK dan pemangku kepentingan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. PPATK telah menyusun Program dan Kurikulum Diklat APU PPT yang terdiri dari 48 empat puluh delapan program diklat. Program Diklat yang rencananya akan mulai dilaksanakan pada Bulan Februari tahun 2017 berjumlah 21 dari 48 Program Diklat yang dimiliki oleh PPATK. IFII mendapat sambutan positif menjelang pembukaannya. Hal tersebut terbukti dengan antusiasnya beberapa Penyedia Jasa Keuangan PJK yang berencana memperkaya pemahamannya melalui IFII. Selain itu beberapa lembaga Diklat seperti FKDKP, BINS serta JCLEC secara informal sudah mulai menawarkan kerjasama pelatihan. Bahkan lembaga donor internasional seperti UNODC dan AIPEG juga telah menyatakan ketertarikannya untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan di IFII. SELA MA T DA TA NG INSTITUT INTELIJEN KEUA NG A N INDO NESIA Suasana di gedung IFII 37 LAPORAN TAHUNAN 2016 03 RUU PERA MPA SA N A SET, TERO BO SA N BA RU PENG EMBA LIA N HA SIL TINDA K PIDA NA SEC A RA O PTIMA L S aat ini Indonesia tengah menyusun ketentuan yang memungkinkan dilakukannya perampasan aset tanpa pemidanan atau yang dikenal dengan istilah non conviction based NCB asset forfeiture. Mekanisme ini memungkinkan dilakukannya perampasan aset tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berisi tentang pernyataan kesalahan dan pemberian hukuman bagi pelaku tindak pidana. RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan: a. Pertama, bahwa sistem dan mekanisme yang ada mengenai perampasan aset hasil tindak pidana berikut instrumen yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, pada saat ini belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Kedua, bahwa pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai pengelolaan aset yang telah dirampas akan mendorong terwujudnya penegakan hukum yang profesional, transparan, dan akuntabel. c. Ketiga, bahwa berdasarkan pertimbangan pertama dan kedua, maka perlu membentuk Undang- Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana; dengan mengingat Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun sasaran yang ingin dicapai dari pembentukan dan penyusunan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana adalah: a. menyediakan ketentuan hukum yang bersifat komprehensif yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum dan aparat pemerintah lainnya dalam melaksanakan penyitaan dan 38 LAPORAN TAHUNAN 2016 perampasan hasil dan instrumen tindak pidana. b. mendorong agar pengembalian hasil tindak pidana bisa dilaksanakan secara optimal melalui mekanisme yang efektif, dalam waktu yang singkat dan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. c. mengimbangi perkembangan di dunia internasional di bidang penegakan hukum khususnya dalam rangka pengembalian hasil dan instrumen tindak pidana atau asset recovery antar negara. Salah satu klausul yang dimasukkan dalam RUU tersebut adalah unexplained wealth. Konsep yang berhubungan, illicit enrichment, juga masuk dalam RUU Tindak Pidana Korupsi. Unexplained wealth adalah instrumen hukum yang memungkinkan perampasan asetkekayaan seseorang yang memiliki harta dalam jumlah tidak wajar yang tidak sesuai dengan sumber pemasukannya tanpa mampu membuktikan bahwa hartanya tersebut diperoleh secara sah bukan berasal dari tindak pidana. Instrumen serupa dikenal pula dalam United Nations Convention Againts Corruption UNCAC. Aset seseorang yang didaftarkan atas nama pihak ketiga misalnya anggota keluarga tetap dapat dianggap sebagai asetharta orang tersebut selama dapat dibuktikan adanya peralihan aset pada pihak ketiga tersebut. Penyusunan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dilakukan oleh sebuah Panitia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Panitia tersebut beranggotakan wakil dari instansi-instansi terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, PPATK, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PAN RB, Setneg, dan Kementerian Hukum dan HAM sebagai ”focal point”. Adapun sistematika dan substansi yang diatur dalam RUU tersebut antara lain adalah sebagai berikut: Penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan; Illicit enrichmentunexplained wealth; we-wenang mengajukan permohonan perampasan aset dan wewenang pengadilan untuk mengadili; pengelolaan aset; perlindungan dan kompensasi; perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik. RUU ini masuk dalam long list Program Legislasi Nasional Prolegnas pada DPR-RI masa bakti 2009-2014. Pembahasan RUU ini telah sampai pada tahap harmonisasi penghalusan antar kementerian dan dinyatakan selesai pada tanggal 16 Maret 2012. Pengharmonisasian ini melibatkan perwakilan dari Sekretariat Negara, Kemenkeu, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, Salah satu klausul yang dimasukkan dalam RUU Perampasan Aset adalah unexplained wealth . Unexplained wealth adalah instrumen hukum yang memungkinkan perampasan aset kekayaan seseorang yang memiliki harta dalam jumlah tidak wajar tanpa mampu membuktikan bahwa hartanya tersebut diperoleh secara sah. 39 LAPORAN TAHUNAN 2016 PPATK, Kemenlu, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Kemenpan dan RB, serta Kemenkumham. Selanjutnya melalui surat dari Sekretariat Negara Nomor: B-175Kem- setnegd-4PU.00092014 tanggal 25 September 2014 perihal Penyampaian Kembali Rancangan Undang-Undang RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana dengan pertimbangan sebagai berikut: 1 Menteri Keuangan telah membubuhkan paraf atas RUU dimaksud kecuali pada halaman 24 batang tubuh dan halaman 13 penjelasan RUU dimaksud sebagaimana disampaikan melalui surat Nomor S-585MK.012014 tanggal 5 September 2014. Sistematika dan substansi yang diatur dalam RUU tersebut antara lain Penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan; Illicit enrichment unexplained wealth ; wewenang mengajukan permohonan perampasan aset dan wewenang pengadilan untuk mengadili; pengelolaan aset; perlindungan dan kompensasi; perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik. 2 Jaksa Agung RI belum dapat membubuhkan paraf persetujuan atas RUU tersebut sebagaimana disampai- kan melalui surat Nomor B-120A Chk.1072014 tanggal 10 Juli 2014. Adapun keberatan Kejaksaan terkait dengan lembaga pengelolaan aset karena dikejaksaan sudah ada lembaga sejenis. 3 Kepala Kepolisian Negara RI belum dapat membubuhkan paraf persetujuan atas RUU tersebut sebagaimana disampaikan melalui surat Nomor B1943VI2014Divkum tanggal 24 Juni 2014. Adapun Keberatan POLRI terkait peran penyidik karena harus melalui Kejaksaan untuk mengajukan perampasan aset. Keberatan Kemenkeu terkait harus ada penetapan pengadilan setelah penilaian oleh lembaga apraisal. Berkenaan dengan hal tersebut, Sekretariat Negara menyampaikan kembali RUU tersebut untuk dibahas kembali bersama dengan kementerian lembaga terkait, sebelum diajukan kepada Bapak Presiden. Pada awal tahun 2015, Kementerian Hukum dan HAM melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM telah membentuk panitia antarkementerian penyusunan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang terdiri dari perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM, PPATK, Kementerian Keuangan, Kementerian PAN dan RB, KPK, Kejaksan Agung, Sekretariat Negara, dan Kepolisian. Sampai dengan saat ini telah dilakukan pembahasan secara insentif sebanyak 3 tiga kali, yaitu pada tanggal 13 Maret, 10 April dan 27 Juni 2015. Dalam rangka percepatan pembahasan RUU tersebut, PPATK bekerjasama dengan UNODC dan US Embassy telah menyelenggarakan 40 LAPORAN TAHUNAN 2016 Fokus Grup Diskusi mengenai percepatan penyusunan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang telah dilaksanakan pada tanggal 16 dan 17 Juni 2015 di Sentul Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2016, Kementerian Hukum dan HAM tidak membentuk kembali Panitia Antar Kementerian PAK dengan pertimbangan diperlukan adanya kajian lebih mendalam atas konsep perampasan aset yang akan diatur dalam RUU Perampasan Aset. Namun, seiring dengan nawacita dimana Presiden berkomitmen untuk membentuk regulasi RUU Perampasan Aset, maka Kementerian Hukum dan HAM berencana menindaklanjuti arahan Presiden tersebut dengan melaksanakan kegiatan harmonisasi atas RUU tersebut. Namun, sampai dengan akhir tahun 2016, Kementerian Hukum dan HAM belum dapat merampungkan proses kajian dan kegiatan harmonisasi tersebut. Untuk mengidentifikasi kembali isu-isu yang masih menjadi pending matters di RUU Perampasan Aset Dalam Tindak Pidana, maka pada tanggal 20 Desember 2016, PPATK kembali menginisiasi kegiatan Fokus Grup Diskusi FGD yang menghadirkan narasumber dari Ketua Tim Penyusn, praktisi, serta akademisi. Sehubungan dengan hal tersebut, dimohon dukungan Presiden untuk dapat mendorong percepatan penyelesaian pembahasan dan harmonisasi RUU Perampasan Aset Dalam Tindak Pidana, dan segera disampaikan kepada DPR-RI untuk dapat dilakukan pembahasan bersama dengan Pemerintah. Dimohon dukungan Presiden untuk dapat mendorong percepatan penyelesaian pembahasan dan harmonisasi RUU Perampasan Aset Dalam Tindak Pidana, dan segera disampaikan kepada DPR-RI untuk dapat dilakukan pembahasan bersama dengan Pemerintah. 04 PERSEMPIT RUA NG G ERA K PELA KU TINDA K PIDA NA MELA LUI RUU PEMBA TA SA N TRA NSA KSI TUNA I D alam dunia modern, transaksi keuang- an berkembang sangat pesat seiring dengan perubahan perdagangan dunia yang semakin mengglobal. Perkembangan transaksi keuangan tersebut terjadi baik pada transaksi keuangan tunai maupun non tunai. Pada prinsipnya transaksi ini bertujuan untuk meminimalisasi resiko, mempermudah komunikasi atau melanggengkan hubungan bisnis antar para pihak yang telah terjalin. Transaksi keuangan non tunai, khususnya melalui lembaga keuangan pada satu sisi semakin canggih dan 41 LAPORAN TAHUNAN 2016 memudahkan, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada sisi lain, transaksi keuangan non-tunai, biasanya dilakukan melalui lembaga keuangan lebih mudah dilakukan pelacakan kembali, akan tetapi bagi para pelaku tindak pidana kemudahan pelacakan kembali tersebut sangat dihindari. Oleh karena itu terdapat kecenderungan para pelaku tindak pidana untuk menghindari transaksi keuangan non tunai khususnya melalui sarana perbankan. Kondisi tersebut disebabkan sifat dari pelaku tindak pidana yang tidak ingin diketahui tindak kejahatannya dan hasilnya. Upaya menghindari pelacakan hasil tindak pidana saat ini, terdapat kecenderungan penggunaan transaksi tunai. Kasus – kasus tindak pidana di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi banyak menggunakan transaksi keuangan tunai. PPATK sebagai institusi yang mempunyai tugas menganalisis transaksi keuangan mengusulkan transaksi tunai dibatasi sampai jumlah tertentu. Pembatasan ini diperlukan agar upaya penyuapan yang mengarah pada tindak pidana korupsi dapat dicegah lebih dini. PPATK berharap ketentuan mengenai pembatasan transaksi tunai ini dapat tertuang dalam peraturan perundang- undangan. Pembatasan transaksi tunai dalam jumlah tertentu diharapkan dapat mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana dalam bertransaksi. Di samping itu ada sejumlah manfaat lain yang diperoleh pemerintah jika menerapkan aturan mengenai pembatasan transaksi tunai antara lain : adanya penghematan dalam jumlah uang yang harus dicetak, penghematan bahan baku uang, biaya penyimpanan fisik uang di Bank Indonesia, dapat mengurangi peredaran uang palsu, mendidik dan mendorong masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan dalam bertransaksi. Pembatasan transaksi keuangan tunai di negara-negara tertentu seperti Prancis dan Brasil, yang telah menerapkan aturan tersebut untuk menekan tingkat korupsi. Untuk itu sudah saatnya Pemerintah melakukan pembatasan transaksi keuangan tunai untuk meminimalisasi korupsi dan pencucian uang.Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa aturan mengenai pembatasan transaksi tunai dapat meminimalisasi atau menekan tingkat korupsi di beberapa begara, maka diperlukan adanya dirasakan perlunya undang-undang yang mengaturnya. Sedangkan peraturan perundang- undangan yang ada belum mengakomodir upaya pencegahan tindak pidana melalui pembatasan transaksi tunai. Pembatasan 42 LAPORAN TAHUNAN 2016 transaksi tunai berkaitan dengan kepentingan banyak pihak dan menyentuh kehidupan masyarakat serta berkaitan dengan hak asasi manusia karena terkait pembatasan transaksi setiap individu, maka diperlukan adanya naskah akademik sebagai justifikasi mengenai pentingnya pengaturan tentang pembatasan transaksi keuangan tunai. Sampai dengan akhir Juni 2014, PPATK telah mendorong Kementerian Hukum dan HAM terkait pembahasan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Pada tanggal 25-27 April 2014, PPATK bekerjasama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional BPHN Kementerian Hukum dan HAM menyelenggarkan finalisasi Naskah Akademik Rancangan Undang- Undang tentang Pembatasan Transaksi Kartal. Adapun draft awal Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Kartal juga telah dibahas bersama-sama dengan tim penyusun Naskah Akademik RUU tersebut. Adapun tim penyusun Naskah Akademik terdiri dari PPATK, Kementerian Hukum dan HAM, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, akademisi, dan praktisi keuangan. Kementerian Hukum dan HAM juga telah memasukan Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Kartal ke dalam long list RUU Tahun 2015-2019. Pada awal tahun 2015, Kementerian Hukum dan HAM melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM telah membentuk panitia antarkementerian penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Tunai yang terdiri dari perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM, PPATK, Kementerian Keuangan, Kejaksan Agung, Sekretariat Negara, Kepolisian, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan. Sampai dengan saat ini telah dilakukan pembahasan secara insentif sebanyak 5 lima kali, yaitu pada tanggal 5 Maret, 21 April, 29 Juni 2015, 18 Agustus 2015, dan 4 September 2015. Adapun finalisasi pembahasan RUU sebagaimana tersebut di atas oleh tim PAK telah dilaksanakan pada tanggal 2 s.d 4 Juni 2016. Proses harmonisasi telah selesai dilakukan pada bulan November 2016 dan Kementerian Hukum dan HAM selaku pemprakarsa akan segera menyampaikan RUU tersebut kepada Sekretariat Negara untuk dapat ditindaklanjuti dengan proses penyampaian RUU tersebut oeh Presiden kepada DPR RI. PPATK juga mendorong Kementerian Hukum dan HAM untuk segera mengajukan permohonan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk masuk ke dalan Prolegas Prioritas Tahun 2017 mengingat seluru persyaratannya telah dipenuhi. Sehubungan dengan hal tersebut, dimohon dukungan Presiden untuk dapat mendorong percepatan penyampaian RUU tersebut kepada DPR-RI untuk dapat dilakukan pembahasan bersama dengan Pemerintah. PPATK sebagai institusi yang mempunyai tugas menganalisis transaksi keuangan mengusulkan transaksi tunai dibatasi sampai jumlah tertentu. Pembatasan ini diperlukan agar upaya penyuapan yang mengarah pada tindak pidana korupsi dapat dicegah lebih dini. 43 LAPORAN TAHUNAN 2016 05 UPA YA PENC EG A HA N PENDA NA A N TERO RISME MELA LUI PENG A WA SA N NO N PRO FIT O RG A NIZA TIO N T indak pidana terorisme merupakan kejahatan internasional yang membahayakan keamanan dan perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban, ketakutan masyarakat secara luas, dan kerugian harta benda sehingga berdampak luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan internasional. Masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya aksi teror. Meluasnya aksi teror yang didukung oleh pendanaan yang bersifat lintas negara mengakibatkan pemberantasannya membutuhkan kerja sama internasional. Komitmen masyarakat internasional dalam upaya mencegah dan mem- berantas tindak pidana pendanaan terorisme diwujudkan dengan disahkannya International Convention for the Suppress- ion of the Financing of Terrorism, 1999 Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999. Indonesia telah melakukan ratifikasi konvensi tersebut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999. Selain itu, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme juga diatur dalam Rekomendasi 8 FATF Recommendation yang menyatakan bahwad “There is a diverse range of approaches in identifying, preventing and combating terrorist misuse of NPOs. An effective approach, however, is one that involves all four of the following elements: a outreach to the sector, b supervision or monitoring, c effective investigation and information gathering and d effective mechanisms for international cooperation. The following measures represent specific actions that countries should take with respect to each of these elements, in order to protect their NPO sector from terrorist financing abuse”. Upaya pemberantasan dalam hal ini tindak pidana terorisme yang dilakukan pemerintah telah cukup memuaskan. Namun upaya pemerintah tersebut hanya terbatas pada upaya penangkapan 44 LAPORAN TAHUNAN 2016 pelaku dan kurang memberikan perhatian terhadap unsur pendanaan yang merupakan faktor utama dalam setiap aksi teror. Oleh karena itu, upaya penanggulangan tindak pidana terorisme dinyakini tidak akan optimal tanpa adanya pencegahan dan pemberantasan terhadap pendanaan terorisme. Saat ini, berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap pendanaan terorisme sudah dilakukan melalui pendekatan follow the money dimana terdapat kewajiban bagi penyedia jasa keuangan untuk melakukan penerapan prinsip mengenali pengguna jasa dan kewajiban menyampaikan laporan ke PPATK. Namun, modus operandi dari tindak pidana pendanaan terorisme tidak hanya melalui media penyedia jasa keuangan tetapi upaya pengumpulan dan pendistribusian dana untuk kegiatan terorisme, teroris dan organisasi teroris kerap kali melalui media organisasi masyarakatlembaga kesejahteraan sosial atau yang lebih dikenal dengan non-profit organization. Berdasarkan Riset “Case Study terkait Risk of Terrorist Abuse in The Non Profit Organization NPO Sector2013-2014 dilakukan selain untuk melakukan kajian database internal PPATK, juga untuk meminta datainformasi tambahan kepada instansi eksternal yang secara khusus menangani kasus-kasus yang melibatkan penyalahgunaan NPO untuk kegiatan terorisme, yang akan dimuat pada buku “FATF Typologi” dalam kajian FATF Typologi Project Team. Sejauh ini, PPATK telah menemukan 3 tiga kasus penyalahgunaan NPO oleh teroris, antara lain: 1. Penyalahgunaan Unregistered Local NPO –yang beroperasi sebagai sekolah berbasis agama – oleh kelompok radikal. 2. Terduga teroris yang bersembunyi pada registered NPO. 3. Yayasan Panti Asuhan Orphans FoundationNPO yang dijadikan sebagai salah satu trik menutupi aktivitas teroris. Sebagaimana telah diketahui bahwa pendirian organisasi masyarakat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Ke- masyarakatan yang memuat persyaratan pendirian dan pendaftaran, kewajiban penyampaian laporan, penyelesaian sengketa, pengawasan, serta sanksi baik organisasi masyarakat yang didirikan oleh pihak domestik maupun pihak asing. PPATK telah menemukan 3 tiga kasus penyalahgunaan NPO oleh teroris, antaralain: 1. Penyalahgunaan Unregistered Local NPO –yang beroperasi sebagai sekolah berbasis agama –oleh kelompok radikal. 2. Terduga teroris yang bersembunyi pada registered NPO . 3. Yayasan Panti Asuhan Orphans Foundation NPO yang dijadikan sebagai salah satu trik menutupi aktivitas teroris. 45 LAPORAN TAHUNAN 2016 Selain itu, terdapat pula Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Lembaga Kesejahteraan Sosial yang didalamnya mengatur perizinan, sumber pendanaan, penyampaian laporan, pengawasan dan sanksi bagi lembaga kesejahteraan sosial. Undang-Undang tersebut termasuk dalam legal framework dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme yang mungkin dilakukan oleh organisasi masyarakat dan lembaga kesejahteraan sosial. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada awal tahun 2016, PPATK menginisiasi penyusunan Rancangan Peraturan Presiden RPerPres tentang Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Adapun instansi yang terlibat dalam proses pembahasan antar kementerian, antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, POLRI, dan PPATK. RPerPres ini telah selesai dibahas antar kementerian dan juga telah selesai melalui proses harmonisasi. Saat ini RPerPres tersebut telah disampaikan oleh Kementerian Hukum dan HAM kepada Presiden melalui Sekretariat Negara untuk dapat segera ditandatangani. Pada awal tahun 2016, PPATK menginisiasi penyusunan Rancangan Peraturan Presiden RPerPres tentang Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. 06 PRO G RESS IMPLEMENTA SI PERA TURA N PEMERINTA H NO MO R 2 2016 P ada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum, sehingga pelaku dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 46 LAPORAN TAHUNAN 2016 Dalam konsep anti pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila harta kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita atau dirampas, hal ini dapat menurunkan tingkat kriminalitas karena pelaku kejahatan tidak hanya dihukum secara fisik dengan pemenjaraan, tetapi juga akan disita dan dirampas harta kekayaannya yang berasal atau terkait dengan tindak pidana yang dilakukannya. Motivasi untuk melakukan kejahatan dapat ditekan karena pelaku kejahatan sama sekali tidak akan memperoleh keuntungan baik secara finansial maupun non-finansial. Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, PPATK sebagai Financial Intelligence Unit FIU tidak hanya membutuhkan laporan dari pihak pelapor reporting parties sebagai sumber utama proses analisis dan pemeriksaan, tetapi juga memerlukan data dan informasi yang dapat memberikan nilai tambah value added terhadap hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK. Data dan informasi yang diperlukan tersebut, tidak hanya yang dimiliki atau dikelola oleh Instansi Pemerintah, namun juga yang dimiliki atau dikelola oleh lembaga swasta. PPATK berharap dapat diberikan akses langsungtidak langsung atau dapat melakukan penghimpunan data dan informasi yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi analisis, pemeriksaan dan pengawasan kepatuhan. Para pembentuk atau penyusun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU TPPU telah menyadari hal ini dan kemudian memberikan kewenangan kepada PPATK untuk meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu vide Pasal 41 ayat 1 huruf a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010. Adapun mekanisme atau ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah danatau lembaga swasta sebagaimana tersebut di atas, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan dimaksud bertujuan agar penyampaian data dan informasi ke PPATK memiliki kerangka aturan legal framework yang jelas dan sesuai dengan prinsip-prinsip keamanan informasi, serta memberikan perlindungan bagi Instansi Pemerintah danatau lembaga swasta yang menyampaikan data dan informasi. Pada tahun 2013, PPATK telah melakukan inisiasi penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata 47 LAPORAN TAHUNAN 2016 Cara Penyampaian Data dan Informasi oleh Instansi Pemerintah dan Lembaga Swasta. Pada tahun yang sama, PPATK menyampaikan “initial draft” Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk ditindaklanjuti dengan proses pembahasan antar kementerian, harmonisasi, dan sinkronisasi. Pada tanggal 1 Februari 2016, Presiden RI akhirnya menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah danatau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain: 1. jenis data dan informasi yang diminta oleh PPATK; 2. tata cara penyampaian data dan informasi oleh Instansi Pemerintah danatau lembaga swasta ke PPATK; dan 3. perlindungan hukum bagi pimpinan Instansi Pemerintah danatau lembaga swasta serta pejabat atau pegawai yang ditunjuk terhadap penyampaian data dan informasi ke PPATK. 07 INISIA SI LEG A L PERSO N PEMILIK MA NFA A T DA RI KO RPO RA SI DA N KO NTRA K PENG ELO LA A N HA RTA KEKA YA A N T indak pidana pencucian uang dapat mengancam stabilitas dan integ-ritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Korporasi dan kontrak pengelolaan harta kekayaan dapat dijadikan sarana baik langsung atau tindak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan Pemilik Manfaat Beneficial Owner dari hasil tindak pidana untuk melakukan kegiatan pencucian uang, sehingga perlu mengatur tata cara mengenali penerima manfaat dari korporasi dan kontrak pengelolaan harta kekayaan. Urgensi pengaturan terkait Beneficial Owner terkait risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, antara lain: n berdasarkan National Risk Assessment terkait TPPU diperoleh hasil bahwa korporasi nilai tingkat ancaman 7,01 lebih berpotensi pelaku TPPU dibandingkan perorangan niai tingkat ancaman 6,74; n korporasi yang memiliki tingkat ancaman “tinggi” meliputi i yayasan; ii perkumpulan; dan iii korporasi non UMKM; dan n selain itu, berdasarkan National Risk Assessment terkait TPPT diperoleh hasil bahwa modus TPPT berisiko tinggi adalah i pendanaan dalam negeri melalui sumbangan ke yayasan nilai risiko 6,23; dan ii pendanaan dalam negeri melalui penyalahgunaan dana yayasan nilai risiko 6,18. 48 LAPORAN TAHUNAN 2016 Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada akhir tahun 2016, PPATK menginisiasi penyusunan Rancangan Peraturan Presiden RPerPres tentang Penerapan Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi dan Kontrak Pengelolaan Harta Kekayaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Adapun muatan dari RPerPres tersebut adalah sebagai berikut: a. Ketentuan umum b. Ruang lingkup korporasi dan kontrak pengelolaan harta kekayaan c. Tata cara mengenali pemilik manfaat dari korporasi dan kontrak pengelolaan harta kekayaan d. Pengawasan e. Sanksi f. Kerja sama nasional dan internasional 08 PERLUA SA N KO MITE A NTI TPPU S ebagai upaya pemenuhan terhadap Rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering FATF nomor 2 dua dan amanat Pasal 92 UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai koordinasi dan kerjasama nasional, Indonesia membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Komite TPPU berdasarkan Peraturan Presiden Perpres Nomor 6 Tahun 2012. Komite TPPU yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Menko Polhukam ini mempunyai susunan keanggotaan dari instansi penegak hukum, Lembaga Pengawas dan Pengatur LPP, dan otoritas terkait lainnya. Komite TPPU diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan dan wakil ketua Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Anggotanya terdiri atas Gubernur Bank 49 LAPORAN TAHUNAN 2016 Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kepala Badan Narkotika Nasional. Kepala PPATK merupakan Sekretaris yang merangkap anggota Komite TPPU. Dinamika pencegahan dan pem- berantasan TPPU yang semakin luas dan kompleks membutuhkan perluasan keanggotaan Komite TPPU sebagai upaya strategis memperkuat Komite TPPU. Terdapat 3 tiga instansi yang diusulkan untuk masuk menjadi Anggota Komite TPPU, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas Jasa Keuangan OJK, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Ketiga instansi tersebut diusulkan karena merupakan LPP terhadap para Pihak Pelapor yang wajib menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Nomor 8 Tahun 2010 dengan rincian sebagai berikut: a Kementerian Perdagangan membawahi Badan Pengawas Perdagangan Ber- jangka Komoditi BAPPEBTI yang merupakan LPP terhadap perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi. b OJK merupakan LPP terhadap kegiatan jasa Keuangan antara lain perbankan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, dan pegadaian. c Kementerian Koperasi dan UKM merupakan LPP terhadap koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam. Usulan perluasan keanggotaan Komite TPPU telah dilaksanakan melalui penyusunan draft Rancangan Perpres R-Perpres tentang Perubahan atas Perpres Nomor 6 Tahun 2012. Saat ini, tahap pengajuan draft R-Perpres tersebut adalah dalam tahap akhir, yaitu proses pengesahan oleh Presiden karena telah menyelesaikan tahap Pembahasan Antar Kementerian PAK, harmonisasi, dan telah diparaf oleh Menko Polhukam. Rapat Komite Anti TPPU yang saat itu dipimpin Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan 50 LAPORAN TAHUNAN 2016 D ata Laporan Transaksi Keuangan Tunai LTKT yang telah dilaporkan oleh penyedia jasa keuangan sesungguhnya telah bermanfaat bagi PPATK dalam menelusuri transaksi tunai yang sering digunakan oleh para pelaku penyuapan, korupsi dan pencucian uang. Adapun informasi transaksi tunai tersebut dipergunakan dalam proses analisis untuk memperkaya informasi terkait suatu tindak pidana dan menemukan keterkaitan antar pihak sehingga PPATK dapat menyampaikan hasil analisis atas dugaan tindak pidana tertentu kepada penyidik dengan komprehensif. GRAFIK 1. Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LTKT Tahun 2016 Catatan : - Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2003 - Perkembangan LTKT yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2011 s.d. Desember 2016. 09 O PTIMA LISA SI PEMA NFA A TA N LA PO RA N TRA NSA KSI KEUA NG A N TUNA I Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 67 oleh penyedia jasa keuangan sesungguhnya telah bermanfaat bagi PPATK dalam menelusuri transaksi tunai yang sering digunakan oleh para pelaku penyuapan, korupsi dan pencucian uang. Adapun informasi transaksi tunai tersebut dipergunakan dalam proses analisis untuk memperkaya informasi terkait suatu tindak pidana dan menemukan keterkaitan antar pihak sehingga PPATK dapat menyampaikan hasil analisis atas dugaan tindak pidana tertentu kepada penyidik dengan komprehensif. Grafik 1 Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LTKT Tahun 2016 Catatan : - Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2003 - Perkembangan LTKT yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2011 s.d. Desember 2016. 12,247,141 14,270,061 16,121,147 18,347,896 21,107,554 2,033,228 2,022,920 1,851,086 2,226,749 2,759,658 16.5

13.0 13.8

15.0 3,000,000 6,000,000 9,000,000 12,000,000 15,000,000 18,000,000 21,000,000 24,000,000 2012 2013 2014 2015 2016 Kumulatif LTKT LTKT Per‐Tahun Perkembangan Kumulatif 51 LAPORAN TAHUNAN 2016 10 PELA KSA NA A N KEG IA TA N PENG A WA SA N KEPA TUHA N BERBA SIS RISIKO B erdasarkan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU PPTPPU pada Pasal 43 disebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor PPATK berwenang untuk melakukan Audit Kepatuhan dan Audit Khusus. Selama tahun 2016, PPATK dalam hal ini Direktorat Pengawasan Kepatuhan telah melaksanakan pengawasan kepatuhan terhadap 128 pihak pelapor yang ada di Indonesia dengan rincian sebagai berikut: NO KEGIATAN AUDIT JUMLAH PIHAK PELAPOR 1 Audit Khusus 35 2 Audit Kepatuhan 81 3 Joint Audit dengan LPP 12 TOTAL 128 NO JENIS PIHAK PELAPOR JUMLAH 1 Bank 23 2 Pedaganga Valuta Asing 10 3 Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang 1 4 Perusahaan Efek 13 5 Perusahaan PropertiAgen Properti 61 6 Pedagang Kendaraan Bermotor 20 TOTAL 128 properti 47.66, Bank 17.97, dan pedagang kendaraan bermotor 15.63. Berdasarkan hasil pengawasan kepatuhan selama tahun 2016, tim audit menemukan kewajiban pelaporan kepada PPATK yang belum dilaksanakan oleh pihak pelapor dengan rincian sebagai berikut: NO JENIS LAPORAN JUMLAH LAPORAN 1 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM 436 2 Laporan Transaksi Keuangan Tunai LTKT 38.531 3 Laporan Transaksi LT 4.295 Pada tahun 2017 pengawasan kepatuhan dilakukan secara risk based audit. Hal ini didukung dengan disahkannya Peraturan Kepala PPATK Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Audit Kepatuhan, Audit Khusus, dan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit yang merupakan perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor PER- 101.02.2PPATK0912 tentang Tata Cara Pelaksanaan Audit Kepatuhan dan Audit Khusus. Peraturan terbaru tersebut mengatur bahwa pelaksanaan audit kepatuhan dapat dilakukan dengan audit kepatuhan tidak langsung off-site danatau audit kepatuhan langsung on-site. Adapun pelaksanaan audit kepatuhan tidak langsung off-site dilakukan melalui penilaian tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme pada pihak pelapor. Bila dilihat berdasarkan jenis pihak pelapor, pelaksanaan pengawasan kepatuhan selama tahun 2016 dilakukan terhadap: Sebagian besar kegiatan pengawas- an kepatuhan pada tahun 2016 dilaku- kan terhadap perusahaan propertiagen TABEL 1. Kegiatan Audit PPATK Tahun 2016 TABEL 3. Jenis Laporan dan Jumlah Laporan Pengawasan Kepatuhan PPATK Tahun 2016 TABEL 2. Jenis Pihak Pelapor yang Diaudit oleh PPATK Tahun 2016 52 LAPORAN TAHUNAN 2016 P engembangan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT telah diinisiasi oleh PPATK sejak pertengahan tahun 2015 bersama dengan stakeholder Rezim APUPPT serta akademisi, Tim Ahli dari Badan Pusat Statistik, dan lembaga survei independen. Pada tahun 2016 ini tim PPATK telah melakukan penilaian kembali hasil Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme IPP APUPPT Tahun 2016. Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme APUPPT merupakan alat ukur monitoring tools Pemerintah Indonesia, khususnya dalam hal mengukur efektifitas kinerja 11 INDEKS PERSEPSI PUBLIK A PUPPT 2016 stakeholders di Indonesia dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme serta mengukur tingkat pemahaman publik Indonesia terhadap TPPU dan TPPT. Dengan adanya pengukuran indeks persepsi publik APUPPT ini diharapkan Pemerintah dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan pemahaman dan kepedulian awareness masyarakat terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang TPPT dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme TPPT serta memperoleh umpan balik feedback dari masyarakat dalam upaya peningkatan kinerja pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia dan mereduksi peluang atas risiko terjadinya tindak pidana Momen Soft Launching Indeks Persepsi Publik Indonesia terkait APUPPT 53 LAPORAN TAHUNAN 2016 pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Penyusunan Indeks Persepsi Publik APUPPT ini dilakukan dalam bentuk survei berskala nasional yang dilakukan oleh PT.Surveyor Indonesia Persero. Survei ini menggunakan sampel sebanyak 11.000 sebelas ribu responden di 1.100 seribu seratus desa yang tersebar di 33 tigapuluh tiga Provinsi di Indonesia yang telah dilaksanakan pada tanggal 1-18 Agustus 2016 dengan menghasilkan respond rate sebesar 100 persen. Metode yang digunakan dalam kegiatan survei tersebut yaitu In-Depth Interview dengan mewawancarai responden satu per satu dengan kriteria responden tertentu dan menggunakan pendekatan rumah tangga. Hal tersebut dilakukan agar hasil perolehan data berkualitas dan tidak terduplikasi serta merepresentatif dalam menggambarkan persepsi masyarakat Indonesia terkait dengan TPPU dan TPPT. Berdasarkan konstruk variabelnya, Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi utama yaitu dimensi tingkat pemahaman publik terhadap TPPUTPPT dan dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT. Dimensi tingkat pemahaman publik diukur oleh 5 aspek, yakni karakteristik TPPUTPPT, pelaku utama TPPUTPPT, pelaku terkait TPPUTPPT, sumber dana TPPUTPPT dan faktor pendorong terjadinya TPPUTPPT. Sementara itu, dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur oleh dua aspek, yaitu keefektifan kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim pemberantasan. Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT diukur dalam skala antara 0-10, dimana nilai 0 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT baik dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat rendah terendah, dan nilai 10 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT baik dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat baik tertinggi. Indeks Persepsi Publik IPP ini dihitung secara terpisah untuk TPPU dan TPPT. Dengan demikian akan terdapat 2 dua indeks utama yakni Indeks Persepsi Publik Terhadap TPPU disingkat dengan IPP-TPPU dan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPT disingkat dengan IPP-TPPT. Dengan adanya pengukuran indeks persepsi publik APUPPT ini diharapkan Pemerintah dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan pemahaman dan kepedulian awareness masyarakat terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang TPPT dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme TPPT 54 LAPORAN TAHUNAN 2016 P PATK melakukan perluasan kerjasama dalam rangka menunjang fungsi PPATK di bidang pencegahan dengan menandatangani Nota Kesepahaman dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan BarangJasa Pemerintah LKPP pada 2 Mei 2016. Perluasan kerjasama ini mempunyai peran strategis mengingat berbagai kasus besar yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah, sehingga harus terdapat upaya pencegahan yang semakin kuat. Penandatanganan Nota Kesepahaman memungkinkan PPATK dapat menambah akses data dari katalog barangjasa yang dimiliki LKPP. Manfaat lebih jauh adalah dapat menegaskan komitmen untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan integritas dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan demikian, potensi terjadinya TPPU dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat ditekan atau dicegah sedini mungkin. 12 13 Mo U PPA TK- LKPP, KO MITMEN BERSIH- BERSIH PRO SES PENG A DA A N BA RA NG DA N JA SA PEMERINTA H DUKUNG A N STRA NA S TPPU TERHA DA P PERWUJUDA N NA WA C ITA D alam pelaksanaan tugas secara terukur, Komite TPPU telah menyusun Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Stranas TPPU periode 2012-2016 pada tahun 2012. Sebagai kelanjutannya, PPATK selaku Sekretariat Komite TPPU menyusun konsep Stranas TPPU periode 2017-2019 dan telah melakukan pembahasan intensif dengan seluruh Anggota Komite TPPU. Momen Penandatanganan MoU antara PPATK dengan LKPP 55 LAPORAN TAHUNAN 2016 Stranas TPPU disusun guna mendukung perwujudan Nawa Cita, terutama Nomor 4: Memperkuat Kehadiran Negara dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya. Stranas TPPU disusun guna mendukung perwujudan Nawa Cita, terutama Nomor 4: Memperkuat Kehadiran Negara dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya. Lebih rinci lagi, Stranas TPPU merupakan langkah strategis dan terukur dalam Nawa Cita Nomor 4 dalam poin kelima, yaitu: Pemberantasan Tindak Kejahatan Perbankan dan Pencucian Uang. Salah satu bagian dari Stranas TPPU adalah penyusunan strategi dan rencana aksi guna meningkatkan kualitas penegakan hukum dalam rangka penanganan berbagai tindak pidana termasuk tindak pidana perbankan dan pencucian uang. Lebih lanjut Stranas TPPU Periode 2017-2019 terdiri dari 7 tujuh Strategi yang diperinci dengan Rencana Aksi dan Target yang harus dicapai oleh masing-masing Anggota Komite TPPU. Ketujuh Strategi sebagai berikut: a Strategi Nasional 1: Menurunkan Tingkat Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Narkotika, dan Tindak Pidana Perbankan Melalui Optimalisasi Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang; b Strategi Nasional 2: Mewujudkan Mitigasi Risiko yang Efektif dalam Mencegah Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pendanaan Terorisme Di Indonesia; c Strategi Nasional 3: Optimalisasi Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme; d Strategi Nasional 4: Menguatkan Koordinasi dan Kerja Sama Antar Instansi Pemerintah danatau Lembaga Swasta; e Strategi Nasional 5: Meningkatkan Pemanfaatan Instrumen Kerja Sama Internasional Dalam Rangka Optimalisasi Asset Recovery yang Berada Di Negara Lain; f Strategi Nasional 6: Meningkatkan Kedudukan dan Posisi Indonesia dalam Forum Internasional Di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pendanaan Terorisme; dan g Strategi Nasional 7: Penguatan Regulasi dan Peningkatan Pengawasan Pembawaan Uang Tunai dan Instrumen Pembayaran Lain Lintas Batas Negara Sebagai Media Pendanaan Pendanaan Terorisme. 56 LAPORAN TAHUNAN 2016 BIDANG PEM BERA NTA SA N PERSIAPAN INDONESIA HADAPI MUTUAL EVALUATION 2017 SELAMAT DATANG PUSDIKLAT APU PPT RUU PERAMPASAN ASET, TEROBOSAN BARU PENGEMBALIAN HASIL TINDAK PIDANA SECARA OPTIMAL PERSEMPIT RUANG GERAK PELAKU TINDAK PIDANA MELALUI RUU PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI 01 02 03 04 57 LAPORAN TAHUNAN 2016 UPAYA PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME MELALUI PENGAWASAN NON PROFIT ORGANIZATION PROGRESS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22016 INISIASI LEGAL PERSON PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DAN KONTRAK PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN PERLUASAN KOMITE ANTI TPPU PELAKSANAAN KEGIATAN PENGAWASAN KEPATUHAN BERBASIS RISIKO OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI INDEKS PERSEPSI PUBLIK APUPPT 2016 MoU PPATK-LKPP, KOMITMEN BERSIH-BERSIH PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DUKUNGAN STRANAS TPPU TERHADAP PERWUJUDAN NAWACITA 05 06 07 08 09 11 12 13 10 58 LAPORAN TAHUNAN 2016 P roses analisis yang dilakukan oleh PPATK terdiri atas Analisis Proaktif dan Analisis Reaktif. Analisis Proaktif merupakan kegiatan meneliti Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM atau laporan terkait lainnya yang dilakukan atas insiatif dari PPATK, sedangkan Analisis ReaktifInquiry merupakan proses analisis yang dilakukan atas permintaan dari penyidik TPPU. Hasil akhir dari proses tersebut adalah Hasil Analisis HA. Pada periode tahun 2016, sebanyak 435 HA telah disampaikan kepada penyidik, baik kepada Kepolisian Republik Indonesia Polri, Kejaksaan Agung Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Badan Narkotika Nasional BNN, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. HA yang telah disampaikan ke penyidik tersebut terdiri dari 103 HA proaktif atas inisiatif PPATK dan 332 HA reaktif atas permintaan penyidik yang berindikasi TPPU danatau tindak pidana asal yang telah disampaikan kepada penyidik. Secara kumulatif, pada periode Januari 2003 sd Desember 2016, PPATK telah menghasilkan 4.549 HA dimana 3.703 HA disampaikan ke penyidik dan 846 HA merupakan HA yang disimpan ke dalam database PPATK HA yang diserahkan kepada penyidik adalah HA yang berisi petunjuk mengenai adanya indikasi transaksi keuangan mencurigakan yang berindikasi TPPU danatau tindak pidana asal berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat 1 huruf l UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan untuk HA yang disimpan dalam database PPATK, karena tidak menunjukkan indikasi praktek- praktek TPPU atau tindak pidana asal. Seluruh data yang berada pada database PPATK akan membantu proses analisis berikutnya dalam hal memiliki keterkaitan dengan data yang akan danatau sedang di analisis. PENYAMPAIAN HASIL ANALISIS PPATK Pada periode Tahun 2016, sebanyak 402 HA telah disampaikan kepada penyidik, baik kepada Kepolisian Republik Indonesia Polri, Kejaksaan Agung Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Badan Narkotika Nasional BNN, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. HA yang telah disampaikan ke penyidik tersebut terdiri dari 85 HA proaktif atas inisiatif PPATK dan 266 HA reaktif atas permintaan penyidik 01 59 LAPORAN TAHUNAN 2016 S esuai dengan Pasal 90 UU TPPU, dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan TPPU, PPATK dapat melakukan kerjasama pertukaran informasi berupa permintaan, pemberian, dan penerimaan informasi dengan pihak- pihak dalam negeri maupun luar negeri. Sehubungan dengan kerjasama pertukaran informasi tersebut, PPATK berupaya untuk memenuhi permintaan informasi dari lembaga terkait dengan berdasarkan pada standar kualitas dan Standard Operating Procedure SOP yang telah ditetapkan. Permintaan informasi inquiry yang diterima PPATK untuk keperluan pencegahan dan pemberantasan TPPU serta untuk keperluan pengangkatan pejabat pemerintah strategis yaitu antara lain KPK, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI, Badan Narkotika Nasional BNN, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Badan Pengawas Pemilihan Umum Bawaslu, Komisi Yudisial KY, Bank Indonesia BI, Kementerian Luar Negeri Kemlu, Kementerian Kehutanan Kemenhut, Badan Pemeriksaan Keuangan BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP, Kementerian Keuangan Kemenkeu, Lembaga Penjamin Simpanan LPS, Kementerian Hukum dan HAM Kemenkum HAM, Kementerian Dalam Negeri Kemendagri, Ombudsman, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Kemenpan RB, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Kemenkopolhukam, Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU termasuk dari Financial Intelligence Unit FIU negara lain. Pada periode 2 Januari 2016 s.d. 31 Desember 2016, telah di terima Inquiry masuk sebanyak 807 delapan ratus tujuh Inquiry yang terdiri atas 728 tujuh ratus dua puluh delapan inquiry domestik dan 79 tujuh puluh sembilan inquiry FIU. Penerimaan permintaan informasi mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2015, dimana sampai dengan periode Desember 2015 PPATK telah menerima sebanyak 637 enam ratus tiga puluh tujuh inquiry. Dari jumlah 807 inquiry yang diterima PPATK tersebut, sebanyak 754 tujuh ratus lima puluh empat inquiry telah ditindaklanjuti dengan dilakukan pengecekan database danatau analisis serta disampaikan Hasil Analisis danatau Informasi kepada instansi peminta. Pada tahun 2016 telah di terima Inquiry masuk sebanyak 746 enam ratus enam puluh tiga, yang terdiri atas 672 enam ratus tujuh puluh dua inquiry domestik dan 74 tujuh puluh empat inquiry FIU. Penerimaan permintaan informasi mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2015. PENING KATAN JUMLAH PERMINTAAN INFO RMASI KE PPATK 02 60 LAPORAN TAHUNAN 2016 S esuai dengan Pasal 90 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pen- cucian Uang TPPU yang berbunyi bahwa dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK dapat melakukan kerjasama pertukaran informasi berupa permintaan, pemberian dan penerimaan informasi dengan pihak baik dalam lingkup nasional maupun internasional yang meliputi instansi penegak hukum, lembaga yang berwenang melakukan pengawasan ter- hadap penyedia jasa keuangan, lembaga yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawaab keuangan negara, lembaga lain yang terkait dengan pen- cegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan Financial Intelligence Unit FIU negara lain. Sehubungan dengan kerjasama pertukaran informasi tersebut, PPATK berupaya untuk memenuhi permintaan informasi dari lembaga terkait dengan berdasarkan pada standar kualitas dan Standard Operating Procedure SOP yang telah ditetapkan. Terdapat 4 empat jenis pertukaran informasi dalam lingkup internasional yaitu: a. Outgoing Mutual Request Incoming Information, yaitu PPATK mengirimkan permintaan informasi kepada FIU lain yang di trigger dari permintaan FIU tersebut; b. Incoming Mutual Request Outgoing Information, yaitu PPATK menerima permintaan informasi dari FIU lain dan PPATK memberikan informasi yang diminta; PENING KATAN KUANTITAS PERTUKARAN INFO RMASI DAN PENG ANDUAN MASYARAKAT 03 61 LAPORAN TAHUNAN 2016 c. Spontaneous Incoming Information, yaitu PPATK menerima informasi dari FIU lain secara spontan tanpa diminta; dan d. Spontaneous Outgoing Information, yaitu PPATK memberikan informasi kepada FIU lain secara spontan tanpa diminta. Jumlah pertukaran informasi dalam lingkup internasional selama Januari 2003 s.d. Desember 2016 sebanyak 1.165 pertukaran informasi. Sebagian besar pertukaran informasi tersebut didominasi oleh informasi yang berasal dari Incoming Mutual Request Outgoing Information yaitu sebanyak 525 pertukaran informasi. Kemudian, untuk periode 1 Januari 2016 s.d. 31 Desember 2016, jumlah pertukaran informasi dalam lingkup internasional tersebut sebanyak 229 pertukaran informasi dengan 79 kali atau 34,49 merupakan penerimaan permintaan informasi dari Financial Intellegence Unit FIU lain diantaranya dari negara Malaysia, Korea Selatan, Amerika Serikat, Nepal, Australia, Singapura, Jepang, dan Luxemburg, dan PPATK memberikan informasi yang diminta Incoming Mutual Request. Selanjutnya, sejak tahun 2013 PPATK juga menerima pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada PPATK merupakan partisipasi aktif masyarakat untuk melakukan kontrol dan mengadukan penyimpangan- penyimpangan yang di ketahuinya. Selama periode Januari 2013 s.d. 31 Desember 2016, PPATK menerima sebanyak 58 pengaduan masyarakat. Terhadap laporan danatau informasi dari masyarakat tersebut, selanjutnya dilakukan penilaian untuk menentukan tindak lanjut atas laporan danatau informasi yang diterima. Hasil penilaian tersebut dapat berupa tindak lanjut atau pengembangan laporan danatau informasi dari masyarakat dengan analisis atau penempatan laporan danatau informasi dari masyarakat ke dalam database PPATK. Dengan semakin banyaknya laporan pengaduan masyarakat yang diterima oleh PPATK, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melakukan sistem kontrol sosial semakin baik. Bagi setiap pihak yang menyampaikan laporan pengaduan masyarakat, akan dilindungi oleh Undang-Undang sesuai dengan pasal 84 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu: “Setiap orang yang melaporkan terjadinya Indikasi tindak pidana Pencucian Uang wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa danatau hartanya, termasuk keluarganya”. Untuk memenuhi partisipasi masyarakat dalam penyampaian informasi terkait tindak pidana pencucian uang money laundering dan pendanaan terorisme inancing of terrorism , PPATK telah mengembangkan Aplikasi Pengaduan Masyarakat yang tersedia di website PPATK: http:www.ppatk.go.id atau melalui telepon ke 021- 3850455 dan contact-us ppatk.go.id. 62 LAPORAN TAHUNAN 2016 1. SATGAS PENCEGAHAN DAN PEMBE- RANTASAN ILLEGAL FISHING Pasal 2 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang menyatakan bahwa salah satu objek tindak pidana antara lain adalah hasil kejahatan dari sektor kelautan dan perikanan. Pada tahun 2014, PPATK telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Kelautan dan Per- ikanan KKP terkait pencegahan dan pemberantasan illegal fishing. Kerjasama ini berupa adanya pertukaran informasi antara PPATK dengan Kementerian KKP, antara lain : a Informasi yang berasal dari inisiatif KKP atau atas dasar permintaan tertulis dari PPATK, yang meliputi dugaan tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh perorangan danatau korporasi. b Informasi mengenai pengawasan penyalahgunaan wewenang danatau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana lainnya oleh unsur KKP. c Informasi yang dibutuhkan PPATK dalam rangka pemenuhan informasi dari Financial Inteligence Unit FIU negara lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang. d Informasi perkembangan investigasi awal danatau penyidikan perkara tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan yang terindikasi bersamaan dengan tindak pidana pencucian uang danatau tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan; e Informasi lainnya yang dibutuhkan PPATK sesuai ketersediaan data KKP. Dengan kerjasama tersebut, PPATK bisa menelusuri lebih lanjut data mengenai illegal fishing dari KKP. Dari data yang diberikan oleh menteri, bisa diketahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam illegal fishing. Selama periode tahun 2015 sampai Mei 2016, PPATK menerima 5 lima permintaan informasi dari KKP terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang di lingkungan KKP. Selain pertukaran informasi sebagaimana di atas, PPATK juga dapat memberikan asistensi danatau PERAN SERTA AKTIF PPATK DALAM BERBAG AI SATUAN TUG AS 04 63 LAPORAN TAHUNAN 2016 pendampingan penanganan perkara tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan yang diduga bersamaan dengan tindakan pidana pencucian uang danatau tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan. Adapun pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia akan diwujudkan melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan sosialisasi yang dilakukan secara bersama- sama dan disepakati lebih lanjut oleh kedua pihak. 2. SATGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR PPATK berperan aktif dalam upaya konkret pemerintah memberantas habis pungutan liar pungli yang telah disahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli. PPATK mengerahkan 11 sebelas personel untuk masuk keanggotaan tim Satgas dari total 236 personel Satgas Saber Pungli yang telah dilantik oleh Menko Polhukam selaku pengendali dan penanggung jawab kegiatan Satgas pada 28 Oktober 2016. Dalam Keputusan Menko Polhukam Nomor 78 Tahun 2016 tentang Kelompok Kerja dan Sekretariat Satgas Saber Pungli, personel PPATK masuk dalam keanggotaan di Sekretariat, Kelompok Kerja Pokja Intelijen, dan Pokja Pencegahan. Peran aktif PPATK dalam memberikan dukungan terhadap pelaksanaan tugas Satgas Saber Pungli antara lain:  Melakukan koordinasi, penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan- kegiatan dalam Sekretariat, Pokja Intelijen, dan Pokja Pencegahan; dan  Melaksanakan pembentukan Unit Pemberantasan Pungli UPP tingkat KementerianLembaga di internal PPATK yang diketuai oleh Sekretaris Utama PPATK. 3. TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN TERORISME Sebagai wujud nyata upaya penanggulang- an terorisme, terutama pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme, PPATK berperan aktif sebagai Anggota dalam Tim Koordinasi Antar Kementerian Lembaga Pelaksanaan Program Penang- gulangan Terorisme yang disahkan melalui Keputusan Menko Polhukam Nomor 77 Tahun 2016 pada 20 Oktober 2016. Dalam susunan keanggotaan Tim Koordinasi yang diketuai oleh Menko Polhukam tersebut, Kepala PPATK merupakan Anggota Tim Pengarah dan Direktur Kerjasama dan Humas merupakan Anggota Tim Pelaksana. 64 LAPORAN TAHUNAN 2016 PPATK sebagai salah satu Anggota Tim Koordinasi telah berkoordinasi intensif dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT selaku Ketua Tim Pelaksana dalam menyusun Rencana Aksi Program Penanggulangan Terorisme Tahun 2017. Rencana Aksi PPATK antara lain dalam hal koordinasi pertukaran informasi terkait pendanaan terorisme, pelaksanaan Rencana Aksi Stranas TPPU dan Pendanaan Terorisme 2017-2019, dan upaya pemenuhan Rekomendasi FATF terkait pendanaan terorisme. Rencana Aksi PPATK bersama dengan Rencana Aksi 21 instansi Anggota Tim Koordinasi lainnya telah dipaparkan kepada Menko Polhukam dan Kepala BNPT pada 20 Desember 2016. K egiatan ini merupakan salah satu bagian penting dari upaya kita untuk memberikan kontribusi positif bagi para penegak hukum dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang pada akhirnya bermuara kepada keberhasilan penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Anotasi putusan perkara tindak pidana pencucian uang yang akan kita bahas bersama-sama, nantinya akan dicetak dalam bentuk buku anotasi perkara Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU yang berisi anotasi beberapa putusan perkara TPPU yang patut dijadikan referensi. Buku anotasi putusan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU tersebut sangat penting untuk menyebarkan pemahaman dan meningkatkan kapasitas para penyidik, penuntut umum, dan hakim O UTC O M E ANO TASI DALAM PENYAMAAN PERSEPSI 05 mengenai penanganan perkara tindak pidana pencucian uang. Dalam rapat penyusunan anotasi putusan kali ini, telah disiapkan 6 enam anotasi putusan perkara tindak pidana pencucian uang yaitu 1 Perkara an. Agus Kuncoro Putro 2 Perkara an. Carlina Liestyani 3 Perkara an. Ali Abu Bakar 4 Perkara an. Pieter Neke Dhey 5 Perkara an. Dennyes Guntur Esmet 6 Perkara an. Toto Kuntjoro Kusuma Jaya Dalam kelima putusan tersebut, terdapat terobosan-terobosan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum dalam membuktikan unsur-unsur pasal pencucian uang yang dapat dijadikan acuan bagi penyidik, penuntut umum, maupun hakim yang akan atau sedang menangani perkara- perkara tindak pidana pencucian uang. 65 LAPORAN TAHUNAN 2016 KEG IATAN PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT PENYAMPAIAN LAPO RAN HASIL PEMERIKSAAN KEPADA PENEG AK HUKUM 06 S elain melakukan fungsi analisis, sesuai amanat Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang selanjutnya disebut UU TPPU, PPATK juga memiliki fungsi pemeriksaan terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang. Selama tahun 2016, PPATK telah melakukan beberapa kegiatan pemeriksaan dan telah menghasilkan 15 Laporan Hasil Pemeriksaan LHP yang disampaikan kepada Penyidik dan Kementerian Lembaga terkait. Penyampaian laporan tersebut berkaitan dengan pemeriksaan perkara TPPU yang dilakukan terhadap 1.543 rekening pihak-pihak terkait yang terdistribusi pada 241 Penyedia Jasa Keuangan. Dari kegiatan pemeriksaan atas 15 LHP tersebut, ditemukan adanya indikasi TPPU dengan tindak pidana asal narkoba, korupsi, perpajakan, perjudian, dan tindak pidana kepabeanan. Salah satu fokus pemeriksaan PPATK pada tahun ini adalah pemeriksaan transaksi keuangan terkait dugaan korupsi tindak pidana lingkungan hidup. Dari kegiatan pemeriksaan terhadap transaksi keuangan selama periode 2010 s.d. 2015, ditemukan adanya indikasi pembalakan hutan lindung untuk dikonversi atau alih fungsi menjadi kebun sawit yang dilakukan oleh PT. MAL dan beberapa pengusaha lokal melalui modus menggunakan Surat Keterangan Ganti Rugi SKGR yang diperjual belikan melalui oknum lurah setempat. Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui terdapat transaksi terlapor pengusaha bisnis hiburan malam, properti, hotel dll di wilayah Pekanbaru yang berindikasi melakukan TPPU yang terkait dengan beberapa tindak pidana asal, LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 88 KEGIATAN PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KEPADA PENEGAK HUKUM Selain melakukan fungsi analisis, sesuai amanat Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang selanjutnya disebut UU TPPU, PPATK juga memiliki fungsi pemeriksaan terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang. Selama tahun 2016, PPATK telah melakukan beberapa kegiatan pemeriksaan dan telah menghasilkan 15 Laporan Hasil Pemeriksaan LHP yang disampaikan kepada Penyidik dan KementerianLembaga terkait. Penyampaian laporan tersebut berkaitan dengan pemeriksaan perkara TPPU yang dilakukan terhadap 1.543 rekening pihak-pihak terkait yang terdistribusi pada 241 Penyedia Jasa Keuangan. Dari kegiatan pemeriksaan atas 15 LHP tersebut, ditemukan adanya indikasi TPPU dengan tindak pidana asal narkoba, korupsi, perpajakan, perjudian, dan tindak pidana kepabeanan. Grafik 2 Perkembangan Jumlah LHP, Jumlah PJK dan Jumlah Rekening yang Diperiksa Tahun 2016 5 13 10 19 20 19 86 16 117 58 95 200 261 747 137 780 471 1,410 1,831 1,774 6,403 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah Kumulatif GRAFIK 2. Perkembangan Jumlah LHP, Jumlah PJK dan Jumlah Rekening yang Diperiksa Tahun 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 88 Selama tahun 2016, PPATK telah melakukan beberapa kegiatan pemeriksaan dan telah menghasilkan 15 Laporan Hasil Pemeriksaan LHP yang disampaikan kepada Penyidik dan KementerianLembaga terkait. Penyampaian laporan tersebut berkaitan dengan pemeriksaan perkara TPPU yang dilakukan terhadap 1.543 rekening pihak-pihak terkait yang terdistribusi pada 241 Penyedia Jasa Keuangan. Dari kegiatan pemeriksaan atas 15 LHP tersebut, ditemukan adanya indikasi TPPU dengan tindak pidana asal narkoba, korupsi, perpajakan, perjudian, dan tindak pidana kepabeanan. Grafik 2 Perkembangan Jumlah LHP, Jumlah PJK dan Jumlah Rekening yang Diperiksa Tahun 2016 Jumlah HP Jumlah PJK Jumlah Rekening 66 LAPORAN TAHUNAN 2016 yaitu tindak pidana perjudian, penyuapan dan perpajakan atas 2 orang terlapor yang berprofesi sebagai pengusaha. Adapun rincian indikasi tindak pidana yang ditemukan adalah:  Teridentifikasi transaksi aliran dana dari Pengusaha yang merupakan beneficial owner dari usaha perjudian ke beberapa tersangka tindak pidana perjudian. Adapun usaha perjudian menggunakan nama mantan ketua ormas sebagai nominee dalam menjalankan usaha hiburan dan perjudian.  Teridentifikasi aliran dana dari rekening terlapor pengusaha ke beberapa pihak yang profilnya termasuk kategori Politically Expose Person PEP’s dan anggota polisi selama periode 2010 sampai dengan 2015, baik melalui rekening pribadi maupun rekening pihak ketiga terkait nominee yang diduga berindikasi tindak pidana penyuapan.  Berdasarkan perhitungan data Omset usaha yang masuk ke rekening pribadi dan dibandingkan dengan data pelaporan SPT selama tahun 2010 s.d 2015 dari dua orang Pengusaha an. DHA dan SM, diduga terdapat penerimaan dana pada rekening pribadi yang belum dilaporkan pada SPT PPh Orang Pribadi dengan nilai masing- masing Rp1.491.191.115.145,- dan Rp978.529.587.038,-. Dari kasus ini, PPATK telah menyampaikan 4 Laporan Hasil Pemeriksaan kepada penyidik TPPU sebagai berikut: 1. Dua LHP yang disampaikan ke Penyidik Kepolisian terkait indikasi TPPU dengan tindak pidana asal Penyuapan dan Perjudian; 2. Dua LHP yang disampaikan ke Penyidik Ditjen Pajak terkait dengan indikasi TPPU dengan tindak pidana asal Perpajakan. Kasus lain yang juga menjadi perhatian pada kegiatan pemeriksaan PPATK pada tahun ini adalah kasus tindak pidana kepabeanan yang melibatkan beberapa perusahaan dengan LHP yang telah disampaikan kepada Ditjen Bea dan Cukai. Modus tindak pidana kepabeanan tersebut melibatkan PT KW yang merupakan sebuah perusahaan garmen milik Korea Selatan yang beroperasi di Kawasan Berikat di Purwakarta. Perusahaan yang beroperasi di kawasan berikat mendapat fasilitas dari pemerintah berupa penangguhan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Adapun proses bisnis perusahaan yang beroperasi di KBN yaitu PT KW mengimpor bahan baku dari luar negeri, kemudian barang impor tersebut diproses untuk menghasilkan barang jadi Salah satu fokus pemeriksaan PPATK pada tahun ini adalah pemeriksaan transaksi keuangan terkait dugaan korupsi tindak pidana lingkungan hidup. Dari kegiatan pemeriksaan terhadap transaksi keuangan selama periode 2010 s.d. 2015, ditemukan adanya indikasi pembalakan hutan lindung untuk dikonversi atau alih fungsi menjadi kebun sawit… 67 LAPORAN TAHUNAN 2016 kemudian hasil produksinya untuk tujuan ekspor. Impor barang yang dilakukan oleh PT KW sebenarnya merupakan barang yang berasal dari pihak pemberi kerja pemberi order diluar negeri yang dalam hal ini adalah K Trading, Co., ST Co., Ltd., dan GTKW Co., Ltd. Ketiga pihak tersebut merupakan induk perusahaan dan pemberi order kepada PT KW untuk mengerjakan produksi pakaian jadi. Terkait dengan proses seperti ini maka transaksi keuangan yang terjadi pada PT KW adalah PT KW banyak menerima dana masuk dari luar negeri yang pihak pengirimnya adalah adalah K Trading, Co., ST Co., Ltd., dan GTKW Co., Ltd. Dana masuk tersebut merupakan biaya jasa untuk memproses bahan baku menjadi bahan pakaian untuk diekspor. Berdasarkan data importasi Bea Cukai, ternyata seluruh barang yang dikirimkan oleh 3 tiga pemasok tersebut tercatat atas nama PT KW perusahaan yang mendapat fasilitas kawasan berikat, PT YI, PT DKT, dan PT EKL. Disisi lain, dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan aliran dana dari PK kepada ke-4 empat importir. Fakta ini menunjukkan bahwa PK dalam melakukan aktivitas impor barang menggunakan salah satu dokumen perusahaan yang mendapatkan fasilitas kawasan berikat sehingga tidak perlu membayar bea masuk dan pajak impor. Sedangkan untuk transaksi pembayaran barang langsung kepada perusahaan pemasok di luar negeri. Disamping itu, PK juga diketahui menggunakan perusahaan lain PT DKT, dan PT EKL dalam rangka mengimpor barang namun berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata nilai barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan impor barang PIB jauh lebih kecil dibandingkan nilai uang yang dikirimkan kepada pemasok dalam rangka pembelian garmen sehingga terdapat indikasi mark-down harga barang impor dalam dokumen impor yang tujuannya adalah untuk mengurangi pembayaran kewajiban kepabeanan. Data nilai barang kepada pemasok diperoleh dari transaksi kiriman uang ke luar negeri sedangkan data nilai barang sebagaimana tercantum dalam PIB. Dalam rangka meningkatkan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan meningkatkan manfaat atas Hasil Pemeriksaan PPATK, pada tahun 2016 terdapat 3 Hasil Pemeriksaan PPATK yang mengungkap adanya potensi tindak pidana penggelapan pajak terutama untuk Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai PPN dengan nilai potensi penghasilan kena pajak yang belum dilaporkan oleh 3 orang Wajib Pajak Orang Pribadi senilai lebih dari Rp 9,16 Triliun selama periode 2010 s.d 2015. Hal ini terungkap dari 2 satu pemeriksaan yang dilakukan terhadap 3 orang Wajib Pajak Orang Pribadi. PPATK Pada tahun 2016 terdapat 3 Hasil Pemeriksaan PPATK yang mengungkap adanya potensi tindak pidana penggelapan pajak terutama untuk Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai PPN dengan nilai potensi penghasilan kena pajak yang belum dilaporkan oleh 3 orang Wajib Pajak Orang Pribadi senilai lebih dari Rp 9,16 Triliun selama periode 2010 s.d 2015 68 LAPORAN TAHUNAN 2016 menemukan modus penyembunyian transaksi bisnisusaha terkait dengan omzet kegiatan usaha perusahaan melalui rekening pribadi dari pemilik usaha yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak SPT Tahunan yang harus disampaikan oleh wajib pajak. Modus penyimpangan pajak lainnya yang ditemukan adalah penggunaan pihak ketiga sebagai nominee dalam dokumen perusahaan namun transaksi keuangan dikendalikan oleh Pengusaha sebagai Benificial Owner atau pemilik sebenarnya, terutama pada sektor bisnis hiburan malam dan ekspor hasil tambang. PPATK menemukan modus penyembunyian transaksi bisnisusaha terkait dengan omzet kegiatan usaha perusahaan melalui rekening pribadi dari pemilik usaha yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak SPT Tahunan yang harus disampaikan oleh wajib pajak PERAN PPATK DALAM IMPLEMENTASI PERMA NO MO R 01 TAHUN 2013 07 P eraturan Mahkamah Agung PERMA Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dibentuk untuk mengisi kekosongan “hukum acara” pelaksanaan Pasal 67 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang selanjutnya disingkat UU TPPU. Pasal 67 UU TPPU memberikan kewenangan kepada penyidik TPPU untuk mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memutuskan Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana menjadi aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Penetapan PERMA ter- sebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagai- mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, yang antara lain menyatakan, bahwa MA mempunyai kewenangan untuk memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawah kewenangannya dan membuat peraturan sebagai pelengkap 69 LAPORAN TAHUNAN 2016 untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum dalam jalannya peradilan. Beberapa materi yang diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2013 meliputi ruang lingkup, mekanisme permohonan penanganan harta kekayaan dalam TPPU dan tindak pidana lain dan hukum acaranya. Peraturan ini berlaku terhadap permohonan penanganan harta kekayaan yang diajukan oleh Penyidik dalam hal diduga sebagai pelaku tindak pidana tidak ditemukan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam Pasal 3 peraturan ini disebutkan bahwa salah satu syarat dalam mengajukan permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilengkapi dengan berita acara penghentian sementara seluruh atau sebagian transaksi terkait harta kekayaan yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana atas permintaan PPATK. Hal ini mengandung arti bahwa penanganan harta kekayaan yang dimaksud dalam peraturan ini didahului dengan penghentian sementara transaksi PPATK. Berdasarkan pasal 1 peraturan Kepala PPATK Nomor PER-031.02.1PPATK0312 tentang pe- laksanaan penghentian sementara dan penundaan transaksi di bidang perbankan, pasar modal dan asuransi disebutkan bahwa penghentian sementara transaksi adalah tindakan penyedia jasa keuangan untuk tidak melaksanakan transaksi atas permintaan PPATK. Sebagai wujud peran serta PPATK dalam pelaksanaan PERMA 01 tahun 2013 tersebut, sampai dengan Desember 2016, PPATK telah mengirimkan 125 surat kepada PJK terkait penghentian sementara transaksi dan penanganan harta kekayaan atas rekening tersebut telah diserahkan kepada penyidik terkait. Sebagai wujud peran serta PPATK dalam pelaksanaan PERMA 01 tahun 2013 tersebut, sampai dengan Desember 2016, PPATK telah mengirimkan 125 surat kepada PJK terkait penghentian sementara transaksi dan penanganan harta kekayaan atas rekening tersebut telah diserahkan kepada penyidik terkait. Ha m b a ta n Re ko m e nd a si 70 LAPORAN TAHUNAN 2016 HAMBATAN DAN REKOMENDASI TABEL 4. Daftar Hambatan dan Rekomendasi Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PPATK Tahun 2016 Fungsi Hambatan Rekomendasi Analisis Masih terdapat resistensi dari PJK, khususnya PJK Non Bank dalam menyampaikan data SIPESAT. Hal ini disebabkan masih adanya perdebatan mengenai legalitas kewenangan PPATK dalam mengelola data tersebut. Sementara, di sisi lain telah ada ketentuan-ketentuan yang mendukung pelaksanaan SIPESAT di bawah kewenangan PPATK. Perlu ada komitmen penuh dari pemerintah serta koordinasi intensif dengan lembaga terkait seperti OJK dan asosiasi Penyedia Jasa Keuangan, demi penyamaan persepsi mengenai kewenangan penyelenggaraan SIPESAT oleh PPATK Dalam proses penyusunan Hasil Analisis, PPATK masih membutuhkan data-data lain sebagai sumber informasi analisis, antara lain data imigrasi, data perpajakanSPT, data bea cukai, yang tentunya akan banyak memberikan manfaat bagi proses analisis di PPATK. Diperlukan adanya konektivitas data antara PPATK dengan instansi-instansi yang mengelola data yang penting sebagai sumber informasi analisis, seperti data imigrasi, data perpajakanSPT, serta data bea cukai. Semakin lengkap sumber data yang dimiliki oleh PPATK, akan semakin memudahkan proses penelusuran transaksi keuanganharta kekayaan yang dilakukan, dan bermuara pada meningkatnya kualitas Hasil Analisis PPATK. Perlunya Peningkatan Koordinasi Antara PPATK, Lembaga Pengawas dan Pengatur LPP, dan Penyidik Dalam Menggali Potensi Penerimaan Negara dari Sektor Pajak 71 LAPORAN TAHUNAN 2016 LANJUTAN TABEL 1. Daftar Hambatan dan Rekomendasi Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PPATK Tahun 2016 Fungsi Hambatan Rekomendasi Dalam rangka mendorong penerimaan negara lebih besar lagi melalui sektor perpajakan, Bapak Presiden RI memberikan perhatian dan dukungan terhadap upaya pemanfaatan HA dan HP PPATK tersebut melalui penyusunan Instruksi Presiden Inpres yang dalam waktu dekat akan ditetapkan. Pemeriksaan dan Riset Masih ditemukannya hambatan terkait proses tindak lanjut atas Laporan Hasil Pemeriksaan yang disampaikan kepada Penyidik. Meningkatkan koordinasi dengan jajaran Penyidik terkait agar tindak lanjut dari Laporan Hasil Pemeriksaan bisa lebih dioptimalkan. Pengawasan Kepatuhan Masih terdapatnya pihak pelapor yang belum melaksanakan kewajiban pelaporan kepada PPATK. Meningkatkan Pengawasan Kepatuhan dengan bekerja sama dengan asosiasi pihak pelapor dan Lembaga Pengawas Pengatur serta instansi terkait lainnya. Perencanaan dan Keuangan Adanya kebijakan Pemerintah terkait pemotongan anggaran pada KementerianLembaga pada tahun berjalan yang mengakibatkan terhambatnya pencapaian target kinerja maupun output yang telah ditetapkan, mengingat proses perencanaan dan penganggaran telah dilaksanakan dengan pendekatan penganggaran berbasis kinerja performance based budgeting. Kebijakan pemotongan anggaran Kementerian Lembaga agar lebih proporsional dan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Kementerian Lembaga. 72 LAPORAN TAHUNAN 2016 PRO YEKSI KERJA 2 0 1 7 PERSIAPAN MENGHADAPI MUTUAL EVALUATION OLEH APG TAHUN 2017 PRIORITAS HASIL ANALISIS SESUAI DENGAN REKOMENDASI NATIONAL RISK ASSESSMENT PERCEPATAN IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22016 01 02 03 73 LAPORAN TAHUNAN 2016 PROYEKSI PEMERIKSAAN DAN RISET PROYEKSI KERJA PPATK DI BIDANG HUKUM EVALUASI PARUH WAKTU RENCANA STRATEGIS PPATK 2015-2019 PENGAWASAN KEPATUHAN DI DAERAH BERISIKO TINGGI TPPU DAN TPPT BERDASARKAN NATIONAL RISK ASSESSMENT PEMBANGUNAN APLIKASI LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN DAN APLIKASI TERKAIT POLITICAL EXPOSED PERSON PEMBENTUKAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN PENINGKATAN NILAI KAPABILITAS APIP DAN MATURITAS SPIP PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DAN PRATAMA PUSDIKLAT APUPPT SIAP BEROPERASI 04 05 06 07 09 10 11 08 74 LAPORAN TAHUNAN 2016 P ada bulan November 2017 mendatang, Indonesia akan mendapat giliran untuk dievaluasi oleh tim evaluator yang akan ditentukan oleh APG. Apabila Indonesia menolak untuk dievaluasi dalam kerangka ME, maka hal tersebut akan berdampak pada diragukannya komitmen Indonesia oleh dunia internasional dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Pada tingkat yang paling merugikan adalah Indonesia akan dicantumkan dalam FATF public statementblacklist yang berdampak pengenaan sanksi berupa counter-measures yang dapat berdampak pada terganggunya sistem keuangan dan menghambat perkembangan investasi di Indonesia. Berdasarkan self-assessment yang telah dilakukan oleh PPATK, Indonesia masih menghadapi banyak defisiensi baik PERSIAPAN MENG HADAPI M UTUA L EV A LUA TIO N O LEH APG TAHUN 2017 01 PRIO RITAS HASIL ANALISIS SESUAI DENG AN REKO MENDASI NA TIO NA L RISK A SSESSM ENT 02 dari segi technical compliance maupun effectiveness sehingga untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam ME tentunya dibutuhkan komitmen dan dukungan yang kuat dari pemerintah, serta kerja sama yang lebih baik lagi diantara instansi terkait untuk mengatasi defisiensi dimaksud. D alam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan sebagai- mana dimaksud dalam Pasal 44 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, produk yang dihasilkan PPATK yaitu Hasil Pemeriksaan HP, Hasil Analisis HA dan Informasi. Output PPATK tersebut akan diharmonisasikan dengan rekomendasi National Risk Assessment 75 LAPORAN TAHUNAN 2016 NRA, yaitu akan diprioritaskan terhadap 3 tiga tindak pidana asal yang beresiko tinggi Narkotika, Korupsi dan Perpajakan. Dalam menangani kasus tindak pidana narkotika dan korupsi, PPATK bekerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya agar para pelaku tindak pidana tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang TPPU sehingga para pelaku jera dan tidak lagi melakukan kejahatan. Sedangkan terkait tindak pidana perpajakan, PPATK akan selalu memberikan dukungan penuh dalam setiap kebijakan pemerintah dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Untuk dapat meningkatkan kinerja pada tahun 2017, PPATK akan melakukan koordinasi yang lebih intens sehingga produk PPATK dapat lebih bernilai bagi penyidik dan mendukung penerimaan negara dari sektor pajak, yang s.d bulan Desember 2016 telah memberikan kontribusi sebesar Rp3,5 triliun. Selain itu, produk yang dihasilkan PPATK juga akan diselaraskan dengan kebijakan pemerintah disektor lainnya seperti illegal logging, illegal fishing, teroris financing, dll. PPATK juga akan aktif dalam satgas-satgas yang dibentuk dalam rangka mendukung pencegahan dan pemberantasan TPPU dan Tindak Pidana Asal. PERC EPATAN IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO MO R 2 2016 03 P PATK akan melakukan percepatan implementasi peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2016 tentang penyampaian tata cara penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah danatau lembaga swasta dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Hal ini telah dimasukkan ke dalam program STRANAS TPPU dimana akan dilakukan identifikasi dan penyusunan data dan informasi yang dibutuhkan oleh PPATK, penjajakan kerjasama antara PPATK dengan instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, penyusunan dan penandatanganan Nota Kesepahaman serta implementasi penyampaian data dan informasi sesuai dengan Nota Kesepahaman. 76 LAPORAN TAHUNAN 2016 U ntuk tahun 2017 fokus kegiatan pe- meriksaan akan lebih dititikberatkan pada sektor penerimaan Negara misalnya sektor pajak dan bea cukai serta transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana korupsi oleh penyelenggara Negara mau- pun kepala daerah. Hal tersebut dilakukan dalam rangka membantu meningkatkan penerimaan negara. Sedangkan untuk kegiatan riset proyeksi di tahun 2017 akan mengerjakan beberapa tema riset yaitu: RRA – Based 1. NPO Penilaian risiko Pendanaan terorisme atau Terrorist Financing di sektor NPO regional 2. Self Funding Tipologi pendanaan mandiri yang berasal dari sumber yang sah pada tindak pidana pendanaan terorisme dan tindak pidana terorisme 3. Cross Border Movement CBM Pergerakan Uang Tunai di Lintas Batas Kajian mengenai tingkat kerentanan dan ancaman pada wilayah perbatasan di Indonesia yang digunakan sebagai jalur perpindahan uang tunai dalam rangka pencucian uang dan pendanaan terorisme 4. Crytocurrency Kajian Risiko Crypto- currency terhadap Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme 5. Trade-based Money Laundering TBLM Tipologi Trade Based Money LaunderingTerorrist Financing Riset Rutin 1. Tipologi 2016 Tipologi Terkait Kasus- kasus Yang Sudah Menjadi Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang Selama Tahun 2016 2. Redflag HAHP 2016 Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Berdasarkan Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan Tahun 2016 3. Tipologi Narkotika Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika 1 Mengupayakan percepatan penetapan peraturan perundang-undangan yang mendorong efektifitas implementasi rezim anti pencucian uang dan pem- berantasan pendanaan terorisme; 2 Mendiseminasikan peraturan perundang-undangan dibidang pen- cegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme melalui pelaksanaan kegiatan PRO YEKSI PEMERIKSAAN DAN RISET 04 PRO YEKSI KERJA PPATK DI BIDANG HUKUM 05 seminardiskusi dan pengelolaan sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum baik yang dilakukan secara elektronis melalui akses website ke https:jdih.ppatk.go.id, maupun manual melalui kompilasi peraturan perundang-undangan yang terdokumentasi di perpustakaan PPATK; 77 LAPORAN TAHUNAN 2016 3 Optimalisasi pemberian layanan hukum, baik berupa pemberian pendapat hukum kepada internal PPATK dan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat, maupun pemberian bantuan hukum litigasi dan non-litigasi bagi pejabat dan pegawai PPATK; 4 Melaksanakan kajianpenelitian hukum terkait isu-isu terkini mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang pendanaan terorisme, termasuk penyusunan anotasi putusan perkara TPPU dan TPPT, EVALUASI PARUH WAKTU RENC ANA STRATEG IS PPATK 2015-2019 06 yang outcomenya disampaikannya rekomendasi kepada Presiden dan instansi terkait untuk menyusun atau menyempurnakan legal framework yang memiliki keterkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing instansi; dan 5 Pemberian keterangan ahli di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan sidang pengadilan. D alam rangka evaluasi paruh waktu Pemerintah atas RPJMN 2015- 2019, serta penyelarasan arah kebijakan Pimpinan PPATK yang baru, perlu kiranya dilakukan evaluasi atas pelaksanaan Rencana Strategis Renstra PPATK tahun 2015-2019. RPJMN merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 tahun sebagai penjabaran visi, misi dan program Presiden yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian Lembaga KL dan kerangka ekonomi makro. Evaluasi dilakukan dalam rangka menilai pencapaian tujuan, sasaran, maupun indikator kinerja dan menganalisis permasalahan yang terjadi dalam proses implementasi sehingga dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan kinerja selanjutnya. Hasil evaluasi dapat menyediakan data dan informasi bagi proses pengambilan kebijakan dan proses penyusunan perencanaan dan penganggaran pada periode berikutnya. TABEL 5. Tahapan Evaluasi Paruh Waktu Renstra 2017 Januari Februari Maret April Kick off meeting Penetapan sasaran strategis, indikator kinerja dan strategi kebijakan PPATK Sinkronisasi Renstra dengan RPJMN bilateral meeting dengan Bappenas Penetapan Renstra 78 LAPORAN TAHUNAN 2016 PENG AWASAN KEPATUHAN DI DAERAH BERISIKO TING G I TPPU DAN TPPT BERDASARKAN NA TIO NA L RISK A SSESSM ENT PEMBANG UNAN APLIKASI LAPO RAN TRANSAKSI KEUANG AN MENC URIG AKAN DAN APLIKASI TERKAIT PO LITIC A L EXPO SED PERSO N P royeksi kerja pengawasan kepatuhan PPATK pada tahun 2017 akan dilaksanakan sebagai berikut: 1. Pengawasan Kepatuhan untuk Penyedia Jasa Keuangan PJK akan difokuskan pada industri perbankan dan pasar modal, kemudian untuk Pengawasan Kepatuhan Penyedia Barang danatau Jasa Lainnya PBJ akan difokuskan pada perusahaan propertiagen properti dan pedagang kendaraan bermotor; 2. Pengawasan Kepatuhan terhadap PJK dan PBJ akan dilakukan di daerah yang berdasarkan National Risk Assessment NRA adalah daerah beresiko tinggi Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme; 3. Kegiatan Pemantauan pemenuhan komitmen perbaikan atas temuan audit akan dilakukan terhadap hasil audit PPATK dan hasil audit dari Lembaga Pengawas dan Pengatur LPP. 07 08 1. Pembangunan Aplikasi Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM Profesi yang rencananya akan dirampungkan pada tahun 2017, hal ini sangat penting untuk menampung kewajiban pelaporan bagi pihak profesi tertentu seperti: profesi dari kalangan akuntansi, advokat, notaris, perencana keuangan dan konsultan pajak; 2. Membangun aplikasi terkait PEP Political Exposed Person, hal ini sangat dibutuhkan mengingat sampai dengan saat ini belum ada lembaga ataupun instansi baik pemerintah maupun swasta yang dapat mengeluarkan atau merekomendasikan daftar terkait dengan PEP. Oleh karena itu PPATK menginisiasi untuk segera membangun aplikasi yang memang didedikasikan untuk mengurusi terkait daftar para pejabat ataupun orang-orang yang dapat dikategorikan ke dalam PEP ini. 3. Memulai pembangunan Data Center 2 sebagai tahap awal pengembangan rancangan Multi Data Center, untuk menguatkan dukungan TI PPATK dalam rangka membangun sistem TI yang handal. 4. Meningkatkan layanan TI dengan lebih berkualitas berdasarkan pada kematangan tata kelola TI yang semakin meningkat. 79 LAPORAN TAHUNAN 2016 PENG ISIAN JABATAN PIMPINAN TING G I MADYA DAN PRATAMA 09 P ada tahun 2017, rencananya PPATK akan melakukan Seleksi untuk pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama karena adanya formasi yang lowong mengingat pejabat tersebut akan memasuki batas usia pensiun. Selain itu, PPATK akan melakukan pengadaan pegawai untuk pengisian formasi di Pusdiklat APU PPT. Sehubungan dengan adanya moratorium penerimaan CPNS, PPATK akan melakukan pengisian formasi melalui mekanisme redistribusi pegawai sesuai dengan arahan Kementerian PAN dan RB. Dalam rangka internalisasi nilai- nilai dasar dan membentuk budaya organisasi, PPATK akan mengadakan Team Building untuk seluruh pegawai. Hal ini dimaksudkan untuk merekatkan hubungan antarpegawai sehingga mendorong untuk peningkatan soliditas pegawai. Disamping itu, untuk mengukur perkembangan kompetensi pegawai, akan diselenggarakan reassessment bagi pejabat dan pegawai. 80 LAPORAN TAHUNAN 2016 INSTITUT INTELIJEN KEUANG AN INDO NESIA SIAP BERO PERASI 10 I nstitut Intelijen Keuangan Indonesia Indonesian Financial Intelligence InstituteIFII yang telah selesai pem- bangunannya akan mulai beroperasi pada Bulan Februari 2017. PPATK telah menyiapkan sederet program diklat serta tenaga pengajar dari internal untuk kegiatan diklat tersebut. Harapannya IFII dapat menjadi lembaga diklat bertaraf internasional di Bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU. PPATK telah menyusun Program dan Kurikulum Diklat APU PPT yang terdiri dari 48 empat puluh delapan program diklat. Program Diklat yang rencananya akan mulai dilaksanakan pada Bulan Februari tahun 2017 berjumlah 21 dari 48 Program Diklat yang dimiliki oleh PPATK. IFII mendapat sambutan positif menjelang pembukaannya. Hal tersebut terbukti dengan antusiasnya beberapa Penyedia Jasa Keuangan PJK yang berencana untuk menggunakan Pusdiklat APU PPT. Selain itu beberapa lembaga diklat seperti FKDKP, BINS serta JCLEC secara informal sudah mulai menawarkan kerjasama pelatihan. Bahkan lembaga donor internasional seperti UNODC dan AIPEG juga telah menyatakan ketertarikannya untuk men-support penyelenggaraan kegiatan di Pusdiklat APU PPT. 81 LAPORAN TAHUNAN 2016 LAMPIRAN LAPO RAN TAHUNAN 2016 82 LAPORAN TAHUNAN 2016 A NA LISIS DA N PEMERIKSA A N

1. Pelaksanaan Fungsi Analisis TABEL 6.

Jumlah HA yang Disampaikan ke Penyidik dan Jumlah LTKM yang menjadi Dasar Analisis Terkait Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Jenis HA Tahun 2016 Keterangan : - Cut of data per 30 Desember 2016. - Proaktif adalah HA yang disampaikan atas insiatif PPATK. - Inquiry adalah HA yang disampaikan sebagai jawaban atas permintaan dari Apgakum. - Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. - HA Inquiry Januari 2004 sampai dengan Desember 2008, hanya diperhitungkan sebagai catatan biasa dan tidak diper- hitungkan sebagai HA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 111 Tahun 2016 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Kumulatif s.d. Des‐ 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 PROAKTIF Ø Hasil Analisis 1,172 537 21 110 7 10 103 750 1,922 Ø LTKM Terkait 2,851 1,801 21 138 7 10 103 2,042 4,893 INQUIRY Ø Hasil Analisis 259 939 24 251 37 27 332 1,522 1,781 Ø LTKM Terkait 259 3,643 24 650 37 27 332 4,625 4,884 TOTAL Ø Hasil Analisis 1,431 1,476 45 361 44 37 435 2,272 3,703 Ø LTKM Terkait 3,110 5,444 45 788 44 37 435 6,667 9,777 Tahun 2011‐ 2014 Tahun 2015 Jumlah Jenis Hasil Analisis HA Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah Jan 2003 s.d. Des ‐2016 Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010

s.d. Oktober

2010 Tahun 2016 ‐ f GRAFIK 3. Perkembangan Jumlah HA per-Tahun yang Disampaikan ke Penyidik Berdasarkan Jenis HA Tahun 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 111 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 277 301 456 361 435 97 70 73 110 103 180 231 383 251 332 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 2012 2013 2014 2015 2016 HA per‐Tahun Proaktif Inquiry 01 83 LAPORAN TAHUNAN 2016 TABEL 7. Jumlah Kumulatif HA yang Disampaikan ke Penyidik Berdasarkan Jenis Penyidik Tahun 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 112 Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Kumulatif s.d. Des‐ 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ø KEPOLISIAN SAJA 510 15 135 23 19 186 831 831 Ø KEJAKSAAN SAJA 104 256 7 72 11 2 86 414 518 Ø KPK SAJA 428 5 59 6 14 100 587 587 Ø KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KPK 99 99 99 Ø KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN 1,327 52 52 1,379 Ø KEPOLISIAN DAN KPK 2 2 2 Ø KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN BNN 2 2 2 Ø KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN DITJEN PAJAK 5 5 5 Ø KEJAKSAAN DAN KPK 7 7 7 Ø DITJEN PAJAK 71 17 91 3 2 52 214 214 Ø DITJEN BEA DAN CUKAI 9 1 3 1 2 14 14 Ø BADAN NARKOTIKA NASIONAL BNN 35 1 9 45 45 JUMLAH HA 1,431 1,476 45 361 44 37 435 2,272 3,703 Penyidik Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 s.d. Oktober 2010 Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah Jan 2003 s.d. Des ‐2016 Tahun 2011‐ 2014 Tahun 2015 Jumlah Tahun 2016 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Catatan : Jumlah Inquiry belum memperhitungkan inquiry Januari 2004 s.d. Desember 2008, sebanyak 295 laporan. TABEL 8. Jumlah HA yang Disampaikan ke Penyidik, Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Dugaan Tindak Pidana Asal Tahun 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 112 Tahun 2016 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Kumulatif s.d. Des‐ 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ø Korupsi; 580 789 15 155 23 20 221 1,165 1,745 Ø Penyuapan; 40 48 2 11 59 99 Ø Narkotika; 47 58 4 2 31 93 140 Ø Di bidang perbankan; 46 23 1 7 3 11 41 87 Ø Di bidang Pasar Modal 1 1 1 Ø Di bidang perasuransian; 1 1 Ø Kepabeanan; 9 14 1 4 1 2 20 29 Ø Terorisme; 19 30 4 15 3 4 29 74 93 Ø Pencurian; 4 5 5 9 Ø Penggelapan; 42 51 3 8 5 64 106 Ø Penipuan; 419 189 4 35 6 2 54 278 697 Ø Pemalsuan uang; 5 5 5 10 Ø Perjudian; 17 20 15 5 40 57 Ø Prostitusi; 4 1 1 2 6 Ø Di bidang perpajakan; 7 68 14 83 3 1 46 197 204 Ø Di bidang kehutanan; 6 4 1 3 7 13 Ø Di bidang kelautan dan perikanan; Ø Perdagangan orang; 3 1 1 3 7 7 Ø Pidana lain yang diancam dengan penjara 4 tahun atau lebih 22 3 1 26 26 Ø Tidak Teridentifikasi dll 185 146 2 27 10 15 188 373 JUMLAH HA 1,431 1,476 45 361 44 37 435 2,272 3,703 Dugaan Tindak Pidana Asal Jumlah Tahun 2011‐ 2014 Tahun 2016 Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010

s.d. Oktober

2010 Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah Jan 2003

s.d. Des

‐2016 Tahun 2015 84 LAPORAN TAHUNAN 2016 TABEL 9. Perkembangan HA Proaktif Menurut Locus Tempat Kejadian Indikasi Terjadinya Tindak Pidana s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 113

s.d. Desember 2016

Des ‐2015 Tahun 2015

s.d. Des‐

2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Tahun 2016 s.d. Des‐ 2016 m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nanggroe Aceh Darussalam 0.0 n.a. n.a. n.a. Sumatera Utara 1 4 3.9 n.a. n.a. 300.0 Sumatera Barat 0.0 n.a. n.a. n.a. Sumatera Selatan 1 1 1.0 n.a. n.a. 0.0 Bengkulu 0.0 n.a. n.a. n.a. Jambi 0.0 n.a. n.a. n.a. Riau 2 0.0 n.a. n.a. ‐100.0 Kepulauan Riau 1 0.0 n.a. n.a. ‐100.0 Lampung 0.0 n.a. n.a. n.a. Kep Bangka Belitung 0.0 n.a. n.a. n.a. Banten 3 1 1.0 n.a. n.a. ‐66.7 DKI Jakarta 18 82 5 5 61 59.2 ‐72.2 ‐72.2 ‐25.6 Jawa Barat 2 1 1 7 6.8 n.a. n.a. 250.0 Jawa Tengah 1 5 3 2.9 ‐100.0 ‐100.0 ‐40.0 Jawa Timur 2 1 5 4.9 n.a. n.a. 150.0 DI Yogyakarta 2 1.9 n.a. n.a. n.a. Bali 1 1 1.0 n.a. n.a. 0.0 Nusa Tenggara Barat 1 1.0 n.a. n.a. n.a. Nusa Tenggara Timur 0.0 n.a. n.a. n.a. Maluku 2 1.9 n.a. n.a. n.a. Maluku Utara 0.0 n.a. n.a. n.a. Kalimantan Barat 1 2 1.9 n.a. n.a. n.a. Kalimantan Timur 2 5 4.9 n.a. n.a. 150.0 Kalimantan Tengah 1 1.0 n.a. n.a. n.a. Kalimantan Selatan 3 2 1.9 n.a. n.a. ‐33.3 Sulawesi Utara 1 1 1 1 1.0 0.0 0.0 0.0 Sulawesi Selatan 1 2 1 1.0 ‐100.0 ‐100.0 ‐50.0 Sulawesi Tengah 1 0.0 n.a. n.a. ‐100.0 Sulawesi Tenggara 0.0 n.a. n.a. n.a. Sulawesi Barat 0.0 n.a. n.a. n.a. Gorontalo 0.0 n.a. n.a. n.a. Papua 1 2 3 2.9 n.a. n.a. 200.0 Papua Barat 0.0 n.a. n.a. n.a. Total HA Proaktif 21 110 7 10 103 100.0 ‐52.4 ‐52.4 ‐6.4 Propinsi Jumlah HA Distribusi Tahun 2016 s.d. Des‐2016 Perkembangan Des‐2016 Dalam Persen ‐ ‐ ‐ ‐ Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 113 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Dibawah Rp1 Miliar 12.2 12 Rp1 Miliar ‐ Rp2 Miliar 6.1 6 Rp2 Miliar ‐ Rp3 Miliar 3.1 Rp3 Miliar ‐ Rp4 Miliar 3.1 3 Rp4 Miliar ‐ Rp5 Miliar 5.1 Di atas Rp 5 Miliar 70.4 GRAFIK 4. Persentase HA Proaktif Berdasarkan Kategori Nominal Transaksi HA Tahun 2016 85 LAPORAN TAHUNAN 2016 TABEL 10. Perkembangan HA Proaktif Berdasarkan Kategori Terlapor

s.d. Desember 2016

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 114

s.d. Desember 2016

Des ‐2015 Tahun 2015

s.d. Des‐

2015 Nov ‐2016 Des ‐2016 Tahun 2016 s.d. Des‐ 2016 m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Perorangan 13 90 3 8 54

52.4 ‐38.5

‐38.5 ‐40.0 Ø Laki‐Laki 10 74 2 6 48 46.6 ‐40.0 ‐40.0 ‐35.1 Ø Perempuan 3 16 1 2 6 5.8 ‐33.3 ‐33.3 ‐62.5 Non PeroranganKorporasi 8 20 4 2 49 47.6 ‐75.0 ‐75.0 145.0 Total HA Proaktif 21 110 7 10 103 100.0 ‐52.4 ‐52.4 ‐6.4 Kategori Terlapor Jumlah HA Distribusi Tahun 2016 s.d. Des‐2016 Perkembangan Des‐2016 Dalam Persen ‐ ‐ ‐ LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 114 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Hasil Analisis LTKM Terkait Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sd Oktober 2010 Januari 2003 ‐ Desember 2010 553 938 2011 149 323 2012 71 137 2013 35 44 2014 36 63 2015 1 1 2016 ‐ ‐ Jumlah 292 568 845 1,506 Jumlah Tahun 2003 s.d. Des 2015 Tahun Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 TABEL 11. Jumlah HA yang Tidak Ditemukan Indikasi berkaitan dengan Tindak Pidana dan Tidak disampaikan ke Penyidik Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Januari 2003 s.d. Desember 2016 HA database Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010 Catatan : HA dimasukan dalam database karena tidak terindikasi terkait dugaan tindak pidana, dianggap sesuai dengan proil dan memiliki underlying yang wajar serta keterbatasan data. 86 LAPORAN TAHUNAN 2016 GRAFIK 5. Perkembangan Jumlah HA per-Tahun yang Tidak Terindikasi Tindak Pidana HA database dan Jumlah HA yang Disampaikan ke Penyidik Januari 2003 s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 115 ‐ Januari 2003 s.d. Desember 2016 ‐ 71 35 36 1 277 301 456 361 435 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 2012 2013 2014 2015 2016 HA Database HA ke Penyidik ‐ ‐ ‐ Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 115 ‐ Januari 2003 s.d. Desember 2016 ‐ Proaktif Inquiry Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sd Oktober 2010 Januari 2003 ‐ Desember 2010 8 27 35 35 2011 3 6 9 44 2012 6 1 7 51 2013 3 2 5 56 2014 3 6 9 65 2015 11 4 15 80 2016 13 16 25 105 Jumlah 39 35 74 105 47 62 109 Tahun Hasil Analisis Jumlah HA Jumlah Kumulatif HA Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 Sejak Januari 2011 Jumlah Jan‐2003 s.d. Des‐2016 TABEL 12. Jumlah HA dengan Dugaan Tindak Pidana Terorisme, Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Jenis HA, Januari 2003 s.d. Desember 2016 Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. -HA Inquiry Januari 2004 sampai dengan Desember 2008, hanya diperhitungkan sebagai catatan biasa dan tidak diperhitungkan sebagai HA. 87 LAPORAN TAHUNAN 2016

2. Pelaksanaan Fungsi Pemeriksaan

Sejak berlakunya UU PPTPPU, jumlah laporan Hasil Pemeriksaan HP yang telah disampaikan oleh PPATK ke Penyidik hingga Tahun 2016 adalah sebanyak 86 HP, dengan rincian 35 HP ke Penyidik KPK, 30 HP ke Penyidik Kejaksaan, 25 HP ke Penyidik Kepolisian, 15 LHP ke Ditjen Pajak, 4 HP masing-masing ke Penyidik BNN dan Ditjen Bea Cukai, 3 HP ke Gubernur BI, 2 HP ke Panglima TNI, serta 1 HP masing-masing ke Ketua Dewan Komisioner OJK, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Berkaitan dengan perkara TPPU yang telah diperiksa oleh PPATK sejak berlakunya UU PPTPPU, pemeriksaan telah dilakukan setidaknya terhadap 6.403 rekening pihak terkait yang tersebar pada 747 PJK. TABEL 13. Jumlah HP Berdasarkan Tahun Penyampaian Januari 2011 s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 116 Januari 2011 s.d.Desember 2016 Tahun Jumlah HP Jumlah PJK Jumlah Rekening 2011 5 16 137 2012 13 117 780 2013 10 58 471 2014 19 95 1,410 2015 20 200 1,831 2016 19 261 1,774 Jumlah Kumulatif 86 747 6,403 LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 116 5 13 10 19 20 19 86 16 117 58 95 200 261 747 137 780 471 1,410 1,831 1,774 6,403 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah Kumulatif GRAFIK 6. Perkembangan Jumlah HP, Jumlah PJK, dan Jumlah Rekening yang Diperiksa Januari 2011 s.d. Desember 2016 LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 116 Jumlah HP Jumlah PJK Jumlah Rekening 88 LAPORAN TAHUNAN 2016

1. Pemberian Informasi ke InstansiLembaga yang Melakukan MoU dengan PPATK

TABEL 14. Jumlah Informasi Hasil Analisis IHA Terkait dengan Pemberian Informasi sesuai dengan MoU dengan LembagaInstansi Terkait Berdasarkan LembagaInstansi Penyampaian IHA Januari 2003 s.d. Desember 2016 LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 117 Januari 2003 s.d. Desember 2016 Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Kumulatif s.d. Des‐ 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ø Komisi Pemberantasan Korupsi 378 27 2 18 4 6 36 81 459 Ø Badan Pengawas Pemilu 9 3 1 4 13 Ø Komisi Yudisial 5 13 7 1 3 23 28 Ø Tim Tas TIPIKOR Bubar Tgl 11062007 1 1 Ø BAPEPAM‐LK Menjadi OJK Th. 2012 34 14 14 48 Ø Bank Indonesia 8 11 2 1 7 20 28 Ø Dirjen Pajak 47 8 5 35 1 49 92 139 Ø Kementrian Luar Negeri 1 1 Ø Kementrian Kehutanan 1 1 Ø Badan Pemeriksa Keuangan 13 8 5 2 15 28 Ø Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 6 6 Ø Kementrian Keuangan 39 79 3 31 1 2 24 134 173 Ø Lembaga Penjamin Simpanan 1 1 1 5 6 7 Ø Ditjen Bea dan Cukai 1 1 1 2 Ø Badan Narkotika Nasional 12 2 2 3 7 19 Ø Kementrian Hukum dan HAM 1 18 2 20 21 Ø Kementrian Dalam Negeri 1 1 1 Ø Ombudsman 2 2 2 Ø Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 1 1 1 3 3 Ø Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan 2 2 4 4 Ø KPPU Ø Otoritas Jasa Keuangan OJK 11 2 5 18 18 Ø Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 3 1 4 4 Ø Kementerian Kelautan dan Perikanan RI 1 5 1 6 11 11 Ø Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI 1 1 1 Ø Kementerian Komunikasi dan Informatika RI 4 1 5 9 9 Ø Kementerian Agama RI 1 1 1 1 Ø Tentara Nasional Indonesia 2 2 13 15 15 Ø BNPB 1 1 1 Ø Kementerian Pertahanan 1 7 7 7 Ø Bappenas 4 4 4 Ø Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2 2 2 Ø Badan Kepegawaian Negara 1 1 1 Ø Kementerian Kesehatan 1 1 1 Ø Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan 1 1 1 Ø Badan Intelijen Negara 3 4 7 7 7 Ø Lainnya 6 102 4 78 9 7 147 327 333 JUMLAH IHA 563 302 19 201 21 21 334 837 1,400 Instansi Jumlah Tahun 2016 Tahun 2011‐ 2014 Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 s.d. Oktober 2010 Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah Jan 2003 s.d. Des‐ 2016 Tahun 2015 Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. Pada periode sebelum berlakunya UU TPPU No.8 Tahun 2010, Instansi KPK, Ditjen Pajak, BNN, Ditjen Bea dan Cukai belum dinyatakan sebagai instansi yang berwenang untuk menerima HA dari PPATK 02 PERMINTA A N DA N PERTUKA RA N INFO RMA SI 89 LAPORAN TAHUNAN 2016

2. Tindak Lanjut Pemenuhan Permintaan Informasi ke PPATK Inquiry

TABEL 15. Jumlah Permintaan Informasi Inquiry Pertahun Beserta Tindaklanjutnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 118 Tahun Jumlah Inquiry Masuk Jumlah Inquiry dijawab 2007 163 136 2008 192 166 2009 237 226 2010 203 152 2011 182 113 2012 183 109 2013 374 311 2014 553 490 2015 637 535 2016 807 754 TOTAL 3.531 2.992 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 118 136 166 226 152 113 109 311 490 535 754 163 192 237 203 182 183 374 553 637 807 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah Inquiry Masuk Jumlah Inquiry Dijawab Inquiry Inquiry GRAFIK 7. Tindak Lanjut Pemenuhan Permintaan Informasi 90 LAPORAN TAHUNAN 2016

3. Pertukaran Informasi ke FIU Lain TABEL 16.

Jumlah Pertukaran Informasi per Tahun Berdasarkan Jenis Pertukaran Informasi Januari 2003 s.d. Desember 2016 Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010 Keterangan: 1. Outgoing Mutual Request Incoming Information : PPATK mengirimkan permintaan informasi kepada FIU lain, dan PPATK menerima informasi yang diminta. 2. Incoming Mutual Request Outgoing Information : PPATK menerima permintaan informasi dari FIU lain, dan PPATK memberikan informasi yang diminta. 3. Spontaneous Incoming Information : PPATK menerima informasi dari FIUs secara spontan tanpa diminta. 4. Spontaneous Outgoing Information : PPATK memberikan informasi kepada FIU lain secara spontan tanpa diminta. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip berdasarkan EGMONT Group yang merupakan wadah perhimpunan FIU seluruh dunia. LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 119 Januari 2003 s.d. Desember 2016 Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sd Oktober 2010 Januari 2003 ‐ Desember 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah 1 Outgoing Mutual Request Incoming Information 163 32 9 36 15 15 31 138 301 23.2 2 Incoming Mutual Request Outgoing Information 198 59 46 52 46 71 84 358 556 42.9 3 Spontaneous Incoming Information 37 5 ‐ 18 43 194 105 365 402 31.0 4 Spontaneous Outgoing Information 8 ‐ ‐ 1 4 9 14 28 36 2.8 406 96 55 107 108 289 234 889 1,295 100.0 Distribusi Jumlah No. Jenis Pertukaran Informasi Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 Sejak Januari 2011 Jumlah Tahun 2003

s.d. Des 2016

91 LAPORAN TAHUNAN 2016 PENG A DUA N MA SYA RA KA T TABEL 17. Jumlah Pengaduan Masyarakat yang Disampaikan Kepada PPATK Januari 2013 s.d. Desember 2016 LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 120 Januari 2013 s.d. Desember 2016 Individu Lembaga Total 2013 33 54 87 2014 219 63 282 2015 99 17 116 2016 s.d. Des‐2016 47 11 58 Jumlah Jan ‐2013 s.d. Des‐2016 398 145 543 Periode Jenis Pelapor GRAFIK 8. Distribusi Pengaduan Masyarakat yang DIsampaikan Kepada PPATK Berdasarkan Jenis Pihak Pelapor Selama Tahun 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 120 ‐ ‐ ‐ Individu 47 81 Lembaga 11 19 03 92 LAPORAN TAHUNAN 2016 PELA PO RA N

1. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan TABEL 18.

Perbandingan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Jenis PJK Pelapor

s.d. Desember 2016

LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 121

s.d. Desember 2016

Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Kumulatif s.d. Des‐ 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Bank 36,309 70,975 2,803 26,567 2,748 2,372 25,500 123,042 159,351 149 Ø Bank Umum 36,022 70,408 2,740 25,944 2,705 2,324 24,808 121,160 157,182 109 ¤ Bank Milik Negara 11,096 29,311 1,397 10,866 1,221 1,331 10,023 50,200 61,296 4 ¤ Bank Swasta 12,540 33,601 1,129 12,702 1,110 767 11,763 58,066 70,606 57 ¤ Bank Pembangunan Daerah 8,614 4,543 124 1,441 309 143 1,975 7,959 16,573 28 ¤ Bank Asing 2,615 1,566 47 446 39 50 580 2,592 5,207 11 ¤ Bank Campuran 1,157 1,387 43 489 26 33 467 2,343 3,500 9 Ø Bank Perkreditan Rakyat 287 567 63 623 43 48 692 1,882 2,169 40 Non Bank 27,615 61,876 2,227 30,166 1,920 2,029 23,027 115,069 142,684 220 Ø Pasar Modal 1,088 2,201 27 437 145 156 820 3,458 4,546 33 Ø Asuransi 2,939 12,920 371 4,672 237 322 3,267 20,859 23,798 36 Ø Dana Pensiun 1 13 13 14 1 Ø Lembaga PembiayaanLeasing 1,435 22,960 1,002 14,002 273 266 6,324 43,286 44,721 25 Ø Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing 22,122 21,179 647 8,738 755 883 6,915 36,832 58,954 69 Ø Money RemittanceKUPU 30 2,462 170 2,249 379 297 4,742 9,453 9,483 37 Ø Perusahaan Perdagangan Berjangka Komoditi 85 10 52 131 105 939 1,076 1,076 16 Ø Koperasi 69 16 2 87 87 1 Ø Penyelenggara E‐Money 5 5 5 2 Ø Lainnya Total LTKM 63,924 132,851 5,030 56,733 4,668 4,401 48,527 238,111 302,035 369 Tahun 2016 Jenis PJK Pelapor Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010

s.d. Oktober

2010 Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah Jan 2003

s.d. Des

‐2016 Jumlah PJK Pelapor 2016 s.d. Des‐2016 Tahun 2011 ‐2014 Tahun 2015 Jumlah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 121 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ‐ ‐ ‐ ‐ Bank 25,500 53 Non Bank 23,027 47 Bank 149 40 Non Bank 220 60 Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. Data Tahun 2012 s.d. Desember 2016 menggunakan Database SIAPUPPT per 31 Desember 2016. GRAFIK 9. Jumlah dan Persentase Kumulatif LTKM Menurut Jenis PJK Pelapor Tahun 2016 GRAFIK 10. Jumlah dan Persentase Kumulatif PJK Pelapor yang Menyampaikan LTKM Tahun 2016 04 93 LAPORAN TAHUNAN 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 122 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 115,167 157,087 196,775 253,508 302,035 31,021 41,920 39,688 56,733 48,527 36.4

25.3 28.8

19.1 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah Kumulatif Jumlah Per‐tahun Perkembangan Kumulatif ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ GRAFIK 11. Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LTKM Januari 2012 s.d. Desember 2016 Catatan : - Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2003 - Perkembangan LTKM yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2012 s.d. Desember 2016 GRAFIK 12. Perkembangan Jumlah LTKM per-tahun dan Rata-rata Penerimaan per-Bulan Januari 2012 s.d. Desember 2016 Catatan : - Perkembangan LTKM yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2012 s.d. November 2016 TABEL 19. Perkembangan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Berdasarkan Kategori Terlapor s.d. Desember 2016 LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 122 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 31,021 41,920 39,688 56,733 48,527 2,585 3,493 3,307 4,728 4,044 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah Per‐tahun Rata ‐rata per‐bulan ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 122 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐

s.d. Desember 2016

‐ ‐ ‐ ‐ Des ‐2015 Tahun 2015

s.d. Des‐2015

Nov ‐2016 Des‐2016 Tahun 2016

s.d. Des‐2016

m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 Perorangan 4,776 52,381 4,276 4,053 44,484

91.7 ‐15.1

‐15.1 ‐15.1 Ø Laki‐Laki 3,144 34,297 2,730 2,641 28,572 64.2 ‐16.0 ‐16.0 ‐16.7 Ø Perempuan 1,632 18,084 1,546 1,412 15,912 35.8 ‐13.5 ‐13.5 ‐12.0 PerusahaanKorporasi 254 4,352 392 348 4,043

8.3 37.0

37.0 ‐7.1

Total LTKM 5,030 56,733 4,668 4,401 48,527 100.0 ‐12.5 ‐12.5 ‐14.5 Jenis Kategori Terlapor Jumlah LTKM Distribusi Tahun 2016

s.d. Des‐2016

Perkembangan Des‐2016 Dalam Persen 94 LAPORAN T AHUNAN 2016 Gambar Pemetaan Propinsi Menurut Kategori Persentase Kumulatif LTKM Januari 2016 s.d. Desember 2016 LAPORAN TAHUNAN Pusat P elaporan dan Anal is is T ra ns aks i K eu an ga n 12 3 Catatan : Jumlah LTKM dihitung berdasarkan Lokasi Pelaporan. Jumlah LTKM tidak Mencerminkan Terjadinya Tindak Pidana. 95 LAPORAN TAHUNAN 2016 TABEL 20. Perkembangan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Berdasarkan Jenis Pekerjaan Terlapor Perseorangan s.d. Desember 2016 TABEL 21. Perbandingan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Jenis PJK Pelapor s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 124

s.d. Desember 2016

Des ‐2015 Tahun 2015

s.d. Des‐2015

Nov ‐2016 Des ‐2016 Tahun 2016

s.d. Des‐2016

m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 Ø PengusahaWiraswasta 1,442 18,451 1,158 1,268 13,470 30.3 ‐12.1 ‐12.1 ‐27.0 Ø Pegawai Swasta 1,098 13,588 1,198 1,046 11,420 25.7 ‐4.7 ‐4.7 ‐16.0 Ø PNS termasuk pensiunan 799 4,443 644 336 4,513 10.1 ‐57.9 ‐57.9 1.6 Ø Ibu Rumah Tangga 254 3,270 283 260 2,852 6.4 2.4 2.4 ‐12.8 Ø Pedagang 180 2,473 151 164 1,899 4.3 ‐8.9 ‐8.9 ‐23.2 Ø PelajarMahasiswa 112 1,406 165 169 1,828 4.1 50.9 50.9 30.0 Ø Profesional dan Konsultan 100 1,110 91 86 1,221 2.7 ‐14.0 ‐14.0 10.0 Ø TNIPolri termasuk pensiunan 168 954 118 107 1,010 2.3 ‐36.3 ‐36.3 5.9 Ø Pegawai BIBUMNBUMD termasuk pensiunan 110 799 53 67 777 1.7 ‐39.1 ‐39.1 ‐2.8 Ø Pejabat Lembaga Legislatif dan Pemerintah 98 898 60 60 773 1.7 ‐38.8 ‐38.8 ‐13.9 Ø Pengajar dan Dosen 64 656 36 40 506 1.1 ‐37.5 ‐37.5 ‐22.9 Ø Pegawai Bank 57 414 6 200 0.4 ‐100.0 ‐100.0 ‐51.7 Ø Pengurus dan pegawai yayasanlembaga berbadan hukum lainnya 10 231 28 18 193 0.4 80.0 80.0 ‐16.5 Ø Buruh, Pembantu Rumah Tangga dan Tenaga Keamanan 15 100 19 20 170 0.4 33.3 33.3 70.0 Ø Petani dan Nelayan 11 120 14 17 168 0.4 54.5 54.5 40.0 Ø PengurusPegawai LSMorganisasi tidak berbadan hukum lainnya 6 110 2 1 69 0.2 ‐83.3 ‐83.3 ‐37.3 Ø UlamaPendetaPimpinan organisasi dan kelompok keagamaan 5 54 9 1 50 0.1 ‐80.0 ‐80.0 ‐7.4 Ø Pengurus Parpol 3 20 3 3 28 0.1 0.0 0.0 40.0 Ø Pegawai Money Changer 11 1 4 0.0 n.a. n.a. ‐63.6 Ø Pengrajin 6 1 1 2 0.0 n.a. n.a. ‐66.7 Ø Tidak Teridentifikasi dll 244 3,267 237 388 3,331 7.5 59.0 59.0 2.0 Total Terlapor Perseorangan 4,776 52,381 4,276 4,053 44,484 100.0 ‐15.1 ‐15.1 ‐15.1 Jenis Pekerjaan Utama Terlapor Perseorangan Jumlah LTKM Distribusi Tahun 2016

s.d. Des‐2016

Perkembangan Des‐2016 Dalam Persen ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ¤ ¤ ¤ ¤ ¤ ‐ ‐ ‐ ‐ Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 124 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Kumulatif s.d. Des‐ 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Bank 36,309 70,975 2,803 26,567 2,748 2,372 25,500 123,042 159,351 149 Ø Bank Umum 36,022 70,408 2,740 25,944 2,705 2,324 24,808 121,160 157,182 109 ¤ Bank Milik Negara 11,096 29,311 1,397 10,866 1,221 1,331 10,023 50,200 61,296 4 ¤ Bank Swasta 12,540 33,601 1,129 12,702 1,110 767 11,763 58,066 70,606 57 ¤ Bank Pembangunan Daerah 8,614 4,543 124 1,441 309 143 1,975 7,959 16,573 28 ¤ Bank Asing 2,615 1,566 47 446 39 50 580 2,592 5,207 11 ¤ Bank Campuran 1,157 1,387 43 489 26 33 467 2,343 3,500 9 Ø Bank Perkreditan Rakyat 287 567 63 623 43 48 692 1,882 2,169 40 Non Bank 27,615 61,876 2,227 30,166 1,920 2,029 23,027 115,069 142,684 220 Ø Pasar Modal 1,088 2,201 27 437 145 156 820 3,458 4,546 33 Ø Asuransi 2,939 12,920 371 4,672 237 322 3,267 20,859 23,798 36 Ø Dana Pensiun 1 13 13 14 1 Ø Lembaga PembiayaanLeasing 1,435 22,960 1,002 14,002 273 266 6,324 43,286 44,721 25 Ø Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing 22,122 21,179 647 8,738 755 883 6,915 36,832 58,954 69 Ø Money RemittanceKUPU 30 2,462 170 2,249 379 297 4,742 9,453 9,483 37 Ø Perusahaan Perdagangan Berjangka Komoditi 85 10 52 131 105 939 1,076 1,076 16 Ø Koperasi 69 16 2 87 87 1 Ø Penyelenggara E‐Money 5 5 5 2 Ø Lainnya Total LTKM 63,924 132,851 5,030 56,733 4,668 4,401 48,527 238,111 302,035 369 Tahun 2016 Jenis PJK Pelapor Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010

s.d. Oktober

2010 Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah Jan 2003

s.d. Des

‐2016 Jumlah PJK Pelapor 2016 s.d. Des‐2016 Tahun 2011 ‐2014 Tahun 2015 Jumlah 96 LAPORAN TAHUNAN 2016 TABEL 22. Perkembangan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Berdasarkan Kelompok Umur Terlapor Perseorangan s.d. Desember 2016 TABEL 23. Perkembangan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Berdasarkan Dugaan Tindak Pidana Asal s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 125

s.d. Desember 2016

Des ‐2015 Tahun 2015

s.d. Des‐2015

Nov ‐2016 Des ‐2016 Tahun 2016

s.d. Des‐2016

m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 Ø Usia Dibawah 30 tahun 931 10,532 887 985 10,392 23.4 5.8 5.8 ‐1.3 Ø Usia 30 ‐ 40 tahun 1,338 15,609 1,204 1,194 12,865 28.9 ‐10.8 ‐10.8 ‐17.6 Ø Usia 40 ‐ 50 tahun 1,411 14,252 1,165 967 11,315 25.4 ‐31.5 ‐31.5 ‐20.6 Ø Usia 50 ‐ 60 tahun 815 8,845 678 563 6,812 15.3 ‐30.9 ‐30.9 ‐23.0 Ø Usia Diatas 60 tahun 224 2,591 294 269 2,518 5.7 20.1 20.1 ‐2.8 Ø Tidak Teridentifikasi 57 552 48 75 582 1.3 31.6 31.6 5.4 Total Terlapor Perseorangan 4,776 52,381 4,276 4,053 44,484 100.0 ‐15.1 ‐15.1 ‐15.1 Kategori Umur Terlapor Perseorangan Jumlah LTKM Distribusi Tahun 2016 s.d. Des‐2016 Perkembangan Des‐2016 Dalam Persen ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 125 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Des ‐2015 Tahun 2015

s.d. Des‐2015

Nov ‐2016 Des ‐2016 Tahun 2016

s.d. Des‐2016

m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 Terkait Tindak Pidana 1,038 13,534 1,093 1,127 13,164 27.1 8.6 8.6 ‐2.7 Ø Penipuan 566 6,379 527 707 6,574 49.9 24.9 24.9 3.1 Ø Korupsi 163 2,079 337 137 2,829 21.5 ‐16.0 ‐16.0 36.1 Ø Perjudian 89 1,087 13 19 883 6.7 ‐78.7 ‐78.7 ‐18.8 Ø Di Bidang Perbankan 38 1,865 38 25 602 4.6 ‐34.2 ‐34.2 ‐67.7 Ø Narkotika 82 504 68 57 528 4.0 ‐30.5 ‐30.5 4.8 Ø Di Bidang Perpajakan 48 622 31 23 387 2.9 ‐52.1 ‐52.1 ‐37.8 Ø Terorisme 18 185 28 77 340 2.6 327.8 327.8 83.8 Ø Penyuapan 18 160 24 37 320 2.4 105.6 105.6 100.0 Ø Penggelapan 3 211 8 15 118 0.9 400.0 400.0 ‐44.1 Ø Di Bidang Kelautan 16 72 0.5 n.a. n.a. 350.0 Ø Perdagangan Manusia 12 63 0.5 n.a. n.a. 425.0 Ø Pencurian 1 43 2 10 0.1 ‐100.0 ‐100.0 ‐76.7 Ø Prostitusi 4 10 1 8 0.1 ‐100.0 ‐100.0 ‐20.0 Ø Di Bidang Kehutanan 1 12 7 0.1 ‐100.0 ‐100.0 ‐41.7 Ø Di Bidang Lingkungan Hidup 19 2 1 6 0.0 n.a. n.a. ‐68.4 Ø Pemalsuan Uang 2 1 6 0.0 n.a. n.a. 200.0 Ø Psikotropika 1 6 0.0 n.a. n.a. 500.0 Ø Di Bidang Pasar Modal 5 5 0.0 n.a. n.a. 0.0 Ø Penyelundupan Barang 1 3 4 0.0 ‐100.0 ‐100.0 33.3 Ø Penyelundupan Imigran 8 1 0.0 n.a. n.a. ‐87.5 Ø Di Bidang Asuransi 0.0 n.a. n.a. n.a. Ø Penculikan 0.0 n.a. n.a. n.a. Ø Penyelundupan Tenaga Kerja 0.0 n.a. n.a. n.a. Ø Perdagangan Senjata Gelap 0.0 n.a. n.a. n.a. Ø Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih 6 311 13 29 395 3.0 383.3 383.3 27.0 Tidak Teridentifikasi Tindak Pidanadll 3,992 43,199 3,575 3,274 35,363

72.9 ‐18.0

‐18.0 ‐18.1 Total LTKM 5,030 56,733 4,668 4,401 48,527 100.0 ‐12.5 ‐12.5 ‐14.5 Dugaan Tindak Pidana Asal Jumlah LTKM Distribusi Tahun 2016

s.d. Des‐2016

Perkembangan Des‐2016 Dalam Persen 97 LAPORAN TAHUNAN 2016

2. Laporan Transaksi Keuangan Tunai GRAFIK 13.

Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LTKT Januari 2012 s.d. Desember 2016 Catatan : - Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2003 - Perkembangan LTKT yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2011 s.d. Desember 2016 TABEL 24. Perbandingan Jumlah LTKT yang Diterima PPATK Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Jenis PJK Pelapor s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 126 ‐ ‐ ‐ 12,247,141 14,270,061 16,121,147 18,347,896 21,107,554 2,033,228 2,022,920 1,851,086 2,226,749 2,759,658 16.5

13.0 13.8

15.0 3,000,000 6,000,000 9,000,000 12,000,000 15,000,000 18,000,000 21,000,000 24,000,000 2012 2013 2014 2015 2016 Kumulatif LTKT LTKT Per‐Tahun Perkembangan Kumulatif ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 126 ‐ ‐ ‐

s.d. Desember 2016

‐ Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Kumulatif s.d. Des‐ 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Bank 8,620,893 7,460,973 205,197 2,215,412 235,476 258,974 2,743,499 12,419,884 21,040,777 141 Ø Bank Umum 8,619,074 7,451,344 205,034 2,213,160 235,247 258,731 2,740,224 12,404,728 21,023,802 109 Ø Bank Perkreditan Rakyat 1,819 9,629 163 2,252 229 243 3,275 15,156 16,975 32 Non Bank 10,530 28,751 762 11,337 2,262 1,416 16,159 56,247 66,777 41 Ø Pasar Modal 44 24 10 1 5 39 83 Ø Asuransi 165 517 346 4 867 1,032 Ø Dana Pensiun Ø Lembaga PembiayaanLeasing 3 123 53 353 34 31 328 804 807 3 Ø Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing 9,972 25,188 638 9,564 2,140 1,260 14,877 49,629 59,601 33 Ø Money RemittanceKUPU 346 2,898 41 929 87 125 784 4,611 4,957 4 Ø Pos dan Giro 1 2 3 3 Ø Koperasi 3 84 87 87 Ø Pegadaian 30 130 77 207 207 1 Ø Lainnya Total LTKT 8,631,423 7,489,724 205,959 2,226,749 237,738 260,390 2,759,658 12,476,131 21,107,554 182 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2011‐ 2014 Jumlah PJK Pelapor Jan 2014 s.d. Des‐ 2016 Jumlah Jenis Pihak Pelapor Jumlah Jan 2003 s.d. Des ‐2016 Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010

s.d. Oktober

2010 Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 98 LAPORAN TAHUNAN 2016

3. Laporan Pembawaan Uang Tunai TABEL 25.

Perbandingan Jumlah LPUT Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Lokasi Pelaporan

s.d.Desember 2016

Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. GRAFIK 14. Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LPUT Januari 2012 s.d. Desember 2016 Catatan : - Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2006 - Perkembangan LPUT yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2011 s.d. Desember 2016. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 127

s.d.Desember 2016

Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. ‐ ‐ ‐ Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des ‐2016 Kumulatif s.d. Des‐ 2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ø Batam 2,683 1,612 1 3,595 5,208 7,891 Ø Soekarno Hatta 2,866 6,430 201 3,556 9,986 12,852 Ø Bandung 3 4 4 7 Ø Tanjung Balai Karimun 27 1 7 2 36 36 Ø Tj. Pinang 97 15 2 17 114 Ø Ngurah Rai Denpasar 50 73 2 108 183 233 Ø Dumai 1 4 4 5 Ø Teluk Bayur 7 2 2 9 Ø Teluk Nibung 1 1 Ø Medan 3 1 1 2 5 Ø Balikpapan 2 1 3 3 Ø Pontianak 1 1 2 4 4 Ø Pekanbaru 1 1 2 2 Ø Semarang Tj. Emas 1 2 2 3 6 6 Ø Lombok 12 12 12 Ø Palembang 1 1 2 2 Ø Yogyakarta 2 2 4 4 Ø Mataram 3 1 1 5 5 Ø Entikong 1 1 3 4 4 Ø Kuala Namu 1 15 15 15 Ø Juanda 14 14 14 Total LPUT 5,711 8,191 4 18 202 7,304 15,513 21,224 Lokasi Pelaporan Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah Jan 2006 s.d. Des ‐2016 Tahun 2011‐ 2014 Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 s.d. Oktober 2010 Tahun 2015 Jumlah Tahun 2016 ‐ LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 127 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 8,971 12,432 13,902 13,920 21,224 2,027 3,461 1,470 18 7,304 38.6

11.8 0.1

52.5 4,000 8,000 12,000 16,000 20,000 24,000 2012 2013 2014 2015 2016 Kumulatif LPUT LPUT Per‐Tahun Perkembangan Kumulatif 99 LAPORAN TAHUNAN 2016 TABEL 26. Jumlah Kumulatif Pelanggaran Pembawaan Uang Tunai Menurut Lokasi Pelaporan Januari 2005 s.d. Desember 2016 GRAFIK 15. Perbandingan Jumlah Kumulatif Pelanggaran Pembawaan Uang Tunai Menurut Lokasi Pelaporan Januari 2005 s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 128 Januari 2005 s.d. Desember 2016 1 2 3 Ngurah Rai Denpasar 137 50.4 Batam 49 18.0 Soekarno Hatta 47 17.3 Pekan Baru 8 2.9 Pontianak 7 2.6 Medan 6 2.2 Dumai 3 1.1 Tarakan 3 1.1 Tj. Pinang 2 0.7 Teluk Bayur 2 0.7 Kuala Namu 2 0.7 Tj. Balai Karimun 1 0.4 Halim Perdana Kusumah 1 0.4 Teluk Nibung 1 0.4 Juanda 1 0.4 Mataram 1 0.4 Kuala Namu 1 0.4 Bandung 272 100.0 Lokasi Pelaporan Jumlah Jan ‐2006

s.d. Des‐2016

LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 128 ‐ ‐ 137 49 47 8 7 6 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 Ngurah Rai Denpasar Batam Soekarno Hatta Pekan Baru Pontianak Medan Dumai Tarakan Tj. Pinang Teluk Bayur Kuala Namu Tj. Balai Karimun Halim Perdana Kusumah Teluk Nibung Juanda Mataram Kuala Namu 100 LAPORAN TAHUNAN 2016

4. Laporan Transaksi Penyedia Barang dan Jasa Lain TABEL 27.

Jumlah Kumulatif Laporan Transaksi dari Penyedia Barang dan Jasa PBJ Mei 2012 s.d. Desember 2016 Catatan : Laporan dari PBJ diterima sejak Mei 2012, setelah diundangkannya UU TPPU November 2010. GRAFIK 16. Jumlah dan Persentase Kumulatif Transaksi dari PBJ Tahun 2016 s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 129 Mei 2012 s.d. Desember 2016 . Des ‐2015 Kumulatif s.d. Des ‐2015 Nov ‐2016 Des‐2016 Kumulatif s.d. Des ‐2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ø Perusahaan Properti 34,414 2,484 28,785 1,697 1,854 27,663 90,862 203 Ø Pedagang Kendaraan Bermotor 26,062 1,377 12,513 1,631 1,265 13,801 52,376 108 Ø Pedagang Perhiasanlogam mulia 1,853 80 825 14 18 618 3,296 4 Ø Balai Lelang 276 8 66 9 10 126 468 10 Ø Barang Seni Antik 4 4 Ø Tidak terklasifikasi 21 41 62 Total LTPBJ 62,626 3,949 42,230 3,351 3,147 42,212 147,068 325 Jumlah PBJ Pelapor Mei 2012 s.d. Des‐ 2016 Jenis Perusahaan Penyedia Barang dan Jasa Lainnya PBJ Tahun 2012 ‐2014 Tahun 2015 Jumlah LTPBJ Mei 2012 s.d. Des ‐2016 Tahun 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 129 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Perusahaan Properti 27,663 66 Pedagang Kendaraan Bermotor 13,801 33 Perhiasan logam mulia 129 5 Balai Lelang 126 Barang Seni Antik 4 101 LAPORAN TAHUNAN 2016

5. Laporan Transaksi Keuangan DariKe Luar Negeri GRAFIK 18.

Jumlah LTKL Menurut Jenis Pihak Pelapor GRAFIK 17. Jumlah Pihak Pelapor LTKL Menurut Jenis Pihak Pelapor GRAFIK 19. Persentase Komposisi LTKL Menurut Jenis Laporan Periode Januari 2014 s.d. Desember 2016 GRAFIK 20. Jumlah LTKL SWIFT Menurut Jenis Laporan Periode Januari 2014 s.d. November 2016 GRAFIK 21. Total Nilai LTKL SWIFT Menurut Jenis Laporan Periode Januari 2014 s.d. Desember 2016 LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 130 BANK UMUM 80 77 NON BANK UMUM 24 23 Outgoing Rp4,547,319, 848,467,690 52 Incoming Rp4,124,185, 116,965,790 48 BANK UMUM 90.9 NON BANK UMUM 9.1 SWIFT 30 NON SWIFT 38 KUPU 32 Outgoing 7,222,329 41 Incoming 10,592,891 59 LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 130 Outgoing Rp4,547,319, 848,467,690 52 Incoming Rp4,124,185, 116,965,790 48 SWIFT 30 NON SWIFT 38 KUPU 32 Outgoing 7,222,329 41 Incoming 10,592,891 59 LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 130 Outgoing Rp4,547,319, 848,467,690 52 Incoming Rp4,124,185, 116,965,790 48 SWIFT 30 NON SWIFT 38 KUPU 32 Outgoing 7,222,329 41 Incoming 10,592,891 59 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 130 Outgoing Rp4,547,319, 848,467,690 52 Incoming Rp4,124,185, 116,965,790 48 SWIFT 30 NON SWIFT 38 KUPU 32 Outgoing 7,222,329 41 Incoming 10,592,891 59 102 LAPORAN TAHUNAN 2016 GRAFIK 22. Perkembangan Jumlah LTKL SWIFT Bank Periode Mei 2015 s.d. Desember 2016 GRAFIK 23. Perkembangan Total Nilai Rp LTKL SWIFT Bank Periode Mei 2015 s.d. Desember 2016 GRAFIK 24. Perkembangan Rata-rata Nilai Rp LTKL SWIFT Bank Periode Mei 2015 s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 131 ‐ 208 195 175 212 203 198 227 174 205 209 210 219 174 330 266 266 315 313 313 402 263 313 303 310 320 265 50 100 150 200 250 300 350 400 450 Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16 Ribu Laporan Outgoing Incoming Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 131 ‐ 370 268 239 314 323 324 608 320 307 331 345 350 302 330 224 224 293 308 294 457 271 456 357 369 1,440 316 50 250 450 650 850 1,050 1,250 1,450 Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16 Triliun Rp Outgoing Incoming Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 131 ‐ 1,784 1,373 1,368 1,480 1,592 1,641 2,682 1,836 1,499 1,583 1,644 1,596 1,734 998 844 841 929 984 940 1,136 1,031 1,458 1,180 1,189 4,507 1,195 0.0 1,000.0 2,000.0 3,000.0 4,000.0 5,000.0 Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16 Juta RpLaporan Outgoing Incoming 103 LAPORAN TAHUNAN 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 132 36 23 33 34 34 41 29 24 39 23 26 13 15 20 40 60 Dec ‐15 Jan‐16 Feb‐16 Mar‐16 Apr‐16 May‐16 Jun‐16 Jul‐16 Aug‐16 Sep‐16 Oct‐16 Nov‐16 Dec‐16 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐

6. Laporan Penundaan Transaksi GRAFIK 25.

Perkembangan Bulanan Jumlah LPT yang Diterima PPATK Mei 2015 s.d. Desember 2016 TABEL 28. Perkembangan Jumlah LPT yang Diterima PPATK Berdasarkan Jenis PJK Pelapor s.d. Desember 2016 TABEL 29. Perkembangan Jumlah LPT yang Diterima PPATK Berdasarkan Pemenuhan Aspek Formil dan Aspek Materil s.d. Desember 2016 Keterangan: 1 Aspek formil terpenuhi bila Berita AcaraPernyataan telah dilakukan penundaan transaksi dibuat tidak lebih dari 24 jam setelah transaksi ditunda. 2 Aspek materil terpenuhi bila transaksi yang ditunda bernilai Rp100 juta atau lebih. LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 132

s.d. Desember 2016

‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Des ‐2015 Tahun 2015

s.d. Des‐2015

Nov ‐2016 Des ‐2016 Tahun 2016

s.d. Des‐2016

m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bank 33 472 12 13 314

94.0 ‐60.6

‐60.6 ‐33.5 Ø Bank Negara 27 353 10 5 201 60.2 ‐81.5 ‐81.5 ‐43.1 Ø Bank Swasta 1 30 2 3 16 4.8 200.0 200.0 ‐46.7 Ø BPD 4 84 5 92 27.5 25.0 25.0 9.5 Ø Bank Asing 1 2 3 0.9 ‐100.0 ‐100.0 50.0 Ø Bank Campuran 3 2 0.6 n.a. n.a. ‐33.3 Non Bank 3 30 1 2 20 6.0 ‐33.3 ‐33.3 ‐33.3 Ø Asuransi 3 29 1 2 20 6.0 ‐33.3 ‐33.3 ‐31.0 Ø Pasar Modal 1 0.0 n.a. n.a. ‐100.0 Total LPT 36 502 13 15 334 100.0 ‐58.3 ‐58.3 ‐33.5 Perkembangan Des‐2016 Dalam Persen Jenis Pihak Pelapor Jumlah LPT Distribusi Tahun 2016

s.d. Des‐2016

‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ LAPORAN TAHUNAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 132

s.d. Desember 2016

Keterangan: ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ Des ‐2015 Tahun 2015

s.d. Des‐2015

Nov ‐2016 Des ‐2016 Tahun 2016

s.d. Des‐2016

m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Aspek Formil dan Aspek Materil terpenuhi 1 6 1 9 2.7 0.0 0.0 50.0 Aspek Formil terpenuhi, namun Aspek Materil tidak terpenuhi 35 495 13 14 322 96.4 ‐60.0 ‐60.0 ‐34.9 Aspek Formil tidak terpenuhi, namun Aspek Materil terpenuhi 0.0 n.a. n.a. n.a. Aspek Formil dan Aspek Materil tidak terpenuhi 1 3 0.9 n.a. n.a. 200.0 Total LPT 36 502 13 15 334 100.0 ‐58.3 ‐58.3 ‐33.5 Pemenuhan Aspek Formil dan Aspek Materil Laporan Penundaan Transaksi Jumlah LPT Distribusi Tahun 2016

s.d. Des‐2016

Perkembangan Des‐2016 Dalam Persen 104 LAPORAN TAHUNAN 2016 A UDIT Sepanjang tahun 2016, PPATK telah melakukan kegiatan audit sebanyak 127 audit, baik terhadap Pihak Pelapor PJK maupun PBJ. Bila dilihat menurut jenis Pihak Pelapor, sebagian besar audit yang dilakukan selama tahun 2016 dilakukan terhadap Perusahaan Properti Agen Properti 46,5, Bank 18,1, Pedagang Kendaraan Bermotor 16,5, dan Perusahaan Efek dan Manajer Investasi 10,2. Bila diakumulasi sejak Januari 2005, jumlah keseluruhan pelaksanaan audit yang telah dilaksanakan oleh PPATK terhadap PJK PBJ s.d. Desember 2016 telah mencapai 1.007 audit. TABEL 30. Jumlah Pihak Pelapor yang telah Diaudit Berdasarkan Jenis Pihak Pelapor

s.d. Desember 2016

05 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 133

s.d. Desember 2016

Tahun 2005 ‐2014 Des ‐2015 Tahun 2015 s.d. Des‐ 2015 Nov ‐2016 Des ‐2016 Tahun 2016

s.d. Des‐2016

m ‐to‐m y ‐on‐y c ‐to‐c 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 PENYEDIA JASA KEUANGAN: Bank 261 19 1 23 18.1 ‐100.0 n.a. 21.1 Perusahaan Pembiayaan 63 0.0 n.a. n.a. n.a. Perusahaan Asuransi dan Pialang Asuransi 96 0.0 n.a. n.a. n.a. Dana Pensiun Lembaga Keuangan 0.0 n.a. n.a. n.a. Perusahaan Efek dan Manajer Investasi 111 4 13 10.2 n.a. n.a. 225.0 Perposan 1 0.0 n.a. n.a. n.a. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing 82 16 10 7.9 n.a. n.a. ‐37.5 Koperasi Simpan Pinjam 5 2 0.0 n.a. n.a. ‐100.0 Pegadaian 1 0.0 n.a. n.a. n.a. Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang 29 2 1 0.8 n.a. n.a. ‐50.0 PENYEDIA BARANG DAN JASA: Perusahaan PropertiAgen Properti 48 5 76 8 59 46.5 ‐100.0 ‐100.0 ‐22.4 Pedagang Kendaraan Bermotor 44 7 1 21 16.5 ‐100.0 n.a. 200.0 Pedagang Permata dan PerhiasanLogam Mulia 13 0.0 n.a. n.a. n.a. Pedagang Barang Seni dan Antik 0.0 n.a. n.a. n.a. Balai Lelang 0.0 n.a. n.a. n.a. Total Audit 754 5 126 10 127 100.0 ‐100.0 ‐100.0

0.8 Perkembangan

Des‐2016 Dalam Persen Jenis Pihak Pelapor Jumlah Audit Distribusi Tahun 2016 s.d. Des‐2016 105 LAPORAN TAHUNAN 2016 HUKUM DA N REG ULA SI

1. Putusan Pengadilan Terkait TPPU

Selama tahun 2016, telah terdapat 144 perkara TPPU yang telah diputus oleh Pengadilan. Sebagian besar putusan Pengadilan terkait TPPU diputus oleh Pengadilan mencakup Pengadilan NegeriTipikor, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung di wilayah DKI Jakarta, yaitu sebanyak 67 putusan atau 46,5. Putusan hukuman maksimal selama seumur hidup dan denda maksimal sebesar Rp32 miliar. Sebagian besar putusan Pengadilan perkara TPPU terkait dengan tindak pidana asal korupsi, yakni sebanyak 40 putusan atau 28,4 dari total keseluruhan putusan TPPU. TABEL 31. Jumlah Kumulatif Putusan Pengadilan terkait TPPU menurut Propinsi Januari 2005 s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 134 Propinsi Kumulatif 2005 s.d. 2016

s.d. Desember 2016

Distribusi Banda Aceh 4 2.8 Sumatera Utara 9 6.3 Lampung 1 0.7 Riau 3 2.1 Kepri 2 1.4 Sumatera Selatan 2 1.4 DKI Jakarta 67 46.5 Banten 3 2.1 Jawa Barat 10 6.9 Jawa Tengah 18 12.5 Jawa Timur 5 3.5 Bali 5 3.5 Sulawesi Utara 1 0.7 Kalimantan Timur 2 1.4 Kalimantan Barat 3 2.1 Kalimantan Selatan 5 3.5 Papua Barat 1 0.7 Sulawesi Tengah 1 0.7 Sulawesi Barat 1 0.7 Sulawesi Barat 1 0.7 Jumlah 144 100.0 06 106 LAPORAN TAHUNAN 2016 GRAFIK 26. Perbandingan Jumlah Kumulatif Putusan Pengadilan terkait TPPU menurut Dugaan Tindak Pidana Asal Januari 2005 s.d. Desember 2016 TABEL 32. Putusan Pengadilan terkait TPPU menurut Tahun Putusan dan Hukuman Januari 2005 s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 135 1 1 1 1 2 2 5 6 13 16 18 37 41 Pencurian Penyuapan Pelanggaran Pembawaan Uang Tunai Kehutanan Psikotropika Perjudian Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan TPPU Pemalsuan Surat Perbankan Penggelapan Penipuan Narkotika Korupsi unai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 135 Tindak Pidana Asal Kumulatif 2005 s.d. 2016 s.d. Desember 2016 Distribusi Penggelapan 16 11.1 Penipuan 18 12.5 Narkotika 37 25.7 Psikotropika 2 1.4 Pencurian 1 0.7 Korupsi 41 28.5 Pemalsuan Surat 6 4.2 Perbankan 13 9.0 Perjudian 2 1.4 Penyuapan 1 0.7 Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan TPPU 5 3.5 Pelanggaran Pembawaan Uang Tunai 1 0.7 Kehutanan 1 0.7 Jumlah 144 100.0 107 LAPORAN TAHUNAN 2016

2. Pemberian Keterangan Ahli

Dalam melaksanakan tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, maka PPATK melalui salah satu fungsi unit kerja yang mempunyai tugas mengkoordinasikan dan mengelola pelaksanaan advokasi, yaitu melaksanakan pemberian keterangan ahli di bidang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pemberian keterangan ahli dari PPATK diharapkan dapat membantu aparat penegak hukum dalam melakukan analisis hukum dan pembuktian pada saat menangani perkara tindak pidana pencucian uang. Adapun rincian pemenuhan pemberian keterangan ahli baik di tingkat penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan adalah sebagai berikut: TABEL 33. Jumlah Permintaan Keterangan Ahli dari PPATK berdasarkan Instansi Pemohon Januari 2008 s.d. Desember 2016 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 136 Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah BADAN RESERSE DAN KRIMINAL BARESKRIM 14 11 19 15 19 19 15 98 112 KEPOLISIAN DAERAH POLDA RESOR POLRES 19 35 21 30 86 71 122 365 384 KEJAKSAAN AGUNG RI 26 24 37 45 49 33 41 229 255 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI KPK 1 4 1 1 7 7 BADAN NARKOTIKA NASIONAL BNN 8 21 16 10 7 34 96 96 KOMISI INFORMASI PUSAT KIP 1 1 1 PENGADILAN MILITER 1 1 1 DITJEN PAJAK 2 1 3 3 Jumlah 59 80 99 110 165 133 213 800 859 Jumlah Tahun 2008

s.d. Des‐ 2016

Instansi Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 Sejak Januari 2011 Sebelum Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 sd Oktober 2010 108 LAPORAN TAHUNAN 2016 RISET

A. Riset Risiko Organisasi Kemasyarakatan Ormas

Terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terorisme Periode Data Riset 2013 s.d 2015 Dalam perkembangannya tindak pidana pendanaan terorisme merupakan tindakan yang mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa kasus terorisme yang terjadi di pelosok tanah air tercatat tidak lagi menggunakan teknik pendanaan melalui cara-cara yang terlihat secara jelas seperti penggunaan kekerasanpaksaan namun saat ini lebih menggunakan pendekatan yang lembut seperti ajakan guna menanamkan paham radikal. Organisasi Kemasyarakat Ormas yang merupakan elemen penting sebagai wadah masyarakat dalam menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, dalam rangka berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional ternyata telah menjadi kendaraan bagi sekolompok orang untuk memberikan bantuan pendanaan kepada teroris atau kelompok teroris yang secara jelas mendeklarasikan keinginannya untuk mendirikan negara yang tidak berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang seringnya diwujudkan melalui tindakan kekerasanteror. Dengan melihat kondisi dan situasi banyaknya jumlah Ormas yang ada di Indonesia, lemahnya kendali, lemahnya perangkat aturan dan sanksi serta lemahnya pengawasan aktivitas Ormas, menyebabkan Ormas menjadi sasaran utama kelompok teroris untuk menjadikannya sebagai sarana dalam melakukan pendanaan tidak hanya berupa penyediaan uang, personil namun juga dalam menyebarkan ideologi kelompok tersebut. Meskipun secara tidak langsung keterkaitan Ormas dengan tindakan terorisme masih sulit dibuktikan namun pada kenyataannya Ormas yang terkait dengan kelompok teroris tertentu secara nyata menyalurkan bantuan dalam bentuk santunan kepada anak dan janda teroris serta memberikan fasilitas lainnya kepada keluarga teroris. Tanpa adanya aturan yang jelas, serta tindakan yang nyata dalam bentuk sanksi yang tegas, maka terhadap Ormas yang memberikan fasilitas, bantuan secara tidak langsung kepada kelompok teroris akan tetap hidup dan sulit untuk dijerat secara hukum sehingga akan memunculkan ancaman-ancaman teroris lainnya dimasa yang akan datang karena para teroris dan kelompok teroris akan terus hidup karena mendapat sumber pendanaan. Untuk mendapatkan simpati masyarakat beberapa Ormas terorisme mengelabui masyakarat dengan bidang kegiatan Ormas yang terlihat baik seperti dibidang keagamaan, sosialkemanusiaan dan pendidikan dengan harapan melalui kegiatan tersebut masyarakat akan tergerak hatinya untuk menyalurkan pendanaan dalam bentuk sumbangan, sedekah, infak dan hibah kepada Ormas tersebut. Selain itu beberapa Ormas yang tidak bertujuan untuk melakukan pendanaan terorisme juga dapat disalahgunakan sebagian dananya 07 109 LAPORAN TAHUNAN 2016 untuk mendukung kelompok teroris tertentu. Hal ini lah yang perlu mendapat perhatian dari Pemerintah agar Ormas yang ada di Indonesia tidak disalahgunakan atau didirikan untuk melakukan tindak pidana pendanaan terorisme. Dalam riset atau penelitian ini tim riset PPATK bermaksud untuk mengukur risiko Ormas terhadap pendanaan terorisme dengan harapan rekomendasi yang telah disusun dapat ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan terkait demi menciptakan Ormas yang terhindar dari tindak pidana pendanaan terorisme. Beberapa poin hasil penelitian ini menyatakan bahwa: 1. Pihak perbankan sangat membutuhkan panduan dari OJK mengenai persyarat- an dokumen pembukaan rekening Ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. 2. Pihak kementerian memiliki keter- batasan kewenangan dan sumber daya dalam melakukan pemantauan aktivitas Ormas baik secara fisik maupun keuangannya, selain itu terdapat beberapa kendala di kementerian dalam hal pengelolaan database, persoalan keterbukaan sistem informasi, perlunya ketegasan sanksi pelanggaran serta masih sulitnya pendataan Ormas yang tidak berbadan hukum dan tidak terdaftar. 3. Koordinasi antara aparat penegak hukum Apgakum dengan pihak Kementerian masih perlu ditingkatkan guna menciptakan sinergi dalam hal penanganan dan pengawasan Ormas terhadap anti tindak pidana pendanaan terorisme. Selain itu, perlu adanya harmonisasi ketentuan yang mengatur tentang Ormas dengan ketentuan penegakan hukum terhadap Ormas. 4. Berdasarkan sebaran wilayah, di- ketahui bahwa wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan wilayah yang berisiko tinggi terhadap pendanaan terorisme karena Ormas di empat wilayah tersebut tidak hanya memilki tingkat kecenderungan tinggi namun juga memiliki dampak yang tinggi terhadap pendanaan terorisme. 5. Berdasarkan jenis legalitasnya dike- tahui bahwa Ormas yang berbadan hukum memiliki dampak yang tinggi terhadap pendanaan terorisme meskipun tingkat kecenderungannya rendah, sedangkan Ormas tidak berbadan hukum tidak terdaftar memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap pendanaan terorisme meskipun dampaknya rendah. 6. Berdasarkan bidang kegiatannya didapati bahwa Ormas yang bergerak dibidang keagamaan, sosial kemanusiaan dan pendidikanpen- didikan kegamaan memiliki tingkat kecenderung tinggi terhadap tindak pidana pendanaan terorisme.

B. Redflag Transaksi Keuangan