23 LAPORAN TAHUNAN 2016
dihasilkan pula rencana strategis dimasa depan terkait anti pendanaan terorisme
yang bersifat lintas batas negara. Untuk mensukseskan kegiatan RRA
TF pada tahun 2016 PPATK bersama perwakilan negara yang terlibat dalam
kegiatan RRA TF ini telah melakukan beberbagai kegiatan berupa koordinasi,
diskusi, dan pertemuan untuk menentukan metodologi analisis dan pengumpulan
data dalam bentuk pengisian kuesioner. Kegiatan berjalan sangat kondusif dan
efektif dengan menghasilkan kesepakatan metode dalam pelaksanaan kegiatan
penilaian risiko pendanaan terorisme. Dengan semangat untuk mensukseskan
kegiatan RRA TF ini pada tanggal 17-20 Mei 2016, di Hotel Aryaduta Bandung,
Jawa Barat, PPATK bersama stakeholders anti pendanaan terorisme yang terdiri dari
Penyidik Densus 88 Anti Teror dan Satgas Terorisme Kejaksaan Agung RI, Badan
Intelijen Negara, Hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Timur, Barat, Utara
dan Selatan serta Regulator Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan telah sukses
melaksanakan kegiatan FGD dalam rangka pengisian kuesioner RRA TF. Hasil jawaban
kuesioner tersebut akan disatukan dengan jawaban kuesioner RRA TF negara perserta
lainnya untuk mendapatkan hasil penilaian secara regional menyeluruh untuk kawasan
Asia Tenggara dan Australia. Aspek penilaian yang dilakukan lewat
kegiatan RRA TF ini yang telah diluncurkan pada acara Counter Terrorist Financing
Summit CTF pada tanggal 7 sampai 11 September 2016 di Nusa Dua Bali,
diantaranya meliputi:
A. Modus Pendanaan Terorisme yang meliputi
a. Pengumpulan dana Rising Fund 1. Self-funding from legitimate
sources 2. Nonprofit organizations
3. Fundraising through social media and crowdfunding
4. Criminal Activity b. Pemindahan dana Moving Fund
1. Cross border movement of fundsvalue
2. Banking system 3. Alternative remittance and
money service businesses
Empat Aksi Prioritas dalam Regional Risk Assessment on Terrorist Financing
24 LAPORAN TAHUNAN 2016
c. Penggunaan dana Using Fund 1. Operasional
• Personnel mobilitytravel
• Weapon and explosive
materials •
Training personnel 2. Organisasional
• Window and family
charity • Propaganda
radicalization meetings
• Salary
• Terrorist network
maintenance
B. Faktor yang Berpotensi menimbul- kan risiko
a. New Payment Method b. ISIL dan pendanaan internasional
lainnya ke region Kegiatan RRA TF ini menghasilkan
4 priority action yang harus mendapat penanganan segera oleh para negara yang
berada di wilayah Asia Tenggara dan juga Australia sebagaimana dapat digambarkan
pada bagan dibawah ini: Terhadap
priority action tersebut beberapa diantaranya sudah dan akan
ditindaklanjuti oleh PPATK bersama instansi terkait lainnya diantaranya
adalah: Riset sectoral risk assessment mengenai NPO yang sudah dilakukan
tahun 2016, serta riset tahun 2017 yang akan ditujukan untuk memenuhi priority
action diantaranya adalah riset Regional Risk Assessment mengenai NPO RRA
NPO dan Riset mengenai Cross Border Movement of fundsvalue yang diharapkan
kedepannya risiko pendanaan terorisme yang terjadi dapat dicegah dan diberantas
bersama bukan hanya melibatkan otoritas negara Indonesia namun juga negara-
negara dimana Indonesia berdekatan yakni negara-negara dikawasan Asia Tenggara
dan juga Australia.
Foto Bersama saat Peluncuran Regional Risk Assessment on Terrorist Financing
25 LAPORAN TAHUNAN 2016
20 SEPTEMBER 2016
7
SA TU DEKA DE SA BET PREDIKA T WA JA R TA NPA PENG EC UA LIA N
K
omitmen PPATK dalam pengelolaan keuangan pemerintah yang transparan
dan akuntabel kembali mendapat Opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Opini BPK merupakan pengakuan profesio- nal pemeriksa mengenai kewajaran infor-
masi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dengan memperhatikan
kesesuaian penyajian Laporan Keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintah
SAP, kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam Laporan Keuangan sesuai
dengan pengungkapan yang diatur SAP, kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-
undangan, dan Efektifitas Sistem Pengendalian Intern.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan kembali berhasil mempertahan-
kan opini Wajar Tanpa Pengecualian WTP sepuluh kali berturut-turut sejak tahun
2006 s.d tahun 2015 dari Badan Pemeriksa Keuangan BPK atas Laporan Keuangan
Tahun 2015 yang merupakan tahun
pertama penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Penyerahan penghargaan atas keber- hasilan KL dalam memepertahankan
Opini WTP 5 Tahun berturut turut dilaku- kan di sela acara pembukaan Rapat
Kerja Nasional Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah
Tahun 2016 yang bertajuk “Mewujudkan Percepatan Pembangunan Infrastruktur
bertempat di Istana Negara, Jakarta pada hari selasa 20 september 2016. Sementara
untuk piagam penghargaan Pemerintah Republik Indonesia kepada Kementerian
Lembaga atas capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian untuk Laporan Keuangan
Kementerian Negara dan Lembaga Tahun 2006 s.d. 2016 diberikan langsung secara
simbolik oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Ibu Sri Mulyani kepada Sekretaris
Utama PPATK Bapak Bjardianto Pudjiono di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan
Jakarta. Standar Akuntansi Pemerintah berbasis
akrual merupakan basis akuntansi dimana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya
penerimaan danatau pengeluaran diakui, dicatat dan disajikan dalam Laporan
Keuangan pemerintah pada saat terjadinya transaksi tersebut tanpa memperhatikan
waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
Dalam prosesnya, BPK mengerahkan 300 akuntan untuk mengaudit kementeri-
anlembaga atas Laporan Keuangan
Penyerahan Piagam Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani
Indrawati kepada Sekretaris Utama PPATK Bjardianto Pudjiono
26 LAPORAN TAHUNAN 2016
Kementerian NegaraLembaga LKKL pada tahun anggaran 2015. Hasilnya,
jumlah kementarianlembaga KL yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecuali-
an WTP tercatat mencapai 56 KL,
PERING KA T KEDUA PENILA IA N KETERBUKA A N INFO RMA SI PUBLIK
PERING KA T KEDUA BKN A W A RD KA TEG O RI PERENC A NA A N KEPEG A WA IA N
P
restasi hebat kembali diukir oleh PPATK. Lembaga intelijen di bidang keuangan ini
menyabet predikat terbaik kedua Keterbukaan Informasi Publik di kategori Lembaga Non Struktural.
Penilaian ini dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat sebanyak 26 KL mendapatkan opini Wajar
Dengan Pengecualian WDP dan 4 KL mendapatkan opini Tidak Mendapatkan
Pendapat.
20 SEPTEMBER 2016
26 MEI 2016
8
9
KIP, dan penghargaan diberikan langsung oleh Wakil Presiden
RI Dr. Muhammad Jusuf Kalla. Raihan ini merupakan wujud
nyata pelaksanaan kewajiban PPATK sebagai Badan Publik untuk
mengumumkan, menyediakan, melayani permohonan Informasi
Publik, dan melakukan pengelolaan informasi dan dokumentasi sesuai
dengan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Adanya penghargaan ini juga merupakan
salah satu bentuk komitmen PPATK dalam mewujudkan
penyelenggaraan negara yang transparan, efektif, efisien, dan
akuntabel.
P
usat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mendapatkan peringkat
kedua pada BKN Award 2016 dalam kategori Perencanaan Kepegawaian. BKN Award 2016
merupakan penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah RI kepada unit-unit
kepegawaian instansiBadan Kepegawaian Daerah BKD seluruh Indonesia yang
terdiri dalam 8 delapan kategori yaitu Perencanaan Kepegawaian, Pelayanan
Pengadaan dan Kepangkatan, Pelayanan Pensiun, Implementasi Computer Assisted
Test dalam Manajemen Aparatur Sipil Negara, Implementasi Penilaian Kinerja,
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menerima penghargaan Keterbukaan Informasi Publik yang diserahkan
langsung oleh Wakil Presiden RI Ir. H. M. Jusuf Kalla
27 LAPORAN TAHUNAN 2016
DESA IN BA RU W EBSITE PPA TK
AGUSTUS 2016
10
Implementasi Assessment
Center, Pelaksanaan e-PUPNS dan BKD Inovatif.
Trofi BKN Award yang didapatkan oleh PPATK di-
serahkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla
kepada Sekretaris Utama PPATK, Bjardianto Pudjiono,
dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Rakornas Kepegawaian, Kamis
265 bertempat di Hotel Bidakara Jakarta. Kriteria penilaian dalam kategori Peren-
canaan Kepegawaian meliputi kelengkapan dan kebenaran dokumen kepegawaian,
ketepatan waktu pengusulan dokumen kepegawaian, pro-
posionalitas anggaran belanja pegawai dan anggaran
belanja pembangunan serta rasionalitas usulan dengan
kebutuhan sesuai dengan Batas Usia Pensiun BUP. Atas
penghargaan yang dimaksud, PPATK berkomitmen untuk
terus meningkatkan pelayanan pengelolaan kepegawaian kepada seluruh Pegawai
sesuai dengan peraturan dan perundang- undangan yang berlaku.
S
ejak Agustus 2016, PPATK meluncurkan desain website baru yang merupakan
penyempurnaan dari tampilan dan konten website sebelumnya. Tampilan baru ini
dapat dilihat di www.ppatk.go.id. Desain website baru PPATK menampil-
kan tampilan berita utama yang lebih menarik, sebaran laporan transaksi keuang-
an mencurigakan dari seluruh wilayah Indonesia yang disajikan dalam bentuk
infografis, begitu juga dengan tampilan statistik laporan transaksi keuangan dan
statistik kinerja dan reformasi birokrasi yang ditayangkan dalam bentuk grafis dan
dapat dipantau langsung oleh publik. Guna semakin mendekatkan PPATK
kepada publik, website baru PPATK juga dilengkapi dengan fitur whistleblowing
system, pengaduan pencucian uang, layanan pemohon informasi publik, hingga
e-learning yang berfungsi sebagai sarana belajar bagi masyarakat.
Sebagai bukti komitmen PPATK dalam mengimplementasikan Instruksi Presiden
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, tampilan website baru
PPATK juga menampilkan Government Public Relations GPR, yang merupakan
bentuk sinergi kehumasan pemerintah dalam menyukseskan program Nawa Cita.
Website baru PPATK dapat diakses di www.ppatk.go.id dengan tampilan baru yang lebih informatif dan edukatif
28 LAPORAN TAHUNAN 2016
P
ada tahun 2016, Pihak Pusat Akreditasi Kearsipan Arsip Nasional Republik
Indonesia ANRI melakukan penilaian akreditasi kearsipan melalui kegiatan
verifikasi lapangan dan uji petik dalam rangka kegiatan akreditasi unit kearsipan
di lingkungan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dari bulan Maret
sampai dengan bulan November 2016. Hasil dari penilaian tersebut ditampilkan pada
acara Rapat Pleno yang diselenggarakan oleh pihak ANRI dengan mengundang para
pengelola arsip di Unit Kearsipan PPATK. Aspek-aspek yang dinilai oleh pihak
Pusat Akreditasi Kearsipan ANRI, antara lain Aspek Pengelolaan Arsip Dinamis,
Aspek Sumber Daya Manusia Kearsipan, dan Aspek Sarana dan Prasarana Kearsipan.
Hasil yang dicapai dari kegiatan rapat pleno ini adalah keterangan hasil akreditasi yang
dicapai oleh Unit Kearsipan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yaitu
sebesar 89,85 Delapan Puluh Sembilan Koma Delapan Puluh Lima dengan predikat
Sangat baik. Hasil penilaian Akreditasi Kearsipan
ini menjadi semangat bagi Unit Kearsipan PPATK untuk semakin meningkatkan
kegiatan pengelolaan arsip serta mengetahui kondisi pengelolaan arsip
di seluruh unit pengolah dan mengukur tingkat kepatuhan unit pengolah terhadap
Pedoman Penyelenggaraan Kearsipan Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan, sehingga pengelolaan arsip di seluruh unit kerja menjadi lebih baik lagi
nantinya.
RA IH PREDIKA T SA NG A T BA IK DA LA M A KREDITA SI KEA RSIPA N
NOVEMBER 2016
11
Rapat Pleno antara Arsip Nasional Republik Indonesia dengan PPATK
29 LAPORAN TAHUNAN 2016
KO MITMEN 100 E- PRO C UREM ENT PPA TK
D
alam rangka mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel telah dilakukan
beberapa upaya untuk melaksanakan program reformasi pengadaan barang
dan jasa pemerintah PBJP yang hasilnya ditunjukkan antara lain dengan semakin
meningkatnya transaksi pengadaan secara elektronik dan efisiensi belanja negara
Hal ini sejalan dengan arah kebijakan pembangunan nasional yang ditujukan
untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang.
LKPP sebagai lembaga pemerintah yang berfungsi melakukan pembinaan dan
pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan
barangjasa pemerintah secara elektronik, memberikan apresiasi kepada LPSE
Kementrian Lembaga Institusi Daerah dalam bentuk penganugrahan National
Procurement Award. Penganugrahan National Procurement Award ini sekaligus
menjadi dorongan kepada seluruh KLDI untuk Meningkatkan Kualitas LPSE dalam
membenahi sektor pengadaan barang dan jasa.
Tahun ini LKPP membagikan 50 tropi dan sertifikat penghargaan dengan lima
kategori yang diperebutkan, dimana PPATK berhasil memperoleh penghargaan dalam
katagori “Komitmen 100 eProcurement”. Komitmen pengadaan barangjasa di
lingkungan PPATK secara elektornik telah dilakukan secara konsisten sejak tahun
2010 sampai dengan sekarang melalui LPSE Kementrian Keuangan.
AGUSTUS 2016
12
30 LAPORAN TAHUNAN 2016
BIDANG
PENC EG A HA N
PERSIAPAN INDONESIA HADAPI MUTUAL
EVALUATION 2017
SELAMAT DATANG PUSDIKLAT APU PPT
RUU PERAMPASAN ASET, TEROBOSAN BARU PENGEMBALIAN HASIL TINDAK
PIDANA SECARA OPTIMAL
PERSEMPIT RUANG GERAK PELAKU TINDAK PIDANA MELALUI RUU
PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI
01
02
03
04
31 LAPORAN TAHUNAN 2016
UPAYA PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME MELALUI PENGAWASAN NON PROFIT ORGANIZATION
PROGRESS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22016
INISIASI LEGAL PERSON PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DAN KONTRAK PENGELOLAAN
HARTA KEKAYAAN
PERLUASAN KOMITE ANTI TPPU
PELAKSANAAN KEGIATAN PENGAWASAN KEPATUHAN BERBASIS RISIKO
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI
INDEKS PERSEPSI PUBLIK APUPPT 2016
MoU PPATK-LKPP, KOMITMEN BERSIH-BERSIH PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH
DUKUNGAN STRANAS TPPU TERHADAP PERWUJUDAN NAWACITA
05
06
07
08
09
11
12
13 10
32 LAPORAN TAHUNAN 2016
M
utual Evaluation ME merupakan proses peer review yang dilaksanakan
untuk menentukan tingkat kepatuhan negara anggota Asia Pacific Group on
Money Laundering APG dalam penerapan standar internasional Anti Pencucian
Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme APUPPT yang dikeluarkan
oleh Financial Action Task Force FATF. Standar internasional tersebut terdiri dari
40 rekomendasi yang dikenal dengan nama “FATF Recommendation”. FATF
RecommendationRekomendasi FATF sebagaimana dimaksud mencakup standar
dalam hal regulasi, pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan serta penyedia
barang dan jasa lainnya, serta penegakan hukum dalam rezim APUPPT.
ME melibatkan proses desk-based review dan on-site visit ke negara anggota
APG oleh tim yang terdiri dari perwakilan negara anggota APG dan Sekretariat APG
yang komposisisnya terdiri atas pakarahli di bidang hukum, keuangan dan pengaturan
Penyedia Jasa KeuanganPenyedia Barang dan Jasa, serta penegakan hukum.
Tujuan dari dilaksanakannya ME adalah untuk memastikan negara anggota
memenuhi dua faktor sebagai berikut: i.
Technical Compliance TC yakni kepatuhan negara anggota dalam
memenuhi Rekomendasi FATF yang di antaranya diwujudkan dengan
adanya regulasi yang memadai; bukti data maupun statistik dari penerapan
Rekomendasi FATF; serta adanya wewenang yang nyata pada competent
authorities. ii. Effectiveness merupakan ukuran
efektivitas penerapan dari regulasi yang ada mengenai APUPPT. Tujuan
dari diujinya efektivitas adalah untuk meningkatkan outcome dari penerapan
Rekomendasi FATF; mengidentifikasi sejauh mana rezim APUPPT nasional
mencapai tujuan dari Rekomendasi FATF dan mengidentifikasi kelemahan
sistemik; membantu negara untuk memprioritaskan langkah-langkah
untuk memperkuat sistem APUPPT nasional.
Hasil dari ME akan pada tingkat internasional
menentukan penilaian dunia internasional terhadap
kematangan rezim APU PPT Indonesia yang akan
mempengaruhi reputasi dan citra sistem inansial
dan sistem hukum di Indonesia dalam kaitannya
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
PERSIA PA N INDO NESIA HA DA PI M UTUA L EVA LUA TIO N 2017
01
33 LAPORAN TAHUNAN 2016
Hasil dari ME akan menentukan pe- nilaian dunia internasional terhadap
kematangan rezim APUPPT Indonesia yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
reputasi dan citra sistem finansial dan sistem hukum di Indonesia dalam kaitannya
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan
pendanaan terorisme. Citra dan reputasi ini penting untuk meningkatkan kepercayaan
antara lain dalam penanaman modal asing investasi, penerbitan obligasi oleh negara,
maupun dalam pengembangan industri keuangan nasional ke tingkat global.
Pada tingkat nasional, kepatuhan Indonesia dalam pelaksanaan Rekomendasi
FATF yang dinilai dalam ME akan membantu Indonesia untuk memperkuat
kerangka nasional APUPPT yang akan mempermudah instansi terkait dalam
mempersulit aktivitas dari pelaku tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana
asal. Bagi PPATK, selaku focal point dari
rezim APUPPT di Indonesia, proses ME akan memberikan gambaran utuh atas
kondisi rezim APUPPT di Indonesia ditinjau dari perspektif standar global. Lebih lanjut,
proses ME akan membuat PPATK untuk dapat:
1. mengidentifikasi kekurangan dan
kelemahan dari peraturan-peraturan turunan UU No. 8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang maupun UU
No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme sehingga dapat dilakukan perbaikan;
2. merumuskan strategi nasional untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
yang ditemukan dalam proses ME; dan 3. menunjukkan komitmen Indonesia
kepada dunia Internasional dalam pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Pada bulan November 2017 mendatang, Indonesia akan mendapat giliran untuk
dievaluasi oleh tim evaluator yang akan ditentukan oleh APG. Apabila Indonesia
Salah satu sesi FATF on-site visit yang diadakan di kantor PPATK pada 2015
34 LAPORAN TAHUNAN 2016
menolak untuk dievaluasi dalam kerangka ME, maka hal tersebut akan berdampak
pada diragukannya komitmen Indonesia oleh dunia internasional dalam pencegahan
dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Pada tingkat yang paling merugikan adalah Indonesia akan dicantumkan dalam
FATF public statementblacklist yang berdampak pengenaan sanksi berupa
counter-measures yang dapat berdampak pada terganggunya sistem keuangan dan
menghambat perkembangan investasi di Indonesia. Counter-measures dimaksud
antara lain meliputi: 1. penolakan pembukaan cabang, anak
usaha atau kantor perwakilan dari industri finansial indonesia di negara
lain. 2. penolakan pembukaan cabang, anak
usaha atau kantor perwakilan dari industri finansial asing di indonesia.
3. melakukan pembatasan hubungan usaha atau transaksi keuangan dengan
institusi keuangan di indonesia 4. melakukan review, perubahan atau jika
diperlukan menghentikan hubungan korespondensi dengan lembaga
keuangan di indonesia. Dalam proses persiapan ME dan
pelaksanaan ME sendiri akan melibatkan cukup banyak instansi terkait sehingga
dibutuhkan kerja sama dan koordinasi yang sinergis guna mensukseskan ME
2017 mendatang. Instansi terkait yang terlibat adalah Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan sebagai focal point, kemudian Mahkamah Agung; Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Foto bersama antara Kepala dan Wakil Kepala PPATK periode 2011-2016 Dr. Muhammad Yusuf dan Agus Santoso dengan delegasi On-site visit FATF
35 LAPORAN TAHUNAN 2016
Pada bulan November 2017 mendatang, Indonesia akan
mendapat giliran untuk dievaluasi oleh tim evaluator
yang akan ditentukan oleh APG. Apabila Indonesia
menolak untuk dievaluasi dalam kerangka ME, maka
hal tersebut akan berdampak pada diragukannya
komitmen Indonesia oleh dunia internasional
dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Keamanan; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Luar Negeri; Kementerian
Keuangan; Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian Agama; Kementerian Sosial;
Kementerian Koperasi dan UKM; Kejaksaan RI; Kepolisian Negara RI; Badan Narkotika
Nasional; Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; Badan Intelijen Nasional; Badan
Pengawas Tenaga Nuklir; Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi; Bank
Indonesia; dan Otoritas Jasa Keuangan. Sampai dengan akhir tahun 2016
koordinasi terkait persiapan ME telah dilakukan dan akan terus dilakukan
secara intensif. Koordinasi yang dilakukan antara lain dalam hal sosialisasi mengenai
ME kepada instansi terkait, action plan jangka pendek maupun jangka panjang,
kekurangan Indonesia yang perlu diatasi dalam menghadapi ME, serta inisiasi
penyusunan peraturan untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia.
Berdasarkan self-assessment
yang telah dilakukan oleh PPATK, Indonesia
masih menghadapi banyak defisiensi baik dari segi technical compliance maupun
effectiveness sehingga untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam ME tentunya
dibutuhkan komitmen dan dukungan yang kuat dari pemerintah, serta kerja sama
yang lebih baik lagi diantara instansi terkait untuk mengatasi defisiensi dimaksud.
36 LAPORAN TAHUNAN 2016
02
I
nstitut Intelijen Keuangan Indonesia Indonesian Financial Intelligence
InstituteIFII merupakan unit kerja baru setingkat eselon II yang dibentuk melalui
Rancangan Peraturan Presiden yang saat ini tinggal menunggu pengesahan dari
Presiden RI. IFII dibentuk dengan tujuan meningkatkan optimalisasi kinerja seluruh
pihak yang merupakan bagian dari rezim anti pencucian uang di Indonesia sesuai dengan
tugas, fungsi, dan kewenangan masing- masing pihak, melalui pengembangan
sumber daya manusia atas kompetensi dan pengetahuan pegawai PPATK dan
pemangku kepentingan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
PPATK telah menyusun Program dan Kurikulum Diklat APU PPT yang terdiri
dari 48 empat puluh delapan program diklat. Program Diklat yang rencananya
akan mulai dilaksanakan pada Bulan Februari tahun 2017 berjumlah 21 dari 48
Program Diklat yang dimiliki oleh PPATK. IFII mendapat sambutan positif menjelang
pembukaannya. Hal tersebut terbukti dengan antusiasnya beberapa Penyedia
Jasa Keuangan PJK yang berencana memperkaya pemahamannya melalui IFII.
Selain itu beberapa lembaga Diklat seperti FKDKP, BINS serta JCLEC secara informal
sudah mulai menawarkan kerjasama pelatihan. Bahkan lembaga donor
internasional seperti UNODC dan AIPEG juga telah menyatakan ketertarikannya
untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan di IFII.
SELA MA T DA TA NG INSTITUT INTELIJEN KEUA NG A N INDO NESIA
Suasana di gedung IFII
37 LAPORAN TAHUNAN 2016
03
RUU PERA MPA SA N A SET, TERO BO SA N BA RU PENG EMBA LIA N HA SIL TINDA K
PIDA NA SEC A RA O PTIMA L
S
aat ini Indonesia tengah menyusun ketentuan yang memungkinkan
dilakukannya perampasan aset tanpa pemidanan atau yang dikenal dengan
istilah non conviction based NCB asset forfeiture. Mekanisme ini memungkinkan
dilakukannya perampasan aset tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang
berisi tentang pernyataan kesalahan dan pemberian hukuman bagi pelaku tindak
pidana. RUU Perampasan Aset Tindak
Pidana dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan:
a. Pertama, bahwa sistem dan mekanisme yang ada mengenai perampasan
aset hasil tindak pidana berikut instrumen yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana, pada saat ini belum mampu mendukung upaya
penegakan hukum yang berkeadilan dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. b. Kedua, bahwa pengaturan yang
jelas dan komprehensif mengenai pengelolaan aset yang telah dirampas
akan mendorong terwujudnya penegakan hukum yang profesional,
transparan, dan akuntabel. c. Ketiga, bahwa berdasarkan
pertimbangan pertama dan kedua, maka perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana; dengan mengingat
Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Adapun sasaran yang ingin dicapai
dari pembentukan dan penyusunan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana adalah:
a. menyediakan ketentuan hukum yang bersifat komprehensif yang dapat
digunakan oleh aparat penegak hukum dan aparat pemerintah lainnya
dalam melaksanakan penyitaan dan
38 LAPORAN TAHUNAN 2016
perampasan hasil dan instrumen tindak pidana.
b. mendorong agar pengembalian hasil tindak pidana bisa dilaksanakan secara
optimal melalui mekanisme yang efektif, dalam waktu yang singkat dan
sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
c. mengimbangi perkembangan di dunia internasional di bidang penegakan
hukum khususnya dalam rangka pengembalian hasil dan instrumen
tindak pidana atau asset recovery antar negara.
Salah satu klausul yang dimasukkan dalam RUU tersebut adalah unexplained
wealth. Konsep yang berhubungan, illicit enrichment, juga masuk dalam RUU Tindak
Pidana Korupsi. Unexplained wealth adalah instrumen hukum yang memungkinkan
perampasan asetkekayaan seseorang yang memiliki harta dalam jumlah
tidak wajar yang tidak sesuai dengan sumber pemasukannya tanpa mampu
membuktikan bahwa hartanya tersebut diperoleh secara sah bukan berasal dari
tindak pidana. Instrumen serupa dikenal pula dalam United Nations Convention
Againts Corruption UNCAC. Aset seseorang yang didaftarkan atas nama
pihak ketiga misalnya anggota keluarga tetap dapat dianggap sebagai asetharta
orang tersebut selama dapat dibuktikan adanya peralihan aset pada pihak ketiga
tersebut. Penyusunan RUU Perampasan Aset
Tindak Pidana dilakukan oleh sebuah Panitia yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Menteri Hukum dan HAM. Panitia tersebut beranggotakan wakil dari instansi-instansi
terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, PPATK, Kementerian Luar Negeri,
Kementerian Keuangan, Kementerian PAN RB, Setneg, dan Kementerian
Hukum dan HAM sebagai ”focal point”. Adapun sistematika dan substansi yang
diatur dalam RUU tersebut antara lain adalah sebagai berikut: Penelusuran,
pemblokiran, penyitaan, dan perampasan; Illicit enrichmentunexplained wealth;
we-wenang mengajukan permohonan perampasan aset dan wewenang
pengadilan untuk mengadili; pengelolaan aset; perlindungan dan kompensasi;
perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik.
RUU ini masuk dalam long list Program Legislasi Nasional Prolegnas pada DPR-RI
masa bakti 2009-2014. Pembahasan RUU ini telah sampai pada tahap harmonisasi
penghalusan antar kementerian dan dinyatakan selesai pada tanggal 16 Maret
2012. Pengharmonisasian ini melibatkan perwakilan dari Sekretariat Negara,
Kemenkeu, Polri, Kejaksaan Agung, KPK,
Salah satu klausul yang dimasukkan dalam
RUU Perampasan Aset adalah unexplained
wealth
. Unexplained wealth
adalah instrumen hukum
yang memungkinkan perampasan aset
kekayaan seseorang yang memiliki harta
dalam jumlah tidak wajar tanpa mampu
membuktikan bahwa hartanya tersebut
diperoleh secara sah.
39 LAPORAN TAHUNAN 2016
PPATK, Kemenlu, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Kemenpan dan RB, serta
Kemenkumham. Selanjutnya melalui surat dari
Sekretariat Negara Nomor: B-175Kem- setnegd-4PU.00092014 tanggal 25
September 2014 perihal Penyampaian Kembali Rancangan Undang-Undang RUU
tentang Perampasan Aset Tindak Pidana dengan pertimbangan sebagai berikut:
1 Menteri Keuangan telah membubuhkan paraf atas RUU dimaksud kecuali
pada halaman 24 batang tubuh dan halaman 13 penjelasan RUU dimaksud
sebagaimana disampaikan melalui surat Nomor S-585MK.012014
tanggal 5 September 2014.
Sistematika dan substansi yang
diatur dalam RUU tersebut antara
lain Penelusuran, pemblokiran,
penyitaan, dan perampasan;
Illicit enrichment
unexplained wealth ;
wewenang mengajukan permohonan
perampasan aset dan wewenang
pengadilan untuk mengadili; pengelolaan
aset; perlindungan dan kompensasi;
perlindungan terhadap pihak ketiga yang
beritikad baik.
2 Jaksa Agung RI belum dapat
membubuhkan paraf persetujuan atas RUU tersebut sebagaimana disampai-
kan melalui surat Nomor B-120A Chk.1072014 tanggal 10 Juli 2014.
Adapun keberatan Kejaksaan terkait dengan lembaga pengelolaan aset
karena dikejaksaan sudah ada lembaga sejenis.
3 Kepala Kepolisian Negara RI belum dapat membubuhkan paraf persetujuan
atas RUU tersebut sebagaimana disampaikan melalui surat Nomor
B1943VI2014Divkum tanggal 24 Juni 2014. Adapun Keberatan POLRI
terkait peran penyidik karena harus melalui Kejaksaan untuk mengajukan
perampasan aset. Keberatan Kemenkeu terkait harus ada penetapan
pengadilan setelah penilaian oleh lembaga apraisal.
Berkenaan dengan hal tersebut, Sekretariat Negara menyampaikan
kembali RUU tersebut untuk dibahas kembali bersama dengan kementerian
lembaga terkait, sebelum diajukan kepada Bapak Presiden. Pada awal tahun 2015,
Kementerian Hukum dan HAM melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM telah
membentuk panitia antarkementerian penyusunan RUU tentang Perampasan
Aset Tindak Pidana yang terdiri dari perwakilan dari Kementerian Hukum dan
HAM, PPATK, Kementerian Keuangan, Kementerian PAN dan RB, KPK, Kejaksan
Agung, Sekretariat Negara, dan Kepolisian. Sampai dengan saat ini telah dilakukan
pembahasan secara insentif sebanyak 3 tiga kali, yaitu pada tanggal 13 Maret,
10 April dan 27 Juni 2015. Dalam rangka percepatan pembahasan RUU tersebut,
PPATK bekerjasama dengan UNODC dan US Embassy telah menyelenggarakan
40 LAPORAN TAHUNAN 2016
Fokus Grup Diskusi mengenai percepatan penyusunan RUU tentang Perampasan Aset
Tindak Pidana yang telah dilaksanakan pada tanggal 16 dan 17 Juni 2015 di Sentul
Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2016, Kementerian Hukum
dan HAM tidak membentuk kembali Panitia Antar Kementerian PAK dengan
pertimbangan diperlukan adanya kajian lebih mendalam atas konsep perampasan
aset yang akan diatur dalam RUU Perampasan Aset. Namun, seiring dengan
nawacita dimana Presiden berkomitmen untuk membentuk regulasi RUU Perampasan
Aset, maka Kementerian Hukum dan HAM berencana menindaklanjuti arahan
Presiden tersebut dengan melaksanakan kegiatan harmonisasi atas RUU tersebut.
Namun, sampai dengan akhir tahun 2016, Kementerian Hukum dan HAM belum
dapat merampungkan proses kajian dan kegiatan harmonisasi tersebut. Untuk
mengidentifikasi kembali isu-isu yang masih menjadi pending matters di RUU
Perampasan Aset Dalam Tindak Pidana, maka pada tanggal 20 Desember 2016,
PPATK kembali menginisiasi kegiatan Fokus Grup Diskusi FGD yang menghadirkan
narasumber dari Ketua Tim Penyusn, praktisi, serta akademisi. Sehubungan
dengan hal tersebut, dimohon dukungan Presiden untuk dapat mendorong
percepatan penyelesaian pembahasan dan harmonisasi RUU Perampasan Aset Dalam
Tindak Pidana, dan segera disampaikan kepada DPR-RI untuk dapat dilakukan
pembahasan bersama dengan Pemerintah.
Dimohon dukungan Presiden untuk dapat
mendorong percepatan penyelesaian
pembahasan dan harmonisasi RUU
Perampasan Aset Dalam Tindak
Pidana, dan segera disampaikan kepada
DPR-RI untuk dapat dilakukan pembahasan
bersama dengan Pemerintah.
04
PERSEMPIT RUA NG G ERA K PELA KU TINDA K PIDA NA MELA LUI RUU
PEMBA TA SA N TRA NSA KSI TUNA I
D
alam dunia modern, transaksi keuang- an berkembang sangat pesat seiring
dengan perubahan perdagangan dunia yang semakin mengglobal. Perkembangan
transaksi keuangan tersebut terjadi baik pada transaksi keuangan tunai maupun
non tunai. Pada prinsipnya transaksi ini bertujuan untuk meminimalisasi
resiko, mempermudah komunikasi atau melanggengkan hubungan bisnis antar
para pihak yang telah terjalin. Transaksi keuangan non tunai,
khususnya melalui lembaga keuangan pada satu sisi semakin canggih dan
41 LAPORAN TAHUNAN 2016
memudahkan, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada sisi
lain, transaksi keuangan non-tunai, biasanya dilakukan melalui lembaga keuangan lebih
mudah dilakukan pelacakan kembali, akan tetapi bagi para pelaku tindak pidana
kemudahan pelacakan kembali tersebut sangat dihindari. Oleh karena itu terdapat
kecenderungan para pelaku tindak pidana untuk menghindari transaksi keuangan non
tunai khususnya melalui sarana perbankan. Kondisi tersebut disebabkan sifat dari
pelaku tindak pidana yang tidak ingin diketahui tindak kejahatannya dan hasilnya.
Upaya menghindari pelacakan hasil tindak pidana saat ini, terdapat kecenderungan
penggunaan transaksi tunai. Kasus – kasus tindak pidana di Indonesia khususnya yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi banyak menggunakan transaksi keuangan
tunai. PPATK sebagai institusi yang
mempunyai tugas menganalisis transaksi keuangan mengusulkan transaksi
tunai dibatasi sampai jumlah tertentu. Pembatasan ini diperlukan agar upaya
penyuapan yang mengarah pada tindak pidana korupsi dapat dicegah lebih dini.
PPATK berharap ketentuan mengenai pembatasan transaksi tunai ini dapat
tertuang dalam peraturan perundang- undangan. Pembatasan transaksi tunai
dalam jumlah tertentu diharapkan dapat mempersempit ruang gerak pelaku tindak
pidana dalam bertransaksi. Di samping itu ada sejumlah manfaat lain yang
diperoleh pemerintah jika menerapkan aturan mengenai pembatasan transaksi
tunai antara lain : adanya penghematan dalam jumlah uang yang harus dicetak,
penghematan bahan baku uang, biaya penyimpanan fisik uang di Bank Indonesia,
dapat mengurangi peredaran uang palsu, mendidik dan mendorong masyarakat
untuk menggunakan jasa perbankan dalam bertransaksi.
Pembatasan transaksi keuangan tunai di negara-negara tertentu seperti Prancis
dan Brasil, yang telah menerapkan aturan tersebut untuk menekan tingkat korupsi.
Untuk itu sudah saatnya Pemerintah melakukan pembatasan transaksi
keuangan tunai untuk meminimalisasi korupsi dan pencucian uang.Berdasarkan
uraian tersebut menunjukkan bahwa aturan mengenai pembatasan transaksi
tunai dapat meminimalisasi atau menekan tingkat korupsi di beberapa begara, maka
diperlukan adanya dirasakan perlunya undang-undang yang mengaturnya.
Sedangkan peraturan perundang- undangan yang ada belum mengakomodir
upaya pencegahan tindak pidana melalui pembatasan transaksi tunai. Pembatasan
42 LAPORAN TAHUNAN 2016
transaksi tunai berkaitan dengan kepentingan banyak pihak dan menyentuh
kehidupan masyarakat serta berkaitan dengan hak asasi manusia karena terkait
pembatasan transaksi setiap individu, maka diperlukan adanya naskah akademik
sebagai justifikasi mengenai pentingnya pengaturan tentang pembatasan transaksi
keuangan tunai. Sampai dengan akhir Juni 2014, PPATK
telah mendorong Kementerian Hukum dan HAM terkait pembahasan Naskah
Akademik dan Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Pada tanggal 25-27 April 2014, PPATK bekerjasama dengan Badan Pembinaan
Hukum Nasional BPHN Kementerian Hukum dan HAM menyelenggarkan finalisasi
Naskah Akademik Rancangan Undang- Undang tentang Pembatasan Transaksi
Kartal. Adapun draft awal Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan
Transaksi Kartal juga telah dibahas bersama-sama dengan tim penyusun
Naskah Akademik RUU tersebut. Adapun tim penyusun Naskah Akademik terdiri
dari PPATK, Kementerian Hukum dan HAM, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan,
akademisi, dan praktisi keuangan. Kementerian Hukum dan HAM juga telah
memasukan Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Kartal ke
dalam long list RUU Tahun 2015-2019. Pada awal tahun 2015, Kementerian
Hukum dan HAM melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM telah membentuk panitia
antarkementerian penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan
Transaksi Tunai yang terdiri dari perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM, PPATK,
Kementerian Keuangan, Kejaksan Agung, Sekretariat Negara, Kepolisian, Bank
Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan. Sampai dengan saat ini telah dilakukan
pembahasan secara insentif sebanyak 5 lima kali, yaitu pada tanggal 5 Maret,
21 April, 29 Juni 2015, 18 Agustus 2015, dan 4 September 2015. Adapun finalisasi
pembahasan RUU sebagaimana tersebut di atas oleh tim PAK telah dilaksanakan
pada tanggal 2 s.d 4 Juni 2016. Proses harmonisasi telah selesai dilakukan pada
bulan November 2016 dan Kementerian Hukum dan HAM selaku pemprakarsa
akan segera menyampaikan RUU tersebut kepada Sekretariat Negara untuk dapat
ditindaklanjuti dengan proses penyampaian RUU tersebut oeh Presiden kepada DPR
RI. PPATK juga mendorong Kementerian Hukum dan HAM untuk segera mengajukan
permohonan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk masuk ke dalan
Prolegas Prioritas Tahun 2017 mengingat seluru persyaratannya telah dipenuhi.
Sehubungan dengan hal tersebut, dimohon dukungan Presiden untuk dapat mendorong
percepatan penyampaian RUU tersebut kepada DPR-RI untuk dapat dilakukan
pembahasan bersama dengan Pemerintah.
PPATK sebagai institusi yang
mempunyai tugas menganalisis
transaksi keuangan mengusulkan transaksi
tunai dibatasi sampai jumlah tertentu.
Pembatasan ini diperlukan agar upaya
penyuapan yang mengarah pada tindak
pidana korupsi dapat dicegah lebih dini.
43 LAPORAN TAHUNAN 2016
05
UPA YA PENC EG A HA N PENDA NA A N TERO RISME MELA LUI PENG A WA SA N NO N
PRO FIT O RG A NIZA TIO N
T
indak pidana terorisme merupakan kejahatan internasional yang
membahayakan keamanan dan perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat
terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak
pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban, ketakutan
masyarakat secara luas, dan kerugian harta benda sehingga berdampak luas
terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan internasional.
Masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia saat ini sedang dihadapkan pada
keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya aksi teror. Meluasnya
aksi teror yang didukung oleh pendanaan yang bersifat lintas negara mengakibatkan
pemberantasannya membutuhkan kerja sama internasional.
Komitmen masyarakat internasional dalam upaya mencegah dan mem-
berantas tindak pidana pendanaan terorisme diwujudkan dengan disahkannya
International Convention for the Suppress- ion of the Financing of Terrorism, 1999
Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999. Indonesia
telah melakukan ratifikasi konvensi tersebut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2006 tentang Pengesahan International Convention for the Suppression of the
Financing of Terrorism, 1999 Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan
Terorisme, 1999. Selain itu, upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme juga diatur dalam Rekomendasi
8 FATF Recommendation yang menyatakan bahwad “There is a diverse range of
approaches in identifying, preventing and combating terrorist misuse of NPOs. An
effective approach, however, is one that involves all four of the following elements:
a outreach to the sector, b supervision or monitoring, c effective investigation
and information gathering and d effective mechanisms for international cooperation.
The following measures represent specific actions that countries should take with
respect to each of these elements, in order to protect their NPO sector from terrorist
financing abuse”. Upaya pemberantasan dalam hal ini
tindak pidana terorisme yang dilakukan pemerintah telah cukup memuaskan.
Namun upaya pemerintah tersebut hanya terbatas pada upaya penangkapan
44 LAPORAN TAHUNAN 2016
pelaku dan kurang memberikan perhatian terhadap unsur pendanaan
yang merupakan faktor utama dalam setiap aksi teror. Oleh karena itu, upaya
penanggulangan tindak pidana terorisme dinyakini tidak akan optimal tanpa adanya
pencegahan dan pemberantasan terhadap pendanaan terorisme. Saat ini, berdasarkan
peraturan perundang-undangan mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, upaya pencegahan
dan pemberantasan terhadap pendanaan terorisme sudah dilakukan melalui
pendekatan follow the money dimana terdapat kewajiban bagi penyedia jasa
keuangan untuk melakukan penerapan prinsip mengenali pengguna jasa dan
kewajiban menyampaikan laporan ke PPATK.
Namun, modus operandi dari tindak pidana pendanaan terorisme tidak
hanya melalui media penyedia jasa keuangan tetapi upaya pengumpulan
dan pendistribusian dana untuk kegiatan terorisme, teroris dan organisasi teroris
kerap kali melalui media organisasi masyarakatlembaga kesejahteraan
sosial atau yang lebih dikenal dengan non-profit organization. Berdasarkan
Riset “Case Study terkait Risk of Terrorist Abuse in The Non Profit Organization
NPO Sector2013-2014 dilakukan selain untuk melakukan kajian database internal
PPATK, juga untuk meminta datainformasi tambahan kepada instansi eksternal yang
secara khusus menangani kasus-kasus yang melibatkan penyalahgunaan NPO
untuk kegiatan terorisme, yang akan dimuat pada buku “FATF Typologi” dalam
kajian FATF Typologi Project Team. Sejauh ini, PPATK telah menemukan 3 tiga kasus
penyalahgunaan NPO oleh teroris, antara lain:
1. Penyalahgunaan Unregistered Local NPO –yang beroperasi sebagai sekolah
berbasis agama – oleh kelompok radikal.
2. Terduga teroris yang bersembunyi pada registered NPO.
3. Yayasan Panti Asuhan Orphans FoundationNPO yang dijadikan
sebagai salah satu trik menutupi aktivitas teroris.
Sebagaimana telah diketahui bahwa pendirian organisasi masyarakat telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Ke-
masyarakatan yang memuat persyaratan pendirian dan pendaftaran, kewajiban
penyampaian laporan, penyelesaian sengketa, pengawasan, serta sanksi baik
organisasi masyarakat yang didirikan oleh pihak domestik maupun pihak asing.
PPATK telah menemukan 3 tiga kasus penyalahgunaan
NPO oleh teroris, antaralain: 1. Penyalahgunaan
Unregistered Local NPO –yang beroperasi sebagai
sekolah berbasis agama –oleh kelompok radikal.
2. Terduga teroris yang bersembunyi pada
registered NPO .
3. Yayasan Panti Asuhan Orphans Foundation
NPO yang dijadikan sebagai salah satu trik
menutupi aktivitas teroris.
45 LAPORAN TAHUNAN 2016
Selain itu, terdapat pula Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Lembaga
Kesejahteraan Sosial yang didalamnya mengatur perizinan, sumber pendanaan,
penyampaian laporan, pengawasan dan sanksi bagi lembaga kesejahteraan sosial.
Undang-Undang tersebut termasuk dalam legal framework dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme yang mungkin
dilakukan oleh organisasi masyarakat dan lembaga kesejahteraan sosial.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada awal tahun 2016,
PPATK menginisiasi penyusunan Rancangan Peraturan Presiden RPerPres
tentang Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi
Kemasyarakatan Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Adapun instansi yang terlibat dalam proses pembahasan antar kementerian, antara lain
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian
Luar Negeri, POLRI, dan PPATK. RPerPres ini telah selesai dibahas antar kementerian
dan juga telah selesai melalui proses harmonisasi. Saat ini RPerPres tersebut
telah disampaikan oleh Kementerian Hukum dan HAM kepada Presiden melalui
Sekretariat Negara untuk dapat segera ditandatangani.
Pada awal tahun 2016, PPATK menginisiasi
penyusunan Rancangan Peraturan
Presiden RPerPres tentang Tata Cara
Penerimaan dan Pemberian Sumbangan
oleh Organisasi Kemasyarakatan
Dalam Pencegahan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme.
06
PRO G RESS IMPLEMENTA SI PERA TURA N PEMERINTA H NO MO R 2 2016
P
ada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana
dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya sulit ditelusuri
oleh aparat penegak hukum, sehingga pelaku dengan leluasa memanfaatkan
harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah.
Tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem
perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
46 LAPORAN TAHUNAN 2016
Dalam konsep anti pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat
diketahui melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut
dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila harta
kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan
dapat disita atau dirampas, hal ini dapat menurunkan tingkat kriminalitas karena
pelaku kejahatan tidak hanya dihukum secara fisik dengan pemenjaraan, tetapi
juga akan disita dan dirampas harta kekayaannya yang berasal atau terkait
dengan tindak pidana yang dilakukannya. Motivasi untuk melakukan kejahatan dapat
ditekan karena pelaku kejahatan sama sekali tidak akan memperoleh keuntungan
baik secara finansial maupun non-finansial. Dalam melaksanakan tugas, fungsi,
dan kewenangannya, PPATK sebagai Financial Intelligence Unit FIU tidak hanya
membutuhkan laporan dari pihak pelapor reporting parties sebagai sumber utama
proses analisis dan pemeriksaan, tetapi juga memerlukan data dan informasi yang
dapat memberikan nilai tambah value added terhadap hasil analisis dan hasil
pemeriksaan PPATK. Data dan informasi yang diperlukan
tersebut, tidak hanya yang dimiliki atau dikelola oleh Instansi Pemerintah, namun
juga yang dimiliki atau dikelola oleh lembaga swasta. PPATK berharap dapat
diberikan akses langsungtidak langsung atau dapat melakukan penghimpunan
data dan informasi yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi analisis, pemeriksaan
dan pengawasan kepatuhan. Para pembentuk atau penyusun
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang UU TPPU telah menyadari hal ini dan kemudian
memberikan kewenangan kepada PPATK untuk meminta dan mendapatkan data
dan informasi dari instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang memiliki
kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan
atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu vide Pasal 41
ayat 1 huruf a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010. Adapun mekanisme atau
ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian data dan informasi oleh
instansi pemerintah danatau lembaga swasta sebagaimana tersebut di atas,
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan dimaksud bertujuan agar
penyampaian data dan informasi ke PPATK memiliki kerangka aturan legal
framework yang jelas dan sesuai dengan prinsip-prinsip keamanan informasi, serta
memberikan perlindungan bagi Instansi Pemerintah danatau lembaga swasta yang
menyampaikan data dan informasi. Pada tahun 2013, PPATK telah
melakukan inisiasi penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata
47 LAPORAN TAHUNAN 2016
Cara Penyampaian Data dan Informasi oleh Instansi Pemerintah dan Lembaga
Swasta. Pada tahun yang sama, PPATK menyampaikan “initial draft” Rancangan
Peraturan Pemerintah tersebut kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk
ditindaklanjuti dengan proses pembahasan antar kementerian, harmonisasi, dan
sinkronisasi. Pada tanggal 1 Februari 2016, Presiden
RI akhirnya menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah danatau
Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Adapun materi pokok yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain: 1. jenis data dan informasi yang diminta
oleh PPATK; 2. tata cara penyampaian data dan
informasi oleh Instansi Pemerintah danatau lembaga swasta ke PPATK;
dan 3. perlindungan hukum bagi pimpinan
Instansi Pemerintah danatau lembaga swasta serta pejabat atau pegawai
yang ditunjuk terhadap penyampaian data dan informasi ke PPATK.
07
INISIA SI LEG A L PERSO N PEMILIK MA NFA A T
DA RI KO RPO RA SI DA N KO NTRA K PENG ELO LA A N HA RTA KEKA YA A N
T
indak pidana pencucian uang dapat mengancam stabilitas dan
integ-ritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta membahayakan
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Korporasi dan kontrak pengelolaan harta kekayaan dapat dijadikan sarana baik
langsung atau tindak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan Pemilik
Manfaat Beneficial Owner dari hasil tindak pidana untuk melakukan kegiatan
pencucian uang, sehingga perlu mengatur tata cara mengenali penerima manfaat dari
korporasi dan kontrak pengelolaan harta kekayaan.
Urgensi pengaturan terkait Beneficial Owner terkait risiko terjadinya tindak
pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, antara lain:
n berdasarkan
National Risk Assessment terkait TPPU diperoleh hasil bahwa
korporasi nilai tingkat ancaman 7,01 lebih berpotensi pelaku TPPU
dibandingkan perorangan niai tingkat ancaman 6,74;
n korporasi yang memiliki tingkat
ancaman “tinggi” meliputi i yayasan; ii perkumpulan; dan iii korporasi
non UMKM; dan n
selain itu, berdasarkan National Risk Assessment terkait TPPT diperoleh
hasil bahwa modus TPPT berisiko tinggi adalah i pendanaan dalam
negeri melalui sumbangan ke yayasan nilai risiko 6,23; dan ii pendanaan
dalam negeri melalui penyalahgunaan dana yayasan nilai risiko 6,18.
48 LAPORAN TAHUNAN 2016
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada akhir tahun 2016, PPATK
menginisiasi penyusunan Rancangan Peraturan Presiden RPerPres tentang
Penerapan Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi dan Kontrak Pengelolaan
Harta Kekayaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Adapun muatan dari RPerPres
tersebut adalah sebagai berikut: a. Ketentuan umum
b. Ruang lingkup korporasi dan kontrak pengelolaan harta kekayaan
c. Tata cara mengenali pemilik manfaat dari korporasi dan kontrak pengelolaan
harta kekayaan d. Pengawasan
e. Sanksi f.
Kerja sama nasional dan internasional
08
PERLUA SA N KO MITE A NTI TPPU
S
ebagai upaya pemenuhan terhadap Rekomendasi Financial Action Task
Force on Money Laundering FATF nomor 2 dua dan amanat Pasal 92 UU Nomor
8 Tahun 2010 mengenai koordinasi dan kerjasama nasional, Indonesia membentuk
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Komite TPPU
berdasarkan Peraturan Presiden Perpres Nomor 6 Tahun 2012.
Komite TPPU yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh
Menko Polhukam ini mempunyai susunan keanggotaan dari instansi penegak hukum,
Lembaga Pengawas dan Pengatur LPP, dan otoritas terkait lainnya. Komite TPPU
diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan dan wakil ketua
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Anggotanya terdiri atas Gubernur Bank
49 LAPORAN TAHUNAN 2016
Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme, dan Kepala Badan Narkotika Nasional. Kepala PPATK merupakan
Sekretaris yang merangkap anggota Komite TPPU.
Dinamika pencegahan dan pem- berantasan TPPU yang semakin luas
dan kompleks membutuhkan perluasan keanggotaan Komite TPPU sebagai upaya
strategis memperkuat Komite TPPU. Terdapat 3 tiga instansi yang diusulkan
untuk masuk menjadi Anggota Komite TPPU, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas
Jasa Keuangan OJK, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Ketiga instansi
tersebut diusulkan karena merupakan LPP terhadap para Pihak Pelapor yang wajib
menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 UU Nomor 8 Tahun 2010 dengan rincian sebagai berikut:
a Kementerian Perdagangan membawahi Badan Pengawas Perdagangan Ber-
jangka Komoditi BAPPEBTI yang merupakan LPP terhadap perusahaan
yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi.
b OJK merupakan LPP terhadap kegiatan jasa Keuangan antara lain perbankan,
perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perusahaan
pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi,
dana pensiun lembaga keuangan, dan pegadaian.
c Kementerian Koperasi dan UKM merupakan LPP terhadap koperasi yang
melakukan kegiatan simpan pinjam. Usulan perluasan keanggotaan
Komite TPPU telah dilaksanakan melalui penyusunan draft Rancangan Perpres
R-Perpres tentang Perubahan atas Perpres Nomor 6 Tahun 2012. Saat ini,
tahap pengajuan draft R-Perpres tersebut adalah dalam tahap akhir, yaitu proses
pengesahan oleh Presiden karena telah menyelesaikan tahap Pembahasan Antar
Kementerian PAK, harmonisasi, dan telah diparaf oleh Menko Polhukam.
Rapat Komite Anti TPPU yang saat itu dipimpin Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan
50 LAPORAN TAHUNAN 2016
D
ata Laporan Transaksi Keuangan Tunai LTKT yang telah dilaporkan oleh
penyedia jasa keuangan sesungguhnya telah bermanfaat bagi PPATK dalam menelusuri
transaksi tunai yang sering digunakan oleh para pelaku penyuapan, korupsi
dan pencucian uang. Adapun informasi transaksi tunai tersebut dipergunakan
dalam proses analisis untuk memperkaya informasi terkait suatu tindak pidana
dan menemukan keterkaitan antar pihak sehingga PPATK dapat menyampaikan hasil
analisis atas dugaan tindak pidana tertentu kepada penyidik dengan komprehensif.
GRAFIK 1. Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LTKT
Tahun 2016
Catatan : -
Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2003 -
Perkembangan LTKT yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2011 s.d. Desember 2016.
09
O PTIMA LISA SI PEMA NFA A TA N LA PO RA N TRA NSA KSI KEUA NG A N
TUNA I
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 67
oleh penyedia jasa keuangan sesungguhnya telah bermanfaat bagi PPATK dalam menelusuri transaksi tunai yang sering digunakan oleh
para pelaku penyuapan, korupsi dan pencucian uang. Adapun informasi transaksi tunai tersebut dipergunakan dalam proses analisis untuk memperkaya informasi
terkait suatu tindak pidana dan menemukan keterkaitan antar pihak sehingga PPATK dapat menyampaikan hasil analisis atas dugaan tindak pidana tertentu
kepada penyidik dengan komprehensif.
Grafik 1 Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LTKT
Tahun 2016
Catatan : - Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2003 - Perkembangan LTKT yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun
terakhir sejak tahun 2011 s.d. Desember 2016.
12,247,141 14,270,061
16,121,147 18,347,896
21,107,554
2,033,228 2,022,920
1,851,086 2,226,749
2,759,658 16.5
13.0 13.8
15.0
3,000,000 6,000,000
9,000,000 12,000,000
15,000,000 18,000,000
21,000,000 24,000,000
2012 2013
2014 2015
2016 Kumulatif
LTKT LTKT
Per‐Tahun Perkembangan
Kumulatif
51 LAPORAN TAHUNAN 2016
10
PELA KSA NA A N KEG IA TA N PENG A WA SA N KEPA TUHA N BERBA SIS
RISIKO
B
erdasarkan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU PPTPPU pada Pasal 43 disebutkan
bahwa dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak
Pelapor PPATK berwenang untuk melakukan Audit Kepatuhan dan Audit Khusus.
Selama tahun 2016, PPATK dalam hal ini Direktorat Pengawasan Kepatuhan telah
melaksanakan pengawasan kepatuhan terhadap 128 pihak pelapor yang ada di
Indonesia dengan rincian sebagai berikut:
NO KEGIATAN AUDIT
JUMLAH PIHAK PELAPOR
1 Audit Khusus
35 2
Audit Kepatuhan 81
3 Joint Audit dengan LPP
12 TOTAL
128
NO JENIS PIHAK PELAPOR
JUMLAH 1
Bank 23
2 Pedaganga Valuta Asing
10 3
Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang
1 4
Perusahaan Efek 13
5 Perusahaan PropertiAgen
Properti 61
6 Pedagang Kendaraan
Bermotor 20
TOTAL 128
properti 47.66, Bank 17.97, dan pedagang kendaraan bermotor 15.63.
Berdasarkan hasil pengawasan kepatuhan selama tahun 2016, tim audit menemukan
kewajiban pelaporan kepada PPATK yang belum dilaksanakan oleh pihak pelapor
dengan rincian sebagai berikut:
NO JENIS LAPORAN
JUMLAH LAPORAN
1 Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan LTKM
436 2
Laporan Transaksi Keuangan Tunai LTKT
38.531 3
Laporan Transaksi LT 4.295
Pada tahun 2017 pengawasan kepatuhan dilakukan secara risk based audit. Hal ini
didukung dengan disahkannya Peraturan Kepala PPATK Nomor 13 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Audit Kepatuhan, Audit Khusus, dan Pemantauan Tindak Lanjut
Hasil Audit yang merupakan perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-
101.02.2PPATK0912 tentang Tata Cara Pelaksanaan Audit Kepatuhan dan Audit
Khusus. Peraturan terbaru tersebut mengatur bahwa pelaksanaan audit kepatuhan dapat
dilakukan dengan audit kepatuhan tidak langsung off-site danatau audit kepatuhan
langsung on-site. Adapun pelaksanaan audit kepatuhan tidak langsung off-site
dilakukan melalui penilaian tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan
tindak pidana pendanaan terorisme pada pihak pelapor.
Bila dilihat berdasarkan jenis pihak pelapor, pelaksanaan pengawasan kepatuhan
selama tahun 2016 dilakukan terhadap:
Sebagian besar kegiatan pengawas- an kepatuhan pada tahun 2016 dilaku-
kan terhadap perusahaan propertiagen
TABEL 1. Kegiatan Audit PPATK Tahun 2016
TABEL 3. Jenis Laporan dan Jumlah Laporan
Pengawasan Kepatuhan PPATK Tahun 2016
TABEL 2. Jenis Pihak Pelapor yang Diaudit oleh
PPATK Tahun 2016
52 LAPORAN TAHUNAN 2016
P
engembangan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT telah
diinisiasi oleh PPATK sejak pertengahan tahun 2015 bersama dengan stakeholder
Rezim APUPPT serta akademisi, Tim Ahli dari Badan Pusat Statistik, dan lembaga
survei independen. Pada tahun 2016 ini tim PPATK telah melakukan penilaian
kembali hasil Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan
Pendanaan Terorisme IPP APUPPT Tahun 2016. Indeks Persepsi Publik Anti
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme APUPPT merupakan alat ukur monitoring
tools Pemerintah Indonesia, khususnya dalam hal mengukur efektifitas kinerja
11
INDEKS PERSEPSI PUBLIK A PUPPT 2016
stakeholders di Indonesia dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme
serta mengukur tingkat pemahaman publik Indonesia terhadap TPPU dan TPPT. Dengan
adanya pengukuran indeks persepsi publik APUPPT ini diharapkan Pemerintah dapat
melakukan program intervensi guna meningkatkan pemahaman dan kepedulian
awareness masyarakat terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang TPPT dan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme TPPT serta memperoleh umpan balik feedback dari
masyarakat dalam upaya peningkatan kinerja pencegahan dan pemberantasan
TPPU dan TPPT di Indonesia dan mereduksi peluang atas risiko terjadinya tindak pidana
Momen Soft Launching Indeks Persepsi Publik Indonesia terkait APUPPT
53 LAPORAN TAHUNAN 2016
pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.
Penyusunan Indeks Persepsi Publik APUPPT ini dilakukan dalam bentuk
survei berskala nasional yang dilakukan oleh PT.Surveyor Indonesia Persero.
Survei ini menggunakan sampel sebanyak 11.000 sebelas ribu responden di 1.100
seribu seratus desa yang tersebar di 33 tigapuluh tiga Provinsi di Indonesia
yang telah dilaksanakan pada tanggal 1-18 Agustus 2016 dengan menghasilkan
respond rate sebesar 100 persen. Metode yang digunakan dalam kegiatan survei
tersebut yaitu In-Depth Interview dengan mewawancarai responden satu per satu
dengan kriteria responden tertentu dan menggunakan pendekatan rumah tangga.
Hal tersebut dilakukan agar hasil perolehan data berkualitas dan tidak terduplikasi serta
merepresentatif dalam menggambarkan persepsi masyarakat Indonesia terkait
dengan TPPU dan TPPT. Berdasarkan konstruk variabelnya,
Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi
utama yaitu dimensi tingkat pemahaman publik terhadap TPPUTPPT dan dimensi
keefektifan kinerja rezim APUPPT. Dimensi tingkat pemahaman publik diukur oleh
5 aspek, yakni karakteristik TPPUTPPT, pelaku utama TPPUTPPT, pelaku terkait
TPPUTPPT, sumber dana TPPUTPPT dan faktor pendorong terjadinya TPPUTPPT.
Sementara itu, dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur oleh dua aspek, yaitu
keefektifan kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim pemberantasan.
Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT diukur dalam skala antara 0-10,
dimana nilai 0 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT baik dari
sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah
sangat rendah terendah, dan nilai 10 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas
kinerja rezim APUPPT baik dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di
Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat baik tertinggi. Indeks Persepsi Publik
IPP ini dihitung secara terpisah untuk TPPU dan TPPT. Dengan demikian akan
terdapat 2 dua indeks utama yakni Indeks Persepsi Publik Terhadap TPPU disingkat
dengan IPP-TPPU dan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPT disingkat dengan
IPP-TPPT.
Dengan adanya pengukuran
indeks persepsi publik APUPPT
ini diharapkan Pemerintah dapat
melakukan program intervensi guna
meningkatkan pemahaman dan
kepedulian awareness masyarakat terhadap
Tindak Pidana Pencucian Uang
TPPT dan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme TPPT
54 LAPORAN TAHUNAN 2016
P
PATK melakukan perluasan kerjasama dalam rangka menunjang fungsi
PPATK di bidang pencegahan dengan menandatangani Nota Kesepahaman
dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan BarangJasa Pemerintah LKPP pada 2 Mei
2016. Perluasan kerjasama ini mempunyai peran strategis mengingat berbagai kasus
besar yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah, sehingga
harus terdapat upaya pencegahan yang semakin kuat.
Penandatanganan Nota Kesepahaman memungkinkan PPATK dapat menambah
akses data dari katalog barangjasa yang dimiliki LKPP. Manfaat lebih jauh adalah
dapat menegaskan komitmen untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik dan integritas dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dengan demikian, potensi terjadinya TPPU dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah dapat ditekan atau dicegah sedini mungkin.
12
13
Mo U PPA TK- LKPP, KO MITMEN BERSIH- BERSIH PRO SES PENG A DA A N BA RA NG
DA N JA SA PEMERINTA H
DUKUNG A N STRA NA S TPPU TERHA DA P PERWUJUDA N NA WA C ITA
D
alam pelaksanaan tugas secara terukur, Komite TPPU telah menyusun
Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Stranas TPPU
periode 2012-2016 pada tahun 2012. Sebagai kelanjutannya, PPATK selaku
Sekretariat Komite TPPU menyusun konsep Stranas TPPU periode 2017-2019 dan telah
melakukan pembahasan intensif dengan seluruh Anggota Komite TPPU.
Momen Penandatanganan MoU antara PPATK dengan LKPP
55 LAPORAN TAHUNAN 2016
Stranas TPPU disusun guna mendukung
perwujudan Nawa Cita, terutama Nomor
4: Memperkuat Kehadiran Negara
dalam Melakukan Reformasi Sistem dan
Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi,
Bermartabat, dan Terpercaya.
Stranas TPPU disusun guna mendukung perwujudan Nawa Cita, terutama Nomor
4: Memperkuat Kehadiran Negara dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan
Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya. Lebih rinci lagi, Stranas
TPPU merupakan langkah strategis dan terukur dalam Nawa Cita Nomor 4 dalam
poin kelima, yaitu: Pemberantasan Tindak Kejahatan Perbankan dan Pencucian Uang.
Salah satu bagian dari Stranas TPPU adalah penyusunan strategi dan rencana
aksi guna meningkatkan kualitas penegakan hukum dalam rangka penanganan berbagai
tindak pidana termasuk tindak pidana perbankan dan pencucian uang. Lebih
lanjut Stranas TPPU Periode 2017-2019 terdiri dari 7 tujuh Strategi yang diperinci
dengan Rencana Aksi dan Target yang harus dicapai oleh masing-masing Anggota
Komite TPPU. Ketujuh Strategi sebagai berikut:
a Strategi Nasional 1: Menurunkan Tingkat Tindak Pidana Korupsi, Tindak
Pidana Narkotika, dan Tindak Pidana Perbankan Melalui Optimalisasi
Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang;
b Strategi Nasional 2: Mewujudkan Mitigasi Risiko yang Efektif dalam
Mencegah Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pendanaan
Terorisme Di Indonesia; c Strategi Nasional 3: Optimalisasi Upaya
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme;
d Strategi Nasional 4: Menguatkan Koordinasi dan Kerja Sama Antar
Instansi Pemerintah danatau Lembaga Swasta;
e Strategi Nasional 5: Meningkatkan Pemanfaatan Instrumen Kerja
Sama Internasional Dalam Rangka Optimalisasi Asset Recovery yang
Berada Di Negara Lain; f Strategi Nasional 6: Meningkatkan
Kedudukan dan Posisi Indonesia dalam Forum Internasional Di Bidang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dan
Pendanaan Terorisme; dan g
Strategi Nasional 7: Penguatan Regulasi dan Peningkatan Pengawasan
Pembawaan Uang Tunai dan Instrumen Pembayaran Lain Lintas Batas Negara
Sebagai Media Pendanaan Pendanaan Terorisme.
56 LAPORAN TAHUNAN 2016
BIDANG
PEM BERA NTA SA N
PERSIAPAN INDONESIA HADAPI MUTUAL
EVALUATION 2017
SELAMAT DATANG PUSDIKLAT APU PPT
RUU PERAMPASAN ASET, TEROBOSAN BARU PENGEMBALIAN HASIL TINDAK
PIDANA SECARA OPTIMAL
PERSEMPIT RUANG GERAK PELAKU TINDAK PIDANA MELALUI RUU
PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI
01
02
03
04
57 LAPORAN TAHUNAN 2016
UPAYA PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME MELALUI PENGAWASAN NON PROFIT ORGANIZATION
PROGRESS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22016
INISIASI LEGAL PERSON PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DAN KONTRAK PENGELOLAAN
HARTA KEKAYAAN
PERLUASAN KOMITE ANTI TPPU
PELAKSANAAN KEGIATAN PENGAWASAN KEPATUHAN BERBASIS RISIKO
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI
INDEKS PERSEPSI PUBLIK APUPPT 2016
MoU PPATK-LKPP, KOMITMEN BERSIH-BERSIH PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH
DUKUNGAN STRANAS TPPU TERHADAP PERWUJUDAN NAWACITA
05
06
07
08
09
11
12
13 10
58 LAPORAN TAHUNAN 2016
P
roses analisis yang dilakukan oleh PPATK terdiri atas Analisis Proaktif
dan Analisis Reaktif. Analisis Proaktif merupakan kegiatan meneliti Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM atau laporan terkait lainnya yang dilakukan
atas insiatif dari PPATK, sedangkan Analisis ReaktifInquiry merupakan proses analisis
yang dilakukan atas permintaan dari penyidik TPPU. Hasil akhir dari proses
tersebut adalah Hasil Analisis HA. Pada periode tahun 2016, sebanyak
435 HA telah disampaikan kepada penyidik, baik kepada Kepolisian Republik Indonesia
Polri, Kejaksaan Agung Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK,
Badan Narkotika Nasional BNN, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai. HA yang telah disampaikan ke penyidik tersebut terdiri dari 103 HA
proaktif atas inisiatif PPATK dan 332 HA reaktif atas permintaan penyidik yang
berindikasi TPPU danatau tindak pidana asal yang telah disampaikan kepada
penyidik. Secara kumulatif, pada periode Januari
2003 sd Desember 2016, PPATK telah menghasilkan 4.549 HA dimana 3.703
HA disampaikan ke penyidik dan 846 HA merupakan HA yang disimpan ke dalam
database PPATK HA yang diserahkan kepada penyidik adalah HA yang berisi
petunjuk mengenai adanya indikasi transaksi keuangan mencurigakan yang
berindikasi TPPU danatau tindak pidana asal berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat
1 huruf l UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang. Sedangkan untuk HA yang disimpan dalam database PPATK,
karena tidak menunjukkan indikasi praktek- praktek TPPU atau tindak pidana asal.
Seluruh data yang berada pada database PPATK akan membantu proses analisis
berikutnya dalam hal memiliki keterkaitan dengan data yang akan danatau sedang
di analisis.
PENYAMPAIAN HASIL ANALISIS PPATK
Pada periode Tahun 2016, sebanyak 402 HA telah
disampaikan kepada penyidik, baik kepada
Kepolisian Republik Indonesia Polri, Kejaksaan
Agung Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi
KPK, Badan Narkotika Nasional BNN, Direktorat
Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai. HA yang telah disampaikan ke penyidik
tersebut terdiri dari 85 HA proaktif atas inisiatif
PPATK dan 266 HA reaktif atas permintaan penyidik
01
59 LAPORAN TAHUNAN 2016
S
esuai dengan Pasal 90 UU TPPU, dalam melakukan pencegahan dan
pemberantasan TPPU, PPATK dapat melakukan kerjasama pertukaran
informasi berupa permintaan, pemberian, dan penerimaan informasi dengan pihak-
pihak dalam negeri maupun luar negeri. Sehubungan dengan kerjasama pertukaran
informasi tersebut, PPATK berupaya untuk memenuhi permintaan informasi dari
lembaga terkait dengan berdasarkan pada standar kualitas dan Standard Operating
Procedure SOP yang telah ditetapkan. Permintaan informasi inquiry
yang diterima PPATK untuk keperluan pencegahan dan pemberantasan TPPU
serta untuk keperluan pengangkatan pejabat pemerintah strategis yaitu antara
lain KPK, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI, Badan Narkotika Nasional BNN,
Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Badan Pengawas Pemilihan Umum Bawaslu,
Komisi Yudisial KY, Bank Indonesia BI, Kementerian Luar Negeri Kemlu,
Kementerian Kehutanan Kemenhut, Badan Pemeriksaan Keuangan BPK,
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP, Kementerian
Keuangan Kemenkeu, Lembaga Penjamin Simpanan LPS, Kementerian
Hukum dan HAM Kemenkum HAM, Kementerian Dalam Negeri Kemendagri,
Ombudsman, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Kemenpan RB, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan
Kemenkopolhukam, Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU termasuk dari
Financial Intelligence Unit FIU negara lain.
Pada periode 2 Januari 2016 s.d. 31 Desember 2016, telah di terima Inquiry
masuk sebanyak 807 delapan ratus tujuh Inquiry yang terdiri atas 728 tujuh ratus
dua puluh delapan inquiry domestik dan 79 tujuh puluh sembilan inquiry
FIU. Penerimaan permintaan informasi mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun 2015, dimana sampai dengan periode Desember 2015 PPATK
telah menerima sebanyak 637 enam ratus tiga puluh tujuh inquiry.
Dari jumlah 807 inquiry yang
diterima PPATK tersebut, sebanyak 754 tujuh ratus lima puluh empat inquiry
telah ditindaklanjuti dengan dilakukan pengecekan database danatau analisis
serta disampaikan Hasil Analisis danatau Informasi kepada instansi peminta.
Pada tahun 2016 telah di terima Inquiry
masuk sebanyak 746 enam ratus enam puluh tiga,
yang terdiri atas 672 enam ratus tujuh puluh dua inquiry
domestik dan 74 tujuh puluh empat inquiry FIU. Penerimaan
permintaan informasi mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2015.
PENING KATAN JUMLAH PERMINTAAN INFO RMASI KE PPATK
02
60 LAPORAN TAHUNAN 2016
S
esuai dengan Pasal 90 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pen- cucian Uang TPPU yang berbunyi
bahwa dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang, PPATK dapat melakukan kerjasama pertukaran informasi berupa permintaan,
pemberian dan penerimaan informasi dengan pihak baik dalam lingkup nasional
maupun internasional yang meliputi instansi penegak hukum, lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan ter- hadap penyedia jasa keuangan, lembaga
yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawaab keuangan negara,
lembaga lain yang terkait dengan pen- cegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang atau tindak pidana lain terkait dengan tindak pidana pencucian
uang dan Financial Intelligence Unit FIU negara lain.
Sehubungan dengan kerjasama pertukaran informasi tersebut, PPATK
berupaya untuk memenuhi permintaan informasi dari lembaga terkait dengan
berdasarkan pada standar kualitas dan Standard Operating Procedure SOP yang
telah ditetapkan. Terdapat 4 empat jenis pertukaran informasi dalam lingkup
internasional yaitu: a. Outgoing Mutual Request Incoming
Information, yaitu PPATK mengirimkan permintaan informasi kepada FIU lain
yang di trigger dari permintaan FIU tersebut;
b. Incoming Mutual Request Outgoing Information, yaitu PPATK menerima
permintaan informasi dari FIU lain dan PPATK memberikan informasi yang
diminta;
PENING KATAN KUANTITAS PERTUKARAN INFO RMASI DAN PENG ANDUAN
MASYARAKAT
03
61 LAPORAN TAHUNAN 2016
c. Spontaneous Incoming Information, yaitu PPATK menerima informasi
dari FIU lain secara spontan tanpa diminta; dan
d. Spontaneous Outgoing Information, yaitu PPATK memberikan informasi
kepada FIU lain secara spontan tanpa diminta.
Jumlah pertukaran informasi dalam lingkup internasional selama Januari 2003
s.d. Desember 2016 sebanyak 1.165 pertukaran informasi. Sebagian besar
pertukaran informasi tersebut didominasi oleh informasi yang berasal dari Incoming
Mutual Request Outgoing Information yaitu sebanyak 525 pertukaran informasi.
Kemudian, untuk periode 1 Januari 2016 s.d. 31 Desember 2016, jumlah pertukaran
informasi dalam lingkup internasional tersebut sebanyak 229 pertukaran informasi
dengan 79 kali atau 34,49 merupakan penerimaan permintaan informasi dari
Financial Intellegence Unit FIU lain diantaranya dari negara Malaysia, Korea
Selatan, Amerika Serikat, Nepal, Australia, Singapura, Jepang, dan Luxemburg, dan
PPATK memberikan informasi yang diminta Incoming Mutual Request.
Selanjutnya, sejak tahun 2013 PPATK juga menerima pengaduan masyarakat.
Pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada PPATK merupakan partisipasi
aktif masyarakat untuk melakukan kontrol dan mengadukan penyimpangan-
penyimpangan yang di ketahuinya. Selama periode Januari 2013 s.d.
31 Desember 2016, PPATK menerima sebanyak 58 pengaduan masyarakat.
Terhadap laporan danatau informasi dari masyarakat tersebut, selanjutnya dilakukan
penilaian untuk menentukan tindak lanjut atas laporan danatau informasi yang
diterima. Hasil penilaian tersebut dapat berupa tindak lanjut atau pengembangan
laporan danatau informasi dari masyarakat dengan analisis atau penempatan laporan
danatau informasi dari masyarakat ke dalam database PPATK.
Dengan semakin banyaknya laporan pengaduan masyarakat yang diterima oleh
PPATK, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melakukan sistem
kontrol sosial semakin baik. Bagi setiap pihak yang menyampaikan laporan
pengaduan masyarakat, akan dilindungi oleh Undang-Undang sesuai dengan pasal
84 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, yaitu: “Setiap orang yang melaporkan
terjadinya Indikasi tindak pidana Pencucian Uang wajib diberi perlindungan khusus
oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa danatau
hartanya, termasuk keluarganya”.
Untuk memenuhi partisipasi masyarakat dalam
penyampaian informasi terkait tindak pidana
pencucian uang money laundering
dan pendanaan terorisme
inancing of terrorism
, PPATK telah mengembangkan Aplikasi
Pengaduan Masyarakat yang tersedia di website PPATK:
http:www.ppatk.go.id atau melalui telepon ke 021-
3850455 dan contact-us ppatk.go.id.
62 LAPORAN TAHUNAN 2016
1.
SATGAS PENCEGAHAN DAN PEMBE- RANTASAN
ILLEGAL FISHING
Pasal 2 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian
Uang menyatakan bahwa salah satu objek tindak pidana antara lain adalah
hasil kejahatan dari sektor kelautan dan perikanan. Pada tahun 2014, PPATK telah
menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Kelautan dan Per-
ikanan KKP terkait pencegahan dan pemberantasan illegal fishing. Kerjasama
ini berupa adanya pertukaran informasi antara PPATK dengan Kementerian KKP,
antara lain : a Informasi yang berasal dari inisiatif KKP
atau atas dasar permintaan tertulis dari PPATK, yang meliputi dugaan tindak
pidana perikanan yang dilakukan oleh perorangan danatau korporasi.
b Informasi mengenai pengawasan
penyalahgunaan wewenang danatau penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan
atau tindak pidana lainnya oleh unsur KKP.
c Informasi yang dibutuhkan PPATK dalam rangka pemenuhan informasi
dari Financial Inteligence Unit FIU negara lain yang terkait dengan dugaan
tindak pidana pencucian uang. d Informasi perkembangan investigasi
awal danatau penyidikan perkara tindak pidana di bidang kelautan dan
perikanan yang terindikasi bersamaan dengan tindak pidana pencucian uang
danatau tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan;
e Informasi lainnya yang dibutuhkan PPATK sesuai ketersediaan data KKP.
Dengan kerjasama tersebut, PPATK bisa menelusuri lebih lanjut data mengenai
illegal fishing dari KKP. Dari data yang diberikan oleh menteri, bisa diketahui
siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam illegal fishing. Selama periode tahun
2015 sampai Mei 2016, PPATK menerima 5 lima permintaan informasi dari KKP
terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang di lingkungan KKP.
Selain pertukaran informasi sebagaimana di atas, PPATK juga
dapat memberikan asistensi danatau
PERAN SERTA AKTIF PPATK DALAM BERBAG AI SATUAN TUG AS
04
63 LAPORAN TAHUNAN 2016
pendampingan penanganan perkara tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan
yang diduga bersamaan dengan tindakan pidana pencucian uang danatau tindak
pidana di bidang kelautan dan perikanan. Adapun pelaksanaan pengembangan
sumber daya manusia akan diwujudkan melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan
sosialisasi yang dilakukan secara bersama- sama dan disepakati lebih lanjut oleh kedua
pihak.
2.
SATGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR
PPATK berperan aktif dalam upaya konkret pemerintah memberantas habis pungutan
liar pungli yang telah disahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun
2016 tentang Satgas Saber Pungli. PPATK mengerahkan 11 sebelas personel untuk
masuk keanggotaan tim Satgas dari total 236 personel Satgas Saber Pungli
yang telah dilantik oleh Menko Polhukam selaku pengendali dan penanggung jawab
kegiatan Satgas pada 28 Oktober 2016. Dalam Keputusan Menko Polhukam
Nomor 78 Tahun 2016 tentang Kelompok Kerja dan Sekretariat Satgas Saber Pungli,
personel PPATK masuk dalam keanggotaan di Sekretariat, Kelompok Kerja Pokja
Intelijen, dan Pokja Pencegahan. Peran aktif PPATK dalam memberikan
dukungan terhadap pelaksanaan tugas Satgas Saber Pungli antara lain:
Melakukan koordinasi, penyusunan
rencana dan pelaksanaan kegiatan- kegiatan dalam Sekretariat, Pokja
Intelijen, dan Pokja Pencegahan; dan
Melaksanakan pembentukan Unit Pemberantasan Pungli UPP tingkat
KementerianLembaga di internal PPATK yang diketuai oleh Sekretaris
Utama PPATK.
3.
TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN TERORISME
Sebagai wujud nyata upaya penanggulang- an terorisme, terutama pencegahan dan
pemberantasan pendanaan terorisme, PPATK berperan aktif sebagai Anggota
dalam Tim Koordinasi Antar Kementerian Lembaga Pelaksanaan Program Penang-
gulangan Terorisme yang disahkan melalui Keputusan Menko Polhukam Nomor 77
Tahun 2016 pada 20 Oktober 2016. Dalam susunan keanggotaan Tim Koordinasi yang
diketuai oleh Menko Polhukam tersebut, Kepala PPATK merupakan Anggota Tim
Pengarah dan Direktur Kerjasama dan Humas merupakan Anggota Tim Pelaksana.
64 LAPORAN TAHUNAN 2016
PPATK sebagai salah satu Anggota Tim Koordinasi telah berkoordinasi intensif
dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT selaku Ketua Tim
Pelaksana dalam menyusun Rencana Aksi Program Penanggulangan Terorisme
Tahun 2017. Rencana Aksi PPATK antara lain dalam hal koordinasi pertukaran
informasi terkait pendanaan terorisme, pelaksanaan Rencana Aksi Stranas TPPU
dan Pendanaan Terorisme 2017-2019, dan upaya pemenuhan Rekomendasi FATF
terkait pendanaan terorisme. Rencana Aksi PPATK bersama dengan Rencana Aksi 21
instansi Anggota Tim Koordinasi lainnya telah dipaparkan kepada Menko Polhukam
dan Kepala BNPT pada 20 Desember 2016.
K
egiatan ini merupakan salah satu bagian penting dari upaya kita
untuk memberikan kontribusi positif bagi para penegak hukum dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang pada akhirnya
bermuara kepada keberhasilan penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian
uang di Indonesia. Anotasi putusan perkara tindak pidana pencucian uang yang akan
kita bahas bersama-sama, nantinya akan dicetak dalam bentuk buku anotasi perkara
Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU yang berisi anotasi beberapa putusan perkara
TPPU yang patut dijadikan referensi. Buku anotasi putusan perkara Tindak
Pidana Pencucian Uang TPPU tersebut sangat penting untuk menyebarkan
pemahaman dan meningkatkan kapasitas para penyidik, penuntut umum, dan hakim
O UTC O M E
ANO TASI DALAM PENYAMAAN PERSEPSI
05
mengenai penanganan perkara tindak pidana pencucian uang. Dalam rapat
penyusunan anotasi putusan kali ini, telah disiapkan 6 enam anotasi putusan perkara
tindak pidana pencucian uang yaitu 1 Perkara an. Agus Kuncoro Putro
2 Perkara an. Carlina Liestyani 3 Perkara an. Ali Abu Bakar
4 Perkara an. Pieter Neke Dhey 5 Perkara an. Dennyes Guntur Esmet
6 Perkara an. Toto Kuntjoro Kusuma Jaya Dalam kelima putusan tersebut,
terdapat terobosan-terobosan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum dalam
membuktikan unsur-unsur pasal pencucian uang yang dapat dijadikan acuan bagi
penyidik, penuntut umum, maupun hakim yang akan atau sedang menangani perkara-
perkara tindak pidana pencucian uang.
65 LAPORAN TAHUNAN 2016
KEG IATAN PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT PENYAMPAIAN LAPO RAN
HASIL PEMERIKSAAN KEPADA PENEG AK HUKUM
06
S
elain melakukan fungsi analisis, sesuai amanat Undang-undang Nomor 8
tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang selanjutnya disebut UU TPPU, PPATK juga memiliki fungsi pemeriksaan terhadap
transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang.
Selama tahun 2016, PPATK telah melakukan beberapa kegiatan pemeriksaan
dan telah menghasilkan 15 Laporan Hasil Pemeriksaan LHP yang disampaikan
kepada Penyidik dan Kementerian Lembaga terkait. Penyampaian laporan
tersebut berkaitan dengan pemeriksaan perkara TPPU yang dilakukan terhadap
1.543 rekening pihak-pihak terkait yang terdistribusi pada 241 Penyedia Jasa
Keuangan. Dari kegiatan pemeriksaan atas 15 LHP tersebut, ditemukan adanya
indikasi TPPU dengan tindak pidana asal narkoba, korupsi, perpajakan, perjudian,
dan tindak pidana kepabeanan. Salah satu fokus pemeriksaan PPATK
pada tahun ini adalah pemeriksaan transaksi keuangan terkait dugaan korupsi
tindak pidana lingkungan hidup. Dari kegiatan pemeriksaan terhadap transaksi
keuangan selama periode 2010 s.d. 2015, ditemukan adanya indikasi pembalakan
hutan lindung untuk dikonversi atau alih fungsi menjadi kebun sawit yang dilakukan
oleh PT. MAL dan beberapa pengusaha lokal melalui modus menggunakan Surat
Keterangan Ganti Rugi SKGR yang diperjual belikan melalui oknum lurah
setempat. Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui terdapat transaksi
terlapor pengusaha bisnis hiburan malam, properti, hotel dll di wilayah Pekanbaru
yang berindikasi melakukan TPPU yang terkait dengan beberapa tindak pidana asal,
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 88
KEGIATAN PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KEPADA PENEGAK HUKUM
Selain melakukan fungsi analisis, sesuai amanat Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang selanjutnya disebut UU TPPU, PPATK juga memiliki fungsi pemeriksaan terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang.
Selama tahun 2016, PPATK telah melakukan beberapa kegiatan pemeriksaan dan telah menghasilkan 15 Laporan Hasil Pemeriksaan LHP yang disampaikan
kepada Penyidik dan KementerianLembaga terkait. Penyampaian laporan tersebut berkaitan dengan pemeriksaan perkara TPPU yang dilakukan terhadap 1.543
rekening pihak-pihak terkait yang terdistribusi pada 241 Penyedia Jasa Keuangan. Dari kegiatan pemeriksaan atas 15 LHP tersebut, ditemukan adanya indikasi TPPU
dengan tindak pidana asal narkoba, korupsi, perpajakan, perjudian, dan tindak pidana kepabeanan.
Grafik 2 Perkembangan Jumlah LHP, Jumlah PJK dan Jumlah Rekening yang Diperiksa
Tahun 2016
5 13
10 19
20 19
86 16
117 58
95 200
261 747
137 780
471 1,410
1,831 1,774
6,403
2011 2012
2013 2014
2015 2016
Jumlah Kumulatif
GRAFIK 2.
Perkembangan Jumlah LHP, Jumlah PJK dan Jumlah Rekening yang Diperiksa Tahun 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 88
Selama tahun 2016, PPATK telah melakukan beberapa kegiatan pemeriksaan dan telah menghasilkan 15 Laporan Hasil Pemeriksaan LHP yang disampaikan
kepada Penyidik dan KementerianLembaga terkait. Penyampaian laporan tersebut berkaitan dengan pemeriksaan perkara TPPU yang dilakukan terhadap 1.543
rekening pihak-pihak terkait yang terdistribusi pada 241 Penyedia Jasa Keuangan. Dari kegiatan pemeriksaan atas 15 LHP tersebut, ditemukan adanya indikasi TPPU
dengan tindak pidana asal narkoba, korupsi, perpajakan, perjudian, dan tindak pidana kepabeanan.
Grafik 2 Perkembangan Jumlah LHP, Jumlah PJK dan Jumlah Rekening yang Diperiksa
Tahun 2016
Jumlah HP
Jumlah PJK
Jumlah Rekening
66 LAPORAN TAHUNAN 2016
yaitu tindak pidana perjudian, penyuapan dan perpajakan atas 2 orang terlapor
yang berprofesi sebagai pengusaha. Adapun rincian indikasi tindak pidana yang
ditemukan adalah:
Teridentifikasi transaksi aliran dana dari Pengusaha yang merupakan
beneficial owner dari usaha perjudian ke beberapa tersangka
tindak pidana perjudian. Adapun usaha perjudian menggunakan nama
mantan ketua ormas sebagai nominee dalam menjalankan usaha hiburan dan
perjudian.
Teridentifikasi aliran dana dari rekening terlapor pengusaha ke beberapa pihak
yang profilnya termasuk kategori Politically Expose Person PEP’s
dan anggota polisi selama periode
2010 sampai dengan 2015, baik melalui rekening pribadi maupun
rekening pihak ketiga terkait nominee yang diduga berindikasi tindak pidana
penyuapan.
Berdasarkan perhitungan data Omset usaha yang masuk ke rekening pribadi
dan dibandingkan dengan data pelaporan SPT selama tahun 2010
s.d 2015 dari dua orang Pengusaha an. DHA dan SM, diduga terdapat
penerimaan dana pada rekening pribadi yang belum dilaporkan pada SPT PPh
Orang Pribadi dengan nilai masing-
masing Rp1.491.191.115.145,- dan Rp978.529.587.038,-.
Dari kasus ini, PPATK telah menyampaikan 4 Laporan Hasil Pemeriksaan
kepada penyidik TPPU sebagai berikut: 1. Dua LHP yang disampaikan ke Penyidik
Kepolisian terkait indikasi TPPU dengan tindak pidana asal Penyuapan dan
Perjudian; 2. Dua LHP yang disampaikan ke Penyidik
Ditjen Pajak terkait dengan indikasi TPPU dengan tindak pidana asal
Perpajakan. Kasus lain yang juga menjadi perhatian
pada kegiatan pemeriksaan PPATK pada tahun ini adalah kasus tindak pidana
kepabeanan yang melibatkan beberapa perusahaan dengan LHP yang telah
disampaikan kepada Ditjen Bea dan Cukai. Modus tindak pidana kepabeanan tersebut
melibatkan PT KW yang merupakan sebuah perusahaan garmen milik Korea Selatan
yang beroperasi di Kawasan Berikat di Purwakarta.
Perusahaan yang beroperasi di kawasan berikat mendapat fasilitas
dari pemerintah berupa penangguhan pembayaran bea masuk dan pajak dalam
rangka impor. Adapun proses bisnis perusahaan yang beroperasi di KBN yaitu
PT KW mengimpor bahan baku dari luar negeri, kemudian barang impor tersebut
diproses untuk menghasilkan barang jadi
Salah satu fokus pemeriksaan PPATK pada tahun ini
adalah pemeriksaan transaksi keuangan terkait
dugaan korupsi tindak pidana lingkungan hidup.
Dari kegiatan pemeriksaan terhadap transaksi keuangan
selama periode 2010 s.d. 2015, ditemukan adanya
indikasi pembalakan hutan lindung untuk dikonversi
atau alih fungsi menjadi kebun sawit…
67 LAPORAN TAHUNAN 2016
kemudian hasil produksinya untuk tujuan ekspor. Impor barang yang dilakukan oleh
PT KW sebenarnya merupakan barang yang berasal dari pihak pemberi kerja
pemberi order diluar negeri yang dalam hal ini adalah K Trading, Co., ST Co., Ltd.,
dan GTKW Co., Ltd. Ketiga pihak tersebut merupakan induk perusahaan dan pemberi
order kepada PT KW untuk mengerjakan produksi pakaian jadi.
Terkait dengan proses seperti ini maka transaksi keuangan yang terjadi pada
PT KW adalah PT KW banyak menerima dana masuk dari luar negeri yang pihak
pengirimnya adalah adalah K Trading, Co., ST Co., Ltd., dan GTKW Co., Ltd. Dana
masuk tersebut merupakan biaya jasa untuk memproses bahan baku menjadi
bahan pakaian untuk diekspor. Berdasarkan data importasi Bea Cukai, ternyata seluruh
barang yang dikirimkan oleh 3 tiga pemasok tersebut tercatat atas nama PT
KW perusahaan yang mendapat fasilitas kawasan berikat, PT YI, PT DKT, dan PT
EKL. Disisi lain, dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan aliran dana dari PK kepada
ke-4 empat importir. Fakta ini menunjukkan bahwa PK
dalam melakukan aktivitas impor barang menggunakan salah satu dokumen
perusahaan yang mendapatkan fasilitas kawasan berikat sehingga tidak perlu
membayar bea masuk dan pajak impor. Sedangkan untuk transaksi pembayaran
barang langsung kepada perusahaan pemasok di luar negeri. Disamping itu, PK
juga diketahui menggunakan perusahaan lain PT DKT, dan PT EKL dalam rangka
mengimpor barang namun berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata nilai barang
yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan impor barang PIB jauh
lebih kecil dibandingkan nilai uang yang dikirimkan kepada pemasok dalam rangka
pembelian garmen sehingga terdapat indikasi mark-down harga barang impor
dalam dokumen impor yang tujuannya adalah untuk mengurangi pembayaran
kewajiban kepabeanan. Data nilai barang kepada pemasok diperoleh dari transaksi
kiriman uang ke luar negeri sedangkan data nilai barang sebagaimana tercantum
dalam PIB. Dalam rangka meningkatkan kerja
sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan meningkatkan manfaat atas Hasil
Pemeriksaan PPATK, pada tahun 2016 terdapat 3 Hasil Pemeriksaan PPATK yang
mengungkap adanya potensi tindak pidana penggelapan pajak terutama untuk Pajak
Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai PPN dengan nilai potensi penghasilan
kena pajak yang belum dilaporkan oleh 3 orang Wajib Pajak Orang Pribadi senilai
lebih dari Rp 9,16 Triliun selama periode 2010 s.d 2015.
Hal ini terungkap dari 2 satu pemeriksaan yang dilakukan terhadap 3
orang Wajib Pajak Orang Pribadi. PPATK
Pada tahun 2016 terdapat 3 Hasil Pemeriksaan PPATK
yang mengungkap adanya potensi tindak pidana
penggelapan pajak terutama untuk Pajak Penghasilan dan
Pajak Pertambahan Nilai PPN dengan nilai potensi
penghasilan kena pajak yang belum dilaporkan oleh 3
orang Wajib Pajak Orang Pribadi senilai lebih dari Rp
9,16 Triliun selama periode 2010 s.d 2015
68 LAPORAN TAHUNAN 2016
menemukan modus penyembunyian transaksi bisnisusaha terkait dengan
omzet kegiatan usaha perusahaan melalui rekening pribadi dari pemilik
usaha yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak SPT Tahunan yang
harus disampaikan oleh wajib pajak. Modus penyimpangan pajak lainnya
yang ditemukan adalah penggunaan pihak ketiga sebagai nominee dalam dokumen
perusahaan namun transaksi keuangan dikendalikan oleh Pengusaha sebagai
Benificial Owner atau pemilik sebenarnya, terutama pada sektor bisnis hiburan malam
dan ekspor hasil tambang.
PPATK menemukan modus penyembunyian transaksi
bisnisusaha terkait dengan omzet kegiatan usaha
perusahaan melalui rekening pribadi dari pemilik usaha
yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak
SPT Tahunan yang harus disampaikan oleh wajib pajak
PERAN PPATK DALAM IMPLEMENTASI PERMA NO MO R 01 TAHUN 2013
07
P
eraturan Mahkamah Agung PERMA Nomor 1
Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan
Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian
Uang dibentuk untuk mengisi kekosongan “hukum acara”
pelaksanaan Pasal 67 Undang- Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang selanjutnya disingkat UU TPPU. Pasal
67 UU TPPU memberikan kewenangan kepada penyidik TPPU untuk mengajukan
permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memutuskan Harta Kekayaan yang
diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana menjadi aset negara
atau dikembalikan kepada yang berhak. Penetapan PERMA ter-
sebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagai-
mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung dan Undang- Undang Nomor 3 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985,
yang antara lain menyatakan, bahwa MA mempunyai kewenangan untuk memberi
petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang
berada di bawah kewenangannya dan membuat peraturan sebagai pelengkap
69 LAPORAN TAHUNAN 2016
untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum dalam jalannya peradilan. Beberapa
materi yang diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2013 meliputi ruang lingkup,
mekanisme permohonan penanganan harta kekayaan dalam TPPU dan tindak
pidana lain dan hukum acaranya. Peraturan ini berlaku terhadap
permohonan penanganan harta kekayaan yang diajukan oleh Penyidik dalam hal
diduga sebagai pelaku tindak pidana tidak ditemukan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam Pasal 3 peraturan ini disebutkan
bahwa salah satu syarat dalam mengajukan permohonan penanganan harta kekayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilengkapi dengan berita acara
penghentian sementara seluruh atau sebagian transaksi terkait harta kekayaan
yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana atas permintaan PPATK.
Hal ini mengandung arti bahwa penanganan harta kekayaan yang dimaksud dalam
peraturan ini didahului dengan penghentian sementara transaksi PPATK. Berdasarkan
pasal 1 peraturan Kepala PPATK Nomor PER-031.02.1PPATK0312 tentang pe-
laksanaan penghentian sementara dan penundaan transaksi di bidang perbankan,
pasar modal dan asuransi disebutkan bahwa penghentian sementara transaksi
adalah tindakan penyedia jasa keuangan untuk tidak melaksanakan transaksi atas
permintaan PPATK. Sebagai wujud peran serta PPATK
dalam pelaksanaan PERMA 01 tahun 2013 tersebut, sampai dengan Desember
2016, PPATK telah mengirimkan 125 surat kepada PJK terkait penghentian sementara
transaksi dan penanganan harta kekayaan atas rekening tersebut telah diserahkan
kepada penyidik terkait.
Sebagai wujud peran serta PPATK dalam
pelaksanaan PERMA 01 tahun 2013 tersebut,
sampai dengan Desember 2016, PPATK
telah mengirimkan 125 surat kepada PJK
terkait penghentian sementara transaksi
dan penanganan harta kekayaan atas rekening
tersebut telah diserahkan kepada penyidik terkait.
Ha m b a ta n
Re ko m e nd a si
70 LAPORAN TAHUNAN 2016
HAMBATAN DAN REKOMENDASI
TABEL 4.
Daftar Hambatan dan Rekomendasi Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PPATK Tahun 2016
Fungsi Hambatan
Rekomendasi Analisis
Masih terdapat resistensi dari PJK, khususnya PJK Non Bank dalam
menyampaikan data SIPESAT. Hal ini disebabkan masih adanya
perdebatan mengenai legalitas kewenangan PPATK dalam mengelola
data tersebut. Sementara, di sisi lain telah ada ketentuan-ketentuan yang
mendukung pelaksanaan SIPESAT di bawah kewenangan PPATK.
Perlu ada komitmen penuh dari pemerintah serta koordinasi intensif
dengan lembaga terkait seperti OJK dan asosiasi Penyedia Jasa Keuangan,
demi penyamaan persepsi mengenai kewenangan penyelenggaraan SIPESAT
oleh PPATK
Dalam proses penyusunan Hasil Analisis, PPATK masih membutuhkan
data-data lain sebagai sumber informasi analisis, antara lain data
imigrasi, data perpajakanSPT, data bea cukai, yang tentunya akan banyak
memberikan manfaat bagi proses analisis di PPATK.
Diperlukan adanya konektivitas data antara PPATK dengan instansi-instansi
yang mengelola data yang penting sebagai sumber informasi analisis, seperti
data imigrasi, data perpajakanSPT, serta data bea cukai. Semakin lengkap
sumber data yang dimiliki oleh PPATK, akan semakin memudahkan proses
penelusuran transaksi keuanganharta kekayaan yang dilakukan, dan bermuara
pada meningkatnya kualitas Hasil Analisis PPATK.
Perlunya Peningkatan Koordinasi Antara PPATK, Lembaga Pengawas dan Pengatur
LPP, dan Penyidik Dalam Menggali Potensi Penerimaan Negara dari Sektor
Pajak
71 LAPORAN TAHUNAN 2016
LANJUTAN TABEL 1.
Daftar Hambatan dan Rekomendasi Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PPATK Tahun 2016
Fungsi Hambatan
Rekomendasi
Dalam rangka mendorong penerimaan negara lebih besar lagi melalui sektor
perpajakan, Bapak Presiden RI memberikan perhatian dan dukungan
terhadap upaya pemanfaatan HA dan HP PPATK tersebut melalui penyusunan
Instruksi Presiden Inpres yang dalam waktu dekat akan ditetapkan.
Pemeriksaan dan Riset
Masih ditemukannya hambatan terkait proses tindak lanjut atas Laporan
Hasil Pemeriksaan yang disampaikan kepada Penyidik.
Meningkatkan koordinasi dengan jajaran Penyidik terkait agar tindak lanjut dari
Laporan Hasil Pemeriksaan bisa lebih dioptimalkan.
Pengawasan Kepatuhan
Masih terdapatnya pihak pelapor yang belum melaksanakan kewajiban
pelaporan kepada PPATK. Meningkatkan Pengawasan Kepatuhan
dengan bekerja sama dengan asosiasi pihak pelapor dan Lembaga Pengawas
Pengatur serta instansi terkait lainnya.
Perencanaan dan Keuangan
Adanya kebijakan Pemerintah terkait pemotongan anggaran pada
KementerianLembaga pada tahun berjalan yang mengakibatkan
terhambatnya pencapaian target kinerja maupun output yang telah
ditetapkan, mengingat proses perencanaan dan penganggaran telah
dilaksanakan dengan pendekatan penganggaran berbasis kinerja
performance based budgeting. Kebijakan pemotongan anggaran
Kementerian Lembaga agar lebih proporsional dan dikoordinasikan terlebih
dahulu dengan Kementerian Lembaga.
72 LAPORAN TAHUNAN 2016
PRO YEKSI KERJA
2 0 1 7
PERSIAPAN MENGHADAPI MUTUAL EVALUATION OLEH
APG TAHUN 2017
PRIORITAS HASIL ANALISIS SESUAI DENGAN REKOMENDASI NATIONAL
RISK ASSESSMENT
PERCEPATAN IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22016
01
02
03
73 LAPORAN TAHUNAN 2016
PROYEKSI PEMERIKSAAN DAN RISET
PROYEKSI KERJA PPATK DI BIDANG HUKUM
EVALUASI PARUH WAKTU RENCANA STRATEGIS PPATK 2015-2019
PENGAWASAN KEPATUHAN DI DAERAH BERISIKO TINGGI TPPU DAN TPPT BERDASARKAN NATIONAL
RISK ASSESSMENT
PEMBANGUNAN APLIKASI LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN DAN APLIKASI TERKAIT
POLITICAL EXPOSED PERSON
PEMBENTUKAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN PENINGKATAN NILAI KAPABILITAS APIP
DAN MATURITAS SPIP
PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DAN PRATAMA
PUSDIKLAT APUPPT SIAP BEROPERASI
04
05
06
07
09
10
11 08
74 LAPORAN TAHUNAN 2016
P
ada bulan November 2017 mendatang, Indonesia akan mendapat giliran untuk
dievaluasi oleh tim evaluator yang akan ditentukan oleh APG. Apabila Indonesia
menolak untuk dievaluasi dalam kerangka ME, maka hal tersebut akan berdampak
pada diragukannya komitmen Indonesia oleh dunia internasional dalam pencegahan
dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Pada tingkat yang paling merugikan adalah Indonesia akan dicantumkan dalam
FATF public statementblacklist yang berdampak pengenaan sanksi berupa
counter-measures yang dapat berdampak pada terganggunya sistem keuangan dan
menghambat perkembangan investasi di Indonesia.
Berdasarkan self-assessment yang telah dilakukan oleh PPATK, Indonesia
masih menghadapi banyak defisiensi baik
PERSIAPAN MENG HADAPI
M UTUA L EV A LUA TIO N
O LEH APG TAHUN 2017
01
PRIO RITAS HASIL ANALISIS SESUAI DENG AN REKO MENDASI
NA TIO NA L RISK A SSESSM ENT
02
dari segi technical compliance maupun effectiveness sehingga untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan dalam ME tentunya dibutuhkan komitmen dan dukungan yang
kuat dari pemerintah, serta kerja sama yang lebih baik lagi diantara instansi terkait
untuk mengatasi defisiensi dimaksud.
D
alam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan sebagai-
mana dimaksud dalam Pasal 44 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, produk yang dihasilkan PPATK yaitu
Hasil Pemeriksaan HP, Hasil Analisis HA dan Informasi. Output PPATK
tersebut akan diharmonisasikan dengan rekomendasi National Risk Assessment
75 LAPORAN TAHUNAN 2016
NRA, yaitu akan diprioritaskan terhadap 3 tiga tindak pidana asal yang beresiko
tinggi Narkotika, Korupsi dan Perpajakan. Dalam menangani kasus tindak pidana
narkotika dan korupsi, PPATK bekerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya
agar para pelaku tindak pidana tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang TPPU
sehingga para pelaku jera dan tidak lagi melakukan kejahatan. Sedangkan terkait
tindak pidana perpajakan, PPATK akan selalu memberikan dukungan penuh dalam
setiap kebijakan pemerintah dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dari
sektor perpajakan. Untuk dapat meningkatkan kinerja
pada tahun 2017, PPATK akan melakukan koordinasi yang lebih intens sehingga
produk PPATK dapat lebih bernilai bagi penyidik dan mendukung penerimaan
negara dari sektor pajak, yang s.d bulan Desember 2016 telah memberikan
kontribusi sebesar Rp3,5 triliun. Selain itu, produk yang dihasilkan PPATK juga akan
diselaraskan dengan kebijakan pemerintah disektor lainnya seperti illegal logging,
illegal fishing, teroris financing, dll. PPATK juga akan aktif dalam satgas-satgas
yang dibentuk dalam rangka mendukung pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
Tindak Pidana Asal.
PERC EPATAN IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH
NO MO R 2 2016
03
P
PATK akan melakukan percepatan implementasi peraturan pemerintah
nomor 2 tahun 2016 tentang penyampaian tata cara penyampaian data dan informasi
oleh instansi pemerintah danatau lembaga swasta dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Hal ini telah dimasukkan ke dalam
program STRANAS TPPU dimana akan dilakukan identifikasi dan penyusunan data
dan informasi yang dibutuhkan oleh PPATK, penjajakan kerjasama antara PPATK
dengan instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang memiliki kewenangan
mengelola data dan informasi, penyusunan dan penandatanganan Nota Kesepahaman
serta implementasi penyampaian data dan informasi sesuai dengan Nota
Kesepahaman.
76 LAPORAN TAHUNAN 2016
U
ntuk tahun 2017 fokus kegiatan pe- meriksaan akan lebih dititikberatkan
pada sektor penerimaan Negara misalnya sektor pajak dan bea cukai serta transaksi
keuangan yang berindikasi tindak pidana korupsi oleh penyelenggara Negara mau-
pun kepala daerah. Hal tersebut dilakukan dalam rangka membantu meningkatkan
penerimaan negara. Sedangkan untuk kegiatan riset proyeksi di tahun 2017 akan
mengerjakan beberapa tema riset yaitu: RRA – Based
1. NPO Penilaian risiko Pendanaan
terorisme atau Terrorist Financing di sektor NPO regional
2. Self Funding Tipologi pendanaan mandiri yang berasal dari sumber yang
sah pada tindak pidana pendanaan terorisme dan tindak pidana terorisme
3. Cross Border Movement CBM Pergerakan Uang Tunai di Lintas Batas
Kajian mengenai tingkat kerentanan dan ancaman pada wilayah perbatasan
di Indonesia yang digunakan sebagai jalur perpindahan uang tunai dalam
rangka pencucian uang dan pendanaan terorisme
4. Crytocurrency Kajian Risiko Crypto- currency terhadap Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme 5. Trade-based Money Laundering
TBLM Tipologi Trade Based Money LaunderingTerorrist Financing
Riset Rutin
1. Tipologi 2016 Tipologi Terkait Kasus- kasus Yang Sudah Menjadi Putusan
Tindak Pidana Pencucian Uang Selama Tahun 2016
2. Redflag HAHP 2016 Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan
Berdasarkan Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan Tahun 2016
3. Tipologi Narkotika Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika
1 Mengupayakan percepatan penetapan peraturan perundang-undangan yang
mendorong efektifitas implementasi rezim anti pencucian uang dan pem-
berantasan pendanaan terorisme; 2 Mendiseminasikan
peraturan perundang-undangan dibidang pen-
cegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan
terorisme melalui pelaksanaan kegiatan
PRO YEKSI PEMERIKSAAN DAN RISET
04
PRO YEKSI KERJA PPATK DI BIDANG HUKUM
05
seminardiskusi dan pengelolaan sistem jaringan dokumentasi dan
informasi hukum baik yang dilakukan secara elektronis melalui akses
website ke https:jdih.ppatk.go.id, maupun manual melalui kompilasi
peraturan perundang-undangan yang terdokumentasi di perpustakaan
PPATK;
77 LAPORAN TAHUNAN 2016
3 Optimalisasi pemberian layanan
hukum, baik berupa pemberian pendapat hukum kepada internal
PPATK dan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat,
maupun pemberian bantuan hukum litigasi dan non-litigasi bagi pejabat
dan pegawai PPATK; 4 Melaksanakan kajianpenelitian hukum
terkait isu-isu terkini mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang pendanaan terorisme, termasuk penyusunan
anotasi putusan perkara TPPU dan TPPT,
EVALUASI PARUH WAKTU RENC ANA STRATEG IS PPATK 2015-2019
06
yang outcomenya disampaikannya rekomendasi kepada Presiden dan
instansi terkait untuk menyusun atau menyempurnakan
legal framework yang memiliki keterkaitan dengan
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT sesuai dengan tugas, fungsi
dan kewenangannya masing-masing instansi; dan
5 Pemberian keterangan ahli di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU
dan TPPT baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan
sidang pengadilan.
D
alam rangka evaluasi paruh waktu Pemerintah atas RPJMN 2015-
2019, serta penyelarasan arah kebijakan Pimpinan PPATK yang baru, perlu kiranya
dilakukan evaluasi atas pelaksanaan Rencana Strategis Renstra PPATK tahun
2015-2019. RPJMN merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk
periode 5 tahun sebagai penjabaran visi, misi dan program Presiden yang memuat
strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian Lembaga
KL dan kerangka ekonomi makro. Evaluasi dilakukan dalam rangka
menilai pencapaian tujuan, sasaran, maupun indikator kinerja dan menganalisis
permasalahan yang terjadi dalam proses implementasi sehingga dapat
menjadi umpan balik bagi perbaikan kinerja selanjutnya. Hasil evaluasi dapat
menyediakan data dan informasi bagi proses pengambilan kebijakan dan
proses penyusunan perencanaan dan penganggaran pada periode berikutnya.
TABEL 5. Tahapan Evaluasi Paruh Waktu Renstra
2017 Januari
Februari Maret
April
Kick off meeting
Penetapan sasaran strategis, indikator kinerja dan strategi
kebijakan PPATK Sinkronisasi Renstra dengan
RPJMN bilateral meeting dengan Bappenas
Penetapan Renstra
78 LAPORAN TAHUNAN 2016
PENG AWASAN KEPATUHAN DI DAERAH BERISIKO TING G I TPPU DAN
TPPT BERDASARKAN
NA TIO NA L RISK A SSESSM ENT
PEMBANG UNAN APLIKASI LAPO RAN TRANSAKSI KEUANG AN MENC URIG AKAN
DAN APLIKASI TERKAIT
PO LITIC A L EXPO SED PERSO N
P
royeksi kerja pengawasan kepatuhan PPATK pada tahun 2017 akan
dilaksanakan sebagai berikut: 1.
Pengawasan Kepatuhan untuk Penyedia Jasa Keuangan PJK akan
difokuskan pada industri perbankan dan pasar modal, kemudian untuk
Pengawasan Kepatuhan Penyedia Barang danatau Jasa Lainnya PBJ
akan difokuskan pada perusahaan propertiagen properti dan pedagang
kendaraan bermotor; 2. Pengawasan Kepatuhan terhadap PJK
dan PBJ akan dilakukan di daerah yang berdasarkan National Risk Assessment
NRA adalah daerah beresiko tinggi Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme; 3. Kegiatan Pemantauan pemenuhan
komitmen perbaikan atas temuan audit akan dilakukan terhadap hasil audit
PPATK dan hasil audit dari Lembaga Pengawas dan Pengatur LPP.
07
08
1. Pembangunan Aplikasi Laporan
Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM Profesi yang rencananya akan
dirampungkan pada tahun 2017, hal ini sangat penting untuk menampung
kewajiban pelaporan bagi pihak profesi tertentu seperti: profesi dari kalangan
akuntansi, advokat, notaris, perencana keuangan dan konsultan pajak;
2. Membangun aplikasi terkait PEP Political Exposed Person, hal ini sangat
dibutuhkan mengingat sampai dengan saat ini belum ada lembaga ataupun
instansi baik pemerintah maupun swasta yang dapat mengeluarkan
atau merekomendasikan daftar terkait dengan PEP. Oleh karena itu PPATK
menginisiasi untuk segera membangun aplikasi yang memang didedikasikan
untuk mengurusi terkait daftar para pejabat ataupun orang-orang yang
dapat dikategorikan ke dalam PEP ini. 3. Memulai pembangunan Data Center
2 sebagai tahap awal pengembangan rancangan Multi Data Center, untuk
menguatkan dukungan TI PPATK dalam rangka membangun sistem TI
yang handal. 4. Meningkatkan layanan TI dengan
lebih berkualitas berdasarkan pada kematangan tata kelola TI yang
semakin meningkat.
79 LAPORAN TAHUNAN 2016
PENG ISIAN JABATAN PIMPINAN TING G I MADYA DAN PRATAMA
09
P
ada tahun 2017, rencananya PPATK akan melakukan Seleksi untuk
pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama karena adanya formasi yang
lowong mengingat pejabat tersebut akan memasuki batas usia pensiun. Selain
itu, PPATK akan melakukan pengadaan pegawai untuk pengisian formasi di
Pusdiklat APU PPT. Sehubungan dengan adanya moratorium penerimaan CPNS,
PPATK akan melakukan pengisian formasi melalui mekanisme redistribusi pegawai
sesuai dengan arahan Kementerian PAN dan RB.
Dalam rangka internalisasi nilai- nilai dasar dan membentuk budaya
organisasi, PPATK akan mengadakan Team Building untuk seluruh pegawai. Hal ini
dimaksudkan untuk merekatkan hubungan antarpegawai sehingga mendorong untuk
peningkatan soliditas pegawai. Disamping itu, untuk mengukur perkembangan
kompetensi pegawai, akan diselenggarakan reassessment bagi pejabat dan pegawai.
80 LAPORAN TAHUNAN 2016
INSTITUT INTELIJEN KEUANG AN INDO NESIA SIAP BERO PERASI
10
I
nstitut Intelijen Keuangan Indonesia Indonesian Financial Intelligence
InstituteIFII yang telah selesai pem- bangunannya akan mulai beroperasi
pada Bulan Februari 2017. PPATK telah menyiapkan sederet program diklat
serta tenaga pengajar dari internal untuk kegiatan diklat tersebut. Harapannya IFII
dapat menjadi lembaga diklat bertaraf internasional di Bidang pencegahan dan
pemberantasan TPPU. PPATK telah menyusun Program dan
Kurikulum Diklat APU PPT yang terdiri dari 48 empat puluh delapan program diklat.
Program Diklat yang rencananya akan mulai dilaksanakan pada Bulan Februari
tahun 2017 berjumlah 21 dari 48 Program Diklat yang dimiliki oleh PPATK.
IFII mendapat sambutan positif menjelang pembukaannya. Hal tersebut
terbukti dengan antusiasnya beberapa Penyedia Jasa Keuangan PJK yang
berencana untuk menggunakan Pusdiklat APU PPT. Selain itu beberapa lembaga
diklat seperti FKDKP, BINS serta JCLEC secara informal sudah mulai menawarkan
kerjasama pelatihan. Bahkan lembaga donor internasional seperti UNODC dan AIPEG
juga telah menyatakan ketertarikannya untuk men-support penyelenggaraan
kegiatan di Pusdiklat APU PPT.
81 LAPORAN TAHUNAN 2016
LAMPIRAN
LAPO RAN TAHUNAN 2016
82 LAPORAN TAHUNAN 2016
A NA LISIS DA N PEMERIKSA A N
1. Pelaksanaan Fungsi Analisis TABEL 6.
Jumlah HA yang Disampaikan ke Penyidik dan Jumlah LTKM yang menjadi Dasar Analisis Terkait Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Jenis HA
Tahun 2016
Keterangan : -
Cut of data per 30 Desember 2016. -
Proaktif adalah HA yang disampaikan atas insiatif PPATK. -
Inquiry adalah HA yang disampaikan sebagai jawaban atas permintaan dari Apgakum. -
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. - HA
Inquiry Januari 2004 sampai dengan Desember 2008, hanya diperhitungkan sebagai catatan biasa dan tidak diper- hitungkan sebagai HA.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 111
Tahun 2016
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Kumulatif s.d.
Des‐ 2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
PROAKTIF Ø
Hasil Analisis 1,172
537 21
110 7
10 103
750 1,922
Ø LTKM Terkait
2,851 1,801
21 138
7 10
103 2,042
4,893 INQUIRY
Ø Hasil Analisis
259 939
24 251
37 27
332 1,522
1,781 Ø
LTKM Terkait 259
3,643 24
650 37
27 332
4,625 4,884
TOTAL Ø
Hasil Analisis 1,431
1,476 45
361 44
37 435
2,272 3,703
Ø LTKM Terkait
3,110 5,444
45 788
44 37
435 6,667
9,777
Tahun 2011‐
2014 Tahun
2015 Jumlah
Jenis Hasil Analisis HA
Sesudah Berlakunya UU TPPU
No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011
Jumlah Jan
2003 s.d.
Des ‐2016
Sebelum Berlakunya
UU TPPU
No. 8 Thn 2010
s.d. Oktober
2010 Tahun
2016
‐ f
GRAFIK 3. Perkembangan Jumlah HA per-Tahun yang Disampaikan ke Penyidik
Berdasarkan Jenis HA Tahun 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 111
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
277 301
456 361
435
97 70
73 110
103
180 231
383
251 332
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
2012 2013
2014 2015
2016 HA
per‐Tahun Proaktif
Inquiry
01
83 LAPORAN TAHUNAN 2016
TABEL 7. Jumlah Kumulatif HA yang Disampaikan ke Penyidik Berdasarkan Jenis Penyidik
Tahun 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 112
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Kumulatif s.d.
Des‐ 2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Ø KEPOLISIAN SAJA
510 15
135 23
19 186
831 831
Ø KEJAKSAAN SAJA
104 256
7 72
11 2
86 414
518
Ø KPK SAJA
428 5
59 6
14 100
587 587
Ø KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KPK
99 99
99
Ø KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN
1,327 52
52 1,379
Ø KEPOLISIAN DAN KPK
2 2
2
Ø KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN BNN
2 2
2
Ø KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN
DITJEN PAJAK
5 5
5
Ø KEJAKSAAN DAN KPK
7 7
7
Ø DITJEN PAJAK
71 17
91 3
2 52
214 214
Ø DITJEN BEA DAN CUKAI
9 1
3 1
2 14
14
Ø BADAN NARKOTIKA NASIONAL
BNN
35 1
9 45
45
JUMLAH HA
1,431 1,476
45 361
44 37
435 2,272
3,703
Penyidik Sebelum
Berlakunya UU
TPPU No.
8 Thn 2010 s.d.
Oktober 2010
Sesudah Berlakunya UU TPPU
No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011
Jumlah Jan
2003 s.d.
Des ‐2016
Tahun 2011‐
2014 Tahun
2015 Jumlah
Tahun 2016
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
Catatan : Jumlah Inquiry belum memperhitungkan inquiry Januari 2004 s.d. Desember 2008, sebanyak 295 laporan.
TABEL 8. Jumlah HA yang Disampaikan ke Penyidik, Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU
Berdasarkan Dugaan Tindak Pidana Asal Tahun 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 112
Tahun 2016
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Kumulatif s.d.
Des‐ 2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Ø Korupsi;
580 789
15 155
23 20
221 1,165
1,745 Ø
Penyuapan; 40
48 2
11 59
99 Ø
Narkotika; 47
58 4
2 31
93 140
Ø Di bidang perbankan;
46 23
1 7
3 11
41 87
Ø Di bidang Pasar Modal
1 1
1 Ø
Di bidang perasuransian; 1
1 Ø
Kepabeanan; 9
14 1
4 1
2 20
29 Ø
Terorisme; 19
30 4
15 3
4 29
74 93
Ø Pencurian;
4 5
5 9
Ø Penggelapan;
42 51
3 8
5 64
106 Ø
Penipuan; 419
189 4
35 6
2 54
278 697
Ø Pemalsuan uang;
5 5
5 10
Ø Perjudian;
17 20
15 5
40 57
Ø Prostitusi;
4 1
1 2
6 Ø
Di bidang perpajakan; 7
68 14
83 3
1 46
197 204
Ø Di bidang kehutanan;
6 4
1 3
7 13
Ø Di bidang kelautan dan
perikanan; Ø
Perdagangan orang; 3
1 1
3 7
7
Ø Pidana lain yang diancam dengan
penjara 4 tahun atau lebih
22 3
1 26
26 Ø
Tidak Teridentifikasi dll 185
146 2
27 10
15 188
373
JUMLAH HA
1,431 1,476
45 361
44 37
435 2,272
3,703
Dugaan Tindak Pidana Asal
Jumlah Tahun
2011‐ 2014
Tahun 2016
Sebelum Berlakunya
UU TPPU
No. 8 Thn 2010
s.d. Oktober
2010 Sesudah
Berlakunya UU TPPU No.
8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah
Jan 2003
s.d. Des
‐2016 Tahun
2015
84 LAPORAN TAHUNAN 2016
TABEL 9. Perkembangan HA Proaktif
Menurut Locus Tempat Kejadian Indikasi Terjadinya Tindak Pidana s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 113
s.d. Desember 2016
Des ‐2015
Tahun 2015
s.d. Des‐
2015 Nov
‐2016 Des‐2016 Tahun
2016 s.d.
Des‐ 2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Nanggroe Aceh Darussalam
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Sumatera Utara
1 4
3.9 n.a.
n.a. 300.0
Sumatera Barat
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Sumatera Selatan
1 1
1.0 n.a.
n.a. 0.0
Bengkulu 0.0
n.a. n.a.
n.a. Jambi
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Riau 2
0.0 n.a.
n.a. ‐100.0
Kepulauan Riau
1 0.0
n.a. n.a.
‐100.0 Lampung
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Kep Bangka Belitung
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Banten 3
1 1.0
n.a. n.a.
‐66.7 DKI
Jakarta 18
82 5
5 61
59.2 ‐72.2
‐72.2 ‐25.6
Jawa Barat
2 1
1 7
6.8 n.a.
n.a. 250.0
Jawa Tengah
1 5
3 2.9
‐100.0 ‐100.0
‐40.0 Jawa
Timur 2
1 5
4.9 n.a.
n.a. 150.0
DI Yogyakarta
2 1.9
n.a. n.a.
n.a. Bali
1 1
1.0 n.a.
n.a. 0.0
Nusa Tenggara Barat
1 1.0
n.a. n.a.
n.a. Nusa
Tenggara Timur 0.0
n.a. n.a.
n.a. Maluku
2 1.9
n.a. n.a.
n.a. Maluku
Utara 0.0
n.a. n.a.
n.a. Kalimantan
Barat 1
2 1.9
n.a. n.a.
n.a. Kalimantan
Timur 2
5 4.9
n.a. n.a.
150.0 Kalimantan
Tengah 1
1.0 n.a.
n.a. n.a.
Kalimantan Selatan
3 2
1.9 n.a.
n.a. ‐33.3
Sulawesi Utara
1 1
1 1
1.0 0.0
0.0 0.0
Sulawesi Selatan
1 2
1 1.0
‐100.0 ‐100.0
‐50.0 Sulawesi
Tengah 1
0.0 n.a.
n.a. ‐100.0
Sulawesi Tenggara
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Sulawesi Barat
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Gorontalo 0.0
n.a. n.a.
n.a. Papua
1 2
3 2.9
n.a. n.a.
200.0 Papua
Barat 0.0
n.a. n.a.
n.a.
Total HA Proaktif
21 110
7 10
103 100.0
‐52.4 ‐52.4
‐6.4 Propinsi
Jumlah HA
Distribusi Tahun
2016 s.d.
Des‐2016 Perkembangan
Des‐2016 Dalam
Persen
‐ ‐
‐
‐
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 113
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ ‐
‐ ‐
Dibawah Rp1
Miliar 12.2
12 Rp1
Miliar ‐ Rp2 Miliar
6.1 6
Rp2 Miliar ‐ Rp3
Miliar 3.1
Rp3 Miliar ‐ Rp4
Miliar 3.1
3
Rp4 Miliar ‐ Rp5
Miliar 5.1
Di atas Rp 5
Miliar 70.4
GRAFIK 4. Persentase HA Proaktif Berdasarkan Kategori Nominal Transaksi HA
Tahun 2016
85 LAPORAN TAHUNAN 2016
TABEL 10. Perkembangan HA Proaktif Berdasarkan Kategori Terlapor
s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 114
s.d. Desember 2016
Des ‐2015
Tahun 2015
s.d. Des‐
2015 Nov
‐2016 Des
‐2016 Tahun
2016 s.d.
Des‐ 2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Perorangan 13
90 3
8 54
52.4 ‐38.5
‐38.5 ‐40.0
Ø Laki‐Laki
10 74
2 6
48 46.6
‐40.0 ‐40.0
‐35.1 Ø
Perempuan 3
16 1
2 6
5.8 ‐33.3
‐33.3 ‐62.5
Non PeroranganKorporasi
8 20
4 2
49 47.6
‐75.0 ‐75.0
145.0 Total
HA Proaktif 21
110 7
10 103
100.0 ‐52.4
‐52.4 ‐6.4
Kategori Terlapor
Jumlah HA
Distribusi Tahun
2016 s.d.
Des‐2016 Perkembangan
Des‐2016 Dalam
Persen
‐
‐ ‐
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 114
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
Hasil Analisis
LTKM Terkait
Sebelum Berlakunya
UU TPPU No.
8 Thn 2010 sd
Oktober 2010 Januari
2003 ‐ Desember
2010 553 938
2011
149 323
2012
71 137
2013
35 44
2014
36 63
2015
1 1
2016
‐ ‐
Jumlah 292 568
845 1,506 Jumlah
Tahun 2003 s.d. Des 2015 Tahun
Sesudah Berlakunya
UU TPPU No.
8 Thn 2010 sejak
Januari 2011
TABEL 11. Jumlah HA yang Tidak Ditemukan Indikasi berkaitan dengan Tindak Pidana
dan Tidak disampaikan ke Penyidik Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Januari 2003 s.d. Desember 2016 HA database
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010 Catatan : HA dimasukan dalam database karena tidak terindikasi terkait dugaan tindak pidana, dianggap sesuai dengan
proil dan memiliki underlying yang wajar serta keterbatasan data.
86 LAPORAN TAHUNAN 2016
GRAFIK 5.
Perkembangan Jumlah HA per-Tahun yang Tidak Terindikasi Tindak Pidana HA database dan Jumlah HA yang Disampaikan ke Penyidik
Januari 2003 s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 115
‐ Januari
2003 s.d. Desember 2016
‐
71 35
36 1
277 301
456 361
435
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
2012 2013
2014 2015
2016
HA Database
HA ke Penyidik
‐
‐ ‐
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 115
‐
Januari 2003 s.d. Desember 2016
‐
Proaktif Inquiry
Sebelum Berlakunya
UU TPPU No.
8 Thn 2010 sd
Oktober 2010 Januari
2003 ‐ Desember
2010 8
27 35
35
2011 3
6 9
44 2012
6 1
7 51
2013 3
2 5
56 2014
3 6
9 65
2015 11
4 15
80 2016
13 16
25 105
Jumlah 39
35 74
105 47
62 109
Tahun Hasil
Analisis Jumlah
HA Jumlah
Kumulatif HA
Sesudah Berlakunya
UU TPPU No.
8 Thn 2010 Sejak
Januari 2011
Jumlah Jan‐2003 s.d. Des‐2016
TABEL 12. Jumlah HA dengan Dugaan Tindak Pidana Terorisme, Sebelum dan Sesudah Berlakunya
UU TPPU Berdasarkan Jenis HA, Januari 2003 s.d. Desember 2016
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. -HA Inquiry Januari 2004 sampai dengan Desember 2008, hanya diperhitungkan sebagai catatan biasa dan tidak
diperhitungkan sebagai HA.
87 LAPORAN TAHUNAN 2016
2. Pelaksanaan Fungsi Pemeriksaan
Sejak berlakunya UU PPTPPU, jumlah laporan Hasil Pemeriksaan HP yang telah
disampaikan oleh PPATK ke Penyidik hingga Tahun 2016 adalah sebanyak 86 HP, dengan
rincian 35 HP ke Penyidik KPK, 30 HP ke Penyidik Kejaksaan, 25 HP ke Penyidik
Kepolisian, 15 LHP ke Ditjen Pajak, 4 HP masing-masing ke Penyidik BNN dan Ditjen
Bea Cukai, 3 HP ke Gubernur BI, 2 HP ke Panglima TNI, serta 1 HP masing-masing ke
Ketua Dewan Komisioner OJK, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Koperasi
dan UKM. Berkaitan dengan perkara TPPU yang
telah diperiksa oleh PPATK sejak berlakunya UU PPTPPU, pemeriksaan telah dilakukan
setidaknya terhadap 6.403 rekening pihak terkait yang tersebar pada 747 PJK.
TABEL 13. Jumlah HP Berdasarkan Tahun Penyampaian
Januari 2011 s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 116
Januari 2011 s.d.Desember 2016
Tahun Jumlah
HP Jumlah
PJK Jumlah
Rekening
2011 5
16 137
2012 13
117 780
2013 10
58 471
2014 19
95 1,410
2015 20
200 1,831
2016 19
261 1,774
Jumlah Kumulatif
86 747
6,403
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 116
5 13
10 19
20 19
86 16
117 58
95 200
261 747
137 780
471 1,410
1,831 1,774
6,403
2011 2012
2013 2014
2015 2016
Jumlah Kumulatif
GRAFIK 6.
Perkembangan Jumlah HP, Jumlah PJK, dan Jumlah Rekening yang Diperiksa Januari 2011 s.d. Desember 2016
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 116
Jumlah HP
Jumlah PJK
Jumlah Rekening
88 LAPORAN TAHUNAN 2016
1. Pemberian Informasi ke InstansiLembaga yang Melakukan MoU dengan PPATK
TABEL 14. Jumlah Informasi Hasil Analisis IHA Terkait dengan Pemberian Informasi sesuai dengan
MoU dengan LembagaInstansi Terkait Berdasarkan LembagaInstansi Penyampaian IHA Januari 2003 s.d. Desember 2016
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 117
Januari 2003 s.d. Desember 2016
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Kumulatif s.d.
Des‐ 2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Ø Komisi Pemberantasan
Korupsi 378
27 2
18 4
6 36
81 459
Ø Badan Pengawas Pemilu
9 3
1 4
13 Ø
Komisi Yudisial 5
13 7
1 3
23 28
Ø Tim Tas TIPIKOR
Bubar Tgl 11062007 1
1 Ø
BAPEPAM‐LK Menjadi OJK Th. 2012
34 14
14 48
Ø Bank Indonesia
8 11
2 1
7 20
28 Ø
Dirjen Pajak 47
8 5
35 1
49 92
139 Ø
Kementrian Luar Negeri 1
1 Ø
Kementrian Kehutanan 1
1 Ø
Badan Pemeriksa Keuangan 13
8 5
2 15
28 Ø
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan 6
6 Ø
Kementrian Keuangan 39
79 3
31 1
2 24
134 173
Ø Lembaga Penjamin Simpanan
1 1
1 5
6 7
Ø Ditjen Bea dan Cukai
1 1
1 2
Ø Badan Narkotika Nasional
12 2
2 3
7 19
Ø Kementrian Hukum dan HAM
1 18
2 20
21 Ø
Kementrian Dalam Negeri 1
1 1
Ø Ombudsman
2 2
2 Ø
Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
1 1
1 3
3 Ø
Kementerian Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan
2 2
4 4
Ø KPPU
Ø Otoritas Jasa Keuangan OJK
11 2
5 18
18 Ø
Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI 3
1 4
4 Ø
Kementerian Kelautan dan Perikanan
RI 1
5 1
6 11
11 Ø
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian RI 1
1 1
Ø Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI
4 1
5 9
9 Ø
Kementerian Agama RI 1
1 1
1 Ø
Tentara Nasional Indonesia 2
2 13
15 15
Ø BNPB
1 1
1 Ø
Kementerian Pertahanan 1
7 7
7 Ø
Bappenas 4
4 4
Ø Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
2 2
2 Ø
Badan Kepegawaian Negara 1
1 1
Ø Kementerian Kesehatan
1 1
1 Ø
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Badan Pertanahan 1
1 1
Ø Badan Intelijen Negara
3 4
7 7
7 Ø
Lainnya 6
102 4
78 9
7 147
327 333
JUMLAH IHA
563 302
19 201
21 21
334 837
1,400
Instansi Jumlah
Tahun 2016
Tahun 2011‐
2014 Sebelum
Berlakunya UU
TPPU No.
8 Thn 2010 s.d.
Oktober 2010
Sesudah Berlakunya UU TPPU
No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011
Jumlah Jan
2003 s.d. Des‐
2016 Tahun
2015
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. Pada periode sebelum berlakunya UU TPPU No.8 Tahun 2010, Instansi KPK, Ditjen Pajak, BNN, Ditjen Bea dan Cukai
belum dinyatakan sebagai instansi yang berwenang untuk menerima HA dari PPATK
02
PERMINTA A N DA N PERTUKA RA N INFO RMA SI
89 LAPORAN TAHUNAN 2016
2. Tindak Lanjut Pemenuhan Permintaan Informasi ke PPATK Inquiry
TABEL 15. Jumlah Permintaan Informasi Inquiry Pertahun
Beserta Tindaklanjutnya
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 118
Tahun Jumlah
Inquiry Masuk Jumlah
Inquiry dijawab 2007
163 136
2008 192
166
2009 237
226
2010 203
152
2011 182
113
2012 183
109
2013 374
311
2014 553
490
2015 637
535
2016 807
754
TOTAL 3.531
2.992
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 118
136 166
226 152
113 109
311 490
535 754
163 192
237 203
182 183
374 553
637 807
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1800
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah
Inquiry Masuk Jumlah
Inquiry Dijawab
Inquiry Inquiry
GRAFIK 7. Tindak Lanjut Pemenuhan Permintaan Informasi
90 LAPORAN TAHUNAN 2016
3. Pertukaran Informasi ke FIU Lain TABEL 16.
Jumlah Pertukaran Informasi per Tahun Berdasarkan Jenis Pertukaran Informasi Januari 2003 s.d. Desember 2016
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010
Keterangan: 1. Outgoing Mutual Request Incoming Information : PPATK mengirimkan permintaan
informasi kepada FIU lain, dan PPATK menerima informasi yang diminta. 2. Incoming Mutual Request Outgoing Information : PPATK menerima permintaan
informasi dari FIU lain, dan PPATK memberikan informasi yang diminta. 3. Spontaneous Incoming Information : PPATK menerima informasi dari FIUs secara
spontan tanpa diminta. 4. Spontaneous Outgoing Information : PPATK memberikan informasi kepada FIU lain
secara spontan tanpa diminta. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip berdasarkan EGMONT Group yang merupakan
wadah perhimpunan FIU seluruh dunia.
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 119
Januari 2003 s.d. Desember 2016
Sebelum Berlakunya
UU TPPU No.
8 Thn 2010 sd
Oktober 2010 Januari
2003 ‐ Desember
2010 2011
2012 2013
2014 2015
2016 Jumlah
1
Outgoing Mutual Request Incoming
Information 163 32 9 36 15 15 31
138
301
23.2
2
Incoming Mutual Request Outgoing
Information 198 59 46 52 46 71 84
358 556
42.9
3
Spontaneous Incoming Information
37 5 ‐ 18 43 194 105 365
402 31.0
4
Spontaneous Outgoing Information
8 ‐ ‐ 1 4 9 14 28
36 2.8
406 96
55 107
108 289
234 889
1,295 100.0
Distribusi
Jumlah No.
Jenis Pertukaran Informasi
Sesudah Berlakunya
UU TPPU No.
8 Thn 2010 Sejak
Januari 2011 Jumlah
Tahun 2003
s.d. Des 2016
91 LAPORAN TAHUNAN 2016
PENG A DUA N MA SYA RA KA T
TABEL 17. Jumlah Pengaduan Masyarakat yang Disampaikan Kepada PPATK
Januari 2013 s.d. Desember 2016
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 120
Januari 2013 s.d. Desember 2016
Individu Lembaga
Total
2013 33
54 87
2014 219
63 282
2015 99
17 116
2016 s.d. Des‐2016
47 11
58
Jumlah Jan
‐2013 s.d. Des‐2016
398 145
543 Periode
Jenis Pelapor
GRAFIK 8. Distribusi Pengaduan Masyarakat yang DIsampaikan Kepada PPATK
Berdasarkan Jenis Pihak Pelapor Selama Tahun 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 120
‐
‐ ‐
Individu 47
81 Lembaga
11 19
03
92 LAPORAN TAHUNAN 2016
PELA PO RA N
1. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan TABEL 18.
Perbandingan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Jenis PJK Pelapor
s.d. Desember 2016
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 121
s.d. Desember 2016
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010.
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Kumulatif s.d.
Des‐ 2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 Bank
36,309 70,975
2,803 26,567
2,748 2,372
25,500 123,042
159,351 149
Ø Bank
Umum 36,022
70,408 2,740
25,944 2,705
2,324 24,808
121,160 157,182
109 ¤ Bank Milik Negara
11,096 29,311
1,397 10,866
1,221 1,331
10,023 50,200
61,296 4
¤ Bank Swasta 12,540
33,601 1,129
12,702 1,110
767 11,763
58,066 70,606
57 ¤ Bank Pembangunan Daerah
8,614 4,543
124 1,441
309 143
1,975 7,959
16,573 28
¤ Bank Asing 2,615
1,566 47
446 39
50 580
2,592 5,207
11 ¤ Bank Campuran
1,157 1,387
43 489
26 33
467 2,343
3,500 9
Ø Bank
Perkreditan Rakyat 287
567 63
623 43
48 692
1,882 2,169
40
Non Bank
27,615 61,876
2,227 30,166
1,920 2,029
23,027 115,069
142,684 220
Ø Pasar
Modal 1,088
2,201 27
437 145
156 820
3,458 4,546
33 Ø
Asuransi 2,939
12,920 371
4,672 237
322 3,267
20,859 23,798
36 Ø
Dana Pensiun
1 13
13 14
1 Ø
Lembaga PembiayaanLeasing
1,435 22,960
1,002 14,002
273 266
6,324 43,286
44,721 25
Ø Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing
22,122 21,179
647 8,738
755 883
6,915 36,832
58,954 69
Ø Money
RemittanceKUPU 30
2,462 170
2,249 379
297 4,742
9,453 9,483
37 Ø
Perusahaan Perdagangan Berjangka
Komoditi 85
10 52
131 105
939 1,076
1,076 16
Ø Koperasi
69 16
2 87
87 1
Ø Penyelenggara
E‐Money 5
5 5
2 Ø
Lainnya
Total LTKM
63,924 132,851
5,030 56,733
4,668 4,401
48,527 238,111
302,035 369
Tahun 2016
Jenis PJK Pelapor
Sebelum Berlakunya
UU TPPU
No. 8 Thn 2010
s.d. Oktober
2010 Sesudah
Berlakunya UU TPPU No.
8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah
Jan 2003
s.d. Des
‐2016 Jumlah
PJK Pelapor 2016 s.d.
Des‐2016 Tahun
2011 ‐2014
Tahun 2015
Jumlah
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 121
‐ ‐
‐ ‐
‐
¤ ¤
¤ ¤
¤
‐ ‐
‐ ‐
Bank 25,500
53 Non
Bank 23,027
47 Bank
149 40
Non Bank
220 60
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. Data Tahun 2012 s.d. Desember 2016 menggunakan Database SIAPUPPT per 31 Desember 2016.
GRAFIK 9.
Jumlah dan Persentase Kumulatif LTKM Menurut Jenis PJK Pelapor
Tahun 2016
GRAFIK 10.
Jumlah dan Persentase Kumulatif PJK Pelapor yang Menyampaikan LTKM
Tahun 2016
04
93 LAPORAN TAHUNAN 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 122
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ 115,167
157,087 196,775
253,508 302,035
31,021 41,920
39,688 56,733
48,527 36.4
25.3 28.8
19.1
50,000 100,000
150,000 200,000
250,000 300,000
350,000
2012 2013
2014 2015
2016 Jumlah
Kumulatif Jumlah
Per‐tahun Perkembangan
Kumulatif
‐ ‐
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
GRAFIK 11. Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LTKM
Januari 2012 s.d. Desember 2016
Catatan : -
Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2003 -
Perkembangan LTKM yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2012 s.d. Desember 2016
GRAFIK 12. Perkembangan Jumlah LTKM per-tahun dan Rata-rata Penerimaan per-Bulan
Januari 2012 s.d. Desember 2016
Catatan : - Perkembangan LTKM yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2012 s.d. November 2016
TABEL 19. Perkembangan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK
Berdasarkan Kategori Terlapor s.d. Desember 2016
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 122
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ ‐
31,021 41,920
39,688 56,733
48,527
2,585 3,493
3,307 4,728
4,044 10,000
20,000 30,000
40,000 50,000
60,000
2012 2013
2014 2015
2016 Jumlah
Per‐tahun Rata
‐rata per‐bulan
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 122
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐
s.d. Desember 2016
‐
‐ ‐
‐
Des ‐2015
Tahun 2015
s.d. Des‐2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
8 9
10 11
Perorangan 4,776
52,381 4,276
4,053 44,484
91.7 ‐15.1
‐15.1 ‐15.1
Ø Laki‐Laki
3,144 34,297
2,730 2,641
28,572 64.2
‐16.0 ‐16.0
‐16.7 Ø
Perempuan 1,632
18,084 1,546
1,412 15,912
35.8 ‐13.5
‐13.5 ‐12.0
PerusahaanKorporasi 254
4,352 392
348 4,043
8.3 37.0
37.0 ‐7.1
Total LTKM
5,030 56,733
4,668 4,401
48,527 100.0
‐12.5 ‐12.5
‐14.5 Jenis
Kategori Terlapor Jumlah
LTKM Distribusi
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
Perkembangan Des‐2016
Dalam Persen
94 LAPORAN T
AHUNAN
2016
Gambar Pemetaan Propinsi Menurut Kategori Persentase Kumulatif LTKM Januari 2016 s.d. Desember 2016
LAPORAN TAHUNAN
Pusat P elaporan dan Anal
is is T
ra ns
aks i K
eu an
ga n
12 3
Catatan : Jumlah LTKM dihitung berdasarkan Lokasi Pelaporan. Jumlah LTKM tidak Mencerminkan Terjadinya Tindak Pidana.
95 LAPORAN TAHUNAN 2016
TABEL 20. Perkembangan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK
Berdasarkan Jenis Pekerjaan Terlapor Perseorangan s.d. Desember 2016
TABEL 21. Perbandingan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU
TPPU Berdasarkan Jenis PJK Pelapor s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 124
s.d. Desember 2016
Des ‐2015
Tahun 2015
s.d. Des‐2015
Nov ‐2016
Des ‐2016
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
8 9
10 11
Ø PengusahaWiraswasta
1,442 18,451
1,158 1,268
13,470 30.3
‐12.1 ‐12.1
‐27.0 Ø
Pegawai Swasta 1,098
13,588 1,198
1,046 11,420
25.7 ‐4.7
‐4.7 ‐16.0
Ø PNS termasuk pensiunan
799 4,443
644 336
4,513 10.1
‐57.9 ‐57.9
1.6 Ø
Ibu Rumah Tangga 254
3,270 283
260 2,852
6.4 2.4
2.4 ‐12.8
Ø Pedagang
180 2,473
151 164
1,899 4.3
‐8.9 ‐8.9
‐23.2 Ø
PelajarMahasiswa 112
1,406 165
169 1,828
4.1 50.9
50.9 30.0
Ø Profesional dan Konsultan
100 1,110
91 86
1,221 2.7
‐14.0 ‐14.0
10.0 Ø
TNIPolri termasuk pensiunan 168
954 118
107 1,010
2.3 ‐36.3
‐36.3 5.9
Ø Pegawai BIBUMNBUMD
termasuk pensiunan
110 799
53 67
777 1.7
‐39.1 ‐39.1
‐2.8 Ø
Pejabat Lembaga Legislatif dan Pemerintah
98 898
60 60
773 1.7
‐38.8 ‐38.8
‐13.9 Ø
Pengajar dan Dosen 64
656 36
40 506
1.1 ‐37.5
‐37.5 ‐22.9
Ø Pegawai Bank
57 414
6 200
0.4 ‐100.0
‐100.0 ‐51.7
Ø Pengurus dan pegawai
yayasanlembaga berbadan hukum
lainnya 10
231 28
18 193
0.4 80.0
80.0 ‐16.5
Ø Buruh, Pembantu Rumah Tangga
dan Tenaga Keamanan
15 100
19 20
170 0.4
33.3 33.3
70.0 Ø
Petani dan Nelayan 11
120 14
17 168
0.4 54.5
54.5 40.0
Ø PengurusPegawai LSMorganisasi
tidak berbadan hukum lainnya
6 110
2 1
69 0.2
‐83.3 ‐83.3
‐37.3 Ø
UlamaPendetaPimpinan organisasi
dan kelompok keagamaan 5
54 9
1 50
0.1 ‐80.0
‐80.0 ‐7.4
Ø Pengurus Parpol
3 20
3 3
28 0.1
0.0 0.0
40.0 Ø
Pegawai Money Changer 11
1 4
0.0 n.a.
n.a. ‐63.6
Ø Pengrajin
6 1
1 2
0.0 n.a.
n.a. ‐66.7
Ø Tidak Teridentifikasi dll
244 3,267
237 388
3,331 7.5
59.0 59.0
2.0
Total Terlapor Perseorangan
4,776 52,381
4,276 4,053
44,484 100.0
‐15.1 ‐15.1
‐15.1 Jenis
Pekerjaan Utama Terlapor
Perseorangan Jumlah
LTKM Distribusi
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
Perkembangan Des‐2016
Dalam Persen
‐ ‐
‐ ‐
‐
¤ ¤
¤ ¤
¤
‐ ‐
‐ ‐
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 124
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Kumulatif s.d.
Des‐ 2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 Bank
36,309 70,975
2,803 26,567
2,748 2,372
25,500 123,042
159,351 149
Ø Bank
Umum 36,022
70,408 2,740
25,944 2,705
2,324 24,808
121,160 157,182
109 ¤ Bank Milik Negara
11,096 29,311
1,397 10,866
1,221 1,331
10,023 50,200
61,296 4
¤ Bank Swasta 12,540
33,601 1,129
12,702 1,110
767 11,763
58,066 70,606
57 ¤ Bank Pembangunan Daerah
8,614 4,543
124 1,441
309 143
1,975 7,959
16,573 28
¤ Bank Asing 2,615
1,566 47
446 39
50 580
2,592 5,207
11 ¤ Bank Campuran
1,157 1,387
43 489
26 33
467 2,343
3,500 9
Ø Bank
Perkreditan Rakyat 287
567 63
623 43
48 692
1,882 2,169
40
Non Bank
27,615 61,876
2,227 30,166
1,920 2,029
23,027 115,069
142,684 220
Ø Pasar
Modal 1,088
2,201 27
437 145
156 820
3,458 4,546
33 Ø
Asuransi 2,939
12,920 371
4,672 237
322 3,267
20,859 23,798
36 Ø
Dana Pensiun
1 13
13 14
1 Ø
Lembaga PembiayaanLeasing
1,435 22,960
1,002 14,002
273 266
6,324 43,286
44,721 25
Ø Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing
22,122 21,179
647 8,738
755 883
6,915 36,832
58,954 69
Ø Money
RemittanceKUPU 30
2,462 170
2,249 379
297 4,742
9,453 9,483
37 Ø
Perusahaan Perdagangan Berjangka
Komoditi 85
10 52
131 105
939 1,076
1,076 16
Ø Koperasi
69 16
2 87
87 1
Ø Penyelenggara
E‐Money 5
5 5
2 Ø
Lainnya
Total LTKM
63,924 132,851
5,030 56,733
4,668 4,401
48,527 238,111
302,035 369
Tahun 2016
Jenis PJK Pelapor
Sebelum Berlakunya
UU TPPU
No. 8 Thn 2010
s.d. Oktober
2010 Sesudah
Berlakunya UU TPPU No.
8 Thn 2010 sejak Januari 2011 Jumlah
Jan 2003
s.d. Des
‐2016 Jumlah
PJK Pelapor 2016 s.d.
Des‐2016 Tahun
2011 ‐2014
Tahun 2015
Jumlah
96 LAPORAN TAHUNAN 2016
TABEL 22. Perkembangan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK
Berdasarkan Kelompok Umur Terlapor Perseorangan s.d. Desember 2016
TABEL 23. Perkembangan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK
Berdasarkan Dugaan Tindak Pidana Asal s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 125
s.d. Desember 2016
Des ‐2015
Tahun 2015
s.d. Des‐2015
Nov ‐2016
Des ‐2016
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
8 9
10 11
Ø Usia Dibawah 30 tahun
931 10,532
887 985
10,392 23.4
5.8 5.8
‐1.3 Ø
Usia 30 ‐ 40 tahun 1,338
15,609 1,204
1,194 12,865
28.9 ‐10.8
‐10.8 ‐17.6
Ø Usia 40 ‐ 50 tahun
1,411 14,252
1,165 967
11,315 25.4
‐31.5 ‐31.5
‐20.6 Ø
Usia 50 ‐ 60 tahun 815
8,845 678
563 6,812
15.3 ‐30.9
‐30.9 ‐23.0
Ø Usia Diatas 60 tahun
224 2,591
294 269
2,518 5.7
20.1 20.1
‐2.8 Ø
Tidak Teridentifikasi 57
552 48
75 582
1.3 31.6
31.6 5.4
Total Terlapor Perseorangan
4,776 52,381
4,276 4,053
44,484 100.0
‐15.1 ‐15.1
‐15.1
Kategori Umur
Terlapor Perseorangan
Jumlah LTKM
Distribusi Tahun
2016 s.d.
Des‐2016 Perkembangan
Des‐2016 Dalam
Persen
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 125
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ ‐
Des ‐2015
Tahun 2015
s.d. Des‐2015
Nov ‐2016
Des ‐2016
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
8 9
10 11
Terkait Tindak Pidana
1,038 13,534
1,093 1,127
13,164 27.1
8.6 8.6
‐2.7 Ø
Penipuan 566
6,379 527
707 6,574
49.9 24.9
24.9 3.1
Ø Korupsi
163 2,079
337 137
2,829 21.5
‐16.0 ‐16.0
36.1 Ø
Perjudian 89
1,087 13
19 883
6.7 ‐78.7
‐78.7 ‐18.8
Ø Di Bidang Perbankan
38 1,865
38 25
602 4.6
‐34.2 ‐34.2
‐67.7 Ø
Narkotika 82
504 68
57 528
4.0 ‐30.5
‐30.5 4.8
Ø Di Bidang Perpajakan
48 622
31 23
387 2.9
‐52.1 ‐52.1
‐37.8 Ø
Terorisme 18
185 28
77 340
2.6 327.8
327.8 83.8
Ø Penyuapan
18 160
24 37
320 2.4
105.6 105.6
100.0 Ø
Penggelapan 3
211 8
15 118
0.9 400.0
400.0 ‐44.1
Ø Di Bidang Kelautan
16 72
0.5 n.a.
n.a. 350.0
Ø Perdagangan Manusia
12 63
0.5 n.a.
n.a. 425.0
Ø Pencurian
1 43
2 10
0.1 ‐100.0
‐100.0 ‐76.7
Ø Prostitusi
4 10
1 8
0.1 ‐100.0
‐100.0 ‐20.0
Ø Di Bidang Kehutanan
1 12
7 0.1
‐100.0 ‐100.0
‐41.7 Ø
Di Bidang Lingkungan Hidup 19
2 1
6 0.0
n.a. n.a.
‐68.4 Ø
Pemalsuan Uang 2
1 6
0.0 n.a.
n.a. 200.0
Ø Psikotropika
1 6
0.0 n.a.
n.a. 500.0
Ø Di Bidang Pasar Modal
5 5
0.0 n.a.
n.a. 0.0
Ø Penyelundupan Barang
1 3
4 0.0
‐100.0 ‐100.0
33.3 Ø
Penyelundupan Imigran 8
1 0.0
n.a. n.a.
‐87.5 Ø
Di Bidang Asuransi 0.0
n.a. n.a.
n.a. Ø
Penculikan 0.0
n.a. n.a.
n.a. Ø
Penyelundupan Tenaga Kerja 0.0
n.a. n.a.
n.a. Ø
Perdagangan Senjata Gelap 0.0
n.a. n.a.
n.a. Ø
Tindak pidana lain yang diancam dengan
pidana penjara 4 tahun atau lebih
6 311
13 29
395 3.0
383.3 383.3
27.0
Tidak Teridentifikasi Tindak
Pidanadll 3,992
43,199 3,575
3,274 35,363
72.9 ‐18.0
‐18.0 ‐18.1
Total LTKM
5,030 56,733
4,668 4,401
48,527 100.0
‐12.5 ‐12.5
‐14.5 Dugaan
Tindak Pidana Asal Jumlah
LTKM Distribusi
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
Perkembangan Des‐2016
Dalam Persen
97 LAPORAN TAHUNAN 2016
2. Laporan Transaksi Keuangan Tunai GRAFIK 13.
Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LTKT Januari 2012 s.d. Desember 2016
Catatan : - Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2003
- Perkembangan LTKT yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2011 s.d. Desember 2016
TABEL 24. Perbandingan Jumlah LTKT yang Diterima PPATK Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU
TPPU Berdasarkan Jenis PJK Pelapor s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 126
‐
‐ ‐
12,247,141 14,270,061
16,121,147 18,347,896
21,107,554
2,033,228 2,022,920
1,851,086 2,226,749
2,759,658 16.5
13.0 13.8
15.0
3,000,000 6,000,000
9,000,000 12,000,000
15,000,000 18,000,000
21,000,000 24,000,000
2012 2013
2014 2015
2016 Kumulatif
LTKT LTKT
Per‐Tahun Perkembangan
Kumulatif
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 126
‐
‐ ‐
s.d. Desember 2016
‐
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Kumulatif s.d.
Des‐ 2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 Bank
8,620,893 7,460,973
205,197 2,215,412
235,476 258,974
2,743,499 12,419,884 21,040,777
141
Ø Bank
Umum 8,619,074
7,451,344 205,034
2,213,160 235,247
258,731 2,740,224
12,404,728 21,023,802 109
Ø Bank
Perkreditan Rakyat 1,819
9,629 163
2,252 229
243 3,275
15,156 16,975
32
Non Bank
10,530 28,751
762 11,337
2,262 1,416
16,159 56,247
66,777 41
Ø Pasar
Modal 44
24 10
1 5
39 83
Ø Asuransi
165 517
346 4
867 1,032
Ø Dana
Pensiun Ø
Lembaga PembiayaanLeasing
3 123
53 353
34 31
328 804
807 3
Ø Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing
9,972 25,188
638 9,564
2,140 1,260
14,877 49,629
59,601 33
Ø Money
RemittanceKUPU 346
2,898 41
929 87
125 784
4,611 4,957
4 Ø
Pos dan Giro
1 2
3 3
Ø Koperasi
3 84
87 87
Ø Pegadaian
30 130
77 207
207 1
Ø Lainnya
Total LTKT
8,631,423 7,489,724
205,959 2,226,749
237,738 260,390
2,759,658 12,476,131 21,107,554
182 Tahun
2015 Tahun
2016 Tahun
2011‐ 2014
Jumlah PJK Pelapor
Jan 2014 s.d. Des‐
2016 Jumlah
Jenis Pihak Pelapor
Jumlah Jan
2003 s.d.
Des ‐2016
Sebelum Berlakunya
UU TPPU
No. 8 Thn 2010
s.d. Oktober
2010 Sesudah
Berlakunya UU TPPU No.
8 Thn 2010 sejak Januari 2011
98 LAPORAN TAHUNAN 2016
3. Laporan Pembawaan Uang Tunai TABEL 25.
Perbandingan Jumlah LPUT Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Lokasi Pelaporan
s.d.Desember 2016
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010.
GRAFIK 14. Perkembangan Jumlah per-tahun dan Kumulatif LPUT
Januari 2012 s.d. Desember 2016
Catatan : - Jumlah Kumulatif dihitung sejak Januari 2006
- Perkembangan LPUT yang disajikan hanya dibatasi selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2011 s.d. Desember 2016.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 127
s.d.Desember 2016
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010.
‐
‐ ‐
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016
Des ‐2016
Kumulatif s.d.
Des‐ 2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Ø Batam
2,683 1,612
1 3,595
5,208 7,891
Ø Soekarno Hatta
2,866 6,430
201 3,556
9,986 12,852
Ø Bandung
3 4
4 7
Ø Tanjung Balai Karimun
27 1
7 2
36 36
Ø Tj. Pinang
97 15
2 17
114 Ø
Ngurah Rai Denpasar 50
73 2
108 183
233 Ø
Dumai 1
4 4
5 Ø
Teluk Bayur 7
2 2
9 Ø
Teluk Nibung 1
1 Ø
Medan 3
1 1
2 5
Ø Balikpapan
2 1
3 3
Ø Pontianak
1 1
2 4
4 Ø
Pekanbaru 1
1 2
2 Ø
Semarang Tj. Emas 1
2 2
3 6
6 Ø
Lombok 12
12 12
Ø Palembang
1 1
2 2
Ø Yogyakarta
2 2
4 4
Ø Mataram
3 1
1 5
5 Ø
Entikong 1
1 3
4 4
Ø Kuala Namu
1 15
15 15
Ø Juanda
14 14
14
Total LPUT
5,711 8,191
4 18
202 7,304
15,513 21,224
Lokasi Pelaporan
Sesudah Berlakunya UU TPPU
No. 8 Thn 2010 sejak Januari 2011
Jumlah Jan 2006 s.d.
Des ‐2016
Tahun 2011‐
2014 Sebelum
Berlakunya UU
TPPU No.
8 Thn 2010 s.d.
Oktober 2010
Tahun 2015
Jumlah Tahun
2016
‐
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 127
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
8,971 12,432
13,902 13,920
21,224
2,027 3,461
1,470 18
7,304 38.6
11.8 0.1
52.5
4,000 8,000
12,000 16,000
20,000 24,000
2012 2013
2014 2015
2016 Kumulatif
LPUT LPUT
Per‐Tahun Perkembangan
Kumulatif
99 LAPORAN TAHUNAN 2016
TABEL 26. Jumlah Kumulatif Pelanggaran Pembawaan Uang Tunai
Menurut Lokasi Pelaporan Januari 2005 s.d. Desember 2016
GRAFIK 15. Perbandingan Jumlah Kumulatif Pelanggaran Pembawaan Uang Tunai
Menurut Lokasi Pelaporan Januari 2005 s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 128
Januari 2005 s.d. Desember 2016
1 2
3
Ngurah Rai Denpasar
137 50.4
Batam 49
18.0 Soekarno
Hatta 47
17.3 Pekan
Baru 8
2.9 Pontianak
7 2.6
Medan 6
2.2 Dumai
3 1.1
Tarakan 3
1.1 Tj.
Pinang 2
0.7 Teluk
Bayur 2
0.7 Kuala
Namu 2
0.7 Tj.
Balai Karimun 1
0.4 Halim
Perdana Kusumah 1
0.4 Teluk
Nibung 1
0.4 Juanda
1 0.4
Mataram 1
0.4 Kuala
Namu 1
0.4
Bandung 272
100.0 Lokasi
Pelaporan Jumlah
Jan ‐2006
s.d. Des‐2016
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 128
‐ ‐
137 49
47 8
7 6
3 3
2 2
2 1
1 1
1 1
1
Ngurah Rai Denpasar
Batam Soekarno
Hatta Pekan
Baru Pontianak
Medan Dumai
Tarakan Tj.
Pinang Teluk
Bayur Kuala
Namu Tj.
Balai Karimun Halim
Perdana Kusumah Teluk
Nibung Juanda
Mataram Kuala
Namu
100 LAPORAN TAHUNAN 2016
4. Laporan Transaksi Penyedia Barang dan Jasa Lain TABEL 27.
Jumlah Kumulatif Laporan Transaksi dari Penyedia Barang dan Jasa PBJ Mei 2012 s.d. Desember 2016
Catatan : Laporan dari PBJ diterima sejak Mei 2012, setelah diundangkannya UU TPPU November 2010.
GRAFIK 16. Jumlah dan Persentase Kumulatif Transaksi dari PBJ
Tahun 2016 s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 129
Mei 2012 s.d. Desember 2016
.
Des ‐2015
Kumulatif s.d.
Des ‐2015
Nov ‐2016 Des‐2016
Kumulatif s.d.
Des ‐2016
1 2
3 4
5 6
7 8
9
Ø Perusahaan Properti
34,414 2,484
28,785 1,697
1,854 27,663
90,862 203
Ø Pedagang Kendaraan Bermotor
26,062 1,377
12,513 1,631
1,265 13,801
52,376 108
Ø Pedagang Perhiasanlogam mulia
1,853 80
825 14
18 618
3,296 4
Ø Balai Lelang
276 8
66 9
10 126
468 10
Ø Barang Seni Antik
4 4
Ø Tidak terklasifikasi
21 41
62
Total LTPBJ
62,626 3,949
42,230 3,351
3,147 42,212
147,068 325
Jumlah PBJ
Pelapor Mei
2012 s.d. Des‐
2016 Jenis
Perusahaan Penyedia
Barang dan Jasa Lainnya PBJ Tahun
2012 ‐2014
Tahun 2015
Jumlah LTPBJ
Mei 2012 s.d.
Des ‐2016
Tahun 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 129
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
Perusahaan Properti
27,663 66
Pedagang Kendaraan
Bermotor 13,801
33
Perhiasan logam
mulia 129
5
Balai Lelang
126 Barang
Seni Antik
4
101 LAPORAN TAHUNAN 2016
5. Laporan Transaksi Keuangan DariKe Luar Negeri GRAFIK 18.
Jumlah LTKL Menurut Jenis Pihak Pelapor
GRAFIK 17.
Jumlah Pihak Pelapor LTKL Menurut Jenis Pihak Pelapor
GRAFIK 19.
Persentase Komposisi LTKL Menurut Jenis Laporan
Periode Januari 2014 s.d. Desember 2016
GRAFIK 20.
Jumlah LTKL SWIFT Menurut Jenis Laporan
Periode Januari 2014 s.d. November 2016
GRAFIK 21.
Total Nilai LTKL SWIFT Menurut Jenis Laporan Periode Januari 2014 s.d. Desember 2016
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 130
BANK UMUM
80 77
NON BANK
UMUM 24
23
Outgoing Rp4,547,319,
848,467,690 52
Incoming Rp4,124,185,
116,965,790 48
BANK UMUM
90.9 NON
BANK UMUM
9.1
SWIFT 30
NON SWIFT 38
KUPU 32
Outgoing 7,222,329
41 Incoming
10,592,891 59
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 130
Outgoing Rp4,547,319,
848,467,690 52
Incoming Rp4,124,185,
116,965,790 48
SWIFT 30
NON SWIFT 38
KUPU 32
Outgoing 7,222,329
41 Incoming
10,592,891 59
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 130
Outgoing Rp4,547,319,
848,467,690 52
Incoming Rp4,124,185,
116,965,790 48
SWIFT 30
NON SWIFT 38
KUPU 32
Outgoing 7,222,329
41 Incoming
10,592,891 59
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 130
Outgoing Rp4,547,319,
848,467,690 52
Incoming Rp4,124,185,
116,965,790 48
SWIFT 30
NON SWIFT 38
KUPU 32
Outgoing 7,222,329
41 Incoming
10,592,891 59
102 LAPORAN TAHUNAN 2016
GRAFIK 22. Perkembangan Jumlah LTKL SWIFT Bank
Periode Mei 2015 s.d. Desember 2016
GRAFIK 23. Perkembangan Total Nilai Rp LTKL SWIFT Bank
Periode Mei 2015 s.d. Desember 2016
GRAFIK 24. Perkembangan Rata-rata Nilai Rp LTKL SWIFT Bank
Periode Mei 2015 s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 131
‐
208 195
175 212
203 198
227 174
205 209
210 219
174 330
266 266
315 313
313 402
263 313
303 310
320 265
50 100
150 200
250 300
350 400
450
Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16
Ribu Laporan
Outgoing Incoming
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 131
‐
370 268
239 314
323 324
608 320
307 331
345 350
302 330
224 224
293 308
294 457
271 456
357 369
1,440
316
50 250
450 650
850 1,050
1,250 1,450
Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16
Triliun Rp
Outgoing Incoming
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 131
‐
1,784 1,373
1,368 1,480
1,592 1,641
2,682 1,836
1,499 1,583
1,644 1,596
1,734 998
844 841
929 984
940 1,136
1,031 1,458
1,180 1,189
4,507
1,195
0.0 1,000.0
2,000.0 3,000.0
4,000.0 5,000.0
Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16
Juta RpLaporan
Outgoing Incoming
103 LAPORAN TAHUNAN 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 132
36 23
33 34
34 41
29 24
39 23
26 13
15 20
40 60
Dec ‐15 Jan‐16 Feb‐16 Mar‐16 Apr‐16 May‐16 Jun‐16 Jul‐16 Aug‐16 Sep‐16 Oct‐16 Nov‐16 Dec‐16
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
6. Laporan Penundaan Transaksi GRAFIK 25.
Perkembangan Bulanan Jumlah LPT yang Diterima PPATK Mei 2015 s.d. Desember 2016
TABEL 28. Perkembangan Jumlah LPT yang Diterima PPATK
Berdasarkan Jenis PJK Pelapor s.d. Desember 2016
TABEL 29. Perkembangan Jumlah LPT yang Diterima PPATK
Berdasarkan Pemenuhan Aspek Formil dan Aspek Materil s.d. Desember 2016
Keterangan: 1 Aspek formil terpenuhi bila Berita AcaraPernyataan telah dilakukan penundaan transaksi dibuat tidak lebih dari 24 jam
setelah transaksi ditunda. 2 Aspek materil terpenuhi bila transaksi yang ditunda bernilai Rp100 juta atau lebih.
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 132
s.d. Desember 2016
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
Des ‐2015
Tahun 2015
s.d. Des‐2015
Nov ‐2016
Des ‐2016
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Bank 33
472 12
13 314
94.0 ‐60.6
‐60.6 ‐33.5
Ø Bank Negara
27 353
10 5
201 60.2
‐81.5 ‐81.5
‐43.1 Ø
Bank Swasta 1
30 2
3 16
4.8 200.0
200.0 ‐46.7
Ø BPD
4 84
5 92
27.5 25.0
25.0 9.5
Ø Bank Asing
1 2
3 0.9
‐100.0 ‐100.0
50.0 Ø
Bank Campuran 3
2 0.6
n.a. n.a.
‐33.3
Non Bank
3 30
1 2
20 6.0
‐33.3 ‐33.3
‐33.3 Ø
Asuransi 3
29 1
2 20
6.0 ‐33.3
‐33.3 ‐31.0
Ø Pasar Modal
1 0.0
n.a. n.a.
‐100.0
Total LPT
36 502
13 15
334 100.0
‐58.3 ‐58.3
‐33.5 Perkembangan
Des‐2016 Dalam
Persen Jenis
Pihak Pelapor Jumlah
LPT Distribusi
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
LAPORAN TAHUNAN
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 132
s.d. Desember 2016
Keterangan:
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
Des ‐2015
Tahun 2015
s.d. Des‐2015
Nov ‐2016
Des ‐2016
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Aspek Formil dan Aspek Materil
terpenuhi 1
6 1
9 2.7
0.0 0.0
50.0 Aspek
Formil terpenuhi, namun Aspek Materil
tidak terpenuhi 35
495 13
14 322
96.4 ‐60.0
‐60.0 ‐34.9
Aspek Formil tidak terpenuhi, namun
Aspek Materil terpenuhi
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Aspek Formil dan Aspek Materil tidak
terpenuhi 1
3 0.9
n.a. n.a.
200.0
Total LPT
36 502
13 15
334 100.0
‐58.3 ‐58.3
‐33.5 Pemenuhan
Aspek Formil dan
Aspek Materil Laporan
Penundaan Transaksi Jumlah
LPT Distribusi
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
Perkembangan Des‐2016
Dalam Persen
104 LAPORAN TAHUNAN 2016
A UDIT
Sepanjang tahun 2016, PPATK telah melakukan kegiatan audit sebanyak 127 audit, baik terhadap Pihak Pelapor PJK maupun PBJ. Bila dilihat menurut jenis Pihak Pelapor, sebagian
besar audit yang dilakukan selama tahun 2016 dilakukan terhadap Perusahaan Properti Agen Properti 46,5, Bank 18,1, Pedagang Kendaraan Bermotor 16,5, dan
Perusahaan Efek dan Manajer Investasi 10,2. Bila diakumulasi sejak Januari 2005, jumlah keseluruhan pelaksanaan audit yang telah dilaksanakan oleh PPATK terhadap PJK
PBJ s.d. Desember 2016 telah mencapai 1.007 audit.
TABEL 30. Jumlah Pihak Pelapor yang telah Diaudit Berdasarkan Jenis Pihak Pelapor
s.d. Desember 2016
05
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 133
s.d. Desember 2016
Tahun 2005
‐2014 Des
‐2015 Tahun
2015 s.d.
Des‐ 2015
Nov ‐2016
Des ‐2016
Tahun 2016
s.d. Des‐2016
m ‐to‐m
y ‐on‐y
c ‐to‐c
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 PENYEDIA
JASA KEUANGAN:
Bank 261
19 1
23 18.1
‐100.0 n.a.
21.1 Perusahaan
Pembiayaan 63
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Perusahaan Asuransi dan Pialang
Asuransi 96
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Dana Pensiun Lembaga Keuangan
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Perusahaan Efek dan Manajer
Investasi 111
4 13
10.2 n.a.
n.a. 225.0
Perposan 1
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing 82
16 10
7.9 n.a.
n.a. ‐37.5
Koperasi Simpan Pinjam
5 2
0.0 n.a.
n.a. ‐100.0
Pegadaian 1
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Penyelenggara Kegiatan Usaha
Pengiriman Uang
29 2
1 0.8
n.a. n.a.
‐50.0 PENYEDIA
BARANG DAN JASA:
Perusahaan PropertiAgen Properti
48 5
76 8
59 46.5
‐100.0 ‐100.0
‐22.4 Pedagang
Kendaraan Bermotor 44
7 1
21 16.5
‐100.0 n.a.
200.0 Pedagang
Permata dan PerhiasanLogam
Mulia 13
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Pedagang Barang Seni dan Antik
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Balai Lelang
0.0 n.a.
n.a. n.a.
Total Audit
754 5
126 10
127 100.0
‐100.0 ‐100.0
0.8 Perkembangan
Des‐2016 Dalam
Persen Jenis
Pihak Pelapor Jumlah
Audit Distribusi Tahun
2016 s.d.
Des‐2016
105 LAPORAN TAHUNAN 2016
HUKUM DA N REG ULA SI
1. Putusan Pengadilan Terkait TPPU
Selama tahun 2016, telah terdapat 144 perkara TPPU yang telah diputus oleh Pengadilan. Sebagian besar putusan Pengadilan terkait TPPU diputus oleh Pengadilan
mencakup Pengadilan NegeriTipikor, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung di wilayah DKI Jakarta, yaitu sebanyak 67 putusan atau 46,5. Putusan hukuman maksimal selama
seumur hidup dan denda maksimal sebesar Rp32 miliar. Sebagian besar putusan Pengadilan perkara TPPU terkait dengan tindak pidana asal korupsi, yakni sebanyak 40 putusan atau
28,4 dari total keseluruhan putusan TPPU.
TABEL 31. Jumlah Kumulatif Putusan Pengadilan terkait TPPU menurut Propinsi
Januari 2005 s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 134
Propinsi Kumulatif
2005 s.d. 2016
s.d. Desember 2016
Distribusi
Banda Aceh
4 2.8
Sumatera Utara
9 6.3
Lampung 1
0.7 Riau
3 2.1
Kepri 2
1.4 Sumatera
Selatan 2
1.4 DKI
Jakarta 67
46.5 Banten
3 2.1
Jawa Barat
10 6.9
Jawa Tengah
18 12.5
Jawa Timur
5 3.5
Bali 5
3.5 Sulawesi
Utara 1
0.7 Kalimantan
Timur 2
1.4 Kalimantan
Barat 3
2.1 Kalimantan
Selatan 5
3.5 Papua
Barat 1
0.7 Sulawesi
Tengah 1
0.7 Sulawesi
Barat 1
0.7 Sulawesi
Barat 1
0.7
Jumlah 144
100.0
06
106 LAPORAN TAHUNAN 2016
GRAFIK 26. Perbandingan Jumlah Kumulatif Putusan Pengadilan terkait TPPU
menurut Dugaan Tindak Pidana Asal Januari 2005 s.d. Desember 2016
TABEL 32. Putusan Pengadilan terkait TPPU menurut Tahun Putusan dan Hukuman
Januari 2005 s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 135
1 1
1 1
2 2
5 6
13 16
18 37
41
Pencurian Penyuapan
Pelanggaran Pembawaan Uang Tunai
Kehutanan Psikotropika
Perjudian Tindak
Pidana Lain yang berkaitan dengan TPPU Pemalsuan
Surat Perbankan
Penggelapan Penipuan
Narkotika Korupsi
unai
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 135
Tindak Pidana Asal
Kumulatif 2005
s.d. 2016 s.d.
Desember 2016 Distribusi
Penggelapan 16
11.1 Penipuan
18 12.5
Narkotika 37
25.7 Psikotropika
2 1.4
Pencurian 1
0.7 Korupsi
41 28.5
Pemalsuan Surat
6 4.2
Perbankan 13
9.0 Perjudian
2 1.4
Penyuapan 1
0.7 Tindak
Pidana Lain yang berkaitan
dengan TPPU 5
3.5 Pelanggaran
Pembawaan Uang Tunai 1
0.7 Kehutanan
1 0.7
Jumlah 144
100.0
107 LAPORAN TAHUNAN 2016
2. Pemberian Keterangan Ahli
Dalam melaksanakan tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, maka PPATK melalui salah satu fungsi unit kerja yang mempunyai tugas mengkoordinasikan
dan mengelola pelaksanaan advokasi, yaitu melaksanakan pemberian keterangan ahli di bidang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pemberian keterangan ahli dari PPATK diharapkan
dapat membantu aparat penegak hukum dalam melakukan analisis hukum dan pembuktian pada saat menangani perkara tindak pidana pencucian uang. Adapun rincian pemenuhan
pemberian keterangan ahli baik di tingkat penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan adalah sebagai berikut:
TABEL 33. Jumlah Permintaan Keterangan Ahli dari PPATK berdasarkan Instansi Pemohon
Januari 2008 s.d. Desember 2016
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 136
Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
Jumlah
BADAN RESERSE DAN KRIMINAL
BARESKRIM 14
11 19
15 19
19 15
98 112
KEPOLISIAN DAERAH POLDA
RESOR POLRES
19 35
21 30
86 71
122 365
384
KEJAKSAAN AGUNG RI
26 24
37 45
49 33
41 229
255
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
KPK 1
4 1
1 7
7
BADAN NARKOTIKA NASIONAL BNN
8 21
16 10
7 34
96 96
KOMISI INFORMASI PUSAT KIP
1 1
1
PENGADILAN MILITER
1 1
1
DITJEN PAJAK
2 1
3
3 Jumlah
59 80
99 110
165 133
213 800
859 Jumlah
Tahun 2008
s.d. Des‐ 2016
Instansi Sesudah
Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010
Sejak Januari 2011
Sebelum Berlakunya
UU TPPU No. 8 Thn
2010 sd
Oktober 2010
108 LAPORAN TAHUNAN 2016
RISET
A. Riset Risiko Organisasi Kemasyarakatan Ormas
Terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
Periode Data Riset 2013 s.d 2015
Dalam perkembangannya tindak pidana pendanaan terorisme merupakan tindakan
yang mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa
kasus terorisme yang terjadi di pelosok tanah air tercatat tidak lagi menggunakan
teknik pendanaan melalui cara-cara yang terlihat secara jelas seperti penggunaan
kekerasanpaksaan namun saat ini lebih menggunakan pendekatan yang lembut
seperti ajakan guna menanamkan paham radikal.
Organisasi Kemasyarakat Ormas yang merupakan elemen penting sebagai wadah
masyarakat dalam menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat, dalam rangka berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan
tujuan nasional ternyata telah menjadi kendaraan bagi sekolompok orang untuk
memberikan bantuan pendanaan kepada teroris atau kelompok teroris yang secara
jelas mendeklarasikan keinginannya untuk mendirikan negara yang tidak berlandaskan
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 yang seringnya diwujudkan melalui tindakan kekerasanteror.
Dengan melihat kondisi dan situasi banyaknya jumlah Ormas yang ada di
Indonesia, lemahnya kendali, lemahnya perangkat aturan dan sanksi serta lemahnya
pengawasan aktivitas Ormas, menyebabkan Ormas menjadi sasaran utama kelompok
teroris untuk menjadikannya sebagai sarana dalam melakukan pendanaan tidak
hanya berupa penyediaan uang, personil namun juga dalam menyebarkan ideologi
kelompok tersebut. Meskipun secara tidak langsung keterkaitan Ormas dengan
tindakan terorisme masih sulit dibuktikan namun pada kenyataannya Ormas yang
terkait dengan kelompok teroris tertentu secara nyata menyalurkan bantuan dalam
bentuk santunan kepada anak dan janda teroris serta memberikan fasilitas lainnya
kepada keluarga teroris. Tanpa adanya aturan yang jelas,
serta tindakan yang nyata dalam bentuk sanksi yang tegas, maka terhadap Ormas
yang memberikan fasilitas, bantuan secara tidak langsung kepada kelompok
teroris akan tetap hidup dan sulit untuk dijerat secara hukum sehingga akan
memunculkan ancaman-ancaman teroris lainnya dimasa yang akan datang karena
para teroris dan kelompok teroris akan terus hidup karena mendapat sumber
pendanaan. Untuk mendapatkan simpati masyarakat beberapa Ormas terorisme
mengelabui masyakarat dengan bidang kegiatan Ormas yang terlihat baik seperti
dibidang keagamaan, sosialkemanusiaan dan pendidikan dengan harapan melalui
kegiatan tersebut masyarakat akan tergerak hatinya untuk menyalurkan pendanaan
dalam bentuk sumbangan, sedekah, infak dan hibah kepada Ormas tersebut. Selain
itu beberapa Ormas yang tidak bertujuan untuk melakukan pendanaan terorisme juga
dapat disalahgunakan sebagian dananya
07
109 LAPORAN TAHUNAN 2016
untuk mendukung kelompok teroris tertentu. Hal ini lah yang perlu mendapat
perhatian dari Pemerintah agar Ormas yang ada di Indonesia tidak disalahgunakan atau
didirikan untuk melakukan tindak pidana pendanaan terorisme.
Dalam riset atau penelitian ini tim riset PPATK bermaksud untuk mengukur
risiko Ormas terhadap pendanaan terorisme dengan harapan rekomendasi
yang telah disusun dapat ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan terkait
demi menciptakan Ormas yang terhindar dari tindak pidana pendanaan terorisme.
Beberapa poin hasil penelitian ini menyatakan bahwa:
1. Pihak perbankan sangat membutuhkan panduan dari OJK mengenai persyarat-
an dokumen pembukaan rekening Ormas berbadan hukum dan tidak
berbadan hukum. 2. Pihak kementerian memiliki keter-
batasan kewenangan dan sumber daya dalam melakukan pemantauan
aktivitas Ormas baik secara fisik maupun keuangannya, selain itu
terdapat beberapa kendala di kementerian dalam hal pengelolaan
database, persoalan keterbukaan sistem informasi, perlunya ketegasan
sanksi pelanggaran serta masih sulitnya pendataan Ormas yang tidak
berbadan hukum dan tidak terdaftar. 3. Koordinasi antara aparat penegak
hukum Apgakum dengan pihak Kementerian masih perlu ditingkatkan
guna menciptakan sinergi dalam hal penanganan dan pengawasan Ormas
terhadap anti tindak pidana pendanaan terorisme. Selain itu, perlu adanya
harmonisasi ketentuan yang mengatur tentang Ormas dengan ketentuan
penegakan hukum terhadap Ormas. 4. Berdasarkan sebaran wilayah, di-
ketahui bahwa wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur
merupakan wilayah yang berisiko tinggi terhadap pendanaan terorisme karena
Ormas di empat wilayah tersebut tidak hanya memilki tingkat kecenderungan
tinggi namun juga memiliki dampak yang tinggi terhadap pendanaan
terorisme. 5. Berdasarkan jenis legalitasnya dike-
tahui bahwa Ormas yang berbadan hukum memiliki dampak yang tinggi
terhadap pendanaan terorisme meskipun tingkat kecenderungannya
rendah, sedangkan Ormas tidak berbadan hukum tidak terdaftar
memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap pendanaan terorisme
meskipun dampaknya rendah. 6.
Berdasarkan bidang kegiatannya didapati bahwa Ormas yang bergerak
dibidang keagamaan, sosial kemanusiaan dan pendidikanpen-
didikan kegamaan memiliki tingkat kecenderung tinggi terhadap tindak
pidana pendanaan terorisme.
B. Redflag Transaksi Keuangan