seseorang dalam menghadapi masalah pribadi dan konflik emosional, c. kasih sayang dan dukungan sosial dari keluarga dapat membantu seseorang
dalam mengatasi tuntutan emosional dalam pekerjaan, dan d. seseorang yang telah berkeluarga memiliki pandangan yang lebih realistis.
4. Pendidikan Maslach 1982 menemukan bahwa orang dengan empat tahun kuliah sarjana
merupakan yang paling beresiko untuk burnout, diikuti oleh individu dengan tingkat pendidikan pascasarjana. Mereka yang berpendidikan di bawah sarjana
memiliki resiko terkena burnout lebih sedikit. Smith, Birch, dan Marchant 1986 menemukan bahwa pustakawan yang berpotensi terkena burnout adalah mereka
yang memiliki pendidikan pascasarjana.
Uraian di atas mengemukakan bahwa keempat faktor penyebab personal dari burnout merupakan faktor yang paling beresiko bagi pustakawan bila tidak dicegah
dengan cepat yang akan menyebabkan kelalaian dalam bekerja.
2.1.2 Gejala terkena Burnout
Menurut Potter 2005 yang diambil dari jurnal online menyebutkan bahwa gejalala-gejala burnout adalah “hilangnya gairah dalam bekerja sehingga yang
terkena burnout menjadi tidak mampu bekerja”. Burnout tidak terjadi dalam waktu singkat. Ini adalah proses kumulatif, dimulai dengan tanda peringatan kecil, yang
ketika diabaikan bisa berkembang menjadi kondisi yang serius. Potter 2005 menjelaskan gejala-gejala burnout meliputi:
1. Emosi negatif Terkadang, perasaan frustrasi, marah, depresi, ketidakpuasan, dan kegelisahan
merupakan bagian normal dari kehidupan dan bekerja. Akan tetapi pada orang yang terperangkap dalam siklus burnout emosi negatif ini lebih sering terjadi
sehingga lama-kelamaan menjadi kronis. Dalam tahap-tahap selanjutnya terlihat kecemasan, rasa bersalah, ketakutan yang kemudian menjadi depresi.
Kemurungan dan mudah marah juga merupakan tanda-tanda burnout.
2. Frustrasi Perasaan frustrasi di dunia kerja dalam sebagian besar waktu bekerja dan dalam
melaksanakan tanggung jawab pekerjaan merupakan gejala awal burnout. Namun, banyak korban burnout menyalahkan diri sendiri dengan menunjukkan
mereka frustrasi atas kegagalan mereka sendiri.
3. Depresi Perasaan depresi mendalam hampir sama dengan kelelahan emosional dan
spiritual di mana individu merasa seperti kehabisan energi. Depresi terjadi sebagai
Universitas Sumatera Utara
respon terhadap situasi pekerjaan, hal itu dapat menjadi masalah dalam diri individu yang menyebabkan gangguan kesehatan yang memburuk dan
penampilan kerja.
4. Masalah Kesehatan Cadangan emosional korban burnout terkuras dan kualitas hubungannya
memburuk, ketahanan fisik mereka juga menurun. Mereka tampaknya berada dalam keadaan tegang atau stres kronis. Lebih sering terkena penyakit ringan,
seperti pilek, sakit kepala, insomnia dan sakit punggung. Korban burnout mengalami frustrasi, perasaan bersalah, bahkan depresi. Korban burnout rentan
mengalami masalah kesehatan, mulai dari pilek, flu, serangan alergi, insomnia, gangguan kardiovaskular dan gangguan pencernaan, serta masalah kesehatan
serius lainnya.
5. Kinerja Menurun Tingkat energi yang tinggi, kesehatan yang baik, dan kondisi prima yang
diperlukan untuk bekerja dengan kinerja tinggi semuanya bisa habis akibat burnout. Efisiensi dan kualitas kerja mengalami penurunan. Kinerja menurun
mengakibatkan bekerja menjadi lebih menyakitkan dan kurang menguntungkan, absensi juga akan meningkat, selain itu korban burnout sering mengalami kondisi
emosional. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi penurunan yang cukup besar dalam kualitas kinerja. Hasilnya adalah penurunan produktivitas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penderita burnout mengalami emosi negatif sehingga menjadi murung dan gampang marah; frustasi
dengan menyalahkan diri sendiri atas kegagalan; depresi berupa kelelahan emosional dan spiritual dimana individu merasa seperti kehabisan energi; masalah kesehatan
seperti flu, insomnia, gangguan kardiovaskular dan gangguan pencernaan; penurunan kinerja yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas.
2.1.3 Perbedaan Burnout dan Stres