Gambaran Pola Makan dalam Terjadinya Gastritis pada Biarawati di Yayasan Santa Maria

(1)

GAMBARAN POLA MAKAN DALAM TERJADINYA

GASTRITIS PADA BIARAWATI DI YAYASAN SANTA

MARIA

SKRIPSI

OLEH

KORNELIA MINGGU NIM : 121121007

F A K U L T A S K E P E R A W A T A N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Gambaran Pola Makan dalam Terjadinya Gastritis pada Biarawati di Yayasan Santa Maria”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan kemampuan pengetahuan penulis. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sekalian, demi kebaikan dan kesempurnaan Skripsi ini.

Selama pelaksanaan penulis menerima dukungan moril, materil, serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam meyelesaikan Skripsi ini yaitu :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi terlaksananya pendidikan sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS. Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan.

3. Ibu Cholina Trisa Siregar, M.Kep, Sp. KMB selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan masukan,


(4)

arahan dan idenya dengan penuh kesabaran, ketulusan hati selama penyusunan Skripsi ini.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Dosen Penguji I. 5. Bapak Asrizal, S. Kep, Ns, WOC (ET)N selaku Dosen Penguji II.

6. Ibu Evi Karota, SKp, MNS, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.

7. Seluruh staf pengajar beserta staf administrasi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

8. M.A.Ilham dan rekan-rekan mahasiswa Ekstensi Keperawatan 2012 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan.

9. Propinsial/DPP SCMM serta para suster SCMM yang telah memberikan dukungan doa yang sangat berharga dalam menjalankan perkuliahan ini. 10.Seluruh keluarga yang mencintai dan menyayangiku yang telah

memberikan doa restu dan dukungan disepanjang kehidupanku dan selama menjalani pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ini.

Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahi Rahmat dan BerkatNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Medan, Februari 2014


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR SKEMA ... . v

DAFTAR TABEL ... vi

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gastritis ... 6

2.1.1. Defenisi ... 6

2.1.2. Klasifikasi Gastritis ... 8

2.1.3. Tanda dan Gejala Gastritis ... 14

2.1.4. Penyebab Gastritis... 14

2.1.5. Pencegahan dan Penanganan Gastritis... 18

2.1.6. Diet Penyakit Gastritis... 19

2.1.7. Jenis Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh di Makan... 20

2.2. Pola Makan... ………... 21

2.2.1. Pengertian Pola Makan .………... 21

2.2.2. Tujuan Makan ...…….…………...…... 25

2.2.3. Jumlah/Porsi Makan yang Dikonsumsi……….. 26

2.2.4. Jenis Makanan yang Dikonsumsi………... 29

2.2.5. Fungsi Makanan... 31

2.2.6. Frekuensi Makan... 32

2.2.7. Jadwal Makan... 33

2.2.8. Cara Pengolahan Makanan... 35

2.2.9. Membentuk Pola Makan yang Baik... 36

2.3. Stres... ……….... 37

2.3.1. Tahapan Stres... ………... 38

BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual ………... 40

3.2. Defenisi konseptual dan defenisi Operasional ……… 41

3.2.1. Defenisi Konseptual ………... 41

3.2.2. Defenisi Operasional ……… 41

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ………. ... 42

4.2. Populasi dan sampel ……….... 42

4.2.1. Populasi……… ...……... 42

4.2.2. Sampel……….... 42


(6)

4.4. Pertimbangan Etik………....……... ... 43

4.5. Instrumen Penelitian ...………... 44

4.5.1 Kuesioner Penelitian ………... ... 44

4.5.2. Validitas Instrumen ... 45

4.5.3. Reliabilitas Instrumen ………... 45

4.6 Pengumpulan Data ……… ... 46

4.7. Pengolahan dan Analisa Data ………... 46

4.7.1 Pengolahan Data... .... 46

4.7.2. Analisa Data... .... 47

BAB V HASIL PEMELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian... 48

2. Pembahasan... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpilan... 57

2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Persetujuan KEPK Fakultas Keperawatan USU 4. Surat Izin Uji Reliabilitas dari FK USU

5. Surat Izin Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas dari Biara Santo Michael 6. Surat Izin Penelitian dari FK USU

7. Surat Izin Penelitian dari Yayasan Santa Maria


(7)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Kerangka konsep penelitian Gambaran Pola Makan dalam terjadinya Gastritis pada Biarawati di Yayasan Santa Maria


(8)

DAFTAR TABEL

halaman 1. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik

Responden... 49 2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Pola Makan


(9)

Judul : Gambaran Pola Makan dalam terjadinya Gastritis pada Biarawati di Yayasan Santa Maria.

Peneliti : Kornelia Minggu NIM : 121121007

Program : Pendidikan Sarjana Keperawatan Tahun : 2014

ABSTRAK

Gastritis merupakan peradangan mukosa lambung yang terjadi akibat stress yang tinggi, pola makan yang tidak teratur, infeksi kuman dan pengaruh makanan serta obat-obatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati di Yayasan Santa Maria. Gambaran pola makan terdiri dari jenis makanan, frekuensi makan, jadwal makan dan porsi makan. Pencegahan supaya tidak terjadi gastritis harus dilakukan dengan memperhatikan pola makan yang teratur dan makan makanan yang tidak merangsang pengeluaran asam lambung yang tinggi. Sampel adalah biarawati yang ada di yayasan Santa Maria sebanyak 50 orang. Sampel diambil dengan teknik random sampling. Pengumpulan data tanggal 19 Oktober sampai tanggal 31 Oktober 2013. Analisa data yang digunakan adalah analisa secara deskriptif frekuensi dengan komputerisasi. Hasil penelitian ini menggambarkan pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati di yayasan Santa Maria dilihat dari jenis makanan 80% sesuai dan 20% yang tidak sesuai, frekuensi makan 74% baik dan 26% kurang, jadwal makan 72% teratur dan 28% tidak teratur, porsi makan 88% baik dan 12% kurang. Pola makan sehat dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah, jenis bahan makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap hari.

Kata Kunci: Gastritis, jenis makanan, frekuensi makan, jadwal makan dan porsi makan.


(10)

Title : The Diet’s Description of Nuns Suffering Gastritis at Saint Maria Foundation.

Researcher : Kornelia Minggu NIM : 121121007

Program : Undergraduate Nursing Education Year : 2014

ABSTRAK

Gastritis is inflammation of the mucuos that occurs because of the reaction of getting high stress, irregular eating pattern, and infection caused by bacteria, the effect of some food also the medicines. The purpose of this to identify the diet description that suffered by the nuns at Saint Maria Foundation. The description of the diet itself incudes kinds of food, the frequency of eating, the time, and the portion. The defense is done to avoid the gastritis by having regular eating pattern and food that can stimulate the gastritis effect. The samples are the 50 nuns at Saint Maria Foundation. It is taken using random sampling. It is collected on 19 October until 31 October 2013. The used analyzing data is descriptive computer system. The result show that implies gastritis happened because of kind of food: 80% appropriate food, inappropriate food 20%, eating frequency 74% good, 26% poor, eating schedule 72% regular and 28% irregular, eating portion 88% good, 12% poor. Good eating pattern in this research is one way or effort in controlling sum, kinds of food with special purpose for keeping health, nutrition status, avoiding or assist the recovery. The daily eating pattern is someone’s eating pattern that related to daily eating habits.

Keywords: Gastritis, food variations, eating frequency, eating time, and eating portion.


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang paling sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak, cepat dan makan makanan yang terlalu berbumbu (Brunner, 2006). Gastritis terjadi pada orang-orang yang mempunyai pola makan tidak teratur dan merangsang produksi asam lambung (Padmiarso, 2009).

Gastritis disebut juga sebagai penyakit maag dan merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehar-hari, yang bisa mengakibatkan kualitas hidup menurun, tidak produktif dan bila tidak ditangani dengan baik akan berakibat fatal bahkan sampai pada tahap kematian (Valle, 2008). Gastritis bila tidak diobati akan mengakibatkan sekresi lambung semakin meningkat dan akhirnya membuat lambung luka-luka (ulkus) yang dikenal dengan tukak lambung juga dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis (muntah darah), melena, perforasi dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa) bahkan dapat menimbulkan kanker lambung (Suratum, 2010).

Gastritis bila terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang bersifat meningkatkan asam lambung, seperti makanan pedas dan asam, selain makanan yang bersifat asam, juga cara memasak makanan dapat menjadi penyebab utama peningkatan asam lambung seperti memasak daging yang tidak matang sempurna,


(12)

kari dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega, jenis makanan ini sangat sukar di cerna oleh lambung sehingga kerja lambung lebih tinggi dan mengakibatkan peningkatan asam lambung, jika ini terjadi terlalu lama maka akan menyebabkan gastritis (Iskandar, 2009). Asam lambung juga disebabkan oleh aktifitas yang padat, stress yang tinggi, infeksi kuman, serta alhokol (Purnomo, 2009). Menurut Misnadiarly (2009), penyebab gastritis adalah iritasi, infeksi, dan atropi mukasa lambung yang berawal dari stres, alkohol, kafein, makan yang tidak teratur, infeksi Helicobacter pylori dan Mycobacteria spesies, serta obat-obatan seperti NSAIDs (Nonsteroidal Antiinflamatory Drugs) yang dapat mengiritasi mukosa lambung.

Gejala umum pada penyakit gastritis yaitu rasa tidak nyaman pada perut, perut kembung, sakit kepala dan mual muntah, keluhan lain seperti merasa tidak nyaman pada epigastrium, sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat berakibat lebih buruk ketika makan, nafsu makan hilang, bersendawa dan kembung, bisa juga disertai demam, menggigil (kediginan) hal ini dapat mengganggu aktifitas sehari-hari (Puspadewi, 2012)

Budiana (2006), mengatakan bahwa prevalensi penyakit Gastritis terbesar di seluruh dunia dan bahkan di perkirakan di derita lebih dari 1,7 milyar penduduk. Negara yang sedang berkembang di jumpai infeksi pada usia dini dan pada negara maju sebagian besar di jumpai pada usia tua. Inggris 6-20% menderita Gastritis pada usia 55 tahun dengan prevalensi 22% pada semua umur dan tahun 1988 adalah 16 kasus/1000 pada kelompok umur 45-64 tahun.


(13)

Penelitian Rahmawati (2010) di puskesmas Lamongan didapatkan bahwa hasil prevalensi rasio (2,19%) untuk responden yang sangat rentan stres psikologis dan prevalensi rasio (4,67%) bahwa faktor utama terjadinya gastritis karena stres, kelelahan dan pola makan yang tidak teratur.

Penelitian Maulidiyah dan Unum (2006), daerah- daerah di Indonesia menunjukkan data yang cukup tinggi terjadinya gastritis seperti di Kota Surabaya angka kejadian sebesar 31,2%, Denpasar 46%, serta survey yang dilakukan pada masyarakat Jakarta pada tahun 2010 yang melibatkan 1.645 responden mendapatkan bahwa pasien dengan masalah gastritis mencapai 60 % sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%. Data Profil Kesehatan Indonesia tahun ( 2011), gastritis merupakan 10 besar penyakit dengan posisi peringkat ke 6 pasien rawat jalan dan peringkat ke 5 rawat inap dan Environment Healt Country Profile World Healt Organization (2012) mengatakan bahwa angka kejadian gastritis di Indonesia 40,8% yang terjadi pada daerah-daerah di Indonesia dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.

Penyakit yang muncul secara langsung akibat pola makan yang tidak teratur adalah penyakit yang berhubungan dengan lambung seperti penyakit maag/gastritis karena salah satu penyebab utama peningkatan asam lambung adalah pola makan yang tidak teratur. Makanan atau minuman yang dikonsumsi dan masuk ke dalam lambung yang berfungsi untuk mengurangi kepekatan asam lambung sehingga tidak sampai merusak dinding lambung. Ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB menambahkan, secara umum pola makan terkait dengan


(14)

metabolisme tubuh, ada jam-jam makan yang sebaiknya dipatuhi. Bila makan secara teratur, maka asam lambung akan mencerna makanan dengan baik, tetapi bila tidak ada makanan, maka asam lambung yang seharusnya berfungsi untuk mencerna makanan akan merusak dinding lambung.

Mengingat pentingnya hidup sehat maka peneliti tertarik memilih para biarawati yayasan Santa Maria untuk dilakukan penelitian tentang Gambaran Pola Makan dalam terjadinya Gastritis pada Biarawati Yayasan Santa Maria. Umumnya mereka memiliki aktifitas yang sangat padat dengan tugas-tugas yang begitu berat sehingga seringkali menganggu pola makan dan mereka juga perlu mengenal, mengetahui masalah kesehatan termasuk mengenal bagaimana pola makan yang dapat mengakibatkan sakit maag/gastritis karena penyakit gastritis merupakan kondisi yang sangat mengganggu aktivitas dan banyak dijumpai pada masyarakat serta dapat menimbulkan komplikasi yang fatal dari berbagai usia dan profesi.

1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan data-data di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati di yayasan santa Maria”?.

1. 3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pola makan (jenis makanan, frekwensi makan, jadwal makan, dan porsi makan) dalam terjadinya gastritis pada biarawati di yayasan Santa Maria.


(15)

1.4 Manfaat Penelitian

1. 4.1 Yayasan

Hasil penelitian ini sebagai informasi dan pedoman untuk mengurangi/mengatur beban kerja dan memanegement waktu dalam mencegah terjadinya gastritis.

1.4.2 Bagi Responden

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pola makan terhadap terjadinya gastritis.

1.4.3 Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pedoman untuk peneliti selanjutnya dan dapat melanjutkan penelitian ini dengan baik.


(16)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Gastritis

2.1.1. Definisi

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung. Menurut Hirlan dalam Suyono (2006), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Gastritis merupakan inflamasi dari mukosa lambung klinis berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa, kerapuhan bila trauma yang ringan saja sudah terjadi perdarahan (Hadi, 2002).

Penyebab asam lambung tinggi antara lain : aktivitas padat sehingga telat makan, stress tinggi yang berimbas pada produksi asam lambung berlebih. Faktor lain yaitu infeksi kuman (e-colli, salmonella atau virus), pengaruh obat-obatan, konsumsi alkohol berlebih (Purnomo, 2009). Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005), gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu


(17)

berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2006).

Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis kronik merupakan kelanjutan dari gastritis akut (Suyono, 2006).

Gejala gastritis atau maag antara lain: tidak nyaman sampai nyeri pada saluran pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, nyari ulu hati, lambung merasa penuh, kembung, bersendawa, cepat kenyang, perut keroncongan dan sering kentut serta timbulnya luka pada dinding lambung. Gejala ini bisa menjadi akut, berulang dan kronis. Disebut kronis bila gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus dan gstritis ini dapat ditangani sejak awal yaitu: mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi kecil, berhenti mengkonsumsi makanan pedas dan asam, berhenti merokok serta minuman beralkohol dan jika memang diperlukan dapat minum antasida sekitar setengah jam sebelum makan atau sewaktu makan (Misnadiarly, 2009).

Lambung sering disebut sebagai maag yang berfungsi untuk menampung makanan. Sakit maag sering dihubungkan dengan faktor stress dan makan yang tidak teratur. Keadaan stress memang bikin makan tidak teratur. Orang masih percaya bahwa penyakit maag disebabkan oleh stress. Keadaan stress


(18)

menyebabkan produksi cairan asam lambung meningkat sehingga “tegang” oleh cairan asam lambung. Cairan asam lambung ini bisa mengikis dinding lambung sehingga luka dan terasa perih bila terkena bahan asam. Bila luka lambung semakin meluas, berisiko melukai pembuluh darah dan terjadi perdarahan yang dimuntahkan sebagai muntah darah. Hati-hatilah jangan stress berkepanjangan, tidak ada gunanya dan makanlah secara teratur. Makanan dari lambung akan disalurkan ke usus untuk dicerna kemudian diserap dan masuk dalam aliran darah menuju hati (Budiman, 2011).

Gangguan pencernaan diakibatkan oleh kebiasaan pola makan yang buruk dan stress sehari-hari. Banyak kasus gangguan pencernaan tidak ditemukan penyebabnya secara organik dengan adanya luka atau kerusakan pada organ. Masalah pencernaan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang membahayakan fungsi sistem pencernaan seperti stress, kebiasaan makan yang kurang sehat, tidak teratur, diet yang salah, pengobatan yang menyebabkan iritasi, infeksi kronis dan hadirnya bakteri dalam saluran pencernaan. Banyak gangguan pencernaan yang dapat teratasi dengan mengubah gaya hidup dengan mengurangi stress, berhenti merokok, berolahraga secara rutin dan menjalankan diet yang tepat (Prita, 2010).

3.1.2 Klasifikasi Gastritis A. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung akibat terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung. Gastritis akut suatu penyakit


(19)

yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Suratum, 2010). Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan. Penyebab terberat dari gastritis akut adalah makanan yang bersifat asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi pylorus (Brunner, 2006).

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Suyono, 2006).

a. Gastritis Akut Erosif

Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui. Perjalanan penyakit ini biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai.


(20)

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung (Suyono, 2006).

Penderita gastritis erosif yang disebabkan oleh bahan toksik atau korosif dengan etiologi yang dilakukan pada bahan kimia dan bahan korosif antara lain HCL, H2SO4, HNO3, Alkali, NaOH, KOH dan pemeriksaan klinis dapat

ditemukan antara lain mulut, lidah nampak edema, dyspagia dan nyeri epigastrium, juga ditemukan tanda yaitu mual, muntah, hipersalivasi, hiperhidrosis dan diare sampai dehidrasi. Penatalaksanaan secara umum perhatiakan tanda-tanda vital, respirasi, turgor dan produksi urine serta tentukan jenis racun untuk mencari anekdote (Misnadiarly, 2009).

b. Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik. Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya (Suyono, 2006).

Erosi stress merupakan lesi hemoragik majemuk pada lambung proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tidak berkurang. Berbeda


(21)

dengan ulserasi menahun yang biasa pada traktus gastrointestinalis atas, jarang menembus profunda kedalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas, yang bisa menyebabkan keparahan dan mengancam nyawa.

B. Gastritis Kronik

Gastritis Kronik merupakan peradangan bagian mukosa lambung yang menakronik sering dihubungkan dengan ulkus peptik dan karsinoma lambung tetapi hubungan sebab akibat antara keduanya belum diketahui. Penyakit tidak disembuhkan. Awalnya sudah mempunyai disembuhkan, maka penyakit gastritis menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan. Gastritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang pada lamina propria dan daerah intra epiteil terutama terdiri dari sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat ringan pada gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal.


(22)

Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu: tipe A yang merupakan gastritis autoimun adanya antibody terhadap sel parietal yang pada akhirnya dapat menimbulkan atropi mukasa lambung, 95% pasien dengan anemia pernisiosa dan 60% pasien dengan gastritis atropik kronik. Biasanya kondisi ini merupakan tendensi terjadinya Ca Lambung pada fundus atau korpus dan tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat helicobacter pylory

terdapat inflamasi yang difusi pada lapisan mukosa sampai muskularis, sehingga sering menyebabkan perdarahan dan erosi (Suratum, 2010).

Klasifikasi histologi yang sering digunakan pada gastritis kronik yaitu: 1. Gastritis kronik superficial

Gastritis kronik superfisial suatu inflamasi yang kronis pada permukaan mukosa lambung. Pada pemeriksaan hispatologis terlihat gambaran adanya penebalan mukosa sehingga terjadi perubahan yang timbul yaitu infiltrasi limfosit dan sel plasma dilamina propia juga ditemukan leukosit nukleir polimorf dilamina profia. Gastritis kronik superfisialis ini merupakan permulaan terjadinya gastritis kronik.

Seseorang diketahui menderita gastritis superficial setelah diketahui melalui PA antara lain: hiperemia, eksudasi, edema, penebalan mukosa, sel-sel limfosit, eosinofil dan sel plasma. Pemeriksaan klinis tidak jelas tetapi pasien mengalami mual, muntah, pain-foof-pain dan nafsu makan berkurang. Pasien gastritis superficial disarankan untuk istirahat total, mengkonsumsi makanan lunak dan simptomatis (Misnadiarly, 2009).


(23)

2. Gastritis kronik atrofik.

Gastritik kronik atrofik yaitu sel-sel radang kronik yang menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis. Seseorang menderita atropi gastritis setelah menjalani PA dan diketahui, antara lain: mukosa tipis, muskularis atropi, kelanjar-kelenjar menurun dan adanya sel-sel limfosit.

Pemeriksaan klinis, penderita mengalami epigastrik diskomfort, dyspepsia, lambung rasanya penuh, nafsu makan menurun, mual, muntah, anemia peniciosa, defisiensi Fe dan pellagra. Pengobatan yang harus dijalani adalah istirahat total, mengkonsumsi makan lunak dan mengkonsumsi vitamin B12, Fe, dan liver ekstrak (Misnadiarly, 2009).

Menurut Misnadiarly (2009) gastritis diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yaitu:

a. Gastritis gastropati dengan keluhan umum nyeri pada ulu hati, mual, muntah dan diare. Penyebabnya obat-obatan seperti aspirin, alkohol, trauma pada lambung seperti pengobatan dengan laser, kelainan pembuluh darah pada lambung dan luka akibat operasi.

b. Gastritis spesifik yaitu nyeri pada ulu hati, mual dan muntah. Penyebabnya karena infeksi bakteri, virus, jamur, parasit, nematoda dan adanya penyakit pada saluran pencernaan. Bila disebabkan oleh toksin biasanya disertai dengan diare, nyeri perut, badan menjadi panas, menggigil, dan kejang otot.


(24)

c. Gastritis kronis. Keluhan pada gastritis kronis pada umumnya tidak spesifik berupa perasaan tidak enak pada ulu hati yang disertai mual, muntah dan perasaan penuh dihati. Penyebabnya antara lain: infeksi

C.Pylori, gastropati reaktif, autoimun, adanya tumor pada lambung dan faktor stress.

2.1.3 Tanda dan Gejala Gastritis

a. Tanda dan gejala Gastritis Akut

Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita penyakit gastritis adalah keluhan nyeri, mulas, rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah, kembung, sering platus, cepat kenyang, rasa penuh di dalam perut, rasa panas seperti terbakar dan sering sendawa ( Puspadewi, 2012)

b. Tanda dan Gejala Gastritis Kronis 1. Gastritis sel plasma

3. Nyeri yang menetap pada daerah epigastrium 4. Mausea sampai muntah empedu

5. Dyspepsia 6. Anorreksia

7. Berat badan menurun

8. Keluhan yang berhubungan dengan anemia

2.1.4 Penyebab Gastritis:

a. Makan tidak teratur atau terlambat makan. Biasanya menunggu lapar dulu, baru makan dan saat makan langsung makan terlalu banyak (Puspadewi, 2009).


(25)

b. Bisa juga disebabkan oleh bakteri bernama Helicobacter pylori. Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lamung. Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi yangt diakibatkan bakteri

Helicobacter menyebabkan peradangan pada dinding lambung yang disebut gastritis (Aziz, 2011).

c. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu, orang yang merokok lebih sensitive terhadap gastritis maupun ulser. Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan dan meningkatkan resiko kanker lambung (Yuliarti, 2009).

d. Stress. Hal ini dimungkinkan karena karena system persarafan di otak berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa muncul kelainan dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri, perih dan kembung. Lama-kelamaan hali ini dapat menimbulkan luka di dinding lambung (Sari, 2008). e. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilangan rasa nyeri,

seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuproven (Advil, Motrin dll), juga naproxen (aleve), yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit gastritis, baik itu gastritis akut maupun kronis (Aziz, 2011).


(26)

f. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum minuman yang

mengandung alkohol dan cafein seperti kopi. Hal itu dapat meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung (Suratum, 2010).

g. Alkohol, mengkonsumsi olkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan mengikis permukaan lambung (Suratum, 2010).

h. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema dan pendarahan.

i. Kondisi yang stressful (trauma, luka bakar, kemoterapi dan kerusakan susunan syaraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCl lambung.

j. Asam empedu adalah cairan yang membantu pencernaan lemak. Cairan ini diproduksi di hati dan dialirkan ke kantong empedu. Ketika keluar dari kantong empedu akan dialirkan ke usus kecil (duodenum). Secara normal, cincin pylorus (pada bagian bawah lambung) akan mencegah aliran asam empedu ke dalam lambung setelah dilepaskan ke duodenum. Namun, apabila cincin tersebut rusak dan tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau dikeluarkan karena pembedahan maka asam empedu akan mengalir ke lambung sehingga mengakibatkan peradangan dan gastritis kronis (Suratum, 2010).

i. Serangan terhadap lambung. Sel yang dihasilkan oleh tubuh dapat menyerang

lambung. Kejadian ini dinamakan autoimun gastritis. Kejadian ini memang jarang terjadi, tetapi bisa terjadi. Autoimun gastritis sering terjadi pada orang yang terserang penyakit Hashimoto’s disease, Addison’s disease dan diabetes


(27)

tipe I. Autoimun gastritis juga berkaitan defisiensi B12 yang dapat membahayakan tubuh (Aziz, 2011).

Patofisiologi Gastritis

0bat-obatan, alkohol, garam empedu, zat iritan lainnya dapat merusak mukosa lambung (gastritis erosif). Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak maka terjadi difusi HCl ke mukosa dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merangsang pelepasan histamine dari sel mast. Histamine akan menyebabkan peningkatan pemeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intra sel ke ekstrasel dan meyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada lambung. Lambung dapat melakukan regenerasi mukosa oleh karena itu gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya.

Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukasa lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan menurun atau hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap diusus halus.

Sementara vitamin B12 ini berperan penting dalam pertumbuhan dan maturasi sel

darah merah. Selain itu dinding lambung menipis rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan (Suratum, 2010).


(28)

2.1.5 Pencegahan dan Penanganan Gastritis

Penyembuhan penyakit gastiritis harus dilakukan dengan memperhatikan diet makanan yang sesuai. Diet pada penyakit gastritis bertujuan untuk memberikan makanan dengan jumlah gizi yang cukup, tidak merangsang, dan dapat mengurangi laju pengeluaran getah lambung, serta menetralkan kelebihan asam lambung. Secara umum ada pedoman yang harus diperhatikan yaitu :

a. Makan secara teratur. Mulailah makan pagi pada pukul 07.00 Wib. Aturlah tiga kali makan makanan lengkap dan tiga kali makan makanan ringan. b. Makan dengan tenang jangan terburu-buru. Kunyah makanan hingga hancur

menjadi butiran lembut untuk meringankan kerja lambung.

c. Makan secukupnya, jangan biarkan perut kosong tetapi jangan makan berlebihan sehingga perut terasa sangat kenyang.

d. Pilihlah makanan yang lunak atau lembek yang dimasak dengan cara direbus, disemur atau ditim. Sebaiknya hindari makanan yang digoreng karena biasanya menjadi keras dan sulit untuk dicerna.

e. Jangan makan makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin karena akan menimbulkan rangsangan termis. Pilih makanan yang hangat (sesuai temperatur tubuh).

f. Hindari makanan yang pedas atau asam, jangan menggunakan bumbu yang merangsang misalnya cabe, merica dan cuka.

g. Jangan minum minuman beralkohol atau minuman keras, kopi atau teh kental.


(29)

i. Hindari konsumsi obat yang dapat menimbulkan iritasi lambung, misalnya aspirin, vitamin C dan sebagaianya.

j. Hindari makanan yang berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat, keju dan lain-lain).

k. Kelola stres psikologi seefisien mungki (Misnadiarly, 2009).

2.1.6 Diet Penyakit Gastritis/Penyakit Lambung

Diet penyakit gastritis adalah untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta mencegah dan menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan. Syarat-syarat diet penyakit gastritis adalah:

a. Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.

b. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.

c. Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.

d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.

e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah.

f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya tahan terima perorangan).

g. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak dianjurkan minum susu terlalu banyak.


(30)

h. Makan secara perlahan dilingkungan yang tenang.

i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk memberi istirahat pada lambung.

Toleransi pasien terhadap makanan sangat individual, sehingga perlu dilakukan penyesuaian, frekuensi makan dan minum susu yang sering pada pasien tertentu dapat merangsang pengeluaran asam lambung secara berlebihan. Perilaku makan tertentu dapat menimbulkan gastritis misalnya porsi makan terlalu besar, makan terlalu cepat atau berbaring/tidur segera setelah makan (Almatsier, 2010).

2.1.7 Jenis Makanan yang Boleh dan Tidak boleh diberikan kepada Penderita Gastritis (Almatsier,2010).

No Jenis Bahan Makanan Boleh diberikan Tidak Boleh Diberikan

1. Sumber hidrat arang (nasi atau penggantinya).

Beras, kentang, mie,bihun, makaroni, roti, biskuit dan tepung- tepungan.

Beras ketan, bulgur, jagung cantel,singkong, kentang goreng, cake, dodol. 2. Sumber protein hewani. Ikan, hati, daging sapi,

telur ayam, susu.

Daging, ikan, ayam (yang diawetkan/dikalengkan

digoreng,dikeringkan atau didendeng), telur ceplok atau goreng.

3. Sumber Protein Nabati. Tahu, tempe, kacang

hijau direbus atau dihaluskan.

Tahu, tempae, kacang merah, kacang tanah yang digoreng atau panggang.

4. Lemak. Margarine, minyak (tidak

untuk menggoreng dan


(31)

santan encer).

5. Sayuran. Sayuran yang tidak bnyk

serat dan tidak menimbulkan gas.

Sayuran yang banyak mengandung serat dan menimbulkan gas, sayuran mentah.

6. Buah-bauhan. Pepaya, pisang rebus,

sawo, jeruk garut, sari buah.

Buah yang banyak mengandung serat, dan menimbulakn gas mis; jambu, nenas, durian, nangka dan buah yang dikeringkan.

7. Bumbu-bumbu. Gula, garam, vitsin,

kunyit, kunci, serasi, salam, lengkuas, jahe dan bawang

Cabai, merica, cuka, dan bumbu bumbu yang merangsang.

2.2 Pola Makan

2.2.1 Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah atau jenis makanan dengan maksud tertentu. (Depkes RI ,2009). Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Sedangkan yang dimaksud pola makan sehat dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis bahan makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola


(32)

makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Anonym, 2009).

Pola makan yang baik selalu mengacu kepada gizi yang seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan dan seimbang. Tidak diragukan, terdapat enam unsur gizi yang harus dipenuhi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan zat gizi makro sebagai sumber energi, sedangkan vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur kelancaran metabolisme tubuh. Kebutuhan zat gizi tubuh hanya dapat terpenuhi dengan pola makan yang bervariasi dan beragam, sebab tidak ada satupun bahan makanan yang mengandung makro dan mikronutrien yang lengakap maka semakin beragam, semakin bervariasi dan semakin lengkap jenis makanan yang kita peroleh maka semakin lengkaplah perolehan zat gizi untuk mewujudkan kesehatan yang optimal (Prita, 2010).

Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. (Baliwati, 2004). Sedangkan menurut Santosa dan Anne, (2004) mengatakan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan oleh setiap orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

Pendapat pakar yang berbeda-beda dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan


(33)

setiap hari yang meliputi jenis makanan dan frekwensi makan yang berdasarkan pada beberapa faktor yaitu :

1. Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang di inginkannya. Sebagai contoh nasi untuk orang asia dan orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, carry untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makanan-makanan lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian selatan lebih banyak menyukai goreng-gorengan.

2. Agama/kepercayaan

Agama/ kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Ortodoks mengharamkan daging babi, agama Roma Khatolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol. 3. Status sosial ekonomi

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status social dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menengah kebawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok social juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan seafood disukai oleh beberapa kelompok


(34)

masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.

4. Personal preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka ikan, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makan kerang, begitu juga dengan anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering dihidanghkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya.

5. Rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh system sraf pusat, yaitu hipotalamus.

6. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit sering kali membuat individu memilih makanan


(35)

yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar daripada makan. Pola makan yang dianjurkan adalah pola yang sumbangan energinya 60-70% berasal dari karbohidrat , 15-20% dari protein dan 20-30% dari lemak, disamping cukup akan vitamin, mineral dan serat. Pola makan tersebut terbagi dalam 3 periode yaitu sarapan, makan siang dan makan malam. Peranan sarapan tidak boleh diabaikan, karena makanan menentukan kerja tubuh dari pagi hingga siang hari.

2.2.2 Tujuan Makan

Secara umum tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh energi yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Uripi, 2004). Tujuan utama dari makanan yang kita makan adalah untuk menyediakan berbagai nutrisi penting yang ditemukan dalam makanan yaitu: karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Nutrisi ini melakukan tiga fungsi dasar yaitu: memberikan energi untuk metabolisme tubuh, meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan, serta membantu mengatur proses tubuh.

Fungsi makanan bagi tubuh yaitu : sebagai sumber energi (tenaga), sumber bahan pembangun sel dan jaringan tubuh serta menggantikan sel-sel tubuh yang rusak atau tua, dan pengatur proses yang terjadi di dalam tubuh serta sebagai pelindung tubuh terhadap berbagai penyakit. Energi yang diperlukan aktivitas tubuh berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat dan lemak. Zat yang


(36)

berfungsi sebagai bahan pembangun tubuh adalah protein. Zat pengatur dan pelindung tubuh terdiri dari mineral, vitamin dan air (Wenny, 2010).

2.2.3 Jumlah/porsi makanan yang dikonsumsi

WHO, secara sederhana menggambarkan kebutuhan pangan yang dikonsumsi sebagai sebuah piramida makanan. Bagian terbawah piramida makanan tersusun atas bahan-bahan pangan sumber karbohidrat (roti, nasi, seral, pasta, jagung dan lain-lain), yang dianjurkan untuk dikonsumsi sebanyak 6-11 porsi sehari. Bagian tengah piramida terdiri atas 2-4 porsi buah-buahan, 3-5 porsi sayur- sayuran, 2-3 porsi daging, unggas, ikan, telur, dan kacang-kacangan. Sedangkan bagian atas piramida hanya terdiri atas sedikit lemak, minyak dan pemanis gula (Prita, 2010).

Sebagai pedoman secara umum setiap hari dianjurkan makan tiga kali sehari yang terdiri dari 1 piring nasi atau penukarnya, 1 potong ikan atau penukarnya, 1 potong tempe atau penukarnya, 1 mangkok sayuran dan buah-buahan. Kita harus menyeimbangkan jumlah kalori yang masuk dengan jumlah energy yang dikeluarkan. Porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Dalam mengkonsumsi makanan haruslah seimbang dengan kebutuhan remaja atau dewasa yang disesuaikan dengan umur dan porsi ini disesuaikan dengan piramide makanan yaitu karbohidrat 50-60%, lemak 25-30% dan protein 15-20%. Apabila jumlah kalori yang masuk lebih besar dari energi yang dikeluarkan maka akan mengalami kelebihan berat badan. Jumlah (porsi) standar yaitu:


(37)

a. Makanan pokok

Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie, jumlah atau porsi makanan pokok terdiri dari nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie untuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.

b. Lauk pauk

Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lau hewani, jumlah atau porsinya: daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 100 gram (dua potong).

c. Sayur

Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari dari tumbuh-tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain: sayur 100 gram.

d. Buah

Buah merupakan sumber vitamin terutama karoten, vitamin B1, vitamin B6, vitamin C, dan sumber mineral, jumlah atau porsi buah ukuran buah 100 gram, ukuran potongan 75 gram.

e. Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu makan pagi, makan siang maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk makanan selingan tidak terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau banyak).

f. Minuman

Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolisme tubuh, tiap jenis minuman berbeda-beda pada umumnya jumlah atau ukurannya untuk air putih dalam sehari lima kali atau lebih per gelas (2 liter perhari), atau


(38)

susu 1 gelas (200 gram). Jumlah (porsi) makanan tersebut di atas adalah sesuai dengan anjuran makanan menurut Achmad (2004).

Menurut Anonym (2009) bahwa porsi yang tepat pada saat makan memainkan peranan besar untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan. Menghidangkan porsi untuk semua kelompok makanan yang menentukan jumlah jenis tertentu nakanan yang harus dikonsumsi saat makan. Porsi yang tepat dan baik makan yang baik adalah:

a. Karbohidrat

Setengah cangkir beras, kentang tumbuk atau pasta adalah setara dengan satu porsi sekitar ukuran satu sendok es cream. Sebuah kentang kecil dipanggang, wafel atau sepotong roti juga satu porsi. Satu porsi roti jagung atau roll adalah seukuran sebatang sabun.

b. Sayuran dan buah-buahan

Satu porsi sayuran setara dengan secangkir sayuran yang dimasak atau ¾ cangkir jus sayuran. Satu porsi buah setara dengan setengah cangkir berry, apel sedang, atau setengah jeruk atau mangga. Sayuran dan buah harus seukuran kepalan tangan.

c. Daging, susu dan kacang

Satu porsi daging sama dengan tiga ons, sekitar satu dada ayam atau ¼ pon daging ukuran telapak tangan atau setumpuk kartu. Tiga ons ikan adalah ukuran buku cek. Satu porsi susu sama dengan ½ - 1 ons keju atau satu cangkir susu atau yoguart. Satu cangkir kacang dimasak sama dengan ukuran kepalan atau bola tenis.


(39)

d. Satu porsi makanan ringan sama dengan tiga atau empat crackers, segenggam keripik atau pretzel, satu sendok es criem atau satu ons coklat. Satu porsi mentega adalah seukuran perangko tetapi setebal jari. Satu porsi salad dressing sama dengan dua sendok makan seukuran bola ping-pong.

2.2.4 Jenis makanan yang dikonsumsi

Jenis makanan yang kita konsumsi harus mengandung karbohidrat, protein, lamak dan nutrient spesifik. Karbohidrat kompleks bisa kita penuhi dari gandum, beras, terigu, buah dan sayuran. Pilih karbohidrat yang berserat tinggi dan kurangi karbohidrat yang berasal dari gula, sirup dan makanan yang manis-manis. Konsumsi makanan yang manis 3-5 sendok makan perhari.

Makanan terbagi atas 2 jenis yaitu makanan ringan/makanan selingan dan makanan utama yang memenuhi kalori tubuh sehari-hari. Makanan ringan atau makanan selingan atau snack yang terdiri dari makanan ringan kering, basah maupun berkuah adalah makanan yang dikonsumsi untuk selingan di sela-sela makanan utama. Makanan utama terdiri dari makanan pokok, lauk pauk hewani dan nabati, sayur, buah dan minuman. Di alam terdapat berbagai jenis bahan pangan baik yang berasal dari tanaman maupun yang berasal dari hewan. Diantara beragam jenis bahan pangan tersebut, ada yang kaya akan satu jenis zat gizi dan ada yang kekurangan zat gizi karena itu manusia memerlukan berbagai macam bahan pangan untuk menjamin agar semua zat gizi yang diperlukan tubuh dapat dipenuhi dalam jumlah yang cukup (Prita, 2010)

Kebutuhan tubuh akan serat sebanyak lebih dari 25 gram perhari. Untuk memenuhinya dianjurkan untuk mengkonsumsi buah dan sayur. Konsumsi protein


(40)

harus lengkap antara protein nabati dan protein hewani. Sumber protein nabati didapat dari kedelai, tempe dan tahu, sedangkan protein hewani berasal dari ikan, daging (sapi, ayam, kambing, kerbau). Sumber vitamin dan mineral terdapat pada vitamin A (hati, susu, wortel dan sayuran), vitamin D (ikan, susu dan kuning telur), vitamin E (minyak, kacang-kacangan dan kedelai), vitamin K (brokoli, bayam dan wortel), vitamin B (gandum, ikan, susu dan telur), serta kalsium (susu, ikan dan kedelai). Jenis makanan yang dikonsumsi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Makanan Utama

Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok, seperti nasi, lauk pauk, sayur, buah, dan minum.Makanan pokok adalah makanan yang dianggap memegang peranan penting dalam susunan hidangan. Pada umumnya makanan berfungsi sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang.

(Achmad, 2004). b. Makanan Selingan

Makanan selingan adalah makanan kecil yang dibuat sendiri maupun yang dijual di depan rumah atau di toko atau di supermarket. Makanan selingan menurut bentuknya terdiri dari :

- Makanan selingan bentuk kering seperti kripik pisang, kripik singkong, kacang telor, pop corn dan sebagainya.


(41)

- Makanan selingan berbentuk basah seperti lemper, semar, mendem, tahu isi, pastel, pisang goreng dan sebagainya.

- Makanan selingan berbentuk kuah seperti bakso, mie ayam, empek-empek, mie ketupat dan sebagainya.

2.2.5 Fungsi makanan

Setiap makhluk hidup akan membutuhkan makanan untuk dapat tetap bertahan hidup. Mengapa manusia memerlukan makanan? karena makanan diperlukan tubuh manusia untuk pertumbuhan dan melakukan kegiatan sehingga tubuh tetap sehat. Asupan gizi yang baik tidak akan terpenuhi tanpa makanan yang sehat. Makanan yang sehat adalah makanan yang mengandung semua zat gizi. Zat gizi tesebut di butuhkan tubuh untuk memperoleh energi. Selain itu, zat gizi digunakan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan sel-sel tubuh serta memelihara kesehatan. Zat zat makanan yang diperlukan tubuh diantaranya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan, air. Berikut ini merupakan fungsi umum dari makanan yang kita makan setiap hari:

a. Untuk memberikan tenaga atau energi pada tubuh makhluk hidup sehingga dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari.

b. Sumber pengatur dan pelindung tubuh terhadap penyakit

c. Sumber pembangun tubuh baik untuk pertumbuhan maupun perbaikan tubuh.


(42)

e. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan, misalnya keseimbangan air, keseimbangan asam-basah dan keseimbangan mineral didalam cairan tubuh.

Untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia dan untuk memperoleh energi agar manusia dapat melakukan kegiatan fisiknya sehari-hari, maka tubuh manusia harus dipenuhi kebutuhan zat-zat makanan atau zat-zat gizinya. zat-zat makanan yang diperlukan itu dapat dikelompokkan menjadi 6 macam yaitu karbohidrat, vitamin, lemak, protein, mineral dan air.

2.2.6 Frekwensi Makan

Menu sehari (frekuensi makan) adalah susunan hidangan yang disajikan dalam sehari beberapa kali waktu makan. Frekuensi makan adalah jumlah waktu makan dalam sehari meliputi makanan lengkap (full meat) dan makan selingan (snack). Makanan lengkap biasanya diberikan tiga kali sehari (makan pagi, makan siang dan makan malam), sedangkan makanan selingan biasa diberikan antara makan pagi dan makan siang, antara makan siang dan makan malam atau setelah makan malam. Frekuensi makan di suatu institusi berkisar anatara tiga hingga enam kali sehari tergantung dari biaya tenaga kerja yang tersedian.

Frekwensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kwalitatif maupun kwantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai ke usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Umumnya lambung kosong antara 3-4 jam maka jadwal makan inipun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).


(43)

Frekuensi yang telah distandarkan oleh Depkes di mana anjuran makan satu hari rata-rata remaja/dewasa secara umum orang Indonesia dengan energi 2550 kkl dan protein 60 bagi laki-laki dan bagi perempuan 1900 dan proteinnya 50. (Depkes RI, 2009). Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri . Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar.

2.2.7 Jadwal makan

Jadwal makanan sama dengan manusia pada umumnya, yaitu pagi (jam 07.00-08.00), selingan (jam 10.00) siang (jam 13.00-14.00), selingan (jam 17.00) sore/malam (jam 19.00). Jadwal adalah teratur makan pagi, selingan pagi, makan siang, selingan siang dan makan malam, makan ini sama dengan manusia pada


(44)

umumnya, yaitu pagi, siang dan sore. Disini hanya ditekankan untuk mengkonsumsi makanan yang tidak menyebabkan pengeluaran asam lambung secara berlebih. Jadi jadwal makan harus teratur, lebih baik makan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur daripada makan dalam porsi banyak tapi tidak teratur (Almatsier, 2010).

Direktorat Gizi Masyarakat Republik Indonesia mengeluarkan Pedoman Umum Gizi seimbang sebagai berikut:

1. Makan aneka ragam makanan

2. Makan makanan untuk memenuhi kecukupan energy

3. Makan makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energy

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energy

5. Gunakan garam beryodium

6. Makan makanan sumber zat besi

7. Berikan ASI pada bayi

8. Biasakan makan pagi

9. Minum air bersih, aman yang cukup jumlahnya

10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur 11. Hindari minum minuman beralkohol

12. Makan makanan yang aman bagi kesehatan 13. Beri label pada makanan yang dikemas.


(45)

2.2.8 Cara Pengolahan Makanan

Dalam menu Indonesia pada umumnya makanan dapat diolah dengan cara sebagai berikut :

a. Merebus (boiling) adalah mematangkan makanan degan cara merebus suatu cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panci sampai mencapai titik didih 1000 C.

b. Memasang (braising) adalah cara memasak makanan dengan menggunakan sedikit cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan teknik ini adalah daging.

c. Mengukus (steaming) adalah proses mematangkan makanan dalam uap air.

d. Bumbu-bumbuan (simmering) hampir sama dengan mengukus tapi setelah dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu.

Agar zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan tidak banyak rusak atau hilang, maka makanan sebaiknya diolah dengan cara sebagai berikut:

a. Memasak lebih dekat dengan waktu makan.

b. Menggunakan api kecil atau memasak dengan cepat (pressure cooker). c. Memasak bahan makanan dalam keadaan utuh lebih baik daripada

memasak potongan terutama sayuran yang umumnya mengandung vitamin B dan C yang mudah larut dalam air.

d. Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa dipotong-potong terlebih dahulu.


(46)

e. Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu terlalu lama karena kandungan zat gizinya akan lebih banyak yang hilang.

2.2.9 Membentuk Pola Makan yang Baik

Pola makan yang baik merupakan hasil dari sebuah rangkaian proses upaya untuk membentuk pola makan yang baik hendaknya dilaksanakan secara dini. Lingkungan sangat besar peranannya dalam membentuk pola makan seseorang. Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam membentuk pola makan yang baik yaitu :

a. Menyediakan makanan yang bervariasi.

b. Makan makanan sumber tepung-tepungan, lauk pauk, sayuran dan buah. c. Kurangi makanan belemak.

d. Batasi makanan bergula.

e. Kurangi makanan yang banyak mengandung garam. f. Makan teratur.

g. Memberikan pengetahuan gizi.

h. Menciptakan suasana yang menggembirakan saat makan. i. Menananmkan norma-norma yang berkaitan dengan makanan. j. Menanamkan adat sopan santun saat makan.

Pada kasus gastritis diawali dengan pola makan yang tidak teratur sehingga mengakibatkan peningkatan produksi asam lambung yang memicu terjadinya nyeri epigastrium.


(47)

2.3 Stres

Stres merupakan keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal (stimulus) yang dapat membahayakan, tak terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis (respon) dan melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi tersebut (Al Banjary, 2009).

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang sakit, tidak saja datang dari satu macam pemicu tetapi ada beberapa faktor pemicu stres yaitu :

1. Faktor intrinsik dalam pekerjaan seperti tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan, dan faktor tugas mencakup kerja malam, beban kerja, resiko dan bahaya.

2. Faktor struktur dan iklim kelompok adalah terpusat pada ssejauh mana individu dapat berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan sehuubngan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatkan produktivitas dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.

3. Faktor ciri-ciri individu sebagai faktor alainnya yang dapat memicu terjadinya stres artinya stres ditentukan oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai kondisi stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis dan bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus


(48)

dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan (intelegensi, pendidikan, pelatihan dan pembelajaran). Faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensil (Davis dan Newstrom dalam Margiati, 1999).

2.3.1 Tahapan Stres

Seseorang yang stres akan mengalami beberapa tahapan stres, sebagaimana dikemukakan oleh Dadang Hawari (2001) bahwa tahapan stres yaitu:

1. Stres tahap pertama (paling ringan) yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan menjadi tajam. 2. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan seperti bangun pagi

tidak segar atau letih, cepat lelah pada saat menjelang sore, mudah lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung dan perut tidaknyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal ini terjadi karena cadangan makanan tidak memadai.

3. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi yang tidak teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan


(49)

susah tidur lagi, bangun terlalu pagi, koordinasi tubuh terganggu dan terasa mau jatuh pingsan.

4. Tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidakmampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidakadekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.

5. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya ras takut dan cemas, bingung dan panik.

6. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda seperti jantung bedebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, lemah serta pingsan.

Davis dan Newstrom dalam Margiati (1999) bahwa stres kerja disebabkan oleh tugas yang telalu banyak, terbatanya waktu, kurang mendapatkan tanggungjawab, ambiguitas peran, perbedaan nilai, frustrasi,perubahan tipe pekerjaan dan perubahan atau konflik peran. Tugas yang terlalu banyak memang tidak selalumenjadi penyebab stres, namun akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi individu. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, individu dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditetapkan atasan.


(50)

Gastritis

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini untuk mengidentifikasi gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati di yayasan Santa Maria. Kerangka yang disusun pada penelitian ini yaitu kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian (Setiadi, 2007).

Gambar 3.1 Kerangka penelitian gambaran pola makan dalam terjadinya Gastritis pada biarawati di yayasan Santa Maria.

Pola makan

1. Jenis makanan 2. Frekwensi makan 3. Jadwal makan 4. Porsi makan


(51)

3.2. Defenisi Konseptual dan Operasional

3.2.1 Defenisi Konseptual

Gastritis adalah suatu peradangan yang menyerang lapisan mukosa lambung, dapat bersifat akut dan juga dapat bersifat kronis yang paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau terlambat makan atau makan makanan yang terlalu berbumbu.

3.2.2 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Ukur

Hasil Ukur

1. Pola Makan

a.Jenis makanan

b.Frekwensi makan

c.Jadwal makan

d.Porsi makan

Pola makan merupakan suatu kebiasaan responden makan sehari-hari dan dinilai bagaimana responden makan pagi, makan siang dan makan malam serta bagaimana responden mengkonsumsi makanan tambahan setiap hari.

Jenis makanan merupakan suatu variasi makanan yang kalau dimakan, dicerna dan diserap akan menghasilkan susunan menu sehat dan seimbang.

Frekuensi makan merupakan jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitaif atau makan 2 kali atau 3 kali sehari

Jadwal makan merupakan waktu makan secara teratur yaitu sarapan pagi, makanan selingan, makan siang dan makan malam.

Porsi makan merupakan suatu ukuran atau takaran makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal

Pola makan baik jika > skor 80-128.

Pola makan kurang jika skor < 32-79.

Jenis makan baik jika skor > 18-28 Jenis makan tidak baik jika skor < 7-17.

Frekuensi makan baik jika > skor16-24 Frekuensi makan kurang jika skor < 6-15.

Jadwal makan teratur jika skor > 26-40

Jadwal makan tidak teratur jika skor < 10-25.

Porsi makan baik jika skor > 23-36 Porsi makan kurang jika skor < 9-22


(52)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati yayasan Santa Maria. Penelitan ini menggunakan deskriptif yaitu pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau periode tertentu dan pengamatan studi hanya dilakukan satu kali selama penelitian.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah biarawati yang ada di yayasan Santa Maria dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Jumlah populasi yang ada sebanyak 250 orang.

4.2.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan random sampling di mana subjek dijadikan sampel yang merupakan populasi homogen dan hanya mengandung satu ciri yaitu jika besar populasi kurang dari 1000, maka sampel diambil 20%-30%, tergantung pada kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana. Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti mengambil sampel sebanyak 20% x 250 = 50 responden (Setiadi, 2007).


(53)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di biara yayasan Santa Maria yang ada di Medan daerah yang sudah dikenal dengan baik, mudah dijangkau oleh peneliti, dan keterbatasan waktu. Penelitian ini dilaksanakan pada 19 Oktober sampai 31 Oktober 2013.

4.4 Pertimbangan Etik

Peneliti menyerahkan langsung lembar persetujuan kepada responden, kemudian peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka diminta kepada responden untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden. Kerahasiaan catatan mengenai responden dijamin dengan menggunakan inisial responden atau memberi kode pada masing-masing lembar kuisioner dan membakar atau menyimpan instrumen penelitian setelah proses penelitian selesai dilaksanakan. Data-data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Penelitian ini juga telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU untuk diteliti karena tidak bertentangan dengan nilai dan norma kemanusiaan.


(54)

4.5 Instrumen Penelitian

4.5.1 Kuesioner Penelitian

Kuesioner penelitian untuk memperoleh informasi dari responden, dengan ini peneliti akan menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada kerangka konsep dan tinjauan pustaka kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu: kuesioner data demografi dan kuesioner pola makan terhadap terjadinya gastritis. Kuesioner tentang data demografi responden meliputi: nama, umur, pendidikan, suku. Kuesioner tentang pola makan terdiri dari 32 pernyataan yaitu: jenis makanan (pernyataan no 1-9), frekuensi makan (pernyataan no 10-16), jadwal makan (pernyataan no 17-26) dan porsi makan (pernyataan no 27-36). Bentuk pernyataan positif dengan jawaban Tidak Pernah (TP) =1, Kadang-kadang (KK)=2, Sering (SR)=3, Selalu (SL)=4 dan penyataan negatif Tidak Pernah (TP) =4, Kadang-kadang (KK)=3, Sering (SR)=2, Selalu (SL)=1. Skor tertinggi pola makan 128 dikurang skor terendah 32 dibagi menjadi dua kriteria berdasarkan skor kategori yaitu: dikatan baik jika skor 80-128 dan kurang jika skor 32-79, dan skor sub pola makan yaitu Skor tertinggi jenis makanan 28 dikurang skor terendah 7, dibagi menjadi dua kriteria berdasarkan skor kategori yaitu: dikatakan baik jika skor 18-28, dan tidak sesuai jika skor 7-17, skor tertinggi frekuensi makan 24 dikurang skor terendah 6 dibagi menjadi dua kriteria berdasarkan skor kategori yaitu dikatakan baik jika skor 16-24, dan kurang jika skor 6-15, skor tertinggi jadwal makan 40 dikurang skor terendah 10, dibagi menjadi dua kriteria berdasarkan skor kategori yaitu dikatakan teratur jika skor 26-40, dan tidak teratur jika skor 10-25, serta skor


(55)

tertinggi porsi makan 36 dikurang skor terendah 9, dibagi menjadi dua kritetia berdasarkan skor kategori yaitu dikatakan baik jika jika skor 23-36 dan kurang jika skor 9-22.

Berdasarkan rumus statistik Arlinda (2011) yaitu :

R I =

N

Keterangan : I : Interval Kelas

R : Nilai tertinggi dikurangi nilai terendah N : Jumlah kelas yang tersedia (Baik dan Buruk)

4.5.2. Validitas Instrumen

Instrumen yang dipakai oleh peneliti telah diuji validitasnya oleh dosen yang kompeten dalam bidangnya.

4.5.3 Reliabilitasi instrumen

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitasi) instrumen dilakukan uji reliabilitasi instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Uji reliabilitasi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur.

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil sama bila digunakan beberapa kali pada sekelompok sampel (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas internal yaitu pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen yang diuji cobakan kepada sekelompok responden. Uji reliabilitas ini dilakuakan dengan menggunakan rumus crombath


(56)

alpha untuk kuisioner gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis (Arikunto, 2010). Hasil analisa reliabilitas untuk kuesiner ini diperoleh bahwa kuesioner ini reliabel dengan hasil 0,79. Uji reliabilitas ini diujikan kepada biarawati St. Michael sebanyak 10 responden pada tanggal 10 Oktober 2013.

4.6 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah mengghunakan atau berpedoman pada kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah mendapat izin dari institusi pendidikan Program Studi Fakultas Keperawatan S1 Universitas Sumatera Utara, dan memberikan izin tersebut kepada Pimpinan Biara Yayasan Santa Maria.

Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya dan setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, dan calon responden tersebut diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Kemudian peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian. Bila semua data yang dibutuhkan peneliti telah dikumpulkan, maka selanjutnya peneliti akan menganalisa data.


(57)

4.7 Pengolahan dan Analisa Data

4.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data yang sudah terkumpul akan diolah melalui langkah-langkah berikut :

a. Editing

Dilakukan utk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi dengan mewawancarai ulang responden.

b. Coding

Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah oleh komputer.

c. Tabulating

Mengolah data kedalam bentuk tabel distribusi frekwensi untuk mempermudah analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan.

4.7.2 Analisa Data

Setelah data semua terkumpul maka dilakukan analisa data univariat dilakukandengan mendeskripsikan besarnya persentase pada seluruh variabel penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi baik dari data demogerafi, pola makan (jenis makanan, frekuensi makan, jadwal makan dan porsi makan). Tahap selanjutnya melakukan tabulasi data dan analisa yang sajikan dalam bentuk


(58)

tabel distribusi frekwensi dan persentase. Analisa data yang digunakan adalah analisa secara deskriptif dengan komputerisasi.


(59)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian setelah pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 19 Oktober sampai dengan tanggal 31 Oktober 2013 di yayasan Santa Maria. Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik responden gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis.

1.1.Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden mencakup umur, pendidikan dan suku. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berumur 18-35 tahun (46%) dan berumur 36-45 (30%). Responden pada umumnya berpendidikan SMU (44%) dan Perguruan Tinggi (38%). Responden mayoritas suku Batak (48%) dan suku Nias (16%)


(60)

Tabel. 5. 1 Distribusi Frekkuensi dan Persentase Karakteristik Responden (N=50)

Karakteristik Frekuensi Persentase

Umur

- 18-35 23 46,0

- 36-45 15 30,0

- 46-60 12 24,0

Pendidikan

- SMU 22 44,0

- Akademi 9 18,0

- Perguruan Tinggi 19 38,0

Suku

- Batak 24 48,0

- Nias 8 16,0

- Flores 7 14,0

- Sulawesi 3 6,0

- Jawa 3 6,0

- Sumba 4 8,0

- Timor Leste 1 2,0

1.2Gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati yayasan Santa Maria

Gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati yayasan Santa Maria dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kuesioner kepada responden. Gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati yayasan Santa Maria dibagi dalam empat subtopik yaitu jenis makan, frekuensi makan,, jadwal makan dan porsi makan.

Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 50 responden, sebanyak 40 orang (80%) responden jenis makanannya sesuai, frekuensi makan baik sebanyak 37 orang


(61)

(74%), jadwal makan teratur sebanyak 36 orang (72%), serta porsi makan baik sebanyak 44 orang (88%) responden.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kategori Pola Makan Responden (N=50)

Kategori Frekuensi Persentase

Pola Makan

Baik 37 74%

Kurang 13 26%

Jenis Makanan

Baik 40 80%

Tidak baik 10 20%

Frekuensi makan

Baik 37 74%

Kurang 13 26%

Jadwal Makan

Teratur 36 72%

Tidak Teratur 14 28%

Porsi Makan

Baik 44 88%

Kurang 6 12%

2. Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran pola makan dalam terjadinya gastritis pada biarawati di yayasan Santa Maria dengan sebanyak 50 responden terlibat dalam penelitian ini. Penelitian pola makan ini terdiri dari empat kategori yaitu jenis makanan, frekuensi makan, jadwal makan dan porsi makan.

2.1 Pola makan

Hasil penelitian diperoleh data 37 orang (74%) responden pola makannya baik dan 13 orang (26%) responden pola makannya kurang. Hal ini disebabkan karena mayoritas usia responden berada pada usia muda sehingga beban kerja


(62)

responden tidak terlalu berat dan bisa mengatur pola makan dengan baik. Pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat, yang dimaksud pola makan sehat dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis bahan makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Santosa dan Anne, (2004) mengatakan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan oleh setiap orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

2.1.1 Jenis makanan

Hasil penelitian diperoleh data 40 orang (80%) responden mengkonsumsi makanan yang sesuai dan 10 orang (20%) yang jenis makanannya tidak sesuai. Hal ini dapat disebabkan karena responden kurang perhatian akan kesehatan diri atau kurang mengerti apa akibat bila tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsi juga faktor kesibukan. Jenis makanan dengan kategori tidak sesuai yaitu makanan yang dapat meningkatkan asam lambung sedangkan kategori sesuai yang dikonsumsi responden agar tidak terjadi gastritis yaitu jenis makanan yang tidak dapat meningkatkan asam lambung. Jenis makanan merupakan salah satu faktor penyebab dari penyakit gastritis. Suratum (2010) mengatakan bahwa mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan dapat merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Pendapat ini juga didukung oleh Misnadiarly (2009) tentang jenis makanan yang dapat


(63)

mengakibatkan gastritis yaitu makanan yang pedas, makanan yang mengandung gas dan asam.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Sulastri, dkk (2012) pada 53 responden di Puskesmas Kampar Riau bahwa 44 orang (83%) responden jenis makanan tidak sesuai yaitu makanan yang instan, alkohol serta makanan yang mengandung kafein dan 9 orang (17%) responden jenis makanannya sesuai. Perbedaan hasil penelitian ini karena adanya perbedaan dari segi populasi dan sampel. Tetapi penelitian ini didukung oleh penelitian Rahmawati (2010) di puskesmas Lamongan didapatkan bahwa hasil prevalensi rasio (2,19%) untuk responden yang sangat rentan stres psikologis dan prevalensi rasio (4,67%) bahwa faktor utama terjadinya gastritis karena stres, kelelahan.

Jenis makan yang tidak sesuai dapat menimbulakan gastritis tetapi ada berbagai faktor penyebab asam lambung tinggi antara lain: aktivitas padat sehingga telat makan, stress tinggi yang berimbas pada produksi asam lambung berlebih. Faktor lain yaitu infeksi kuman (e-colli, salmonella atau virus), pengaruh obat-obatan, konsumsi alkohol berlebih (Purnomo, 2009) dan menurut Misnadiarly (2009), penyebab gastritis adalah iritasi, infeksi, dan atropi mukasa lambung yang berawal dari stres, alkohol, kafein, makan yang tidak teratur, infeksi Helicobacter pylori dan Mycobacteria spesies, serta obat-obatan seperti NSAIDs (Nonsteroidal Antiinflamatory Drugs).

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang jika dimakan, dicerna, diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang, jenis dan ragam makanan untuk mewujudkan kesahatan yang optimal (Prita,


(64)

2010). Tabel distribusi frekuensi berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi responden 20% kategori yang tidak sesuai dan 80% kategori yang sesuai. Hal ini disebabkan karena responden tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsinya, faktor kesibukan, mengkonsumi makanan yang pedas, makanan yang keasamannya tinggi, makanan yang banyak mengandung lemak/goreng-gorengan, makanan yang mengandung kafein seperti kopi yang dapat meningkatkan produksi asam lambung dan pada akhirnya kekuatan dinding lambung menurun. Tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada dinding lambung dan menyebabkan penyakit gastritis (Misnadiarly, 2009). Sebaiknya responden menghindari makanan yang bersifat merangsang dinding lambung yang memproduksi zat asam berlebihan diantaranya makanan yang pedas, asam makanan yang mengandung gas maupun yang banyak mengandung lemak atau goreng-gorengan yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis.

2.1.2. Frekuensi Makan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden ada 13 orang (26%) responden frekwuensi makanannya kurang dan 37 orang (74%) responden yang frekuensi makannya baik. Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Frekuensi makan merupakan intensitas makan dalam sehari yang meliputi makanan lengkap (full meat) dan makanan selingan (snack). Bila frekuensi makan sehari-hari semakin kecil, tidak memenuhi makanan lengkap dan makanan selingan maka akan rentan untuk terkena penyakit gastritis. Hal ini disebabkan perut dibiarkan kosong selama lebih dari tiga jam, sehingga asam lambungpun semakin banyak diproduksi oleh lambung. Secara


(65)

alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).

Penelitian Rahma, dkk (2013) menunjukkan bahwa lebih banyak responden dengan frekuensi makan yang tidak tepat/kurang (58,7%) dibandingkan dengan frekuensi makan yang tepat/sesuai, ini disebabkan karena kebanyakan responden hanya makan makanan lengkap dua kali yaitu siang dan malam, padahal yang tepat adalah makan makanan yang lengkap sebanyak tiga kali sehari sedangkan untuk makanan selingan, beberapa responden tidak dapat memenuhi makanan selingan minimal tiga kali sehari karena alasan ekonomi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Rahma yaitu responden tetap makan tiga kali sehari tetapi tidak tepat waktu dan makanan selingan jarang terpenuhi dengan alasan sibuk. Frekuensi makan yang tidak diperhatikan dengan baik akan mengakibatkan gangguan pada lambung sehingga menimbulkan penyakit maag atau gastritis, jadi bagi responden harus lebih memperhatikan frekuensi makannya serta frekuensi konsumsi makanan yang dianjurkan. Frekuensi yang telah distandarkan oleh Depkes di mana anjuran makan satu hari rata-rata remaja/dewasa secara umum orang Indonesia dengan energi 2550 kkl dan protein 60 bagi laki-laki dan bagi perempuan 1900 dan proteinnya 50. (Depkes RI, 2009).

2.1.3. Jadwal makan

Hasil penelitian diketahui bahwa jadwal makan untuk reponden dikategorikan makan teratur ada 36 orang (72%) responden dengan pola makan


(66)

teratur tiga kali sehari dengan selingan diantara makan pagi dan siang sedangkan untuk responden yang jadwal makan tidak teratur ada 14 orang (28%) responden. Jadwal makanan sama dengan manusia pada umumnya, yaitu pagi (jam 07.00-08.00), selingan (jam 10.00) siang (jam 13.00-14.00), selingan (jam 17.00) sore/malam (jam 19.00). Jadwal adalah teratur makan pagi, selingan pagi, makan siang, selingan siang dan makan malam, makan ini sama dengan manusia pada umumnya, yaitu pagi, siang dan sore. Jadwal makan harus teratur, lebih baik makan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur daripada makan dalam porsi banyak tapi tidak teratur (Almatsier, 2010).

Pola makan sehari-hari terlihat pada kebiasaan jadwal makan yang sering tidak teratur, seperti sering terlambat makan atau menunda waktu makan bahkan kadang tidak sarapan pagi atau tidak makan siang atau tidak makan malam sehingga membuat perut mengalami kekosongan dalam waktu yang lama. Jadwal makan yang tidak teratur tentunya akan dapat menyerang lambung yang dapat menimbulkan penyakit maag atau gastritis.

Tabel 5.2 menggambarkan distribusi frekuensi responden berdasarkan waktu makan responden adalah 72% dengan kategori teratur dan 28% berada pada kategori tidak teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki jadwal makan teratur sebesar 72% dan yang tidak teratur sebesar 28%. Gastritis atau sakit maag sering disebabkan jadwal makan yang tidak teratur, sering terlambat makan atau sering makan yang berlebihan. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Umumnya lambung kosong antara 3-4 jam maka jadwal makan inipun menyesuaikan dengan kosongnya lambung


(67)

(Okviani, 2011). Pada tabel distribusi frekuensi penderita gastritis berdasarkan jadwal makan ada 28% kategori tidak teratur makan. Makan tidak teratur atau terlambat makan akan mengakibatkan gastritis karena biasanya menunggu lapar baru makan dan saat makan langsung makan banyak atau hanya sedikit tapi jarang (Puspadewi, 2009).

Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rahma, dkk (2013) di puskesmas Kampli bahwa lebih banyak responden yang makan teratur (55,8%) dibandingakan dengan yang makan tidak teratur (44,2%). Ketidakteraturan makan merupakan faktor resiko terjadinya gastritis hal ini disebabkan waktu responden cukup terbatas terhadap waktu makan setiap hari, melihat usia responden antara 18-60 (usia produktif) dengan kemampuan kerja yang cukup tinggi sehingga waktu makan tidak teratur.

2.1.4. Porsi Makan

Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa hasil penelitian menunjukkan ada 44 orang (88%) responden yang makannya baik dan 6 orang (12%) responden yang makannnya kurang. Hasil penelitan menunjukkan porsi makan dapat menpengaruhi terjadinya gastiritis bagi responden. Porsi makan perlu diperhatikan oleh responden yang mengalami gastritis untuk meringankan pekerjaan saluran pencernaan dimana sebaiknya makan dalam porsi kecil tapi sering. Menghindari makan dalam keadaan lapar, makan tergesa-gesa dapat mengakibatkan terjadinya gastritis. Biasanya menunggu lapar, baru makan, makan terburu-buru dan saat makan langsung makan terlalu banyak (Puspadewi, 2009).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Kornelia Minggu

Tempat,tanggal lahir : Makale (Toraja), 21 Agustus 1969 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

Alamat : Perum. Akper Stella Maris C/13 – MAKASSAR (Komplex Asrama Haji)

Kewarganegaraan : Indonesia

Telephone : 0852 0645 9449, 0821 8945 9911

Email

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

1976-1982 : SD Katolik – Tana Toraja. Pendidikan Formal

1982-1985 : SMP Katolik – Tana Toraja. 1985-1988 : SMA Negeri I – Tana Toraja. 1993-1996 : AKPER St. Elisabeth Medan.

2012 s/d saat ini : S1 Keperawatan Fak. Keperawatan USU Medan.

2000-2001 : Kursus Bahasa Portugal dan bahasa Inggris di Timor Pendidikan Non Formal

Leste Dili.

2003 : Kursus Pendidikan Nilai di Semarang. 2007 : Kursus Fully Alive di Padang


(6)

1996-2000 : Pimpinan Klinik TABITA – Gunungsitoli Nias. Pekerjaan

2000-2005 : Pimpinan Biara dan Pimpinan Klinik Mother of Mercy Dili Timor Leste.

2000-2005 : Bendahara SMP dan SMU Sint Paul Timor Leste Dili. 2001-2005 : Sekretaris LSM Caritas HIV/AIDS Timor Leste Dili. 2001-2005 : Kerjasama dengan Norwegia untuk menangani pasien

TBC Timor Leste Dili.

2007-sekarang : Penulis tetap dan staf redaksi Majalah Gema Keuskupan Padang.

2005-2008 : Pimpinan Biara dan Kabag. Unit Home Care, Pastoral Care RS Yos Sudarso Padang Sumatera Barat.

2008-2011 : Pimpinan Biara dan Pimpinan Klinik RS Yos Sudarso Padang-Pasaman.

2011-2012 : Sekretaris Yayasan Santa Maria Bunda Pertolongan Abadi dan Pimpinan PA. Monaco Gunungsitoli Nias.