Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN GASTRITIS
PADA REMAJA DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-
QOLAM GINTUNG, JAYANTI, TANGERANG
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi PersyaratanMemperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:
WAHYU PRATIWI
109104000005
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
(2)
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi saya ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 26 September 2013
(3)
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, September 2013
Wahyu Pratiwi, NIM : 109104000005
Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
xvi + 86 halaman + 14 tabel + 3 bagan + 8 lampiran
ABSTRAK
Penyakit gastritis terjadi pada orang-orang yang memiliki pola makan tidak teratur dan memakan makanan yang merangsang produksi asam lambung. Prevalensi Angka kejadian gastritis menurut WHO (2009) pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Sampel penelitian adalah santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang dengan jumlah 60 responden yang diambil dengan metode Stratified random sampling. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik chi-square. Hasil analisis univariat menunjukan 55% mayoritas responden memiliki gastritis. Analisa bivariat dengan uji chi-square, hasil analisa didapatkan ada hubungan umur dengan gastritis (P value = 0,003), ada hubungan jenis kelamin dengan gastritis (P value = 0,004), ada hubungan jenis makan dengan gastritis (P value = 0,023), ada hubungan pola makan dengan gastritis (P value = 0,000), tidak ada hubungan frekuensi makan dengan gastritis (P value = 0,165), dan tidak ada hubungan porsi makan dengan gastritis (P value = 0,436). Diharapkan kepada Pondok Pesantren Daar El-Qolam dapat memberikan edukasi yang terstruktur dan bertahap, yang dapat menambah pengetahuan santri tentang pengendalian dan pencegahan gastritis.
Kata kunci: Gastritis, Pola makan Daftar Bacaan: 45 (2001 – 2010)
(4)
iv
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH PROGRAM
Thesis, September 2013
Wahyu Pratiwi, NIM : 109104000005
The Relationship Between Diet and Gastritis of Teenage at Daar El-Qolam Boarding School Gintung, Jayanti, Tangerang
xvi + 86 pages + 14 tables + 3 charts + 8 attachments
ABSTRACT
Gastritis disease occurs in people who have irregular eating patterns and food that stimulates the production of stomach acid. Prevalence about incidencing of gastritis according to WHO (2009) in several regions in Indonesia is quite high with a prevalence of 274.396 cases in 238,452,952 inhabitants. The purpose of this study is to examine the relationship between diet and gastritis of teenage at Daar El-Qolam Boarding School Gintung, Jayanti, Tangerang. This is a quantitative research with Cross Sectional design study. The samples of the research from the students of Daar El-Qolam Boarding School Gintung, Jayanti, Tangerang with 60 respondents drawn by Stratified random sampling method. Then, the data obtained was performed chi-square statistical test. The results of Univariate analysis showed 55% majority of respondents have gastritis. The results of Bivariate analysis with chi-square test, in the analysis, there is a relationship of the age and gastritis (P value = 0.003), sex and gastritis (P value = 0.0004), the kind of food and gastritis (P value = 0.023), diet and gastritis (P value = 0.000), but there is no relationship meal frequency and gastritis (P value = 0.165), and no relationship food and gastritis (P value = 0.436). Supposed Daar El-Qolam Boarding School can provide the students to increase their knowledge about controlling and preventing of gastritis structured and gradual.
Key Words: Gastritis, Diet References: 45 (2001 – 2010
(5)
v
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN GASTRITIS PADA
REMAJA DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM
GINTUNG, JAYANTI, TANGERANG
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
WAHYU PRATIWI 109104000005
Pembimbing I
Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB
NIP. 197311062005012003
Pembimbing II
Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc
(6)
ii
PERNYATAAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judulHUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN GASTRITIS PADA
REMAJA DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM
GINTUNG, JAYANTI, TANGGERANG
Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:
WAHYU PRATIWI NIM: 109104000005
Pembimbing I
Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB
NIP. 197311062005012003
Pembimbing II
Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep,MSc
NIP. 19800802 200604 2001 Penguji I
Nia Damiati, S. Kp, M. Sc
NIP. 19801119 201101 2006
Penguji II
Ns. Eni Nuraini Agustini S.Kep,MSc
(7)
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Ciputat, September 2013
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Ns.Waras Budi Utomo,S.kep,MKM NIP : 197905202009011012
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(8)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Wahyu Pratiwi
Tempat, Tgl lahir : Jakarta, 22 Maret 1991 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Pondok Pekayaon Indah Blok CC 15 No 22 Rt. 02 Rw. 16 Pekayaon Jaya Bekasi Selatan 17148
Hp : 08561409595
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. TK dan TPA Al-Muhajirin Bekasi (1996-2000)
2. MI Al-Muhajirin Bekasi (2000-2003)
3. SD Driewanti Bekasi (1998-2003)
4. MTs Ponpes Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang (2003-2006) 5. MA Ponpes Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang (2006-2009) 6. S-1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-2013)
(9)
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah Dzat yang memiliki sifat Rahman-Rahim, yang telah memberikan nikmat serta karunia-Nya, sehingga
penulis berhasil menyelesaikan tugas penyusunan skripsi yang berjudul “ Hubungan
Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam
Gintung, Jayanti, Tangerang “, guna memenuhi sebagian dari syarat-syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Di Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatulah Jakarta.
Shalawat teriring salam dipersembahkan teruntuk kekasih Allah, manusia suci,
berakhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur, rahmatan lil’alamin baginda Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua. Semoga kita mendapatkan syafaatnya-nya di hari kiamat nanti.
Selanjutnya ribuan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang sudi meluangkan waktunya dalam memberikan motivasi dan bimbingannya, khususnya pada:
1. Prof. Dr (hc). Dr. M.K. Tajudin, Sp. And dan Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
2. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM dan Ns. Eni Nur’aini Agustini, S. Kep, MSc selaku Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
(10)
3. Ernawati, Skp,M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing pertama skripsi, yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan motivasi kepada penulis, dengan ketulusan hati saya mengucapkan banyak terima kasih.
4. Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya selama membimbing peneliti dan dengan ketulusan hati saya mengucapkan banyak terima kasih.
5. Segenap Bapak/Ibu dosen atau staf pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.
6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
7. Segenap koordinator Pondok Pesantren Daar El-Qolam serta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sekaligus sebagai bahan rujukan proposal skripsi.
8. Almarhum Papah tercinta
Kangen...rasa kangen ini yang memberikan semangat bagi penulis untuk tetap tegar dalam melangkah, dan rasa rindu ini yang memberikan inspirasi penulis untuk tetap semangat dalam meraih cita-cita. Seiring ketegaran kaki melangkah, ditemani rasa rindu tak lupa penulis selalu mengirimkan doa.
9. Mamahku tersayang yang tiada henti-hentinya berusaha dan berjuang untuk mencukupi segala kebutuhan material, dan yang selalu memberikan kasih sayang,
(11)
perhatian, dukungan, baik moril maupun spiritual serta mengajarkan penulis untuk tegar dalam menjalani hidup, terima kasih mamah...
10. Ka Hendrik, Mba Vica, keponakanku Adik Khalila yang imut-imut, terima kasih atas dukungan dan bimbingannya, dan inspirasi untuk tetap semangat dalam meraih cita-cita.
11. Some one spesial, Mr. Satrio, kehadiranmu membuat semangat tersendiri untuk penulis menjadi yang terbaik.
12. Bapak, Ibu dan adeku patria di Magelang terima kasih atas perhatian, kasih sayang, dukungan serta doanya, sehingga penulis termotivasi menjadi lebih baik.
13. Untuk sahabat terbaik : Sumi, Yanti, Inggar, Ryani, K Ayu, Arum, Anggi, Winda, dan Shelly, tetap berjuang, jangan mudah putus asa. Terima kasih untuk kenangan selama 4 tahun yang tak akan penulis lupakan. SEMANGAT kawan!!
14. Rekan – rekan Angkatan 2009 Keperawatan Universitas Negeri Islam Syarif
Hidayatulah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Thank’s for you’re
support and attention.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya, terutama mahasiswa Universitas Negri Islam Syarif Hidayatulah Jakarta.
Jakarta, September 2013
(12)
DAFTAR ISI
JUDUL HAL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
(13)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pola Makan
1. Pengertian Pola Makan ... 8
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan ... 9
3. Pola Makan ... 13
4. Cara Pengelolaan Makanan ... 18
5. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi ... 19
B. Remaja 1. Pengertian Remaja ... 19
2. Pertumbuhan dan Perkembangan ... 19
3. Karakteristik Perilaku Remaja ... 20
4. Kebutuhan Zat Gizi Untuk Remaja ... 21
5. Permasalahan Gizi Remaja... 22
C. Gastritis 1. Pengertian Gastritis ... 29
2. Etiologi ... 30
3. Klasifikasi ... 31
4. Manifestasi Klinis ... 32
5. Komplikasi ... 32
6. Faktor-faktor Risiko ... 33
7. Diet Pada Gastritis ... 36
D. Penelitian Terkait ... 39
(14)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ... 42
B. Hipotesis Penelitian ... 44
C. Definisi Operasional ... 44
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 49
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 49
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian ... 50
2. Sampel Penelitian ... 50
D. Tehnik Pengambilan Sampling ... 52
E. Etika Penelitian ... 52
F. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian 1. Instrumen Penelitian ... 53
2. Uji Validitas dan Reabilitas ... 54
3. Metode Pengumpulan Data ... 55
G. Pengolahan Data ... 56
H. Teknik Analisa Data ... 58
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 60
B. Analisis Univariat 1. Gambaran Umur ... 62
(15)
3. Gambaran Frekuensi Makan ... 63
4. Gambaran Jenis Makan ... 64
5. Gambaran Porsi Makan ... 65
6. Gambaran Pola Makan ... 65
7. Gambaran Gastritis ... 66
C. Analisis Bivariat 1. Hubungan Usia dengan Gastritis ... 67
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gastritis ... 66
3. Hubungan Frekuensi Makan dengan Gastritis ... 69
4. Hubungan Jenis Makan dengan Gastritis ... 70
5. Hubungan Porsi Makan dengan Gastritis ... 71
6. Hubungan Pola Makan dengan Gastritis ... 72
BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Usia ... 73
2. Jenis Kelamin ... 74
3. Frekuensi Makan ... 75
4. Jenis Makan ... 76
5. Porsi Makan ... 77
6. Pola Makan ... 77
7. Gastritis ... 78
B. Analisis Bivariat 1. Usia Hubungannya dengan Gastritis ... 79
(16)
3. Frekuensi Makan Hubungannya dengan Gastritis ... 82
4. Jenis Makan Hubungannya dengan Gastritis ... 83
5. Porsi Makan Hubungannya dengan Gastritis ... 84
6. Pola Makan Hubungannya dengan Gastrits ... 85
C. Keterbatasan Penelitian ... 87
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(17)
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Definisi operasional ... 45
2. Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan usia responden ... 62
3. Tabel 5.2 Distribusi berdasarkan jenis kelamin responden ... 63
4. Tabel 5.3 Distribusi berdasarkan frekuensi makan responden ... 63
5. Tabel 5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis makan responden ... 64
6. Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan porsi makan responden ... 65
7. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi berdasarkan pola makan responden ... 65
8. Tabel 5.7 Distribusi frekuensi berdasarkan gastritis ... 66
9. Tabel 5.8 Hubungan antara usia dengan gastritis ... 67
10. Tabel 5.9 Hubungan antara jenis kelamin dengan gastritis ... 68
11. Tabel 5.10 Hubungan antara frekuensi makan dengan gastritis ... 69
12. Tabel 5.11 Hubungan antara jenis makan dengan gastritis... 70
13. Tabel 5.12 Hubungan antara porsi makan dengan gastritis... 71
(18)
DAFTAR BAGAN
1. Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 41 2. Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 42
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden 2. Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
3. Lampiran 3 Hasil Uji Validitas 4. Lampiran 4 Hasil Penelitian
(20)
(21)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Word Health Organization (WHO) mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi dari pada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita ( Lin et al, 2013).
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO tahun 2009 adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah (2006), di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%. Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, gastritis menempati
(22)
urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat tahun 2009 yaitu sebesar 202.577 kasus (11,18%).
Data Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2009, menyebutkan bahwa gastritis menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak dengan jumlah 7.729 kasus (12,26%) dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 9.773 kasus (12,20%). Pondok Pesantren Daar El-Qolam merupakan salah satu Pondok Pesantren di kota Tangerang dengan kasus gastritis yang meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data tahun 2009 terdapat sebanyak 220 santri menderita gastritis dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 300 santri. Kasus gastritis tersebut mengalami peningkatan lagi pada tahun 2011 menjadi 320 santri. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelima penyakit terbanyak di Pondok Pesatren Daar El-Qolam pada tahun 2011, dengan usia tersering penderita gastritis ialah antara 15-2 tahun. Jumlah Santri dengan keluhan gastritis pada bulan Januari tahun 2012 sebanyak 70 orang, bulan Februari 121 orang, bulan Maret 141 orang, dan bulan April 112 orang.
Gastritis atau lebih lazim kita menyebutkannya sebagai penyakit maag merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktifitas dan bila tidak ditangani dengan baik dapat juga berakibat fatal. Biasanya penyakit gastritis terjadi pada orang-orang yang memiliki pola makan tidak teratur dan memakan makanan yang merangsang produksi asam lambung. Beberapa infeksi mikroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Gejala-gejala sakit gastritis selain nyeri di daerah ulu hati adalah mual, muntah lemas kembung dan terasa sesak, nafsu makan menurun, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, pusing dan selalu bersendawa dan pada kondisi yang lebih parah, bisa muntah darah (Wijoyo, 2009).
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas faktor internal yaitu adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat
(23)
eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi. Beberapa faktor risiko gastritis adalah menggunakan obat aspirin atau antiradang non steroid, infeksi kuman Helicobacter pylori, memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami stres, kebiasaan makan yaitu waktu makan yang tidak teratur, serta terlalu banyak makan makanan yang pedas dan asam (Purnomo, 2009). Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari, pola makan terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makan. Dengan menu seimbang perlu dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan terbentuk kebiasaan makan makanan seimbang dikemudian hari. Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis memerlukan pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, 2009).
Dampak dari penyakit gastritis dapat mengganggu Keadaan gizi atau status gizi. Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang, baik atau normal maupun gizi lebih. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan penyakit berupa penyakit defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunnya kemampuan fungsional. Misalnya kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan badan cepat lelah, sedangkan pada remaja kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi kerja dan prestasi belajar, selain turunnya ketahanan tubuh terhadap infeksi sehingga mudah untuk terserang penyakit.
(24)
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneiliti delapan dari sepuluh santri memiliki pola makan yang kurang sehat seperti telat makan, suka makan makanan pedas, dan mengkonsumsi makan-makanan pedas dan goreng-gorengan yang dapat menyebabkan gastritis. Dari sepuluh santri yang diwawancarai, ada tujuh orang yang mengalami gejala gastritis. Peneliti memilih para santri karena fakta yang saya temukan banyak pada usia ini mereka umumnya memiliki gaya hidup yang kurang sehat seperti kurang memperhatiakn makanan yang dikonsumsi baik pola makan maupun jenis makanan. Menyediakan variasi makanan juga sangat berpengaruh, kerena menyediakan variasi makanan yang kurang menarik dapat menimbulkan kebosanan, sehingga mengurangi selera makan, dan lebih memilih makanan cepat saji. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“ Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.”
(25)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa santri yang sering telat makan, suka makan-makanan pedas, dan mengkonsumsi makanan sembarangan. Cara penyajian makanan yang kurang menarik, seperti rasa dan jenis makanan yang kurang baik, sehingga para santri lebih menyukai makan-makanan siap saji (fast food). Adapun pola makan yang terdiri dari frekuensi makan, porsi makan dan jenis makan yang tidak baik sangat mempengaruhi terjadinya gastritis, tidak jarang kondisi seperti ini menimbukan luka pada dinding lambung (Sediaotama, 2004).
Berdasarkan data-data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
“Adakah hubungn pola makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang ?”
(26)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
Tujuan Khusus:
Untuk Mengidentifikasi :
1. Kejadian Gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
2. Demografi (Usia dan Jenis kelamin) pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
3. Pola makan (Frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan atau porsi makan) pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
4. Hubungan demografi (usia dan jenis kelamin) dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
5. Hubungan pola makan (frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan atau porsi makan) dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi UIN Syarif Hidayatulah Jakarta khususnya PSIK
Secara akademik penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mahasiswa Keperawatan mengenai pengaruh pola makan terhadap terjadinya penyakit gastritis.
(27)
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi bagi petugas kesehatan untuk mengetahui pola makan sehari-hari terhadap terjadinya gastritis pada usia remaja sehingga dapat menjadi masukan dalam memberikan pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan mengenai perilaku hidup sehat terhadap terjadinya gastritis supaya tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian yang akan datang mengenai aspek lain tentang gastritis.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam ruang lingkup penelitian ini, penulis hanya membatasi pada pola makan yang terdiri dari frekuensi makan, porsi makan dan jenis makan terhadap terjadinya gastritis. Adapun tempat yang akan dilakukan penelitian tersebut di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.
(28)
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori dan Konsep Terkait 1. Pola Makan
a. Definisi
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan.
Sedangkan menurut Suhardjo (2005) pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.
Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk sutu kelompok masyarakat tertentu (Soegeng, 2004).
Pendapat dari berbagai sumber dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atas sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.
(30)
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan
Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan lingkungan, umur dan jenis kelamin (Sediaotama, 2004).
1) Faktor ekonomi
Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.
Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari. Sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan terhadap pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecendrungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger, dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.
(31)
2) Faktor sosial budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasehat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi.
Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajian serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari sisi kesehatan. tidak sedikit hal yang ditabukan merupakan hal yang baik jika ditinjau dari kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu mengonsumsi ikan laut karena dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari sisi kesehatan berlaku sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang biasanya memiliki pantangan makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
(32)
3) Agama
Pantangan yang didasari Agama, khususnya Agama Islam disebut haram dan individu yang melanggar hukum berdosa. Adanya makanan terhadap makanan/minuman tertentu di sisi agama dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.
4) Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan
rendah biasanya adalah ‘yang penting mengenyangkan’, sehingga porsi bahan
makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, sekelompok orang dengan pendidikan tinggi memiiki kecenderugan memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.
5) Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa
(33)
sekolah. Anak-anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin dan tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak. Sekolah diluar negeri menerapkan kegiatan makan siang bersama di sekolah. Hal ini akan membentuk pola makan yang positif pada anak, karena akan dibiasakan memiliki pola makan yang teratur, memenuhi kebutuhan biologis pencernaan dengan mengkonsumsi makanan bergizi, tidak hanya asal kenyang dengan jajanan.
Keberadaan iklan/promosi makanan ataupun minuman melalui media elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola makan. Tidak sedikit orang tertarik untuk mengonsumsi atau membeli jenis makanan tertentu setelah melihat promosinya melalui iklan di televisi., sehingga masyarakat dapat memilih bahan makanan yang diinginkan dengan tetap menerapkan prinsip gizi seimbang.
6) Faktor usia
Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali (Baliwati, 2004)
7) Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi
(34)
bagi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan Kebutuhan zat tenaga dan protein daripada wanita, karena secara kodrat pria diciptakan untuk tampil lebih aktif dan lebih kuat dari pada wanita (Baliwati, 2004).
Kebutuhan energi pada remaja laki-laki sangat tinggi dibanding remaja perempuan. Remaja laki-laki kemungkinan mengkonsumsi jumlah yang cukup untuk hampir semua zat gizi, walaupun pilihan makanannya bukanlah yang terbaik. Remaja perempuan kesulitan lebih banyak untuk mendapatkan vitamin dan mineral yang cukup dalam selang kalori yang dibutuhkan (Moore, 2005).
c. Pola Makan
Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan, dan jenis makan yang berdasarkan faktor – faktor sosial, budaya dimana mereka hidup (Hudha, 2006).
Menurut Koesmardini (2006) pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan memakan makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Sehingga kajian yang mempengaruhi pola makan dapat meliputi kegiatan dalam memilih pangan, cara memperoleh, menyimpan dan beberapa yang dimakan dan sebagainya.
Pola yang dianut oleh remaja dimiliki melalui proses belajar yang menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung selama hidupnya, hingga kebiasaan makan dan susunan hidangan masih bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya. Usia remaja
(35)
merupakan peralihan pola masa anak, namun pada usia remaja telah mendapatkan berbagai pengarahan dan bimbingan orang tua tentang makanan yang harus dikonsumsi guna pemenuhan kebutuhan yang mulai banyak aktifitasnya baik di sekolah maupun dirumah. Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekuensi makan, jenis makan dan porsi makan (Hudha, 2006).
Pola Makan terdiri dari : 1) Frekuensi makan
Frekuensi makan merupakan seringnya seseorng melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun makanan selingan. Menurut Suhardjo (2002) dalam Hudha (2006) frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan 1 kali makanan selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali makan utama atau kurang.
Pada umumnya setiap orang melakukan makanan utama 3 kali yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam atau sore. Ketiga waktu makan tersebut yang paling penting adalah makan pagi, sebab dapat membekali tubuh dengan berbagai zat makanan terutama kalori dan protein berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan remaja. Berdasarkan penelitian pereira dari University of minnesota school of public health menyatakan bahwa orang yang makan pagi dapat mengendalikan nafsu makan mereka lebih sepanjang hari itu. Itu juga dapat mencegah mereka makan secara berlebihan saat makan siang atau makan malam.
Makan siang diperlukan setiap orang maupun remaja, karena merasa sejak pagi merasa lelah akibat melakukan aktivitas. Di samping makanan utama yang dilakukan 3 kali biasanya dalam sehari makanan selingan
(36)
dilakukan sekali atau dua kali diantara waktu makan guna menanggulangi rasa lapar, sebab jarak waktu makan yang lama. Pola makan yang tidak normal dapat diidentifikasi kembali menjadi 2, yakni Majalahnh (2009) :
a) Makan dalam jumlah sangat banyak (binge eating disorder) mirip dengan bulimia nervosa di mana orang makan dalam jumlah sangat banyak, tetapi tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Akibatnya di dalam tubuh terjadi penumpukan kalori.
b) Makan di malam hari (night-eating syindrome), kurang nafsu makan di pagi hari digantikan dengan makan berlebihan, agitasi dan isomnia di malam harinya.
2) Jenis makanan
Jenis makanan yang dikonsumsi remaja dapat dikelompokan menjadi dua yaitu makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah dan minuman.
Makanan pokok adalah makanan yang dianggap memegang peranan penting dalam susunan hidangan. Pada umumnya makanan pokok berfungsi sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang (Sediaoetama, 2004). Makanan pokok yang biasa dikonsumsi yaitu nasi, roti, dan mie atau bihun.
3) Porsi makan
Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja menurut Sediaoetama (2004) dalam Hudha
(37)
(2006). Jumlah (porsi) standar bagi remaja antara lain : makanan pokok berupa nasi, roti tawar, dan mie instant. Jumlah atau porsi makanan pokok antara lain : nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant untuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram. Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani, jumlah atau porsi makanan antara lain : daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 100 gram (dua potong). Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain : sayur 100 gram. Buah merupakan suatu hidangan yang disajikan setelah makanan utama berfungsi sebagai pencuci mulut. Jumlah porsi buah ukuran 100 gram, ukuran potongan 75 gram.
Dalam menyusun menu seimbang diperlukan pengetahuan bahan makanan, karena nilai gizi setiap bahan makanan tiap kelompok tidak sama (Sulistyoningsih, 2010) sebagai berikut:
a) Golongan makanan pokok
Jenis padi-padian merupakan bahan makanan pokok yang memiliki kadar protein lebih tinggi dari umbi-umbian. Jika bahan makanan pokok yang digunakan berasal dari umbi-umbian maka harus disertai lauk dalam jumlah yang lebih besar. Porsi makanan pokok yang dianjurkan dalam sehari untuk remaja adalah sebanyak 300-500 gram beras atau sebanyak 3-5 piring nasi dalam sehari.
b) Golongan protein
Lauk sebaiknya terdiri dari campuran hewani dan nabati. Lauk hewani memiliki nilai biologi yang tinggi dibandingkan nabati. Porsi lauk yang dianjurkan untuk remaja dalam sehari adalah sebanyak 100 gram atau dua
(38)
potong ikan daging atau ayam, sedangkan porsi nabati dalam sehari sebanyak 100-150 gram atau 4-6 potong tempe. Tempe dapat diganti dengan tahu atau kacang-kacangan kering.
c) Golongan sayuran-sayuran
Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral. Sayuran daun berwarna hijau dan orange mengandung lebih banyak provitamin A, selain itu sayuran berwarna hijau juga kaya kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin C. semakin hijau warna sayuran, semakin banyak mengandung gizi. Setiap hari dianjurkan mengkonsumsi sayuran yang terdiri dari sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran dalam bentuk tercampur dianjurkan juga untuk remaja dalam sehari 150-200 gram atau sebanyak 1,5-2 mangkok dalam keadaan matang. d) Golongan buah-buahan
Buah berwarna kuning banyak mengandung provitamin A, sedangkan buah yang kecut pada umumnya kaya vitamin C. porsi buah yang dianjurkan untuk remaja dalam sehari adalah 2-3 potong, dapat berupa papaya atau buah-buahan lain.
e) Lain-lain
Menu yang disusun biasanya mengandung gula dan minyak, sebagai penyedap dan pemberi rasa gurih. Penggunaan gula biasanya sebanyak 35 gram/hari (2 ½ - 3 ½ sendok makan), sedangkan minyak sebanyak 25-50 gram/hari (2 ½ - 5 sendok makan).
(39)
d. Cara pengelolaan makanan
Dalam menu indonesia pada umumnya makanan dapat diolah dengan cara sebagai berikut :
1) Merebus (boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panci sampai mencapai titik didih (1000C).
2) Memasak (braising) adalah cara memasak makanan dengan menggunakan sedikit cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan tehnik ini adalah daging.
3) Mengukus (steaming) adalah proses mematangkan makanan dalam uap air. 4) Bumbu-bumbuan (simmering) hampir sama dengan mengukus tapi setelah
dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu.
e. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi
Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan yang disertai pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik (sediaoetama, 2004). Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya asupan makanan kurang dari kebutuhan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya, sehingga disebut gizi salah.
Keadaan gizi salah akibat kurang makan atau berat badan yang kurang merupakan hal yang banyak terjadi di berbagai daerah atau negara miskin. Sebaliknya keadaan gizi salah akibat konsumsi gizi berlebihan, merupakan fenomena baru yang semakin lama semakin meluas. Keadaan ini terutama
(40)
dialami oleh lapisan menengah keatas, yakni munculnya obesitas pada anak dan remaja perkotaan pada kategori ekonomi atas.
2. Remaja a. Definisi
Istilah remaja atau adolesence berasal dari bahasa latin adolesscere (kata bendanya, adolescentiayang berarti remaja) yang artinya “tumbuh” atau “tumbuh
menjadi dewasa” (Hurlock, 2006). Remaja adalah periode perkembangan dimana
individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun (potter&perry, 2005). Remaja berada dalam setatus interim sebagai akibat dari posisi yang diberikan oleh orang tua dan masyarakat dan melalui usahanya sendiri yang selanjutnya memberikan prestasi tertentu bagi dirinya (Soetjiningsih, 2005). Masa peralihan dari yang sangat bergantung dengan orang tua ke masa yang penuh tanggung jawab serta keharusan untuk sanggup berdiri sendiri. Berdasarkan dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan suatu periode dalam kehidupan manusia dimana dapat menjadi sebuah titik awal sebagai sebuah usaha mencapai kemandirian.
b. Pertumbuhan dan Perkembangan
Carson (2008) membagi remaja menjadi 3 fase, yaitu :
1) Remaja awal (early adolesence) sebagai awal pubertas, terjadi pematangan fisik dan perkembangan dan perkembangan ketakteristik seks primer dan sekundaer. Rentang usia 11-13 tahun pada perempuan dan 12-14 tahun pada laki-laki.
(41)
2) Remaja pertengahan (midle adolesence), kira-kira 14-16 tahun pada perempuan dan 15-17 tahun pada laki-laki, ditandai dengan usaha mencapai kemandirian.
3) Remaja akhir (late adolesence), sekitar 19 tahun, relatif stabil dalam hubungan dengan teman sebaya, akademik dan aktifitas waktu senggang, dan tanggung jawab keuangan.
Selain Carson (2008), ahli lain juga membagi masa remaja menjadi tiga periode kehidupan diantaranya Kozier, Stanhope&Lancaster serta Wong. Konzier (2006) membagi masa remaja menjadi remaja awal (12-13 tahun), remaja tengah (14-16 tahun), dan remaja akhir (17-20 tahun). Sedangkan Stanhope&Lancaster membagi menjadi remaja awal (10-13 tahun), remaja tengah (14-16 tahun), remaja akhir (17-21 tahun).
c. Karakteristik Perilaku Makan Remaja
Menurut Potter & Perry (2005) Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat menerima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali. Hal itu menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh akan lambat. Berikut ini karekteristik perilaku makan yang dimiliki remaja :
1) Kebiasaan tidak sarapan pagi
2) Gadis remaja sering terjebak dengan pola makan tak sehat, menginginkan penurunan berat badan secara drastis, bahkan sampai gangguan pola makan. Hal ini dikarenakan remaja memiliki body image (citra diri) yang mengacu
(42)
pada idola mereka yang biasanya adalah para artis, pragawati, selebritis yang cenderung memiliki tubuh kurus, tinggi, dan semampai.
3) Kebiasaan “ngemil” yang rendah gizi (kurang kalori, protein, vitamin dan mineral) seperti makanan ringan, krupuk, dan chips.
4) Kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) yang komposisi gizinya tidak seimbang yaitu terlalu tinggi kandungan energinya, seperti pasta, fried chicken, dan biasanya juga disertai dengan mengkonsumsi minuman bersoda yang berlebihan.
d. Kebutuhan Zat Gizi Untuk Remaja
Terpenuhinya kebutuhan zat gizi adalah hal yang mutlak diperlukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Soetjiningsih, 2005). Beberapa alasan yang mendasari masa remaja membutuhkan banyak zat gizi adalah :
1) Secara fisik terjadi pertumbuhan yang sangat cepat ditandai dengan peningkatan berat badan dan tinggi badan.
2) Mulai berfungsi dan berkembangnya organ-organ reproduksi. Jika kebutuhan gizi tidak diperhatikan maka akan merugikan perkembangan selanjutnya. Terutama pada perempuan karena akan menyebabkan menstruasi tidak lancar, gangguan kesuburan, rongga panggul tidak berkembang sehingga sulit ketika melahirkan, kesulitan pada saat hamil, serta produksi ASI tidak bagus. Perempuan yang fisiknya tidak pernah tumbuh sempurna karena kurang zat gizi juga beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
3) Remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan usia lain sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak.
(43)
e. Permasalahan Gizi Pada Remaja
Menurut Soetjiningsih (2005) Timbulnya masalah gizi pada remaja pada dasarnya dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Bila konsumsi gizi selalu kurang dari kecukupan maka seseorang akan mengalami gizi kurang. Sebaliknya jika konsumsi melebihi kecukupan akan menderita gizi lebih dan obesitas.
Keadaan gizi atau setatus gizi merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama. Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang, baik atau normal maupun gizi lebih. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan penyakit berupa penyakit defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunnya kemampuan fungsional. Misalnya kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan badan cepat lelah, kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi kerja dan prestasi belajar selain turunnya ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi.
Menurut Soetjiningsih (2005) Permasalahan gizi yang timbul pada masa remaja dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1) Kebiasaan makan yang buruk
Timbulnya kebiasaan makan yang buruk pada remaja bisa dikarenakan kebiasaan makanan yang juga tidak baik yang tertanam sejak kecil.
2) Pehaman gizi yang salah
Remaja sering memiliki pemahaman bahwa tubuh yang menjadi idaman adalah tubuh yang langsing. Sehingga untuk mempertahankan kelangsingannya remaja melakukan pengaturan makan yang salah.
(44)
Kesukaan yang berlebihan terhadap satu jenis makanan terlebih lagi jika makanan tersebut sedikit kandungan gizi akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan gizi.
4) Promosi yang berlebihan di media masa tentang produk makanan
Usia remaja merupakan usia yang mudah tertarik dengan hal-hal baru, termasuk produk makanan yang diiklankan, padahal makanan tersebut belum tentu memiliki kandungan gizi yang baik.
5) Maraknya produk makanan impor
Jenis makanan siap saji seperti hotdog, hamburger, fried chicken, dan frenchfries semakin banyak di pasaran. Secara nilai gizi makanan tersebut tidak terlalu bagus kerena memiliki kolesterol, lemak jenuh, dan kadar natrium yang tinggi yang tentunya berakibat buruk bagi kesehatan.
Menurut Hurlock (2006) Beberapa masalah yang berkaitan dengan gizi yang ditemukan pada remaja antara lain indeks masa tubuh (IMT) kurang dari batas normal atau sebaliknya, memiliki IMT yang berlebihan (obesitas), dan anemia dan masalah yang berhubungan dengan gangguan perilaku makan berupa anoreksia nervosa, dan bulimia.
1) Kurus
Menurut Susenas 1999-2003, sebesar 35-40% wanita usia subur (WUS) 15-19 tahun beresiko kekurangan energi kronis. Salah satunya cara yang dilakukan untuk mendeteksi kekurangan energi adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). Hasil analisis terhadap data SKRT 2001 dan data SUSENAS 2002 menunjukan bahwa pravalensi gizi kurang pada remaja dengan IMT < 5 persentil, sebesar 17, 4% . prevalensi IMT kurang atu kurus berkisar antara 30%-40% (Permaisih, 2003). Penelitian yang dilakukan Ai Nurhayati (2006)
(45)
di SMU 1 PGRI Bogor menunjukan bahwa terdapat 59,1% remaja dengan katagori kurus. Jika dilihat dari resiko kurang energi protein, hasil penelitian yang dilakukan di SMKN 1 Tempel menunjukan sebanyank 73% siswi memiliki lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, yang berarti resiko kurang energi kronis. Hasil penelitian yang dilakukan Rini Santi (2006) di Bukit Tinggi menunjukan bahwa rata-rata IMT remaja putri adalah 20,69 kg/m2 + 2, 63. Proporsi siswi yang mempunyai IMT < 18, 5 kg/m2 sebesar 19,9% dengan penyebaran 14,1% kekurangan gizi tingkat ringan dan 5,8% kekurangan gizi tingkat berat.
Menurut Potter&Perry (2005) Kurus merupakan masalah gizi yang umumnya lebih banyak ditemukan pada remaja perempuan. Seringkali remaja perempuan memiliki motto bahwa “kurus itu indah” sehingga mereka sering melakukan diet tanpa pengawasan dari dokter atau ahli gizi sehingga zat-zat gizi penting tidak dapat dipenuhi. Remaja yang kurus penampilannya malah cenderung kurang menarik, mudah letih dan resiko sakit pun tinggi. Selain itu remaja yang kurus akan kurang mampu bekerja keras.
2) Obesitas
Obesitas adalah keadaan seseorang jika berat badannya lebih dari 30 standar BBI (Berat Badan Ideal), atau juga keadaan jika seseorang mempunyai berat badan 120% lebih berat dari berat badan seharusnya pada usianya (Sediaoetama, 2004). Obesitas menjadi masalah diseluruh dunia karena prevalensinya sangat meningkat pada orang dewasa dan anak, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Jumlah anak dengan usia sekolah dengan overweight terbanyak berada di kawasan Asia yaitu 60% populasi atau sekitar 10,6 juta jiwa. Penelitian di semarang pada tahun 2004 memperlihatkan
(46)
bahwa pravalensi overweight pada anak 6-7 tahun adalah 9,1% sedangkan obesitas 10,6%. Penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada remaja dan eksekutif muda di perkotaan yang disebabkan karena konsumsi makanan berlebih serta kurang aktifitas fisik dan berolahraga. Penelitian menunjukan bahwa obesitas sebagai faktor resiko berbagai penyakit seperti hipertensi, hiperkolesterol, penyakit jantung dan diabetes melitus. Selain itu penampilan penderita obesitas juga kurang menarik, gerakan tidak lincah dan cenderung lamban.
Menurut Sediaoetama (2004) Obesitas biasanya disebabkan karena remaja tidak dapat mengontrol makanannya, makan dalam jumlah berlebihan sehingga badannya melebihi ukuran normal. Pada beberapa kasus obesitas terjadi karena binge eating disorder, yaitu keadaan seseorang yang makan dalam jumlah yang besar secara terus menerus dan cepat tanpa terkontrol. Setelah menyadarinya baru merasa bersalah tapi jika keadaan binge datang lagi dia akan kembali melakukannya tanpa sadar. Hal ini yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya depresi dan akhirnya akan menjadi obesitas. Remaja putri yang melakukan diet untuk mengurangi berat badannya sejak dini akan membawa resiko kegemukan pada saat mereka dewasa nanti. Semakin keras mereka melakukan diet, semakin besar resiko kegemukan yang akan dialami. Penelitian di luar negeri menunjukan 80% anak remaja yang obesitas cenderung menjadi dewasa yang obesitas juga.
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk penderita obesitas ini adalah mengembangkan diet yang sehat, olahraga secara bertahap, dan untuk menderita obesitas yang luar biasa gemuk sehingga bisa mengancam hidupnya dilakukan operasi untuk mengecilkan lambung yang dinamakan gastroplasti
(47)
atau prosedur penjepitan lambung. Setelah operasi pasien hanya makan dengan sejumlah kecil makanan saja sudah menjadi kenyang.
3) Anemia
Menurut Potter&Perry (2005) Masalah gizi lain yang banyak terjadi pada remaja khususnya remaja perempuan adalah kurangnya zat besi atau anemia. Anemia merupakan kelanjutan dampak dari kurang zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) dan kurang zat makro (vitamin, mineral). Prevalensi anemia pada remaja di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan Survey Nasional tahun 1995, prevalensi anemia pada remaja perempuan adalah sebesar 57,1%. Prevalensi anemia pada kelompok usia 5-14 tahun cukup tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain yaitu sebesar 28,3%. Hasil beberapa penelitian didapatkan sekitar 41,4% - 66,7% remaja perempuan di Indonesia menderita anemia (WHO, 2003). Menurut hasil penelitian Permaisih (2003) prevalensi anemia pada remaja sebesar 25,5% dengan rincian pria 21% dan 30% pada wanita.
Dampak anemia pada remaja perempuan yaitu pertumbuhan terhambat, tubuh pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi, mengakibatkan kebugaran/kesegaran tubuh berkurang, semangat belajar/prestasi menurun, pada saat akan menjadi calon ibu maka akan menjadi calon ibu yang beresiko tinggi untuk kehamilan dan melahirkan. Dampak anemia pada ibu hamil diantaranya pendarahan pada waktu melahirkan sehingga dapat menyebabkan kematian pada ibu.
Masalah anemia pada remaja terutama remaja perempuan dapat diatasi dengan suplementasi iron/zinc. Makanan sumber zat besi/zinc yaitu sumber hewani seperti daging, produk laut dan sumber nabati seperti
(48)
kacang-kacangan. Adanya suplementasi besi/zinc pada remaja perempuan diharapkan akan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan pada remaja perempuan. Selain itu juga diharapkan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan calon ibu sehingga dapat menurunkan kematian ibu melahirkan akibat perdarahan dan menurunnya bayi lahir berat badan rendah.
4) Anoreksia Nervosa dan Bulimia
Anoreksia dan bulimia merupakan bentuk eating disorder yaitu kelainan pola makan yang biasanya lebih sering terjadi pada perempuan. Kelainan tersebut biasanya merupakan gangguan makan yang menyiksa bahkan bisa dikatakan suatu bentuk penyiksaan terhadap diri sendiri. Gangguan tersebut dihasilkan oleh ketakutan bahwa tubuh akan menjadi gemuk setelah makan dan ketakutan mental ini akan terpancar melalui penyiksaan fisik. Angka kejadian anoreksia dan bulimia mengalami peningkatan selama dekade terakhir. Sekitar 1 dari 100 remaja perempuan umur antara 16 sampai 18 tahun menderita anoreksia. Puncak angka kejadian anoreksia pada remaja terjadi pada umur 14 tahun, dan remaja perempuan lebih banyak mengalami gangguan makan dibandingkan dengan remaja laki2 dengan perbandingan 10:1 (Soedjiningsih, 2009).
Anoreksia nervosa adalah hilangnya nafsu makan atau terganggunya pusat nafsu makan. Hal ini disebabkan oleh konsep yang terputar balik mengenai penampilan tubuh sehingga penderita mempunyai rasa takut yang berlebihan terhadap kegemukan. Karena ketakutannya itu penderita Anoreksia nervosa melakukan diet yang sangat ketat sehingga berat badannya turun secara drastis dalam waktu yang singkat. Kelainan ini juga bisa dikarenakan sakit seperti
(49)
demam, pilek, malaria, tipes, dan peradangan. Selain itu penyakit itu muncul karena emosi, gelisah, dan kebingungan. Bila disebabkan demam, pilek, dan penyakit lain biasanya bila sudah sembuh selera makan kembali normal. Akibat berat badan yang turun jauh dibawah batas normal, fungsi normal tubuh akan terganggu. Pertumbuhan akan terhambat, rambut rontok, siklus haid terganggu, dan tubuh mudah terserang penyakit, misalnya anemia, kekurangan vitamin, dan penyakit infeksi.
Hal yang paling berbahaya adalah kelainan jantung serta kekurangan cairan dan elektrolit (nastrium, kalium, klorida). Jantung menjadi semakin lemah dan memompa lebih sedikit darah ke seluruh tubuh penderita bisa mengalami dehidrasi dan cenderung mengalami pingsan. Darah menjadi asam dan kadar kalium dalam darah berkurang. Bisa terjadi kematian mendadak yang kemungkinan disebabkan irama jantung yang abnormal. Selain itu terjadi juga perubahan hormonal yaitu berkurangnya kadar hormon esterogen dan tiroid serta meningkatnya kadar hormon kortisol (Sediaoetama, 2004).
Penderita bulimia mempunyai ciri khas yang hampir sama dengan penderita anoreksia, namun pada bulimia penderita lebih sulit dideteksi karena berat tubuh mereka bisa saja melebihi batas normal,di bawah batas normal atau bahkan normal. Ciri utamanya adalah makan dalam jumlah yang banyak kemudian dimuntahkan kembali atau mengkonsumsi obat pencahar dan obat diurentik untuk memuntahkan kembali makanannya. Masalah kesehatan yang muncul juga sama dengan anoreksia namun penderita bulimia biasanya mengalami kerusakan email gigi karena terciptanya produksi asam yang berlebihan ketika muntah. Bulimia dapat diikuti dengan terjadinya anoreksia begitu pula sebaliknya. Berbeda dengan korban kelaparan, penderita kelainan
(50)
ini mampu menjaga kekuatan dan kegiatan sehari-hari mendekati normal. Ia merasa tidak lapar dan tidak cemas terhadap kondisinya. Penyakit ini menyebabkan kematian pada 10% penderitanya.
Upaya penatalaksanaan anoreksia dan bulimia nervosa pada umumnya terdiri dari 2 tahap pengobatan, yaitu mengembalikan berat badan normal, serta terapi psikis yang sering dibarengi dengan pemberian obat-obatan. Jika berat badan turun sangan cepat atau sangat berat (sampai 20% dibawah berat badan normal) maka sangat penting untuk mengembalikan berat badan karena bisa berakibat fatal. Pengobatan awal biasanya dilakukan di Rumah Sakit dimana penderita didorong untuk makan. Kadang diberikan makan melalui infus atau selang nasogastrik. Jika status gizinya sudah baik maka mulai diterapi jangka panjang oleh ahli gizi. Jika ditemukan depresi maka diberikan obat anti depresi.
3. GASTRITIS a. Definisi
Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh di perut (begah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Suratun SKM, 2010). Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung sering akibat diet yang sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit (Smelzer, 2005).
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu
(51)
banyak, cepat, telat makan. Makan-makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
b. Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2002) Penyebab timbulnya gastritis diantaranya : 1) Komunikasi obat-obatan kimia digitalis (Asetamenofen/Aspirin, steroid
kortikosteroid). Asetamenofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung. NSAIDS (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs) dan kortikosteroid menghambat sintesisprostaglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam dan menimbulkan iritasi mukosa lambung.
2) Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung.
3) Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka dan lada) dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta pendarahan.
4) Kondisi stres atau tertekan (trauma, luka bakar, kemoterapi, dan kerusakan susunan saraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCL lambung.
5) Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobakter pylori, Esobericia Coli, Salmonella, dan lain-lain.
6) Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi paru, perlu dicurigai turut mempengaruhi penularan kuman di komunitas, karena antibiotik tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobacter pylori, walaupun persentase keberhasilannya sangat rendah.
7) Jamur dari spesies Candida, seperti Histoplasma capsulaptum dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien immunocompromezad. Pada
(52)
pasien yang sistem imunnya baik, biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkenan infeksi parasit.
c. Klasifikasi Gastritis
Menurut Brunner & Suddarth (2002) Klasifikasi gastritis Berdasarkan Tingkat Keparahannya :
1) Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosif dan pendarahan pada mukosa lambung setelah terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Erosinya juga tidak mengenai lapisan otot lambung.
2) Gastritis Kronis
Gastritis kronis merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang sifatnya menahun dan berulang. Peradangan tersebut terjadi di bagian permukaan mukosa lambung dan berkepanjangan, yang bisa disebabkan karena ulkus lambung jinak maupun ulkus lambung ganas, bisa juga karena bakteri Helicobacter pylori. Gastritis ini dapat pula terkait dengan atropi mukosa gastrik, sehingga menimbulkan HCL menurun dan menimbulkan kondisi acblorbidria dan ulserasi peptic (tukak pada saluran pencernaan).
(53)
d. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gangguan ini cukup bervariasi, mulai dari keluhan ringan hingga muncul pendarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada beberapa pasien, gangguan ini tidak menimbulkan gejala yang khas (brunner &suddarth 2002) . Manifestasi gastritis akut dan kronis hampir sama. Berikut penjelasannya :
1) Manifestasi Gastritis Akut
Manifestasi gasrtitis akut dan gejala-gejalanya adalah : a) Anoreksia
b) Nyeri pada epigastrium c) Mual dan muntah
d) Perdarahan saluran cerna (Hematemesis Melena) e) Anemia (tanda lebih lanjut)
2) Manifestasi Gastritis Kronis
Manifestasi gastritis kronis dan gejala-gejalanya adalah : a) Mengeluh nyeri ulu hati
b) Anoreksia c) Naucea
e. Komplikasi
1) Gastritis Akut
Komplikasi yang timbul pada gastritis akut adalah pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), berupa hematemesis dan melena, yang berakhir dengan shock hemoragik. Apabila prosesnya hebat, sering juga terjadi ulkus, namun jarang terjadi perforasi.
(54)
2) Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul pada kasus gastritis kronis adalah gangguan penyerapan vitamin B12. Akibat kurangnya penyerapan vitamin B12 ini, menyebabkah timbulnya anemia pernesiosa, gangguan penyerapan zat besi, dan penyempitan daerah pilorus (pelepasan dari lambung ke usus dua belas jari).
f. Faktor – faktor resiko gastritis ( Smeltzer, suzanne. C, 2002)
Menurut Brunner & Suddarth (2002) Faktor - faktor resiko yang sering menyebabkan gastritis diantaranya :
1) Pola makan
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit ini. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri.
2) Rokok
Akibat negatif dari rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu orang baru mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok diisap, terdapat kurang lebih 300 macam bahan kimia, diantaranya acrolein, nikotin, asap rokok, gas CO. Nikotin itulah yang menghalangi terjadinya rasa lapar. Itu sebabnya seseorang menjadi tidak lapar karena merokok, sehingga akan meningkatkan asam lambung dan dapat menyebabkan gastritis.
3) Kopi
Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein, kafein ternyata dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem
(55)
pernafasan, sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepet, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung sehingga menjadi gastritis.
4) Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Infeksi H.pylori ini sering diketahui sebagai penyebab utama terjadi ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis.
5) AINS (Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktifitas siklooksigenasi, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Misalnya aspirinibuprofen dan naproxen yang dapat menyebabkan peradangan pada lambung.jika pemakaian obat-obatan tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung.
6) Alkohol
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walupun pada kondisi normal. Berdasarkan penelitian, orang minum alkohol 75 gr (4 gelas/minggu) selama 6 bulan dapat menyebabkan gastritis.
(56)
7) Terlambat makan
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glokosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri diskitar epigastrium (Sediaoetama, 2004).
8) Makanan pedas
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus kontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita semakin berkurang nafsu makannnya. Bila
kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas ≥ 1x dalam 1 minggu selama
minimal 6 bulan dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Sediaoetama, 2004).
9) Usia
Usia tua memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita gastritis dibanding dengan usia muda. Hal ini menunjukan dengan seiring bertambah usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi H. Pylori atau gangguan autoimun dari pada orang yang lebih muda. Sebaliknya, jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat (Soetjiningsih, 2005).
(57)
10) Stress psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stres, misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal itu dibiarkan, lama-kelamaan akan menyebabkan terjadinya gastritis.
11) Stress fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluk empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus dan pendarahan pada lambung.
g. Diet pada Gastritis
Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan selain upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Perlu diketahui bahwa kedua unsur ini mempunyai hubungan yang erat. Pemberian diet untuk penderita gastritis antara lain bertujuan untuk (Sediaoetama, 2004) :
1) Memberikan makanan yang adekuat dan tidak mengiritasi lambung. 2) Menghilangkan gejala penyakit.
3) Menetralisir asam lambung dan mengurangi produksi asam lambung. 4) Mempertahankan keseimbangan cairan.
5) Mengurangi gerakan peristaltik lambung. 6) Memperbaiki kebiasaan makan pagi.
(58)
Adapun petunjuk umum untuk diet pada penderita gastritis antara lain : 1) Syarat diet penyakit gastritis
Makanan yang disajikan harus mudah dicerna dan tidak merangsang, tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Jumlah energi pun harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Sebaliknya, asupan protein harus cukup tinggi (20-25% dari total jumlah energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu dibatasi. Protein ini berperan dalam menetralisir asam lambung, bila dipaksa menggunakan lemak, pilih jenis lemak yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Pemberian lemak dan minyak perlu dipertimbangkan secara teliti. Lemak berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di ulu hati dan muntah karena tekanan dalam lambung meningkat.
Mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh secara cukup merupakan pilihan yang tepat, sebab lemak jenis ini lebih mudah dicerna. Porsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering, hindari makan secara berlebihan. Demikian pula jumlah vitamin dan mineral yang diberikan pun harus dalam jumlah cukup. Akan tetapi, karena keterbatasan bahan makanan sumber vitamin dan mineral, biasanya pasien diberikan vitamin dan mineral dan bentuk obat.
2) Kebutuhan zat gizi
Jumlah energi yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan berat badan, umur, jenis kelamin, aktivitas dan jenis penyakit. Kebutuhan energi bagi pasien gangguan saluran pencernaan berdasarkan kelompok umur.
3) Jenis dan bentuk makanan
Pada penderita gastritis sebaiknya menghindari makanan yang bersifat merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas, maupun
(59)
banyak mengandung bumbu dan rempah. Selain itu, penderita juga harus menghindari alkohol, kopi, dan minuman ringan. Dan perlu juga memperhatikan tehnik memasaknya, direbus, dikukus dan dipanggang adalah tehnik memasak yang dianjurkan, sebaliknya menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan.
(60)
h. Penelitian Terkait
1) Penelitian yang dilakukan oleh Harun Rianto dengan judul “gambaran pengetahuan klien tentang gastritis di RSU. Dr. FI. Tobing Sibolga” tahun 2008. Dari hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah gastritis antara pria dan wanita, ternyata gastritis lebih banyak pada wanita dan dapet menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Di Indonesia 6-20% menderita gastrits sejak usia 55 tahun. Untuk segala umur, 16 kasus/1000 pada kelompok umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk gastritis adalah 10%. Berdasarkan hasil survey awal di lokasi penelitian yaitu di RSU. Dr. FI. Tobing Sibolga tahun 2008 masih cukup banyak yaitu setiap bulannya kurang lebih 40.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Wati Oktaviani dengan judul “Hubungan pola makan dengan gastritis pada mahasiswa S.1 Keperawatan program A FIKES
UPN Veteran Jakarta” tahun 2008. Dari hasil penelitian yang menggunakan
metode penelitian desain analisis kuantitatif dimana penelitian diarahkan secara objektif melalui pendekatan kuantitatif dengan metode cross sectional, yang dapat ditarik kesimpulan tidak ada hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin dan porsi makan dengan gastritis, dan adanya hubungan bermakna antara frekuensi makan, jenis makan dan pola makan.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Yuni Retnowati dengan judul “ gambaran gastritis dan hubungannya dengan pola makan, gaya hidup, dan status gizi
pada pralansia dan lansia di posbindu kelurahan bantar jati Bogor tahun 2010”
penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Sampel penelitian ini adalah para pralansia dan lansia di posbindu kelurahan Bantar Jati Bogor sebanyak 107 responden yang berumur
(61)
45-75 tahun. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat. Hasil analisis bivariat bahwa tidak ada variabel yang bermakna pada penelitian ini. Sekalipun aktifitas fisik, dan status gizi tidak beresiko dengan gastritis, namun kedua variabel tersebut memiliki kecenderungan lebih besar.
(62)
i. Kerangka Teori
Kerangka Teori menurut Brunner &Suddarth (2002), Huha (2006), dan Soetjiningsih (2005).
Bagan 2.1 Kerangka Teori
SS
Faktor-faktor resiko :
1. Pola makan 2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Rokok 5. Kopi
6. Helicobacter pylori 7. Alkohol
8. Stress Psikis dan fisik.
Permasalahan pola makan remaja: 1. Kebiasaan tidak sarapan
pagi.
2. Menginginkan penurunan berat badan secara drastis. 3. Kebiasaan “ngemil” yang
rendah gizi.
4. Kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) yang komposisi gizinya tidak seimbang
Penatalaksanaan :
1. Makanan yang disajikan harus mudah dicerna.
2. menghindari makanan yang bersifat merangsang.
3. Asupan protein harus cukup tinggi, sedangkan asupan lemak dibatasi. 4. Diberikan porsi makan kecil tetapi
sering.
TERJADINYA GASTRITIS
Pola makan terdiri dari :
a. Frekuensi makan b. Jenis makan c. Porsi makan
(63)
(64)
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan :
Area yang diteliti Dihubungkan
Pola makan sehari-hari : 1. Frekuensi
makan 2. Jenis makan 3. Porsi makan
Karakteristik responden : 1. Usia
2. Jenis kelamin
(65)
Alasan diambil : 1. Pola makan
Pola makan yang tidak teratur dapat menyebabkan terserangnya penyakit gastritis. Pada saat perut yang harusnya diisi, tetapi dibiarkan kosong atau ditunda pengisiannya. Maka asam lambung akan meningkat dan mencerna lapisan mukosa lambung dan menimbulkan rasa nyeri (Sediaotama, 2004).
2. Usia
Permasalahan yang timbul pada saat remaja yaitu kebiasaan makan yang buruk seperti kebiasaan tidak makan pagi, terjebak dengan pola makan tidak sehat yaitu menginginkan penurunan berat badan secara drastis, sehingga melakukan pengaturan makan/diet yang salah. selain itu usia remaja memiliki kebiasaan ngemil yang rendah gizi dan makan-makanan siap saji (fast food) dan biasanya disertai dengan mengkonsumsi minuman bersoda yang berlebihan (Potter& perry, 2005). 3. Jenis kelamin
Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorng. Laki-laki lebih banyak membutuhkan kebutuhan zat tenaga dan protein dari pada perempuan, kebutuhan energi pada laki-laki sangat tinggi dibanding remaja perempuan sehingga porsi makan laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. remaja perempuan kesulitan lebih banyak untuk mendapatkan vitamin dan mineral yang cukup dalam selang kalori yang dibutuhkan (Baliwati, 2004).
Alasan tidak diambil : 1. Rokok
Para santri laki-laki tidak diperbolehkan untuk merokok saat berada di Pondok Pesantren, maupun di luar Pondok Pesantren Daar El-Qolam.
(1)
1.
Hasil Analisis Univariat
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ≤ 16 tahun 40 66.7 66.7 66.7
>16 tahun 20 33.3 33.3 100.0
Total 60 100.0 100.0
Jenis kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 18 30.0 30.0 30.0
Perempuan 42 70.0 70.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
Frekuensi makan
Frekuensi Makan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 21 35.0 35.0 35.0
Kurang 39 65.0 65.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
Jenis makan
Jenis Makan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak mengiritasi 14 23.3 23.3 23.3
Mengiritasi 46 76.7 76.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
Kejadian gastritis
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Gastritis 33 55.0 55.0 55.0
tidak Gastritis 27 45.0 45.0 100.0
(2)
2.
Hasil Analisis Bivariat
Hubungan Usia dengan Gastritis
GASTRITIS
Total Gastritis tidak Gastritis
USIA < 16 th Count 21 19 40
Expected Count 22.0 18.0 40.0
> 16 th Count 12 8 20
Expected Count 11.0 9.0 20.0
Total Count 33 27 60
Expected Count 33.0 27.0 60.0
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .303a 1 .003
Continuity Correctionb .076 1 .005
Likelihood Ratio .304 1 .003
Fisher's Exact Test .004 .008
N of Valid Casesb 60
Risk Estimate
Estimate .737
ln(Estimate) -.305
Std. Error of ln(Estimate) .556
Asymp. Sig. (2-sided) .582
Asymp. 95% Confidence Interval
Common Odds Ratio Lower Bound .248
Upper Bound 2.189
ln(Common Odds Ratio) Lower Bound -1.394
(3)
Hubungan Jenis Kelamin dengan Gastritis
GASTRITIS
Total Gastritis Tidak Gastritis
JENIS KELAMIN L Count 15 3 18
Expected Count 9.9 8.1 18.0
P Count 18 24 42
Expected Count 23.1 18.9 42.0
Total Count 33 27 60
Expected Count 33.0 27.0 60.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.341a 1 .004
Continuity Correctionb 6.785 1 .009
Likelihood Ratio 8.992 1 .003
Fisher's Exact Test .005 .004
N of Valid Casesb 60
Risk Estimate
Estimate 6.667
ln(Estimate) 1.897
Std. Error of ln(Estimate) .705
Asymp. Sig. (2-sided) .007
Asymp. 95% Confidence Interval
Common Odds Ratio Lower Bound 1.674
Upper Bound 26.554
ln(Common Odds Ratio) Lower Bound .515
(4)
Hubungan Frekuensi Makan dengan Gastritis
GASTRITIS
Total Gastritis Tidak Gastritis
FREKUENSI
Baik
Count 9 12 21Expected
Count 11.6 9.4 21.0
Kurang
Count 24 15 39Expected
Count 21.4 17.6 39.0
Total Count 33 27 60
Expected
Count 33.0 27.0 60.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.925a 1 .165
Continuity Correctionb 1.244 1 .265
Likelihood Ratio 1.925 1 .165
Fisher's Exact Test .186 .132
N of Valid Casesb 60
Risk Estimate
Estimate .469
ln(Estimate) -.758
Std. Error of ln(Estimate) .550
Asymp. Sig. (2-sided) .169
Asymp. 95% Confidence Interval
Common Odds Ratio Lower Bound .159
Upper Bound 1.378
ln(Common Odds Ratio) Lower Bound -1.836
(5)
Hubungan Jenis Makan dengan Gastritis
GASTRITIS
Total Gastritis Tidak Gastritis
JENIS MAKAN
Tidak
Mengiritasi
Count 4 10 14
Expected
Count 7.7 6.3 14.0
Mengiritasi
Count 29 17 46Expected
Count 25.3 20.7 46.0
Total Count 33 27 60
Expected
Count 33.0 27.0 60.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.153a 1 .023
Continuity Correctionb 3.855 1 .050
Likelihood Ratio 5.223 1 .022
Fisher's Exact Test .033 .025
N of Valid Casesb 60
Risk Estimate
Estimate .234
ln(Estimate) -1.450
Std. Error of ln(Estimate) .666
Asymp. Sig. (2-sided) .029
Asymp. 95% Confidence Interval
Common Odds Ratio Lower Bound .064
Upper Bound .865
ln(Common Odds Ratio) Lower Bound -2.755
(6)
Hubungan Porsi Makan dengan Gastritis
GASTRITIS
Total Gastritis tidak Gas
PORSI MAKAN
Kurang
Count 18 12 30Expected
Count 16.5 13.5 30.0
Baik
Count 15 15 30Expected
Count 16.5 13.5 30.0
Total Count 33 27 60
Expected
Count 33.0 27.0 60.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .606a 1 .436
Continuity Correctionb .269 1 .604
Likelihood Ratio .607 1 .436
Fisher's Exact Test .604 .302
N of Valid Casesb 60
Risk Estimate
Estimate 1.500
ln(Estimate) .405
Std. Error of ln(Estimate) .522
Asymp. Sig. (2-sided) .437
Asymp. 95% Confidence Interval
Common Odds Ratio Lower Bound .539
Upper Bound 4.171
ln(Common Odds Ratio) Lower Bound -.617