menggunakan obat-obatan lain, karena efek sampingnya ototoksik dan nefrotoksik.
Tindakan rehabilitasi perlu diberikan pada penderita mengingat gangguan fungsi paru pada penderita. Latihan fisik juga diperlukan untuk menguatkan otot-
otot pernapasan, melatih cara batuk yang efektif dan sebagainya perlu dijelaskan pada penderita.
Terapi tuberkulosis menurut WHO tahun 2003 :
Kategori 1: BTA + kasus baru atau BTA - lesi luas extra pulmo -
isoniazid + rifampicin + ethambutol or streptomycin 2 bulan -
isoniazid + rifampicin 4 bulan, isoniazid+ethambutol 6 bulan Kategori 2: BTA +, relaps, putus obat, gagal obat
- isoniazid + rifampicin + pirazinamid + ethambutol +
streptomycin 2 bulan -
isoniazid + rifampicin + pirazinamid + ethambutol 1 bulan -
isoniazid + rifampicin + ethambutol 5 bulan Kategori 3: BTA -, lesi minimal
- isoniazid + rifampicin + pirazinamid + ethambutol 2 bulan
- isoniazid + rifampicin 4 bulan isoniazid + ethambutol 6 bulan
Kategori 4: kronik BTA +
-
setelah mendapat pengobatan adekuat dan resisten terhadap multi drug treatment
- beri obat yang sensitif atau individual isoniazid saja bila
keuangan tidak memungkinkan
C. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK
Definisi PPOK adalah suatu kelainan paru dengan adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, yang bersifat progresif dan berkaitan
dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel gas atau iritan. Yang termasuk dalam kelompok PPOK adalah bronkitis kronis, emfisema paru dan
penyakit saluran napas perifer.
Insidens Belum banyak dijumpai insidens PPOK pada lanjut usia.
Etiologi Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya dikaitkan dengan faktor
resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, dan lain sebagainya.
Pengaruh dari masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya PPOK saling memperkuat, dan faktor merokok dianggap paling dominan.
Patofisiologi PPOK ditandai suatu inflamasi kronis pada saluran napas, parenkim paru dan
jaringan vaskular paru. Tingkat inflamasi ini bervariasi sehubungan dengan progresivitas penyakit. Akibat kerusakan yang timbul, akan terjadi obstruksi
bronkus kecil bronkiolus terminal, yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat
ekspirasi banyak yang terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara air trapping. Hal ini menyebabkan keluhan sesak napas. Adanya obstruksi dini
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
54
saat awal ekspirasi akan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Gambaran Klinik Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang
mendasari tanda-tanda klinik akibat terjadinya obstruksi bronkus. Bila diamati dengan cermat akan mengarah pada dua tipe: 1 mempunyai gambaran klinik
dominan ke arah bronkitis kronik Blue bloater type; dan 2 gambaran klinik dominan ke arah emfisema Pink puffer type.
Tabel : Perbedaan Pink puffer dan Blue bloaters
Gambaran Pink puffer
emfisematous Blue Bloaters
bronkitis
Awitan 30-40 tahun
20 tahunan akibat merokok Usia saat di
diagnosis 60 th
50 th Sebab
Tak diketahui Predisposisi genetik
Merokokpolusi udara Tak diketahui
Cuaca Merokokpolusi udara
Sputum Sedikit
Banyak sekali Dispneu
Relatif dini Relatif lambat
Bentuk tubuh Kurus dan ramping
Gizi cukup Diameter AP dada
Sering bentuk tong Tidak bertambah
Patologi anatomi paru
Emfisema panlobar Emfisema sentrilobar
Pola pernapasan Hiperventilasi
dan dispneu yang jelas dapat
timbul sewaktu istirahat Hilangnya dorongan pernapasan.
Sering terjadi hipoventilasi, berakibat
hipoksia dan
hiperkapnea. Pa CO
2
35-40 mmHg 50-60 mmHg
Pa O
2
65-75 mmHg 45-60 mmHg
Hematokrit 35-45
50-55 Polisitemia
Hb dan Ht normal Hb dan Ht meningkat
Sianosis Jarang
Sering Kor pulmonale
Jarang,kecuali tahap akhir Sering, disertai banyak serangan
Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak napas, napas berbunyi, mengi atau wheezing. Anamnesa dilakukan secara teliti,
karena perjalanan penyakitnya lambat. Pada pemeriksaan fisik, penderita dengan tingkat penyakit masih awal tidak menunjukkan kelainan. Tanda yang perlu
diperhatikan adalah ekspirasi memanjang, bentuk dada seperti tong, penggunaan otot-otot untuk membantu bernapas, kadang ditemukan pernapasan paradoksal.
Dapat juga ditemukan edema kaki, asites, dan jari tabuh. Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang penting. Pasien
yang mempunyai gejala batuk kronik dengan sputum produktif serta adanya riwayat terpapar faktor resiko, hendaknya dilakukan pemeriksaan dengan
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
55
spirometer, uji hambatan aliran udara pernapasan. Untuk diagnosis dan penilaian PPOK, pada spirometri dengan rasio FEV1FVC 70 dan adanya FEV180.
Pengukuran FEV1 merupakan pemeriksaan standar dan akurat untuk melihat beratnya obstruksi saluran napas.
Pengobatan Terapi untuk PPOK harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat memperburuk
perjalanan penyakit. Jika ada, hendaknya disingkirkan atau dikurangi. Faktor tersebut adalah merokok, polusi udara dan lingkungan, infeksi, dan penyakit di
luar paru misalnya sinusitis, faringitis, dan sebagainya. Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah memperbaiki fungsi paru. Umumnya
digunakan obat-obatan: bronkodilator, kombinasi bronkodilator terapi, atau kortikosteroid. Apabila terdapat infeksi, perlu diberikan antimikroba. Jika pasien
memerlukan oksigen maka diberikan dengan aliran lambat: 1-2 litermenit. Rehabilitasi terhadap penderita meliputi :
1. Fisioterapi, untuk membantu pengeluaran sekret bronkus 2. Latihan pernapasan
3. Latihan olahraga untuk memulihkan kesegaran jasmaninya 4. Pengelolaan psikososial untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit
yang dideritanya
D. ASMA