Perkembangan sarana terapi auto-CPAP yang diadaptasi dari level CPAP saluran napas bagian atas, memerlukan deteksi terhadap tanda awal adanya
obstruksi saluran napas. Contoh: prediksi obstruksi apnea, umumnya sarana auto CPAP yang tersedia cenderung menunjukkan adanya obstruksi faring yang
berbahaya, yang ditandai dengan mendengkur, perubahan kurva aliran inspirasi atau perubahan modulus dari accustical respiratory input impedance.
IV. Faktor-Faktor yang Memperburuk Fungsi Paru-Paru
Selain penurunan fungsi paru akibat proses proses menua, terdapat beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru Silverman dan Speizer, 1996; Tim
Pneumobil Indonesia, 1994. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru karena mengakibatkan penyempitan saluran napas. Pada tingkat awal, saluran napas akan mengalami obstruksi dan
terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tadi. Pada tingkat lanjut, dapat terjadi obstruksi yang irreversibel, timbul
penyakit paru obstruktif kronik PPOK.
2. Obesitas Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada, dan dinding
perut, akan dapat mengganggu komplians dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernapasan dan timbul gangguan
fungsi paru tipe restriktif.
3. Imobilitas Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot
berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru akan relatif berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernapasan pada lanjut usia
dapat memperburuk fungsi paru-paru. Faktor lain yang menimbulkan imobilitas paru-paru misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru, dan lain-lain.
4. Operasi Tidak semua pembedahan mempengaruhi faal paru. Tindakan pembedahan yang
dapat mempengaruhi adalah: pembedahan toraks jantung dan paru; pembedahan abdomen bagian atas; dan anestesi atau jenis obat anestesi tertentu. Perubahan
fungsi paru yang timbul meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas, serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca
bedah mudah menimbulkan komplikasi paru: atelektasis, infeksi, atau sepsis, sampai dengan kematian karena gagal napas.
V. Penyakit Paru-Paru Yang Sering Pada Lanjut Usia
Beberapa penyakit paru yang menyertai orang lanjut usia, terdapat 5 macam yang penting, yaitu: pneumonia, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif kronik PPOK,
asma sudah tidak digolongkan dalam PPOK, dan karsinoma paru.
A. PNEUMONIA
Insidens Timbulnya infeksi saluran napas khususnya pneumonia cukup banyak pada
lanjut usia. Kejadian pneumonia pada lanjut usia tergantung pada: daya tahan tubuh penderita yang melemah, lingkungan dimana mereka berada, dan virulensi
kuman penyebabnya. Secara epidemiologi, pneumonia pada lanjut usia dibedakan menjadi pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial. Insidensi pneumonia
komunitas pada lanjut usia sekitar 6,8-11,4.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
49
Angka kematian lanjut usia karena pneumonia cukup tinggi ± 40. Penyebabnya karena pneumonianya sendiri; disertai penyakit lain, atau pada
kenyataannya penderita pada usia lanjut lebih sulit diobati. Penyakit yang sering menyertai pneumonia sehingga lebih sering menyebabkan kematian, misalnya
diabetes mellitus, gagal jantung kronik, penyakit-penyakit vaskuler, PPOK, dan lain-lain.
Etiologi Etiologi pneumonia pada lanjut usia bermacam-macam, yang paling sering
penyebabnya adalah kombinasi beberapa kuman. Pneumonia komunitas tersering disebabkan oleh kuman Streptococcus pneumoniae. Pneumonia nosokomial sering
disebabkan melalui pemasangan alat-alat, seperti endotracheal tube, mencapai 10- 70, terutama disebabkan oleh kuman gram negatif. Pneumonia aspriasi juga
sering terjadi pada lanjut usia, terjadi pada penderita yang mengalami bed rest atau penurunan kesadaran. Kuman penyebab pneumonia aspirasi sukar diketahui, tetapi
87 kasus yang terdeteksi adalah kuman aerob pada aspirasinya.
Gejala Klinik Gejala klinik penderita pneumonia pada lanjut usia sering tidak menunjukkan
gambaran yang nyata. Pada lanjut usia, apabila menderita infeksi akut awitan, berlangsung pelan-pelan, tidak mendadak seperti pada usia muda. Keluhan
utamanya adalah demam ringan, batuk dengan produksi sputum pada 60 kasus. Pada 30 kasus, keluhan permulaan penyakit hanya berupa kelemahan dan
anoreksia, tanpa demam yang nyata. Hal itu disebabkan oleh menurunnya reaktivitas fisik lanjut usia dan biasanya karena adanya dehidrasi. Umumnya,
penderita waktu masuk rumah sakit demam ringan, sesudah mendapat rehidrasi di rumah sakit, tekanan darahnya menjadi normal, baru muncul demam. Penurunan
kesadaran dilaporkan terjadi pada 20 kasus, distensi abdomen 5 kasus, tanda dehidrasi pada 50 kasus. Penurunan kesadaran tersebut tidak ada korelasi
dengan perubahan tekanan darah, tetapi dikorelasikan dengan kondisi dehidrasi yang ada.
Kelainan fisik yang lazim ditemukan pada penderita pneumonia, misalnya perkusi reduppekak pada daerah paru yang terkena, ronki basah, suara napas
bronkial, whispered pectoriloquy jarang ditemukan, hal ini mungkin berkaitan dengan adanya pemanjangan diameter antero-posterior dada pada lanjut usia.
Frekuensi pernapasan ≥ 24 kali menit merupakan hal yang bermakna bagi adanya pneumonia pada lanjut usia. Pneumonia pada lanjut usia dapat disertai syok septik
dengan gejala kelelahan, anoreksia, dan penurunan kesadaran. Pemeriksaan laboratorium pada sebagian besar kasus menunjukkan jumlah
leukosit normal atau sedikit meninggi, kadang leukositosis. Pada hitung jenis terdapat tanda “shift to the left” dan dapat dipakai sebagai petunjuk diagnostik
adanya infeksi akut yang penting. Kelainan lain yang ditemukan adalah peningkatan ureum darah pada 30 kasus, peningkatan ringan serum
transaminase 20 kasus, peningkatan kreatinin dan dapat ditemukan hiponatremia dan hipofosfatemia. Pada pneumonia lanjut usia, penurunan PaO2
lebih besar dibanding pada pneumonia usia muda. Hal ini terjadi karena proses proses menua, terdapat penambahan perfusi darah ke lobus paru, sehingga
memudahkan terjadinya gagal napas.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
50
Gambaran radiologik pneumonia lanjut usia, bila jelas akan tampak gambaran infiltrat paru. Kadang sulit menilai gambaran foto toraks pada pneumonia lanjut
usia, terutama apabila terdapat dehidrasi, sehingga infiltrat belum terlihat dalam waktu 24-48 jam pertama perawatan. Pada pneumonia yang dini atau oleh gram
negatif, foto toraks kadang tampak normal.
Komplikasi -
Efusi pleura dan empiema, terjadi pada sekitar 45 kasus -
Komplikasi sistemik, dapat terjadi karena invasi kuman atau bakteriemia. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremi, anemia pada infeksi kronik.
- Hipoksemia akibat gangguan difusi.
- Pneumonia kronik dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-
6minggu -
Bronkiektasis, biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anak-anak atau karena infeksi berulang di lokasi bronkus distal.
Diagnosis Diagnosis pneumonia pada lanjut usia ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kadang sulit dilakukan karena gambaran klinik dan pemeriksan penunjang hasilnya memberi gambaran tidak
khas. Adanya frekuensi pernapasan ≥ 24 x menit, terutama apabila disertai demam, kelemahan atau anoreksia pada seseorang lanjut usia merupakan petunjuk
cukup bermakna dalam mendiagnosis pneumonia pada usia lanjut. Diagnosis banding pneumonia yang perlu dipikirkan adalah: gagal jantung,
emboli paru, sindroma kegawatan napas orang dewasa, pneumonia aspirasi cairan lambung, keganasan paru, pneumonitis radiasi dan reaksi hipersensitivitas
terhadap obat.
Pengobatan Pengobatan pneumonia dilakukan dengan pemberian kemoterapi dan
pengobatan umum terapi oksigen, terapi cairan, dan fisioterapi. Tujuan pemberian kemoterapi adalah untuk membasmi kuman penyebab pneumonia.
Pemberian kemoterapi adalah untuk mematikan kuman penyebab pneumonia. Jika penyakit penderita sangat serius, pemberian antibiotik dilakukan secara empirik,
didasarkan atas diagnosis mikrobiologi empirik. Dengan cara ini dapat dipilih antibiotik yang tepat dan rasional. Bila penyakit ringan atau sedang, antibiotik
diberikan secara oral, sedangkan bila berat, diberikan secara parenteral. Pengobatan umumnya diberikan selama 7-10 hari pada kasus tanpa komplikasi,
atau antibiotik diteruskan sampai 3 hari bebas panas. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal, maka diperlukan penyesuaian dosis antibiotik.
Hidrasi penderita harus diperhatikan. Pada penyakit ringan, rehidrasi dilakukan secara oral, sedangkan pada penyakit berat, rehidrasi dilakukan secara
parenteral dengan larutan elektrolit.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
51
Pemberian fisioterapi perlu diberikan pada penderita pneumonia lanjut usia. Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah untuk
menghindari timbulnya pneumonia hipostatik, kelemahan dan dekubitus.
Prognosis Prognosis penderita pneumonia umumnya baik. Faktor penentu prognosis
penderita bergantung pada hal-hal di luar paru, terutama tingginya derajat dehidrasi dan gangguan faal ginjal. Prognosis jelek bila didapat adanya komplikasi
kardio pulmonal, gangguan kesadaran, peninggian kadar ureum darah, gambaran abnormal pada foto thoraks.
B. TUBERKULOSIS PARU