Pemberian fisioterapi perlu diberikan pada penderita pneumonia lanjut usia. Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah untuk
menghindari timbulnya pneumonia hipostatik, kelemahan dan dekubitus.
Prognosis Prognosis penderita pneumonia umumnya baik. Faktor penentu prognosis
penderita bergantung pada hal-hal di luar paru, terutama tingginya derajat dehidrasi dan gangguan faal ginjal. Prognosis jelek bila didapat adanya komplikasi
kardio pulmonal, gangguan kesadaran, peninggian kadar ureum darah, gambaran abnormal pada foto thoraks.
B. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru pada lanjut usia sering tidak diperhatikan karena keluhan, gejala klinik, maupun gambaran radiologik tidak khas.
Insidens Insidensi penyakit tuberkulosis paru-paru pada lanjut usia cukup tinggi, sekitar
25,2 .
Etiologi Penyebab infeksi tuberkulosis ialah kuman tahan asam, Mycobacterium
tuberculosis. Umumnya infeksinya merupakan reaktivasi fokus dormant yang terjadi puluhan tahun sebelumnya.
Gambaran Klinik Gambaran klinik tuberkulosis paru pada lanjut usia sering memberikan
gambaran tidak khas. Penderita mungkin tampak menderita pneumonia atau bronkitis kronik dengan respons yang kurang baik terhadap antibiotika.
Gejala tersering yang dikeluhkan penderita tuberkulosis lanjut usia adalah: sesak napas, penurunan berat badan dan gangguan mental. Penderita tuberkulosis
paru lanjut usia jarang datang dengan keluhan hemoptisis, ataupun gejala klasik lainnya seperti pada penderita usia muda, seperti demam, batuk-batuk produktif,
dan keringat malam. Jika tuberkulosis yang timbul berasal dari reaktivasi dari fokus infeksi
sebelumnya, daerah paru-paru yang paling sering terserang adalah daerah apeks paru, atau dengan penyebaran ke daerah lain. Pada tuberkulosis lanjut usia ini,
sering terdengar ronki basah di daerah basal paru, terutama lobus kanan bawah. Gambaran radiologik klasik yang ditemui adalah gambaran infiltrat, fibrosis,
kalsifikasi, kavitas, efusi pleura, pneumotoraks, atau bercak-bercak milier. Kadang tuberkulosis paru pada usia lanjut menyerupai karsinoma paru, terutama apabila
timbul infiltrat di hilus atau parahiler, sehingga tampak seperti massa. Penegakan diagnosis sering mengalami kesulitan karena keluhan dan kelainan
fisik yang sering tidak jelas. Diagnosis pasti dengan ditemukannya kuman BTA pada sputum, dengan pulasan langsung atau kultur, hal ini sulit dipenuhi karena
sputum pada lanjut usia sangat sedikit atau sulit mengeluarkan sputum. Maka dapat dilakukan perangsangan dengan pemberian NaCl lewat nebulizer atau cara
lainnya.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
52
Klasifikasi Diagnostik TB 1. TB paru
- BTA mikroskopis langsung + atau biakan +, kelainan foto toraks
menyokong TB, dan gejala klinis sesuai TB. -
BTA mikroskopis langsung atau biakan -, tetapi kelainan rongent dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal TB
initial Therapy. Pasien ini memerlukan pengobatan yang adekuat. 2. TB paru tersangka
Diagnosis pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat paling lambat 3 bulan . Pasien dengan BTA mikroskopis - atau
belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rongent dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat
dimulai.
3. Bekas TB tidak sakit Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan
gambaran rongent normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA -. Kelompok ini tidak perlu diobati.
Cara lain untuk menentukan diagnosis : - Laboratorium darah rutin LED normal atau meningkat , limfositosis
- Foto toraks PA dan leteral. - Pemeriksaan sputum BTA
- Test PAP peroksidase anti peroksidase
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap
basil TB. - Tes Mantoux Tuberkulin
- Teknik Polymerase Chain Reaction Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
- Becton Dickinson Diagnostic Instrument System BACTEC Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M.Tuberculosis. - Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respons humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah. - MYCODOT
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam
serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
Pengobatan Pada penderita lanjut usia, penyakit cenderung mengenai banyak organ, maka
pengobatan sebaiknya secara holistik. Hal ini untuk menghindari adanya efek samping obat, keracunan obat karena adanya interaksi obat yang diberikan
bersama-sama. Obat anti tuberkulosis yang biasa diberikan pada penderita lanjut usia adalah
INH, rifampicin, dan etambutol. Streptomisin hanya dipakai apabila ada halangan
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
53
menggunakan obat-obatan lain, karena efek sampingnya ototoksik dan nefrotoksik.
Tindakan rehabilitasi perlu diberikan pada penderita mengingat gangguan fungsi paru pada penderita. Latihan fisik juga diperlukan untuk menguatkan otot-
otot pernapasan, melatih cara batuk yang efektif dan sebagainya perlu dijelaskan pada penderita.
Terapi tuberkulosis menurut WHO tahun 2003 :
Kategori 1: BTA + kasus baru atau BTA - lesi luas extra pulmo -
isoniazid + rifampicin + ethambutol or streptomycin 2 bulan -
isoniazid + rifampicin 4 bulan, isoniazid+ethambutol 6 bulan Kategori 2: BTA +, relaps, putus obat, gagal obat
- isoniazid + rifampicin + pirazinamid + ethambutol +
streptomycin 2 bulan -
isoniazid + rifampicin + pirazinamid + ethambutol 1 bulan -
isoniazid + rifampicin + ethambutol 5 bulan Kategori 3: BTA -, lesi minimal
- isoniazid + rifampicin + pirazinamid + ethambutol 2 bulan
- isoniazid + rifampicin 4 bulan isoniazid + ethambutol 6 bulan
Kategori 4: kronik BTA +
-
setelah mendapat pengobatan adekuat dan resisten terhadap multi drug treatment
- beri obat yang sensitif atau individual isoniazid saja bila
keuangan tidak memungkinkan
C. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK