spirometer, uji hambatan aliran udara pernapasan. Untuk diagnosis dan penilaian PPOK, pada spirometri dengan rasio FEV1FVC 70 dan adanya FEV180.
Pengukuran FEV1 merupakan pemeriksaan standar dan akurat untuk melihat beratnya obstruksi saluran napas.
Pengobatan Terapi untuk PPOK harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat memperburuk
perjalanan penyakit. Jika ada, hendaknya disingkirkan atau dikurangi. Faktor tersebut adalah merokok, polusi udara dan lingkungan, infeksi, dan penyakit di
luar paru misalnya sinusitis, faringitis, dan sebagainya. Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah memperbaiki fungsi paru. Umumnya
digunakan obat-obatan: bronkodilator, kombinasi bronkodilator terapi, atau kortikosteroid. Apabila terdapat infeksi, perlu diberikan antimikroba. Jika pasien
memerlukan oksigen maka diberikan dengan aliran lambat: 1-2 litermenit. Rehabilitasi terhadap penderita meliputi :
1. Fisioterapi, untuk membantu pengeluaran sekret bronkus 2. Latihan pernapasan
3. Latihan olahraga untuk memulihkan kesegaran jasmaninya 4. Pengelolaan psikososial untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit
yang dideritanya
D. ASMA
Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronik pada saluran napas, adanya obstruksi saluran pernapasan yang reversibel secara spontan atau dengan terapi,
berhubungan dengan peningkatan respon hiper reaktivitas dari saluran pernapasan terhadap faktor stimulus. Obstruksi jalan napas yang reversibel pada
asma dapat terjadi setelah paparan terhadap iritan bronkus, stimulus kolinergik, udara dingin, atau olah raga. Inflamasi kronik akan menyebabkan ‘remodelling’
saluran napas yang ditandai dengan hipertrofi dan hiperplasi otot polos, proliferasi vaskular, hipertrofi kelenjar-kelenjar bronkus, edema, dan deposisi kelenjar
kolagen. Tetapi hubungan antara inflamasi dengan remodeling saluran napas, terjadinya obstruksi saluran napas yang irreversibel dan hiper responsif bronkus
masih belum jelas.
Insidens Insidensi asma yang tinggi ditemukan pada masa anak-anak, diikuti dengan
penurunan sampai dengan dewasa. Dalam masa setelah dewasa muda, asma meningkat pada pasien ektopik terutama wanita yang menunjukkan reaksi pada
skin tes. Hanya 3 dan 1 penderita asma, onsetnya pada umur 60 – 70 tahun. Setelah umur 40 tahun, tidak tampak hubungan antara skin test yang positif dan
perkembangan asma, dan tidak ada pengaruh dari perbedaan jenis kelamin.
Etiologi Stimulus luar yang dapat memprovokasi timbulnya asma:
- Infeksi virus pada saluran pernapasan
Diduga infeksi virus merupakan penyebab tersering timbulnya asma dan merupakan suatu faktor inisiasi asma pada individu sebelum terkena asma.
- Zat-zat iritan
Iritan spesifik maupun nonspesifik dapat menyebabkan spasme bronkus. Biasanya Iritan yang sering adalah asap rokok, parfum, dan polusi udara.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
56
- Zat alergen
Alergen hanya mempengaruhi pasien tertentu saja, merupakan faktor penting pada penderita asma usia muda, dan kurang penting pada yang
dewasa. -
Aspirin dan inhibitor prostaglandin Pengaruh aspirin dalam menghambat asam arakidonat pada sintesis
prostaglandin, juga dapat menyebabkan stimulus pada otot polos bronkiolus.
- Olah raga dan udara yang dingin
Keduanya menyebabkan peningkatan tonus otot bronkiolus. -
Emosi Mekanisme faktor emosi menyebabkan spasme bronkus, dan penyebab
respon individu yang bervariasi pada faktor ini tidak diketahui. Gejala Klinis
Gejala klinis dari asma biasanya dispnea dan wheezing. Tetapi pada lanjut usia disertai dengan paroksismal nokturnal dispnea atau batuk yang episodik.
Pemeriksaan fisik sangat bervariasi, pada keadaan tenang dapat normal. Pada waktu serangan, penderita tampak sesak, ditemukan wheezing dan hiperinflasi
dada, batuk berulang dan pada malam hari. Hiperinflasi pada pasien lanjut usia sulit dibedakan apakah disebabkan oleh serangan asma akut atau karena
perubahan-perubahan yang berkaitan dengan usia atau penyakit obstruktif lain Bila serangan berat, penderita terlihat sianosis, berkeringat, tampak lelah, gelisah,
kemudian menjadi lemas, napas tersengal, dan wheezing. Bila tidak cepat diobati penderita akan meninggal.
Pemeriksaan faal paru pada asma penting untuk menentukan berat ringannya penyakit dan untuk melihat respon terhadap pengobatan. Pemeriksaan faal paru
dengan menggunakan spirometri, akan didapatkan FEV1 menurun dan peak flow rate menurun. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan skin test, adanya
eosinofilia pada sputum dan darah.
Pengobatan Pengobatan asma dapat diberikan bronkodilator, obat anti inflamasi, dan obat
anti alergi. Dasar dari patogenesis asma adalah inflamasi, sehingga untuk mengobati kelainan ini dengan obat anti inflamasi. Obat pilihan yang paling
efektif adalah kortikosteroid inhalasi. Penelitian menunjukkan umumnya kortikosteroid inhalasi dapat menekan inflamasi, memperbaiki gejala asma,
hiperesponsif bronkus dan bahkan menekan remisi asma pada sebagian pasien.
Tabel : Terapi Asma Gejala Klinis
Terapi STEP 1
Intermitten Serangan singkat 1xmgg
Serangan malam 2xbln FEV1 80
Pengobatan diberikan bila gejala timbul
STEP 2 Mild Persisten
1xhr serangan 1xmgg Serangan malam 2xbln
FEV 80 Pengobatan diberikan tiap hari
dengan bronkodilator dan anti- inflamasi.
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009
57
STEP 3 Moderate
Persisten Serangan setiap hari
FEV 60-80 hari Pengobatan dengan inhalasi
bronkodilator long-acting., dan kortikosteroid.
STEP 4 Severe
Persisten Serangan terus-menerus
Malam terganggu Aktivitas terbatas
FEV 60 Pengobatan dengan inhalasi
bronkodilator long-acting, kortikosteroid inhalasi dosis
tinggi + oral kortikosteroid jangka lama.
Obat asma : 1. Bronkodilator
- Golongan β agonis: adrenalin, salbutamol - Golongan anti kolinergik: ipatropium bromida, oxytropium bromida
- Golongan metil xanthine: teofilin 2. Obat anti inflamasi
Golongan kortikosteroid: Beclomethasone, budesonide, prednison 3. Golongan anti alergi
Golongan anti histamin: ketotifen
E. Karsinoma Paru