Kepala Desa Sebagai Ujung Tombak Perjuangan FPPBFP2NBP di Tingkat Desa

Bagian III 137 Pernyataan ini lebih tegas menyatakan bahwa jika terpilih menjadi kepala desa, secara spesifik hanya akan memperbaiki manajemen keuangan desa, khususnya dalam pengelolaan dana-dana yang turun dari pemerintahan pusat. Kerancuan di atas, dapat dilihat dari sisi lain, yaitu sebagai salah satu upaya untuk memperoleh simpati dari warga desa yang tidak termasuk dalam organisasi FPPBFP2NBP. Di sinilah peran tim sukses yang dibentuk di masing-masing desa, yaitu melakukan pemetaan tentang apa yang menjadi kebutuhan masyarakat desa secara keseluruhan dan hal-hal apa yang akan menarik perhatian masyarakat sehingga bisa menentukan pilihan calon kepala desa. Hal ini biasa dilakukan dalam setiap kompetisi, termasuk di dalam pertarungan merebut kekuasaan politik di desa, karena yang terpenting adalah tujuan besarnya, yaitu agar terjadi perubahan mendasar dalam kehidupan di pedesaan khususnya di basis-basis anggota FPPNFP2NBP dalam penguasaan tanah untuk kehidupan di masa datang yang lebih baik.

3.3. Kepala Desa Sebagai Ujung Tombak Perjuangan FPPBFP2NBP di Tingkat Desa

Akhirnya tiba saatnya Pilkades dilakukan di desa-desa dengan diikuti para kader organisasi. Hingga September 2007, terdapat 9 Pilkades yang diikuti oleh calon yang diusung oleh organisasi dan 6 di antaranya menang. Tim sukses di masing-masing desa melakukan pemetaan kemungkinan-kemungkinan kemenangan calon yang diusungnya, namun beberapa desa meleset dari perkiraan kekuatan yang diasumsikan. Banyak faktor yang mempengaruhinya, dan hal ini bisa menjadi pelajaran penting untuk menghadapi Pilkades-pilkades yang akan datang. Berikut ringkasan hasil pemetaan tim sukses dan hasil akhir Pilkades. Bagian III 138 Tabel 3.3 Hasil Gerakan Politik Lokal FPPB Sepanjang Tahun 2007 Calon Kades Desa Perkiraan Hasil Pemetaan Tim Sukses Jml Calon Hasil Akhir DPT Jml Anggota Pemilih Calon DPT Pemilih Calon Hasil Wahyudi Keteleng, Blado 1.619 150 KK 701 [43,3] 4 1.717 468 [34] Menang Siti Maesaroh Kalisari, Blado 831 200 KK 449 [54] 2 937 360 [42,2] Kalah Atno Bismo, Blado 619 184 KK 317 [51,2] 2 631 257 [45] Kalah Tamyudi Gondang, Blado 807 183 KK 527 [65,3] 4 970 278 [32,8] Menang Sukisto Batiombo, Bandar 1.156 265 KK 490 [42,2] 3 1.178 204 [21,5] Kalah Sutrimo Posong, Tulis 539 335 [62,2] 1 575 432 [93,7] Menang Daryoso Sembojo, Tulis 934 285 KK 411 [44] 2 964 439 [52,9] Menang Taruni Simbangjati, Tulis 1.147 549 [48] 3 1.001 310 [37,2] Menang Suprapto Kuripan, Subah 1.479 589 [39,8] 4 1.600 455 [35,1] Menang Sumber: Dokumen “Evaluasi Pilkades FPPB”, 10 September 2007. Dengan demikian, hingga bulan September 2007, dari 9 Pilkades yang dilaksanakan, 6 Pilkades berhasil dimenangkan oleh calon yang diusung oleh organisasi, termasuk calon yang diusung dengan menggunakan Kontrak Politik, yaitu calon yang sebelumnya bukan anggota organisasi yaitu Kepala Desa Kuripan yang diusung oleh 2 OTL yang ada di Desa Kuripan yaitu PT3S dan P2BS. Di dalam agenda evaluasi yang dilaksanakan pada bulan September 2007, berhasil diidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekalahan 3 calon lainnya, yang di antaranya adalah faktor yang di luar perhitungan organisasitim sukses di dalam menggalang pemilih calon yang diusung oleh organisasi, selain faktor yang dikategorikan faktor internal organisasi di dalam masa persiapan hingga waktu pemilihan. Hal-hal yang menjadi faktor kekalahan yang timbul dari hal-hal yang bersifat internal adalah antara lain organisasi di tingkat desa yang tidak solid selama masa persiapan, Bagian III 139 sehingga mengganggu kelancaran kerja tim sukses yang dibentuk 132 . Organisasi tidak mengerahkan seluruh energinya untuk melakukan sosialisasi intensif kepada semua anggota organisasi untuk meyakinkan bahwa mereka akan memilih calon yang diusung oleh organisasi; dan hal ini bisa dinilai bahwa tim sukses yang dibentuk tidak bekerja secara maksimal. Analisis ini didasarkan pada anggapan bahwa calon yang diusung dianggap tidak berbeda dengan calon lainnya, selain mereka juga kurang dikenal oleh semua pemilih di desa yang bersangkutan. Hasil analisis selanjutnya adalah bahwa sosialisasi tentang agendaprogram organisasi tentang PPL tidak sepenuhnya sampai kepada anggota, sehingga pemilih tidak menganggap penting untuk memilih calon yang diusung oleh organisasi karena berdasarkan pengalaman pemilihan yang sebelumnya, Pilkades ini hanyalah agenda formalitas saja dan tidak akan berdampak terhadap kehidupan masyarakat desa di masa datang. Hal-hal yang di luar kuasa organisasi adalah masih terjadinya ‘politik uang’ yang dilakukan oleh calon lain sebelum hari pemilihan, pihak lawan yang melakukan kampanye-kampanye negatif terhadap calon yang diusung oleh organisasi, serta faktor yang sangat sulit diantisipasi di lingkungan masyarakat desa seperti ikatan kekerabatan dengan calon lainnya. Akibatnya, walaupun beberapa anggota sudah berkomitmen untuk memilih calon yang diusung oleh organisasi, mereka tidak memilih calon yang diusung organisasi karena rasa sungkan terhadap kerabatnya. Identifikasi terhadap hal-hal yang menjadi faktor kekalahan ini akan menjadi pelajaran penting untuk mengembangkan strategi pemenangan yang lebih baik di dalam pemilihan- pemilihan yang akan terus berlangsung di desa lain di sepanjang tahun 2008. Dengan sudah dilaksanakannya Pilkades dan terdapat 6 kepala desa yang diharapkan menjadi ujung tombak perjuangan di masing-masing desa, maka baik FPPBFP2NBP maupun kepala desa terpilih merumuskan strategi jangka pendek untuk melaksanakan mandat-mandat yang sudah dirumuskan sebelumnya. Di dalam forum evaluasi yang dilaksanakan pada bulan September 2007, terangkum bahwa masing-masing kepala desa merencanakan apa yang disebut dengan Program Lurah Kepala Desa dalam 100 hari ke depan. Program tersebut berisi rangkaian kegiatan sebagai berikut 133 : 132 Hasil eksplorasi dengan beberapa aktivis FPPBFP2NBP dan dokumen “Evaluasi Pilkades FPPB”, tanggal 10 September 2007. 133 Diringkas dari dokumen “Rapat dan Evaluasi Politik Lokal”, FPPB, tanggal 10 September 2007 Bagian III 140 1 Melaksanakan pertemuan rutin sesama Lurah Kepala Desa terpilih 2 Mengikuti Pendidikan Lurah Kepala Desa yang diselenggarakan oleh FPPBFP2NBP. 3 Melakukan kegiatan monitoring dalam rangka membentuk karakter Lurah FPPBFP2NBP yang dilaksanakan oleh FPPBFP2NBP. 4 Merancang kegiatan silaturahmi antara Lurah dengan semua anggota OTL, keluarga Lurah, dan semua warga desa dengan memanfaatkan momen-momen publik yang ada, misalnya, bulan Ramadhan dan Hari Raya Iedul Fitri. 5 Melaksanakan kewajiban sebagai aparat pemerintahan desa dengan melakukan penataan perangkat desa, penataan administrasi desa, dan pendataan aset-aset desa. 6 Identifikasi program-program pemerintah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi masyarakat serta identifikasi program pemerintah untuk kepentingan organisasi. 7 Membangun dan memperkuat jaringan antar-Lurah Kepala Desa di Kabupaten Batang. Rumusan Program Lurah dalam 100 Hari tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan, karena masing-masing desa memiliki dinamikanya sendiri-sendiri. Di dalam praktiknya, masing-masing Kepala Desa terpilih kemudian memulai kesehariannya dengan melaksanakan kewajibannya sebagai pejabat nomor satu di desanya. Hal inipun bukan pekerjaan yang mudah karena mereka memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dihadapkan pada pilihan-pilihan strategis yang harus diputuskan segera di desanya. Hal ini juga menyebabkan terjadinya ketidakseragaman strategi taktis yang harus ditempuh oleh masing-masing kepala desa untuk mengatasi permasalahannya. Misalnya, Wahyudi, Kepala Desa Keteleng, Kecamatan Blado, menguraikan bahwa misinya sebagai kepala desa adalah akan mengembangkan strategi perjuangan dengan cara memperluas keanggotaan organisasi 134 . Hal ini dilakukan dengan penilaian strategis organisasi dan dinamika yang ada di wilayah Pagilaran bahwa ada kelompok masyarakat marjinal lainnya yaitu kelompok buruh perkebunan yang juga harus dirangkul menjadi kantung kekuatan organisasi PMGK. Paling tidak, setiap warga desanya diupayakan menjadi anggota organisasi – setidaknya mendukung strategi perjuangan organisasi – agar strategi 134 Wawancara dengan Wahyudi, Februari 2008. Bagian III 141 perjuangan yang dikembangkan untuk memperoleh hak atas tanah di wilayah Pagilaran tidak ditentang oleh, misalnya, kelompok buruh perkebunan PT Pagilaran 135 . Menurutnya, hal ini adalah langkah awal sebelum mengembangkan strategi lainnya untuk menjadikan warga Pagilaran berdaulat atas wilayahnya. Berbeda dengan kepala desa terpilih di dua desa yang anggotanya bersengketa dengan PT Segayung, yaitu Daryoso, Kepala Desa Sembojo dan Sutrimo, Kepala Desa Posong, mereka harus dapat mengatasi situasi bahwa warganya baru saja mengalami peristiwa pengrusakan tanaman pertaniannya oleh pihak PT Segayung pada November 2007 136 . Sebagai bagian dari korban pengrusakan, sebagai kepala desa, ia harus tetap bisa menjaga kestabilan emosi rakyatnya, khususnya anggota organisasi yang sedang mengalami kerugian karena peristiwa pengrusakan tersebut. Kedua kepala desa ini memiliki misi yang serupa dengan apa yang dipikirkan oleh Wahyudi, Kepala Desa Keteleng, namun rasa pesimisme apakah dapat merangkul sebanyak-banyaknya rakyat menjadi anggota organisasi dan menjadi kantung kekuatan organisasi dinilai sebagai ganjalan dalam rentang waktu periode jabatannya saat ini 137 . Rasa pesimisme itu disebabkan oleh kondisi masyarakatnya yang terbelah dua, yaitu sebagian besar dari mereka yang tidak menjadi anggota organisasi adalah pendukung PT Segayung atau mereka merupakan kelompok yang berpihak kepada PT Segayung. Selain itu kelompok masyarakat ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kelompok masyarakat lain yang bukan merupakan anggota organisasi. Hal inilah yang membuat mereka merasa pesimis untuk melakukan upaya tersebut. Berdasarkan pesimisme tersebut, maka hal-hal maksimal yang bisa dilakukan di dalam rentang periode jabatannya adalah melakukan upaya-upaya untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap institusi pemerintahan desa. Dengan duduknya kader organisasi FPPBFP2NBP sebagai kepala desa, institusi ini akan berjalan sebagaimana fungsinya. Di masa jabatan kepala desa sebelumnya, isu-isu korupsi dan KKN sangat melekat pada institusi pemerintahan desa, sehingga kedua kepala desa ini berharap 135 Selama ini, menurut Wahyudi, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh FPPB dengan menuntut hak atas tanah PT Pagilaran telah mengancam sumber mata pencaharian buruh perkebunan PT Pagilaran. 136 Lihat “Kronologi Pengrusakan Tanaman Milik Petani Desa Sembojo, Desa Posong, Desa Wonosegoro dan Desa Batiombo oleh PT Segayung”, 2007. 137 Hasil wawancara dengan Pak Daryoso, Kepala Desa Sembojo, Kecamatan Tulis, Februari 2008. Bagian III 142 dengan upaya-upaya yang akan dilakukan, kesan itu akan hilang dengan sendirinya. Sutrimo, Kepala Desa Posong, menguraikan bahwa tantangan terbesarnya adalah mengambil hati rakyat agar bisa bekerja sama dengan pemerintahan desa untuk membangun desanya, mengingat pengalaman panjang yang buruk sudah mereka alami sepanjang kepala desa sebelumnya menjabat. Apalagi, saat ini, “… ‘anak buah’ dari kepala desa sebelumnya menjabat, masih menjabat sebagai sekretaris desa.. “; hal ini menjadi persoalan lain bagi Sutrimo dalam menjalankan fungsinya 138 . Dengan masalah yang dihadapi, menurut Pak Sutrimo, yang paling maksimal dilakukannya adalah berusaha mengatasi “kaki tangan” pejabat desa sebelumnya yang masih menjabat sebagai sekretaris desa, sekaligus menjalankan fungsi kepala desa di dalam memanfaatkan dana- dana pembangunan yang disediakan pemerintah tingkat kabupaten untuk desanya. Kedua hal tersebut, hal-hal yang dihadapi Pak Sutrimo, terkait satu sama lain, karena sejak menjabat \kepala desa, sekretaris desa masih tetap menganggap bahwa Sutrimo adalah musuhnya bukan mitra kerjanya di pemerintahan desa 139 . Mengetahui kondisi masing-masing desa tersebut, FPPBFP2NBP terus berperan aktif untuk melakukan pendampingan, khususnya kepada Kepala Desa terpilih. FPPBFP2NBP berupaya untuk terus memberikan pemahaman tentang apa saja yang harus dilakukan kepala desa, salah satunya dengan melakukan pertemuan rutin setiap bulan dalam rangkaian pendidikan Lurah kepala desa FPPBFP2NBP. Untuk rangkaian kegiatan ini, FPPBFP2NBP tidak melakukan sendiri, seperti halnya dalam masa persiapan hingga proses pemilihan, FPPBFP2NBP senantiasa bekerja bersama-sama dengan PEWARTA. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk terus-menerus melakukan konsolidasi antar-kepala desa serta melakukan sinergi kerja-kerja antar-kepala desa. Misalnya, salah satu pertemuan bulanan pada Februari 2008 140 , semua kepala desa FPPBFP2NBP berkumpul untuk menerima informasi tentang arus anggaran yang bisa diakses kepala desa untuk dana pembangunan desa. Bagi para kepala desa, informasi semacam ini 138 Hasil wawancara dengan Pak Sutrimo, Kepala Desa Posong, 18 Februari 2008. 139 Dalam kultur pemerintahan desa Posong, jabatan sekretaris desa sangat penting dan berpengaruh dalam hal menentukan rencana-rencana pembangunan desa Posong. Sudah diketahui umum bahwa Sekretaris Desa Posong ini sering melakukan manipulasi dana pembangunan desa untuk kepentingannya sendiri dan kelompoknya. hasil wawancara denganPak Sutrimo, Kepala Desa Posong, 18 Februari 2008. 140 Catatan pertemuan Kepala Desa FPPB dengan salah satu anggota DPRD Batang, Februari 2008. Bagian III 143 menjadi sangat strategis karena sesuai dengan kebutuhan mereka dalam konteks menjalankan misinya selama menjabat jadi kepala desa. Setiap pertemuan menampilan tema yang berbeda-beda tergantung masalah yang sedang berkembang di masing-masing desa. 3.4. Kepala Desa FPPBFP2NBP: Agen Gerakan Sosial di Desa?