Organisasi Tani sebagai Alat Perjuangan

Bagian II 118

C. Organisasi Tani sebagai Alat Perjuangan

FPPBFP2NBP dideklarasikan pada tanggal 4 Juni 2000 oleh 3 OTL pendirinya yaitu P2KPP, P4T, dan Kembang Tani. Seperti telah diuraikan di bagian sebelumnya, ketiga OTL ini bergabung karena memiliki kesamaan permasalahan, khususnya dalam menghadapi kasus tanah. Hal ini menandakan bahwa FPPBFP2NBP terbentuk karena memang sudah ada akar pengorganisasian sebelumnya dan hasil dari pengorganisasian tersebut telah membuahkan kebulatan tekad untuk membentuk satu wadah perjuangan yaitu FPPBFP2NBP. Dari uraian kasus di atas, juga terlihat di dalam Tabel 2.1, FPPBFP2NBP kemudian bertambah anggotanya seiring dengan mengemukanya kasus-kasus tanah di Kabupaten Batang. Paling tidak P2BS dan P2SD adalah OTL yang bergabung dengan FPPBFP2NBP. Kecuali P2BS, OTL lainnya terbentuk sebelum FPPBFP2NBP didirikan atau sebelum bergabung dengan FPPBFP2NBP. Walaupun P2BS baru dibentuk setelah berkenalan dengan FPPBFP2NBP lihat uraian Kasus PTPN IX Kebum Siluwok, kegiatan-kegiatan berkelompok, seperti diskusi dan upaya penyelesaian masalah bersama, sudah dilakukan sebelum mereka disarankan untuk membentuk OTL di Desa Kuripan. Di lain pihak, kegiatan berkelompok di masing-masing OTL sebelum terbentuknya OTL juga telah menghasilkan upaya-upaya melakukan penggarapan tanah di tanah-tanah perkebunan yang menjadi sengketa. Paling tidak sejak tahun 1980, petani penggarap yang sekarang sudah menjadi anggota P4T sudah melakukan penggarapan di atas tanah perkebunan Tratak dengan skema bagi hasil. Demikian juga warga Desa Kuripan yang sejak tahun 1994 menggarap dengan skema tumpangsari dan tahun 1995 petani penggarap PT Segayung dengan skema bagi hasil. Dengan terlibatnya sekelompok petani penggarap dengan berbagai skema yang ditawarkan perusahaan perkebunan, maka sejak saat itulah cikal-bakal pengorganisasian hingga terbentuknya OTL saat ini mulai terbentuk. Demikian juga dalam proses penyelesaian kasus, proses lobi dan audiensi dengan pihak terkait sering kali menjadi lebih mudah, karena FPPBFP2NBP selalu mengupayakan agar solidaritas terus terjalin dengan cara selalu melibatkan perwakilan OTL lain di dalam kegiatan tersebut. Hal ini sedikit banyak memungkinkan adanya pembahasan baik secara Bagian II 119 formal maupun informal dengan pihak terkait yang berhubungan dengan upaya penyelesaian kasus. Bahkan dalam satu atau dua kesempatan, proses lobi dan negosiasi dilakukan untuk beberapa kasus sekaligus, khususnya untuk kasus-kasus yang serupa atau untuk mempertanyakan hal-hal yang serupa. Misalnya ketika P2SD dan P4T bermaksud mempertanyakan status HGU PT Segayung dan PT Tratak, pertemuan dilakukan dalam kesempatan yang sama. Demikian juga dengan aksi mobilisasi massa, dengan banyaknya OTL yang terlibat, maka kekuatan organisasi akan semakin tampak, dan akan berpengaruh pada perhatian pihak-pihak yang berwenang untuk terus memikirkan tuntutan-tuntutan petani di Kabupaten Batang pada umumnya. Pada perkembangan terakhir, dapat dipastikan bahwa strategi Program Politik Lokal yang telah membawa kemenangan bagi kader organisasi di sebagian besar Pilkades yang diselenggarakan juga ditunjang oleh terorganisasinya penduduk setempat di dalam OTL di desanya masing-masing. Jika dilihat dari peta kekuatan FPPBFP2NBP di masing-masing OTL, jumlah anggota OTL dibandingkan dengan jumlah pemilih di desa jumlah Kepala Keluarga paling banyak hanya sekitar 75 dan paling sedikit sekitar 25. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memenangi Pilkades, organisasi telah mampu melakukan pengorganisiran bukan hanya anggotanya, melainkan juga penduduk desa lainnya. Misalnya di Desa Keteleng, anggota OTL PMGK-Keteleng hanya sekitar 25 saja dari semua Kepala Keluarga di Desa Keteleng, namun calon dari kader PMGK berhasil memenangi Pilkades. Begitu juga dengan Desa Gondang yang hanya memiliki kekuatan anggota organisasi PMGK-Gondang sekitar 47 saja dari semua Kepala Keluarga yang ada di Desa Gondang. lihat Tabel 3.3 Paling tidak, kemenangan di Desa Keteleng dan Gondang ini telah mampu menangkal faktor kekerabatan di desa yang kerap kali menjadi faktor di luar perhitungan pada setiap Pilkades, yaitu pemilih umumnya akan memilih calon yang menjadi kerabatnya, walaupun sudah diberikan arahan oleh organisasi, seperti yang terjadi di Desa Kalisari, yang akhirnya berujung pada kekalahan calon yang didukung organisasi. Bagian II 120

2.4. Gerakan Pendudukan Tanah dan Penuntutan Tanah Kembali