Bagian II
114
Dari gambaran ringkas ke-4 kasus di atas dapat dilihat bahwa ada persamaan dan perbedaan yang bisa menggambarkan pola gerakan tani yang ada. Hal yang paling menonjol
persamaannya adalah bahwa mereka semua berhadapan dengan pengusaha perkebunan besar yang memiliki hak formal yaitu Hak Guna Usaha. Perkebunan-perkebunan tersebut
juga merupakan perkebunan warisan sejak zaman kolonial Belanda, kecuali PT Segayung yang memang merupakan perusahaan yang muncul pada era Orde Baru. Hal ini akan
mempengaruhi kesejarahan perjuangan rakyat yang saat ini telah bergabung di dalam satu wadah perjuangan FPPBFP2NBP.
A. Tanah Yang Dituntut
Ke-4 kasus sengketa di atas menunjukkan sengketa antara petani penggarap dengan perusahaan perkebunan pemegang HGUyang diterbitkan pada masa Orde Baru sekitar tahun
1980-an. Keempat perkebunan yang menjadi lawan sengketa penduduk setempat secara sah memiliki sertifikat HGU dan perkebunannya dinyatakan aktif bahkan komoditasnya tergolong
komoditi andalan lihat Tabel 2.2 dan tercatat di dalam daftar di Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 2.2 Komoditi Andalan di Kabupaten Batang
Yang Perkebunannya Bersengketa dengan Anggota FPPBFP2NBP
Komoditas Perkebunan
Luas ha Produksi Kg
TBM TM
Cengkeh Tratak
0,00 15,00
Kapok Segayung Selatan
35,00 89,56
52,200 Kelapa
Segayung Utara 0,00
142,33 1.357.320
Kelapa Segayung Selatan
5,68 0,00
Kakao Segayung Utara
0,00 47,00
21,600 Teh
Pagilaran 967,54
15,00 28.200
Bagian II
115
Sumber: Diringkas dari Tabel 5.2.2 Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Besar Swasta PBS Menurut JenisTanaman dan Kebun Di Jawa Tengah Tahun 2006. Dinas Perkebunan Jawa Tengah
http:jateng.bps.go.id2006web06bab105web06_1050202.htm TBM
: Tanaman Belum Menghasilkan TM
: Tanaman Menghasilkan
Kembali melihat uraian kasus sebelumnya, angka-angka yang tercatat di Dinas Perkebunan di dalam Tabel 2.2 menunjukkan kontradiksi. Jika saja memang catatan itu bersumber langsung
dari praktik-praktik yang ada di lapangan, maka hanya komoditas teh yang dihasilkan PT Perkebunan Pagilaranlah yang merupakan angka yang sahih. Artinya, produksinya memang
dihasilkan oleh kinerja perusahaan. Tetapi untuk data komoditas kapok, perlu dipertanyakan mengingat bahwa sesungguhnya PT Segayung tidak pernah mengusahakan secara langsung
komoditas tersebut. Terlebih-lebih bahwa PT Segayung dalam hal ini memiliki HGU dengan peruntukan tanaman karet. Angka produksi yang tercatat oleh Dinas Perkebunan
sesungguhnya adalah angka produksi yang dihasilkan oleh penduduk setempat di sekitar perkebunan Segayung dengan skema bagi hasil. Sedangkan untuk data komoditas cengkeh
yang tercatat dikelola oleh PT Tratak, datanya dapat dikatakan sesuai dengan kenyataan di lapangan, mengingat memang seperti diuraikan di dalam kasus PT Tratak bahwa tanah PT
Tratak sejak awal tidak pernah diusahakan oleh perusahaan melainkan sepenuhnya diusahakan oleh penduduk setempat dengan skema bagi hasil dengan Sinder Afdeling PT
Tratak. Kenyataan ini sebenarnya juga kemudian menjadi argumentasi penduduk setempat untuk menuntut hak atas tanah.
Dari matriks di atas, dapat dilihat adanya 3 kelompok yang berupaya menuntut hak atas tanah, yaitu:
1 Kelompok pertama adalah kelompok yang hingga saat ini masih dalam upaya perjuangan untuk mendapatkan legalitas atas penggarapan yang sudah mereka lakukan selama ini,
yaitu OTL P4T vs PT Tratak, P2BS vs PTPN IX, dan P2SD vs PT Segayung. Anggota P4T dan P2BS sudah berhasil melakukan penggarapan lahan secara maksimal dan saat ini
upayanya adalah melakukan lobi dan negosiasi atas tanah yang sudah mereka garap. Walaupun kondisi terakhir P2SD vs PT Segayung adalah sedang dikuasai oleh PT Segayung
Bagian II
116
karena proses pengambilalihan secara paksa pada November tahun 2007, kasus ini masih bisa dikategorikan ke dalam kelompok ini. Untuk kelompok pertama ini, upaya-upaya
melakukan desakan-desakan kepada instansi terkait cukup tampak dan dapat menunjukkan bagaimana dinamika birokrasi di dalam upaya penyelesaian kasus tanah di
Kabupaten Batang. 2 Kelompok kedua adalah kelompok yang digolongkan belum menduduki lahan
perkebunan, tetapi masih bertahan untuk tetap tinggal di areal perkebunan, yaitu OTL P2KPPPMGK vs PT Pagilaran. Anggota OTL P2KPPPMGK masih harus menyusun
rumusan aksi agar dapat melakukan pendudukan lahan perkebunan Pagilaran. Sementara ini yang mereka lakukan dan mereka anggap sebagai strategi jangka panjang adalah tetap
tinggl di emplasemen yang dahulunya adalah perkampungan tempat orang tua mereka tinggal.
Berdasarkan luas tanah yang dituntut versus luas yang dikuasai oleh pemegang HGU, petani penggarap dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu 1 petani penggarap yang
menuntut seluruh tanah yang dikuasai pemegang HGU; dan 2 petani penggarap yang hanya menuntut sebagian tanah yang dikuasai pemegang HGU. Lihat Tabel 2.4 di atas
B. Strategi Perjuangan