Cetyl trimethylammonium bromide CTAB Elastomer

11 jarak antar layer pada organoclay akan semakin membesar dan akhirnya terjadi delaminasi struktur pada bentonit atau lebih dikenal dengan istilah exfoliasi, dimana lapisan-lapisan bentonit dalam ukuran nano ini akan terdispersi dalam matriks polimer Syuhada dkk, 2009. Monmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponen- komponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air, maka ruang diantara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume clay dapat berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar basal spacing monmorilonit meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung pelan-pelan, yaitu pertanda pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan. Tingginya daya mengembang atau mengerut ari monmorilonit menjadi alasan kuat mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan organik. Dari keanekaragaman jenis lempung, monmorilonit ditemukan dalam bentuk tanah kebanyakan. Tingginya daya plastis, mengembang dan mengkerut , mineral ini menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering Indawahyuni, 2013.

2.4 Cetyl trimethylammonium bromide CTAB

Cetyl trimethylammonium bromide CTAB adalah surfaktan kationik dengan rumus molekul C 19 H 42 BrN, dengan berat molekul 364,45 gmol, berbentuk serbuk putih dengan titik lebur 237-243 o C. Gambar 2.5 Hexadecyltrimethylammonium cetrimonium bromida CTAB dalam larutan akan terionisasi menjadi CTA + dan Br - . Karena akan terbentuk ion CTA + yang bersifat amphifilik maka CTAB disebut sebagai deterjen kationik. Universitas Sumatera Utara 12 Gambar 2.6 Rumus Molekul CTAB Bentonit yang semula bersifat hidrofilik berubah menjadi organofilik. Bentonit hasil modifikasi disebut organoclay. Perubahan sifat bentonit merupakan hasil dari penggantian kation anorganik pada bentonit dengan kation organik surfaktan CTAB. Dengan masuknya surfaktan ke dalam bentonit, d-spacing pada bentonitpun bertambah besar terinterkalasi.

2.5 Elastomer

Elastomer adalah polimer amorf yang berada di atas suhu transisi kaca, sehingga gerak segmental yang cukup adalah mungkin. Pada suhu kamar, karet relatif lunak E~3MPa dan mampu berdeformasi. Elastomer merupakan polimer dengan viscoelasticity elastisitas, umumnya memiliki modulus Young yang rendah dan hasil regangan yang tinggi dibandingkan dengan bahan lain. Istilah polimer elastis, sering digunakan bergantian dengan istilah karet, meskipun yang terakhir lebih disukai ketika mengacu pada istilah vulcanisates. Setiap monomer yang menghubungkan membentuk polimer biasanya terbuat dari karbon, hidrogen, oksigen dan atau silikon. Penggunaan utama mereka adalah untuk segel, perekat dan bagian yang dapat terbentuk dengan fleksibel. Elastomer biasanya bersifat termoset membutuhkan vulkanisasi tetapi mungkin juga bersifat termoplastik. Rantai polimer yang panjang lintas-garis yang terjadi pada selama pemeraman, yang disebut dengan vulkanisir. Struktur molekul dari elastomer dapat dibayangkan sebagai struktur spaghetti dan bakso, dengan bakso yang menandakan crosslink. Elastisitas berasal dari kemampuan rantai panjang untuk mengkonfigurasi ulang diri untuk mendistribusikan tegangan. Ikatan kovalen silang memastikan bahwa elastomer akan kembali ke konfigurasi semula ketika stres dihilangkan. Universitas Sumatera Utara 13 Sebagai hasil dari fleksibilitas ekstrim ini, elastomer reversibel dapat diperpanjang hingga 5-700, tergantung pada bahan tertentu. Tanpa adanya lintas-hubungan, rantai merenggang ulang, tegangan akan menghasilkan deformasi permanen. Beberapa tahun belakangan ini nanokomposit berbasis karet telah diteliti dan dibahas secara meluas oleh para ahli terutama yang berhubungan dengan potensi pemanfaatan nanoelement seperti silikat berlapis, talek, silica, nanobiofiller dan carbon nanotube. Namun yang paling sering digunakan pada 10 tahun belakangan dalam mempersiapkan nanokomposit berbasis karet adalah silikat berlapis dan carbon nanotube. Penggabungan clay atau silikat berlapis ke dalam matriks polimer dapat memberikan 4 struktur yang berbeda: 1. konvensional, ii. sebagian terinterkalasi dan sebagaian tereksfoliasi, iii. terinterkalasi penuh dan dan terdispersi, iv. Tereksfoloiasi penuh dan terdispersi.Hal ini bergantung pada konsentrasi dari clay dan derajat pendistribusian ke dalam kompositnya Luo dan Daniel, 2003. Dalam mikrokomposit atau komposit konvensional, partikel-partikel tidak mudah dimasukkan ke dalam matriksnya karena mudahnya membentuk gumpalan agregat sehingga tidak memberi dampak yang berarti bagi perbaikan sifat mekanik komposit. Pada nanokomposit yang terinterkalasi kelihatan nanofiller tersusun secara teratur menyerupai kristal dalam rantai- rantai polimer matriksnya. Namun, pada struktur tereksfloasi lapisan-lapisan dari filler tidak tersusun dengan baik. Biasanya untuk karet nanokomposit secara morfologi berada diantara kedua struktur di atas karena umumnya terjadi interkalasi dan eksfloasi sebagian Galimberti, 2011. Karena alasan kurang kompatibel antara komponen karet organik terhadap silikat anorganik, untuk mendapatkan nanokomposit yang interkalatif, fase anorganik perlu dimodifikasi secara organik. Dengan demikian interaksi antara karet yang hidrofobik dengan bahan pengisi yang hidrofilik dapat diperbaiki untuk mendapatkan sifat yang fisika dan kimia yang khas Carli, dkk, 2011. Modifikasi organik ini telah memperbaiki dispersi silikat berlapis ke dalam matriks karet yang bersifat hidrofobik sebagaimana diamati dari uji morfologi Jia dkk, 2008. Universitas Sumatera Utara 14

2.6 Pengujian Sarung Tangan Lateks