7 kepatuhan karena kekambuhan akibat putus obat dapat menurunkan produktivitas pasien dan
akhirnya menimbulkan beban biaya yang lebih besar bagi pasien dan keluarga Riskesdas, 2013. Pasien skizofrenia mayoritas terjadi pada usia produktif, pasien yang belum sembuh
total akan membutuhkan pengobatan lebih lama dan membutuhkan biaya yang lebih besar Irwan et al., 2008.
Persentase pendidikan terakhir dari yang paling rendah yaitu pendidikan SD sebesar 25,88; pendidikan SLTP sebesar 36,47; pendidikan SMA sebesar 35,29; dan
pendidikan D3SI sebesar 2,35 Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan
pengambilan sampel yang telah ditentukan oleh pihak RSJD “X”. Hasil penelitian dapat diketahui pekerjaan dari pasien skizofrenia yang menjalani
pengobatan rawat jalan di RSJD “X”. Pada usia produktif banyak dari pasien skizofrenia tidak bekerja yaitu 75,29 Tabel 1. Pasien sebelum menderita skizofrenia bisa melakukan
perkerjaan atau kegiatan sehari-hari dengan baik. Namun setelah pasien menderita skizofrenia akan mengalami penurunan kemampuan untuk bekerja dan melakukan aktivitas
sehari-hari Keliat et al., 2011. Hal ini disebabkan pada pasien skizofrenia terjadi penyimpangan persepsi, serta afek tidak wajar atau tumpul. Pasien skizofrenia juga
mengalami ketidakmampuan berkomunikasi, halusinasi, dan gangguan kognitif seperti kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari Keliat et al., 2011.
Tabel 2. Distribusi profil usia dengan jenis kelamin pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan RSJD “X” Usia tahun
Laki-laki n=59 Perempuan n=26
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
18-29 20 33,90
5 23,07
30-40 30 47,46
18 61,54
40 9 18,64
3 15,39
Hasil penelitian di RSJD “X” didapatkan laki-laki pada usia antara 30-40 tahun paling banyak menderita skizofrenia yaitu 47,46 sejumlah 28 orang Tabel 2, hal ini tidak sesuai
dengan teori bahwa laki-laki memiliki onset penyakit lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15-25 tahun Irwan et al., 2008. Wanita usia antara 30-
40 tahun banyak yang mengalami skizofrenia yaitu sebesar 61,54 Tabel 2. Pada wanita yang mengalami skizofrenia stimulasi dari hormon gonadotropin pada wanita yang
menyebabkan myelin pada lobus temporal dalam kadar yang tinggi sampai usia 30 tahun yang berfungsi sebagai efek perlindungan atau neuroprotektif sehingga kemunculan penyakit
skizofrenia terjadi pada usia lebih tua daripada laki-laki. Gejala negatif yang muncul pada pasien skizofrenia laki-laki dapat disebabkan karena onset penyakit yang lebih awal daripada
8 wanita. Skizofrenia yang muncul pada usia lebih dari 35 tahun kemungkinan disebabkan
karena masalah hormonal biasanya terjadi gangguan yang parah pada bagian anterior otak yang berperan dalam motivasi diri, penurunan kreativitas, kemampuan berbicara, kehilangan
respon rasa sakit, dan kekurangan respon penghambatan Skokou et al., 2014. Namun pada penelitian ini lebih banyak penderita skizofrenia berjenis kelamin laki-laki dikarenakan
penentuan sampel dari pihak RSJD “X”.
B. Pola Pengobatan
Pasien skizofrenia rawat jalan diberikan antipsikotik oral. Jenis antipsikotik oral yaitu antipsikotik generasi pertama AGP, antipsikotik generasi kedua AGK, dan Clozapin. Data
penggunaan obat antipsikotik oral yang diberikan pada pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan RSJD Surakarta dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi penggunaan obat antipsikotik oral pasien skizofrenia di instalasi rawat jalan RSJD “X”
Obat Antipsikotik Oral Jumlah Pasien
n=85 Persentase
Trifluoperazin AGP 11
12,94 Klorpromazin AGP
57 67,06
Clozapin AGK 9
10,59 Haloperidol AGP
30 23,53
Risperidon AGK 61
71,76
Pasien skizofrenia rawat jalan di RSJD “X” diberikan Risperidon, Trifluoroperazin, Klorpromazin, dan Haloperidol. Pengobatan yang diberikan pada pasien sudah sesuai dengan
algoritma pengobatan untuk pasien skizofrenia yang terdapat pada Dipiro et al. 2008. Risperidon merupakan antipsikotik generasi kedua AGK yang paling banyak diresepkan
untuk pasien di Instalasi Rawat Jalan RSJD Surakarta. Hal ini sesuai dengan algoritma karena pemilihan antipsikotik generasi kedua AGK sebagai first line therapy lebih dipilih daripada
antipsikotik generasi pertama AGP. Antipsikotik generasi kedua AGK lebih efektif dan lebih aman untuk pasien dalam remisi dan pasien dalam pemulihan. Antipsikotik generasi
kedua AGK memiliki kemungkinan kejadian efek samping yang lebih rendah. Pemilihan Trifluoroperazin, Klorpromazin, dan Haloperidol yang merupakan antipsikotik generasi
pertama AGP efektif digunakan untuk pencegahan kekambuhan pada pasien skizofrenia Barnes, 2011.
C. Kepatuhan Pasien
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil penghitungan sisa obat dari pasien yang akan digunakan untuk menghitung nilai kepatuhan pasien terhadap pengobatannya.
Penentuan kepatuhan pasien dengan cara menghitung sisa obat dari pasien atau dengan “pill count” akan didapatkan persentase kepatuhan dari pasien. Metode pill count ini dilakukan
9 dengan menghitung sisa obat yang didapatkan pasien selama terapi pada periode waktu
tertentu. Dalam hal ini, perhitungan pill count dilakukan pada saat pasien melakukan kontrol rutin di Instalasi Rawat Jalan RSJD “X”. Pill count dilakukan pada pasien skizofrenia yang
melakukan kontrol rutin pada tanggal 20-27 Agustus 2015. Dari hasil penelitian sebesar 68,24 58 dari 85 orang pasien yang mempunyai kepatuhan 100 terhadap pengobatan
yang didapatkannya Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah distribusi patuh dan tidak patuh minum obat antipsikotik oral pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan di RSJD “X” n=85
Profil kepatuhan pasien Jumlah Pasien
n=85 Persentase
Patuh 58 68,24
Tidak patuh 27
31,76
Hasil penelitian ini pasien yang dinyatakan patuh dalam populasi lebih dari 50 dari populasi termasuk cukup tinggi. Hasil wawancara yang didapatkan dari jawaban kuisioner
tentang faktor penyakit, pada sebagian besar pasien skizofrenia sudah mengetahui konsekuensi dari penghentian obat antipsikotik tanpa rekomendasi dokter dapat
meningkatkan risiko kekambuhan sebesar 5x Katona et al., 2008. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien seperti memberikan
obat dengan jadwal minum obat satu kali sehari, memberikan obat sesuai dengan kemampuan pasien untuk membelinya, tidak mengubah jenis obat dari yang biasanya dikonsumsi oleh
pasien apabila tidak dibutuhkan. Selain itu juga bisa dengan memberikan alat bantu seperti kartu pengingat obat yang bisa ditandai apabila pasien sudah minum obat, dan memberikan
dukungan kepada anggota keluarga untuk mengingatkan pasien minum obat Rantucci, 2007.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia
Dalam penelitian ini diuraikan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat antipsikotik oral pasien skizofrenia di Instalasi Rawat
Jalan RSJD Surakarta pada tanggal 20-27 Agustus 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien skizofrenia adalah faktor penyakit, faktor pasien, faktor terapi,
dan faktor komunikasi Depkes, 2007. Metode wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisioner digunakan Untuk mengukur faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan pasien
skizofrenia dalam minum obat antipsikotik oral.