2. Pemantulan Gelombang 3. Prinsip Dasar Satelit Altimetri

commit to user 3. S band 3.2 GHz S band juga digunakan dalam pengukuran bersama dengan Ku band, untuk alasan yang sama seperti C band. 4. K a band 35 GHz Sinyal frekuensi Ka band memungkinkan pengamatan yang lebih baik pada es, hujan, zona pesisir, daratan hutan, dll dan gelombang tinggi. Karena peraturan internasional yang mengatur penggunaan bandwidth gelombang elektromagnetik, pada frekuensi ini tersedia bandwidth yang lebih besar dibandingkan untuk frekuensi yang lainnya, sehingga memungkinkan resolusi yang lebih tinggi, terutama di dekat pantai. Frekuensi ini juga terpantul lebih baik di atas es. Namun, karena kepekaan terhadap air atau uap air di troposfer yang tinggi, yang berarti bahwa tidak ada hasil pengukuran yang dihasilkan ketika tingkat hujan lebih tinggi dari 1,5 mm 3 jam. 5. Dual-frequency altimeters Menggunakan dua frekuensi adalah cara untuk memperkirakan jumlah elektron pada ionosfer dan untuk memperkiraan tingkat hujan.

II. 2. Pemantulan Gelombang

Jarak antara dua nilai puncak gelombang yang berurutan gelombang transversal atau jarak dari dua bagian pemampatan gelombang yang berurutan gelombang longitudinal disebut panjang gelombang λ. Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh satu gelombang penuh atau waktu yang ditempuh sepanjang gelombang tersebut disebut periode T. Sehingga hubungan antara panjang gelombang dengan periode ini adalah : = . 2.1 Sebuah gelombang datang dengan frekuensi sudut ω, merambat pada medium 1 searah dengan sumbu x positif mendekati bidang batas dari arah kiri, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.3. Supriyanto, 2007. commit to user Gambar 2.3. Arah gelombang pada batas dua medium yang berbeda Supriyanto, 2007 Pada Gambar 2.3 diperlihatkan x merupakan bidang batas antara dua medium yang berbeda dan y merupakan garis normalnya. Gelombang yang tiba pada bidang batas tersebut pada umumnya akan mengalami pemantulan dan pembiasan. Andaikan gelombang datang dan gelombang pantul masing – masing diungkapkan oleh gelombang datar sebagai berikut Tjia, 1994: E i , = 2.2 B i , = 2.3 dimana, v = cepat rambat gelombang k = bilangan gelombang ω= frekuensi sudut t = waktu x = jarak E= medan listrik B= medan magnet Saat bertemu bidang batas, akan terbentuk E , = ′ ′ 2.4 E 1 B 1 k 1 k’ 1 B’ 1 E’ 1 y x θ 1 θ’ 1 commit to user B 1 , = ′ ′ 2.5 dan diperoleh, = ′ = 2.6 = ′ ′ 2.7 dari kedua persamaan 2.6 dan 2.7 diatas diperoleh persamaan 2.8 yang berlaku hukum fisika seperti halnya cahaya yakni hukum pemantulan hukum Snellius dimana sudut datang sama dengan sudut pantul ′ . = ′ 2.8

II. 3. Prinsip Dasar Satelit Altimetri

Satelit altimetri merupakan salah satu teknologi yang terus dikembangkan sampai saat ini untuk mengetahui dan mendapatkan data permukaan laut serta fenomenanya. Satelit altimetri mempunyai jangkauan hampir seluruh bumi ini merupakan gabungan dari teknik radar mengukur jarak vertikal satelit dengan permukaan laut dan teknik penentuan posisi teliti orbit . Satelit altimetri mengirimkan pulsa radiasi dan mengukur interval waktu antara perambatan gelombang radar yang dipancarkan satelit dan gelombang radar yang dipantulkan oleh permukaan laut, kemudian diterima kembali oleh satelit sehingga ketinggian permukaan laut dapat diketahui. Hasil pengukuran ini disebut jarak altimeter, nilai R’ menyatakan suatu ketinggian satelit di atas permukaan laut. Seperti yang ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini Fu and Cazenave, 2001. R = R’ - ∑∆Rj 2.9 dimana, R’ : merupakan jarak satelit dengan permukaan laut yang dihitung berdasarkan kecepatan cahaya dengan mengabaikan refraksi. ∆Rj : koreksi untuk berbagai komponen pembiasan atmosfer, penyebaran elektromagnetik dan mean sea level. commit to user Gambar 2.4. Satelit Altimetri Fu and Cazenave , 2001 Dikarenakan muka air laut yang selalu dinamis, pengukuran tidak sebatas pada satu titik namun didapat dari hasil rerata nilai dari area footprint sinyal. Dengan asumsi refraksi pada kecepatan cahaya diabaikan, maka persamaan berikut menggambarkan jarak yang ditempuh sinyal satelit Chelton et al dalam Fu dan Cazenave, 2001. = ∆ − − − − 2.10 dimana, d = jarak yang ditempuh sinyal antara satelit menuju permukaan air laut c = cepat rambat gelombang elektromagnet Δt = interval waktu yang dibutuhkan gelombang untuk perjalanan dari satelit ke permukaan laut kembali lagi ke satelit W trop = koreksi troposfer elemen basah Wet Troposphere Correction D trop = koreksi troposfer elemen kering Dry Troposphere Correction h iono = koreksi ionosfer Ionosphere Correction h em = koreksi elektromagnet Electromagnetic Correction commit to user Jika tinggi satelit terhadap bidang referensi ellipsoida adalah H, dan jarak antara muka laut dan satelit adalah R, maka h merupakan perbedaan muka laut dengan bidang referensi ellipsoida sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : h = H – d 2.11 Penentuan ketelitan dari tinggi orbit H merupakan bagian dari penentuan tinggi muka laut h. Ketelitian dari H dan d belum cukup untuk aplikasi yang berkaitan dengan oseanografi. Tinggi permukaan air laut h pada persamaan 2.11 masih merupakan tinggi terhadap permukaan bidang referensi ellipsoida yang masih dipengaruhi oleh efek geofisika sehingga masih diperlukan koreksi. Tinggi muka laut sea surface height dipengaruhi oleh undulasi geoid terhadap bidang ellipsoida h g , variasi tinggi pasang surut h T dan pengaruh permukaan laut terhadap tekanan atmosfer h a . Faktor tekanan udara mengindikasikan bahwa setiap kenaikan tekanan 1 mbar pada atmosfer akan mengakibatkan turunnya ketinggian permukaan air laut sebesar 1 cm. dengan begitu tinggi muka laut dinamik dapat diestimasi menggunakan persamaan sebagai berikut Handoko, 2004 : = − − − − 2.12 Gambar 2.5. Koreksi – koreksi pada satelit altimetri Fu and Cazenave , 2001 commit to user

II. 4. Satelit TopexPoseidon