Peran masjid raya Cinere dalam meningkatkan solidaritas sosial masyarakat Cinere Limo-Depok

(1)

PERAN MASJID RAYA CINERE DALAM MENINGKATKAN

SOLIDARITAS SOSIAL MASYARAKAT

CINERE LIMO-DEPOK

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh

SITI SHOLIHAH

NIM: 105053001802

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, September 2009


(3)

ABSTRAK

Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial Masyarakat Cinere Limo-Depok.

Alasan saya mengambil judul ini adalah karena saya tertarik dengan peran masjid dalam menjalankan fungsi-fungsi masjid yang salah satunya adalah sebagai tempat/lembaga kegiatan sosial. Masjid Raya Cinere telah membuktikan dan menjalankan bahwa Masjid Raya Cinere (MRC) mampu menjadi lembaga/tempat solidaritas serta bantuan kemanusiaan terhadap sesama. Bagi masyarakat mayoritas muslim, masjid merupakan pusat kegiatan masyarakat sebagaimana dicontohkan Rosulullah SAW, bahwa fungsi masjid yang ideal bukan hanya sebagai ibadah ritual tetapi memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan, pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain, keberadaan dan aktivitas suatu masjid di orientasikan untuk menjadi agen of change terhadap masyarakat menuju masyarakat madani (civil society) yang berlandaskan pada tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran apa saja yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam meningkatkan solidaritas sosial masyarakat cinere kemudian apa saja yang menjadi kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan dalam meningkatkan solidaritas sosial. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu melalui penelitian, observasi, wawancara serta dokumen dapat diketahui subyek yang utama adalah orang atau sekelompok orang yang dapat memberikan informasi serta data-data yang penulis butuhkan dalam memenuhi penyusunan skripsi ini.

Jadi kesimpulan adalah dalam melakukan peran dan fungsinya Masjid Raya Cinere banyak memiliki program yang menjadi kegiatan-kegiatan demi terselenggaranya peran dan fungsinya tentunya dalam meningkatkan rasa solidaritas sosial terhadap masyarakat, pemahaman tersebut menunjukkan bahwa Masjid harus bebas dari aktivitas syirik dan harus dibersihkan dari semua kegiatan yang cenderung kepada kemusyrikan. Disamping itu kegiatan-kegiatan sosial yang dijiwai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat diselenggarakan di dalamnya.


(4)

iii

KATA PENGANTAR

“Kala Berdo’a Pada Tuhan Aku Berharap

Semoga Dosa-dosaku Memperoleh Maaf

Dan Orang Lain Tak Tertimpa Keburukanku

Setelah Lama Kutunggu

Kini Datang Juga Kebahagiaan Itu

Kegembiraan Kini Menghampiri

Setelah Lama Ku Nanti-nanti

Dahaga Yang Lama Mendera

Musnah Sudah Oleh Air Telaga”

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberi rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta sahabat dan keluarga pada kita semua selaku umatnya.

Dengan taufik dan hidayah Allah SWT, serta dilakukan dengan usaha yang sungguh-sungguh, penulis dapat menyusun skripsi hingga selesai yang berjudul

PERAN MASJID RAYA CINERE (MRC) DALAM MENINGKATKAN SOLIDARITAS SOSIAL MASYARAKAT CINERE LIMO-DEPOK.

Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan yang dirasakan menghambat penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini tidak terlepas dari Seorang Dosen Pembimbing yang sangat baik yaitu Drs. M. Sungaidi, MA. Untuk itu penulis haturkan terimakasih untuk masukan-masukan yang tentunya sangat


(5)

membantu bagi penyelesaian skripsi ini, Allah pasti membalas kebaikan beliau, itulah do’a yang penulis panjatkan.

Namun berkat do’a, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak juga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. 2. Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA Selaku Ketua Jurusan Manajemen

Dakwah dan Drs. Cecep Castrawijaya, MA selaku Sekertaris Jurusan Manajemen Dakwah.

3. Dosen-dosen di Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Khususnya di Jurusan Manajemen Dakwah.

4. Petugas Perpustakaan UIN, khususnya Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. 5. Para Pengurus Masjid Raya Cinere yang telah menerima penulis untuk

melakukan penelitian dan memberikan data-data yang berkaitan dengan skripsi ini, serta menerimanya dengan baik. Terutama Ustadz Abdurrahman selaku Sekretaris Masjid Raya Cinere (MRC) yang telah memberikan banyak waktu dan bantuannya kepada penulis dalam pembuatan skripsi dalam penelitian ini...syukron jaziilan

6. Ayahanda (Ilyas Lantur) dan Ibunda (Enno Sainah) tercinta sungguh takkan terukur rasa cinta, sayang dan pengertian yang teramat dalam bahkan selalu sabar dalam memanjakan keinginan penulis hingga pada saatnyalah penulis hanya bisa memberikan hadiah terkecil ini. Semoga semua ini mampu menjadi senyuman kebanggaan pada hati dan wajah


(6)

v

kalian. Syukron katsiron untuk do’a-do’a yang dipanjatkan serta kerja keras dalam memenuhi keperluan dan kebutuhan penulis. Semoga keindahan ini menjadi suri tauladan yang selalu abadi hingga akhir maut memisahkan.

7. Keluarga tercinta, Kakak, Keponakan terimakasih untuk semangat dan dukungan terindahnya, semoga menjadi motivasi yang berharga bagi sepanjang perjalanan hidup penulis.

8. Kepada seorang sahabat yang amat berjasa yang selalu hadir dan tak pernah lari disaat penulis banyak membutuhkan bantuan, tetaplah menjadi sahabat terbaik bagiku...thanks Honey_vha

9. Semua teman-teman Manajemen Dakwah Angkatan 2005 khususon

ilaa...Cin Ipeh, Cin Emphy, Cin Evy, Cin Tiqa thanks buat support dan bahakan (canda) tergila semoga mampu menjadi ikatan yang daiman abadan...Amin

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran penulis dalam merampungkan skripsi ini.

Dengan keterbatasan dan kemampuan, penulis menyadari masih banyak kekukarang sempurnaan pada skripsi ini. Untuk itu saran dan masukan sangat penulis harapkan dan perbaikan dimasa-masa mendatang.


(7)

Akhirnya pada Allah SWT penulis memohon mudah-mudahan skripsi ini dicatat sebagai amal shaleh yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis ucapkan terimakasih yang tak terhitung besarnya semoga amalnya diterima di sisi AllahSWT...Amin.

Jakarta, September 2009


(8)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. MetodologiPenelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Peran... 13

B. Ruang Lingkup Masjid ... 14

a. Pengertian Masjid ... 14

b. Fungsi Masjid ... 19

c. Peran Masjid ... 25

C. Pengertian Solidaritas Sosial ... 26

a. Arti Solidaritas Sosial ... 26

b. Bentuk Solidaritas Sosial ... 35

BAB III GAMBARAN UMUM MASJID RAYA CINERE A. Sejarah Berdirinya Masjid Raya Cinere ... 38

B. Visi, Misi, Maksud dan Tujuan ... 40

C. Struktur Organisasi ... 41

D. Program Kegiatan ... 45


(9)

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan

Solidaritas Sosial ... 52 B. Kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere Dalam

Meningkatkan Solidaritas Sosial ... 56 C. Kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere Dalam

Meningkatkan Solidaritas Sosial Masyarakat Cinere. ... 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran-saran ... 75


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masjid memiliki kedudukan yang sangat penting bagi umat muslim, penting dalam upaya membentuk pribadi dan masyarakat yang islami. Untuk merasakan urgensi itulah, masjid harus difungsikan dengan sebaik-baiknya dalam arti harus dioptimalkan dalam memfungsikannya. Namun perlu diingat bahwa, masjid yang fungsinya dapat dioptimalkan secara baik adalah masjid yang didirikan di atas dasar taqwa.

Allah berfirman:

“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” (QS. 9:108)

Sebagai muslim kita tidak boleh puas hanya sampai pada keberhasilan membangun fisik masjid yang megah hingga menghabiskan dana ratusan juta bahkan milyaran rupiah, karena itu Rasulullah SAW mengingatkan agar diperhatikan dan diupayakan juga pemakmuran masjid seoptimal mungkin sesudah pembangunan selesai. Jangan sampai masjid yang dibangun dengan


(11)

megah dan indah serta menghabiskan dana yang besar, tapi hanya sedikit orang yang memakmurkannya. Rasulullah SAW bersabda:

“Sungguh akan datang pada umatku suatu masa di mana mereka saling bermegah-megahan dengan membangun masjid tapi yang memakmurkannya hanya sedikit.” F

1

Merupakan sarana dakwah karena masjid tidak hanya digunakan dan dimanfaatkan sebagai sarana ibadah semata, tetapi harus digunakan sebagai tempat atau sarana untuk melakukan muamalah.

Masjid sebagai pusat ibadah, dakwah dan peradaban Islam dalam sejarahnya yang panjang, dari perubahan yang positif sampai pergeseran yang bersifat negative. Selama dalam pergeseran yang bersifat negative, ia bergeser dari fungsi yang sangat terbatas. Ia tidak ingin menjadi pusat dakwah dan peradaban Islam, tetapi hanya berfungsi sebagai tempat ibadah mahdah saja.

Masjid merupakan sarana dakwah karena masjid tidak hanya digunakan dan dimanfaatkan sebagai sarana ibadah semata, tetapi harus digunakan atau dimanfatkan sebagai tempat atau sarana untuk melakukan muamalah.F

2

Masjid sebagai pusat ibadah, pendidikan dakwah dan peradaban Islam. Dalam sejarahnya yang panjang terus berkembang, semakin kokoh dan berakar pada kehidupan masyarakat dunia. Ia merupakan bangunan monument religius, yang menyatu dengan hati masyarakat dalam hidup dan kehidupan mereka. Sesuai dengan perkembangan sejarahnya sampai masa kini, masjid dikategorikan

1

H. Ahmad Yani dan Achmad Satori Ismail. Menuju Masjid Ideal. LP2SI Harmain. Cet 1, Mei 2001 M/Syafar 1422 H

2

Zubaidi Natsir, Fungsi Masjid Di Zaman Modern Dipertanyakan, (Suara Masjid, 161, Februari 1989) Hal 50


(12)

3

menjadi dua bagian yaitu: 1). Masjid-masjid yang dikelola dengan manajemen tradisional, dan 2). Masjid-masjid dikelola dengan manajemen modern.

Dengan demikian kemakmuran masjid secara hakiki adalah penghambaan kepada Allah sesuai dengan urusan dan kedudukan yang layak di masjid-masjid tersebut. Banyaknya orang yang mengingat Allah dan mengingatkan orang lain kepada Allah SWT. Terpeliharanya masjid dari semua perkara dan perkataan yang sia-sia dan khurafat.F

3

Islam sangat menekankan persamaan dalam masyarakat. Manusia disebut juga dengan makhluk sosial, karenanya hubungan di antara masyarakat muslim berlangsung secara harmonis sehingga tidak terjadi adanya kesenjangan sosial, apalagi melalui sholat berjamaah, prinsip kehidupan sosial itu dibina. Menurut Sidi Ghazalba: “Dalam masjid pada waktu sholat, ajaran persamaan dan persaudaraan umat manusia dipratekkan. Disinilah tiap muslim disadarkan bahwa sesungguhnya mereka semua sama. Di dalam masjid akan hilanglah perbedaan warna kulit, suku, nasion, kedudukan, kekayaan, mazhab, ideology. Semuanya berbaris di depan Tuhannya tanpa perbedaan, bagai sekumpulan saudara seiya sekata, serempak mematuhi imam yang di depannya.

Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai suatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu memepersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh

3

Moh. E. Ayub, Muhsin MK., H Ramlan Mardjoned. Manajemen Masjid. Cet Ke 9. ramadhan 1428 H/September 2007 M


(13)

kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial. Fakta yang menunjukan bahwa nilai-nilai keagamaan itu sakral berarti bahwa nilai-nilai keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya perubahan-perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.

Perilaku sosial masyarakat Indonesia akhir-akhir ini begitu merisaukan. Dimana rasa solidaritas sosial gampang terkikis oleh kepentingan dan egosentris pribadi. Jangankan antar agama, dalam satu agama saja, orang-orang dengan mudah mengolok-olok ini lebih baik itu lebih buruk, ini selamat itu sesat, ini benar itu salah, dan seterusnya. Mengapa semua ini bisa terjadi? Padahal, agama islam sangat mengajarkan umatnya tentang ‘kebajikan’ dan menjauhi perbuatan mengolok-olok.

Begitu kuatnya perumpamaan Nabi saat memaparkan kepada umatnya tentang urgensi solidaritas sosial. Meski sudah biasa terdengar, konsep ini belum tercerna dengan baik. Lazimnya, orang memaknai solidaritas sosial hanya pada lingkup sisi kehidupan tertentu saja, seperti mengulurkan tangan kepada fakir miskin, orang-orang yang terpinggirkan, dan kepada siapapun yang membutuhkan pertolongan.

Hemat saya, solidaritas antar sesama manusia kini mengalami degradasi. Ini sangat terkait dengan rendahnya moralitas warga negara. Perlu diketahui, moral di sini tidak hanya bicara seputar disiplin tubuh, batas-batas aurat. Tapi, ia bermakna luas dan menyeluruh, sebagaiamana yang diemban Muhammad SAW.


(14)

5

saat pertama kali ditugaskan untuk menyampaikan risalah: Liutammima Makarima al-Akhlaq, menyempurnakan akhlak yang mulia.

Pada saat-saat awal berdakwah, Rasulullah tidak langsung mengajarkan syari’at: semisal shalat, puasa, zakat, dll. Tapi, beliau mengajarkan umatnya tentang etika secara universal. Dapatkah kita memaknai akhlak atau moral dalam konteks ini hanya sebatas aturan aurat: sensual apa tidak sensual, mengundang syahwat atau tidak, menimbulkan fitnah atau tidak, dan seterusnya. Tidak sesederhana itu. Jika makna moral hanya disempitkan pada wilayah itu, maka Nabi tidak perlu lama-lama dalam menapaki lika-liku berdakwah.

Akhlak adalah prilaku sosial seseorang. Biasa juga disebut moral atau budi pekerti. Karena sifatnya yang universal, Abdullah Nashin Ulwan dalam al-takaful al-ijtima’i fi al-Islam merumuskannya dengan sebutan solidaritas sosial (al-takaful al-ijtima’i). Kehadiran rumusan ini tak lain untuk menjembatani pluralitas individu dan kepentingan dalam suatu masyarakat. Agar moralitas tetap tegak dan tidak diinjak-injak, maka diperlukan pemahaman tentang solidaritas sosial. Rasulullah menggambarkan solidaritas sosial ini, sebagaimana diceritakan Imam al-Bukhari, layaknya sekelompok orang di atas kapal. Mereka akan mengundi, siapa yang berada di dek atas dan siapa yang di bawah. Setelah itu, ketika yang di bawah ingin mengambil air minum, maka ia harus melewati mereka yang di atas, bahkan tidak sekedar melewati tapi juga minta bantuannya.

Karena sering dipersulit, salah seorang di dek bawah punya usul, “Bagaimana kalau kita belah saja perahu ini menjadi dua, sehingga kami yang di bawah tidak merepotkan yang di atas?”


(15)

Nabi pun melanjutkan cerita sambil mengomentari pertanyaan di atas. Kalau keinginan mereka itu dituruti, tentu semuanya akan celaka, tenggelam. Tapi, jika mereka saling berpegang tangan dan bekerja sama, pasti mereka akan selamat.

Bagi penulis, tidak semudah itu. Sebab, banyak orang yang gemar memberi santunan kepada fakir miskin, korban bencana alam, anak-anak jalanan, tapi hanya untuk mencari muka dan simpatik. Sementara itu, kita dikelabuhi bahwa ‘materi’ yang mereka gunakan dalam aksi sosial itu adalah uang hasil merampok negara.

Ini senada dengan ‘teori dramaturgi’ ala sosiolog kondang abad ke-20 Erving Goffman. Yaitu sesuatu yang dipentaskan di atas panggung itu ghalibnya amat sangat bertolak belakang dengan kondisi di belakang panggung. Apa yang tampak dipermukaan dan ditonton oleh khalayak tak ubahnya sepenggal kisah drama atau sandiwara yang hilang begitu saja usai lakon dipentaskan.

Karena itu, solidaritas sosial harus meliputi dua hal: 1) pembentukan jati diri atau kepribadian dan 2) pembentukan prilaku sosial. Keduanya harus berjalan selaras, serasi, dan seimbang. Sebaik apapun kepribadian seseorang jika ia tidak mampu mengaktualkan dalam kehidupan bermasyarakat, maka tidak masuk kategori solidaritas sosial. Begitu pula sebaliknya. Berarti, kualitas individu dan prilaku sosial seseorang harus integral dalam satu nafas kehidupan.

Kalau begitu, bermoral sama dengan berjiwa solidaritas sosial. Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan, bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik-buruk atau berakhlak baik. Prinsip ‘baik-buruk’ tentu tidak mungkin hanya


(16)

7

melingkupi diri seseorang secara individual, tapi cakupannya luas, antara individu dengan lingkungan. Berarti, kita dapat meraba apakah ‘si fulan’ itu bermoral atau tidak, yaitu dengan melihat kepribadiannya dan tindakan sosial di masyarakat bukan dengan cara sekadar melihat gaya berpakaiannya.

Prinsip-prinsip solidaritas sosial yang mendasar dalam Islam adalah, pertama, ‘pemerataan harta’ untuk kepentingan sosial. Saking pentingnya, al-Quran menyebut harta dengan istilah ‘kebaikan’ (khair). Apabila seseorang di antara kamu kedatangan maut, lalu meninggalkan ‘kebaikan’, maka diwajibkan atas kamu untuk berwasiat kepada orang tua dan para kerabat. (QS. 2: 180). Pada ayat lain juga disebutkan, sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada ‘kebaikan’. (QS. 100: 8).

Makna kebaikan yang dimaksud dalam dua ayat tersebut tak lain adalah ‘harta’. Setidaknya ayat tersebut menyiratkan makna, bahwa harta akan bernilai jika: 1) diperoleh dari jalan yang baik dan 2) didermakan untuk kebaikan. Karenanya, Islam melarang keras penumpukan harta untuk memperkaya diri. Surat Al-Humazah ayat 1-4 mengajarkan kepada kita, bahwa orang yang gemar harta dan tidak punya jiwa peduli sosial adalah termasuk golongan orang-orang yang culas.

Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka penulis untuk mengajukan judul “Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan Solidaritas


(17)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah dan lebih tajam penulisan karya tulis ini dan guna menghindari over lap (melebar kemana-mana) Maka penulis membatasi seputar

Peran Masjid Raya Cinere Dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial Masyarakat Cinere, Limo-Depok.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana peran yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam

Meningkatkan Solidaritas Sosial?

b. Bagaimana bentuk dan karakteristik kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui peran yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial.

b. Untuk mengetahui bentuk kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial.

2. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat akademis: Memberikan sumbangsih pengetahuan kepada segenap civitas akademika khususnya Jurusan Manajemen Dakwah dan Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(18)

9

b. Manfaat praktis: Dapat dijandikan pedoman praktis bagi pengelola masjid dengan kontribusinya terhadap dakwah Islam dalam pelayanan masyarakat.

D. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field reseach), dimana penulis melakukan penelitian langsung kelapangan guna mendapatkan data yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini. Dan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara objektif suatu masalah dalam skripsi ini. Sedangkan teknik penulisannya bersifat deskriptif analisis, yaitu memberikan gambaran terhadap subjek dan objek penelitian. 1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalaht tempat memperoleh keterangan. Dan yang menjadi objek penelitian adalah Badan Kantor Masjid Raya Cinere. Namun subjek penelitian kemungkinan akan meluas dengan melibatkan unsur perorangan yang terlibat dalam proses pelaksanaan peran Masjid Raya Cinere, misalnya pengurus Masjid Raya Cinere.

2. Dasar Penelitian Lokasi

Penelitian ini dilakukan di kantor Masjid Raya Cinere yaitu Jl. Flamboyan Raya Cinere, Limo-Depok.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Juni 2009, dari mulai pengurusan perijinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan secara Incidental (sesuai dengan keperluan dalam melengkapi data).


(19)

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Interview, merupakan suatu alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data.

b. Dokumentasi, data diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan formal dan juga buku-buku, majalah, Koran dan catatan lain ynag ada kaitannya dengan penelitian ini.

c. Observasi, yaitu penulis langsung mendatangi kantor Masjid Raya Cinere guna memperoleh data yang valid tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian.

d.Teknik analisis data, dari data yang dikumpulkan, kemudian ditelaah, dikritisi, dan diinterprestasikan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam menalaah data adalah menggunakan analisis deskriptif analitik, maksudnya adalah cara melaporkan data dengan menerangkan dan memberi gambaran mengenai data yang terkumpul secara apa adanya dan kemudian data tersebut disimpulkan.

E. Tinjauan Pustaka

1. Lutfi Saefullah, ”Manajemen Masjid Ibnu Sina Pamulang Dalam

Pengembangan Kegiatan Dakwah Pada Anak Usia Dini”. Skripsi

mahasiswa ini berisikan tentang manajemen masjid dalam kegiatan dakwah yang ditujukan pada anak usia dini bagi pengembanagn ilmu agamanya, yang diajarkan sesuai dengan norma-norma agama islam dengan memberikan pembinaan dan pengarahan dan mengajarkan kepada ajaran agama islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist.


(20)

11

2. Wahyudin, ”Masjid Sebagai ”Pusat Kegiatan Dakwah(Analisis Terhadap Masjid Baitul Faizin Pem. Kab. Bogor)”. Skripsi mahasiswa ini berisikan tentang kegiatan-kegiatan dakwah yang mengarah pada fungsi masjid yang mencerdaskan umat sehingga masjid bisa menjalankan fungsinya sebagai pusat cahaya dan petunjuk bagi masyarakat yang ada disekitarnya.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian kali ini penulis lebih membahas masalah peran Masjid Raya Cinere dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai tempat sosial kemasyarakatan yang pembahasannya melihat pada kegiatan-kegiatan sosial apa saja yang dilakuakan dengan tujuan untuk meningkatkan rasa solidaritas sosial masyarakat.

F. Sistematika Penulisan

Penulis penelitian ini terdiri dari V (lima) Bab yang perinciannya sebagai berikut:

Bab Pertama:Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua:Tinjauan teoritis yang meliputi: pengertian peran, ruang lingkup masjid (pengertian masjid, fungsi masjid, peran masjid), pengertian solidaritas sosial, dan bentuk solidaritas sosial.

Bab Ketiga:Gambaran umum mengenai Masjid Raya Cinere yang meliputi: sejarah berdirinya masjid raya cinere (MRC), visi, misi dan tujuan, struktur organisasi, progran kerja dan letak geografis.


(21)

Bab Keempat:Temuan dan analisis data yang meliputi: peran yang dilakukam Masjid Raya Cinere dalam Meningktakan Solidaritas Sosial masyarakat Cinere Limo-Depok, dan kegiatan yang dilakukan Masjid Raya Cinere dalam Meningkatkan Solidaritas Sosial masyarakat Cinere Limo-Depok.

Bab Kelima:Berisikan tentang kesimpulan dari rangkaian dari pembahasan dan beberapa saran yang penulis jelaskan dalam rangka kasus Masjid Raya Cinere.


(22)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Peran

Dalam kamus bahasa Indonesia, peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan. Tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sesuatu yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.

Dalam kamus modern peran berarti sesuatu yang menjadi kegiatan atau memegang pimpinan yang utama, peran, memrankan, memainkan sesuatu, peran lakon, bagian utama.F

4 F

Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. F

5

Berbicara tentang peran, tentu tidak bisa dipisahkan dengan status (kedudukan) walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat satu dengan yang lain. Peranan diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan memiliki peran atau berperan karena dia memiliki status dalam masyarakat walaupun kedudukannya itu berbeda antara satu dengan yang lain, akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya.

4

Poewarminta, WJS., Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet, ke. 2, h. 473.

5

Sarlito Wirawan. S, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, Cet, ke. 1, h. 235.


(23)

Peranan menurut ahli sosiologi seperti menurut Ralph Linton, yaitu The Dynamic Aspec of Status. Seseorang menjalankan peranan manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya sedangkan suatu status adalah “a collection of right and duhes” suatu kumpulan hak dan kewajiban. Robert K. Merton mempunyai pandangan yang berbeda dengan Linton. Ia memperkenalkan konsep perangkat peranan (role set), yang didefinisikan sebagai “complement of role wicht persone have by virtue of occupying a particular status” perlengkapan hubungan peranan yang dipunyai seseorang karena menduduki status sosial tertentu.F

6 F

Pengertian peran menurut Jenning 1944 mendefinisikan peran yaitu cara berinteraksi yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada akhirnya ada proses penempatan stastus peranan seseorang dalam keluarga, organisasi, masyarakat dan lain sebagainya.

Gibb dan Gordon 1954 mendefinisikan peran yaitu lahir dari interaksi dalam masyarakat itu sendiri dengan memposisikan peran interaksi mereka dalam masyarakat, melalui partisipasi dalam memainkan peranan tertentu. F

7

B. Ruang Lingkup Masjid

a. Pengertian Masjid

Pengertian masjid menurut istilah adalah tempat umat Islam mengerjakan shalat, zikir kepada Allah SWT, dan untuk hal-hal yang berhubungan dengan dakwah Islam.F

8

6

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fak. Ekonomi UI, 1993, h. 62-63

7

http:/ireoga.org/adapt/modul_kepemimpinan.htm

8


(24)

15

Masjid berasal dari kata sajada yang artinya tempat sujud. Secara teknis sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara maknawi, jika kepada Tuhan sujud mengandung arti menyembah, jika kepada selain Tuhan, sujud mengandung arti hormat kepada sesuatu yang dipandang besar atau agung. Sedangkan sajadah dari kata sajjadatun mengandung arti tempat yang banyak dipergunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya menjadi selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk salat orang per orang. Oleh karena itu karpet masjid yang sangat lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak disebut sajadah.

Adapun masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid, oleh karena itu kata Nabi, Tuhan menjadikan bumi ini sebagai masjid. Sedangkan masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama salat berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk salat Jum'at disebut Masjid Jami`. Karena salat Jum`at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami` biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama langgar atau surau.F

9

9

http://www.mail-archive.com/filsafat@yahoogroups.com/msg02123.html

10


(25)

Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmizi Dari Abi Said Al-Hudry berbunyi “Bahwa tiap potong dari tanah adalah masjid”. Dalam hadist yang lain Nabi Muhammad SAW menerangkan, “Telah dijadikan tanah itu masjid bagiku, tempat sujud”. Masjid berasal dari kata sajadah/ sujud, salah satunya bermakna mengikuti maupun menyesuaikan diri dengan ketetapan Allah yang berkaitan dengan alam raya (Sunnahtullah). Dengan keterangan ini jelas bahwa arti masjid itu sebenarnya itu tempat sujud, bukan hanya berarti sebuah gedung atau tempat ibadah yang tertentu. Tiap potong permukaan bumi, terbatas dengan sesuatu tanda atau tidak, beratap atau bertadah langit, bagi orang Islam sebenarnya dapat dikatakan masjid, jika disana ia mengerjakan shalat, jika disitu ia hendak letakkan dahinya, sujud menyembah tuhannya.

Menurut Rudhy Suharto yang dikutip oleh Dr. H. Ahamad Yani, et all. Masjid secara etimologi berarti tempat sujud. Sedangkan dalam terminologis, masjid adalah tempat melakukan ibadah dalam makna luas. Dengan demikian masjid merupakan bangunan yang segaja didirikan umat islam untuk melaksanakan shalat berhamaah dan berbagai keperluan lain yang terkait dengan kemaslahatan umat Islam. Menurut Haidh Bin Abdullah Al-Qarni, masjid adalah tempat saling mengenal dan mengakrapkan diri diantara kaum muslimin. Karena saat didalam masjid mereka dapat mengetahui informasi tentang saudaranya yang absen atau tidak hadir, apakah mereka dalam kesusahan atau lainnya, dengan demikian maka akan timbul rasa tolong menolong sehingga dapat mempererat tali


(26)

17

persaudaraan dan memperkokoh ikatan kasih sayang antar jamaah masjid dari kaum mukminin.F

10 F

Melalui masjid, masyarakat dapat mengembangkan tradisi silahturahmi untuk saling bertukar pikiran, berbagai pengalaman dan informasi dalam mengucapkan masalah-masalah social yang dihadapi sekaligus menemukan jalan-jalan kehidupan yang sebaiknya ditempuh. Silahturahmi dipandang sebagai proses interaksi sosial yang melibatkan individu dan jamaah, sehingga akan melahirkan suatu model yang fungsional dalam membentuk komunitas tertentu. Karena itu masjid dapat dipandang sebagai pusat perubahan dan pembentukan sosial, baik atas dasar yang direncanakan ataupun melalui proses penemuan makna secara alamiah.F

11

Masjid sebagai pusat kesatuan sosial muslim seperti digambarkan oleh Dr. Sidi Gazalba sebagai berikut:

1. Masjid adalah pangkal tolak muslim dalam usaha atau pekerjaannya sehari-hari. Setelah shalat subuh, mereka menuju lapangan kerjaan atau usahanya masing-masing. Jadi masjid merupakan pangkal tolak dari pekerjaan atau kegiatan muslim dalam kehidupan atau kesatuan sosial. 2. Masjid adalah penutup dari pekerjaan atau kegiatan sosial muslim

sehari-hari. Sebelum menuju tempat tidur, ia melakukan shalat isya. Semua cita dan amalan hari itu dikeritik dan dikontrol dalam diri masjid.

3. Muslim yang rata-rata sekali-kali lima jam terhimpun dalam masjid, membentuk ikatan dalam sesamanya.

10

Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid, Jakarta: Pustaka Inter Masa, 2007, h. 3

11

Nana Rukmana, Masjid Dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002, Cet. Ke-1, h. XXV


(27)

Seluruh jagad adalah masjid bagi muslim. Jadi seluruh bumi adalah tempat sujud kepada tuhan. Ini berarti bumi adalah tempat memperhamba diri kepada tuhan, tempat untuk meluhurkan tuhan. Sujud dalam pengertian lahir bersifat gerak jasmani, sujud dalam pengertian bathin berarti pengabdian. F

12

Syaikh Sayid Sabiq dalam bukunya fiqussunnah mengertikan masjid sebagai berikut: sebagaimana Allah telah mengkhususkan kepada umat ini yauitu menjadikan bumi dalam keadaan suci dan sebagai masjid dimana seorang muslim telah sampai pada waktu sholat, sholatlah dimana saja ia berada atau mendapatinya.F

13

Prof. TM. Hasbi Ashshiddiq berpendapat bahwa pengertian masjid tiadalah khusus dengan tempat mendirikan jumat saja, bahkan perkataan masjid, mengenai segala tempat yang dijadikan tempat umum untuk mengerjakan shalat dan jamaah.F

14

Bagi umat Islam masjid sebenarnya merupakan pusat segala pusat kegiatan. Masjid bukan hanya sebagai pusat ibadah khusus seperti shalat dan I’tikaf. Tetapi merupakan pusat kebudayaan/ muamalat tempat dimana lahir kebudayaan Islam yang demikian kaya dan berkah. Keadaan ini sudah terbukti mulai dari zaman Rasulullah sampai kemajuan politik dan gerakan Islam diberbagai negara saat ini.F

15

12

Sidi Gazalba, Masjid Pusat Peribadatan Dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994, h. 118

13

Syaid Sabiq, Fiqussunnah, Beirut: Dar Al-Fik, 1981, Jilid 1, Cet, ke-3, h. 209

14

Hasbi Ash-Siddiqi, TM. Prof, Koleksi Hadist-Hadist Hukum, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1979, Jilid 2, Cet, ke-3

15

Sofian Safri Harahap, Manajemen Masjid, PT Dana Bakti Prima Yasa, Yogyakarta, 199, h. 5, Cet, ke-2


(28)

19

Sidi Gazalba dalam bukunya masjid pusat ibadah dan kebudayaan Islam mendefinisikan bahwa masjid adalah lembaga utama Islam, pusat kehidupan umat muslim. Sidi gazalba menyatakan masjid adalah tempat mengumumkan hal-hal penting menyangkut hidup masyarakat muslim, suka dan duka, dan peristiwa-peristiwa yang berlangsung berhubungan dengan kesatuan sosial disekitar masjid, diumumkan dengan saluran masjid sehingga masjid mempunyai fungsi sebagai pendidikan rakyat dan penerangan rakyat.F

16

b. Fungsi Masjid

Fungsi utama masjid adalah tempat sujud kepada Allah SWT, tempat shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Masjid juga paling banyak dikumandangkan nama Allah melalui azan, iqomat, tasbih, tahmid, tahlil, istighfar dan ucapan lainnya yang dianjurkan dibaca di masjid sebagian dari lafadz yang berkaitan dengan pengagungan asma Allah.

Fungsi Masjid yang Utama:

a) Sebagai tempat ibadah( Sholat, zikir, membaca Al quran, medekatkan diri kepada Allah).

b) Sebagai tempat pendidikan(Agama, umum, pengetahuan dan teknologi). c) Untuk mempererat hubungan kekeluargaan masyarakat Islam (pembinaan

remaja).

16

Sidi Gazalba, Masjid Pusat Peribadatan Dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994, h. 127


(29)

d) Sebagai sumber rujukan dalam memecahkan masalah dan pusat informasi (agen2 bantuan social, keuangan, perjodohan, nasehat, pekerjaan, pelatihan)

Luas dan hebatnya fungsi masjid khususnya pada zaman Rasulullah dan sesudahnya disebabkan beberapa faktor. Pertama, tingginya tingkat kesadaran masyarakat/kaum Muslimin untuk berpegang teguh pada nilai-nilai ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan. Kedua, para pengurus/Pembina masjid mampu menghubungkan aktivitas masjid dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi sosialnya. Ketiga, tercapainya kesamaan visi, misi dan hati antara pemerintah/pemimpin dan rakyatnya, antara pengurus masjid, ustadz/khatib dan jamaahnya, untuk membangun semua bidang kehidupan. ''Semua itu merupakan kunci sukses untuk menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan umat''.F

17

Masjid berarti tempat untuk bersujud. Secara terminologis diartikan sebagai tempat beribadah umat Islam, khususnya dalam menegakkan shalat. Masjid sering disebut Baitullah (rumah Allah), yaitu bangunan yang didirikan sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Pada waktu hijrah dari Mekah ke Madinah ditemani shahabat beliau, Abu Bakar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati daerah Quba di sana beliau mendirikan Masjid pertama sejak masa kenabiannya, yaitu Masjid Quba (QS 9:108, At Taubah). Setelah di Madinah Rasulullah juga mendirikan Masjid, tempat umat Islam melaksanakan shalat berjama’ah dan melaksanakan aktivitas sosial lainnya. Pada perkembangannya disebut dengan Masjid Nabawi.

17


(30)

21

Fungsi Masjid paling utama adalah sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat berjama’ah. Kalau kita perhatikan, shalat berjama’ah adalah merupakan salah satu ajaran Islam yang pokok, sunnah Nabi dalam pengertian muhaditsin, bukan fuqaha, yang bermakna perbuatan yang selalu dikerjakan beliau. Ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalat berjama’ah merupakan perintah yang benar-benar ditekankan kepada kaum muslimin.

Abdullah Ibn Mas’ud r.a. berkata: “Saya melihat semua kami (para shahabat) menghadiri jama’ah. Tiada yang ketinggalan menghadiri jama’ah, selain dari orang-orang munafiq yang telah nyata kemunafiqannya, dan sungguhlah sekarang dibawa ke Masjid dipegang lengannya oleh dua orang, seorang sebelah kanan, seorang sebelah kiri, sehingga didirikannya ke dalam shaff.” (HR: Al Jamaah selain Bukhory dan Turmudzy).

Ibnu Umar r.a. berkata: “Bersabdalah Rasulullah s.a.w.: “Shalat berjama’ah melebihi shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajad.” (HR: Bukhory dan Muslim).

Sebenarnya, inti dari memakmurkan Masjid adalah menegakkan shalat berjama’ah, yang merupakan salah satu syi’ar Islam terbesar. Sementara yang lain adalah pengembangannya. Shalat berjama’ah merupakan indikator utama keberhasilan kita dalam memakmurkan Masjid. Jadi keberhasilan dan kekurang-berhasilan kita dalam memakmurkan Masjid dapat diukur dengan seberapa jauh antusias umat dalam menegakkan shalat berjama’ah.

Meskipun fungsi utamanya sebagai tempat menegakkan shalat, namun Masjid bukanlah hanya tempat untuk melaksanakan shalat saja. Di masa


(31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain dipergunakan untuk shalat, berdzikir dan beri'tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial. Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut ilmu), merawat orang sakit, menyelesaikan hukum li'an dan lain sebagainya.

Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Hampir dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim di situ ada Masjid. Memang umat Islam tidak bisa terlepas dari Masjid. Disamping menjadi tempat beribadah, Masjid telah menjadi sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat da’wah dan lain sebagainya.

Banyak Masjid didirikan umat Islam, baik Masjid umum, Masjid Sekolah, Masjid Kantor, Masjid Kampus maupun yang lainnya. Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat, khususnya kebutuhan spiritual, guna mendekatkan diri kepada Pencipta-nya. Tunduk dan patuh mengabdi kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Masjid menjadi tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup dan energi kehidupan umat.

Utsman Ibn ‘Affan r.a. berkata: “Rasul s.a.w. bersabda: Barangsiapa mendirikan karena Allah suatu Masjid, niscaya Allah mendirikan untuknya seperti yang ia telah dirikan itu di Syurga.” (HR: Bukhori & Muslim).

Masjid memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah:


(32)

23

Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridla Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.

2. Sebagai tempat menuntut ilmu

Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.

3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah

Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan da’wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.

4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam

Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas da’wah dan kebudayaan.


(33)

5. Sebagai pusat kaderisasi umat

Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya.

6. Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam

Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.

Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini memerlukan peran Masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari Masjid menuju masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi fungsi dan peran Masjid pada abad lima belas Hijriyah adalah sangat mendesak (urgent) dilakukan umat Islam. Back to basic, Back to Masjid.F

18

18

HU


(34)

25

Masjid berfungsi sebagai tempat untuk memberikan motivasi dalam semua kegiatan masyarakat baik menyangkut kegiatan formal atau informal maupun untuk kepentingan kesejahteraan masyarakatatau umat dalam mencapai tujuan pembangunan indonesia, yaitu masyarakat adil, makmur dan sejahteralahir dan batin.F

19

Berbagai kekuatan yang mempengaruhi fungsi masjid sebagai pusat umat islam sadar atau tidak sadar berlangsung terus mulai dari “penciutan” fungsinya yang hanya sebagai pusat ibadah sampai mulai berkembang pada saat ini dimana terlihat ada kecenderungan gerakan baru dikalangan umat untuk lebih mengoptimalkan fungsi masjid ini. Masjid bukan hanya saja pusat ibadah tetapi juga lebih luas dari pada itu yaitu pusat kebudayaan atau pusat muamalat, perkembangan saat ini sangat terlihat di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya maupun di berbagai kota di luar negeri seperti USA, Eropa, Malaysia.

Saat ini kita lihat masjid bukan saja sebagi tempat memberikan pendidikan agama dan umum, rapat-rapat organisasi, pertokoan dan bahkan bela diri, olah raga, kesenian, pernikahan dan peresmian “walimatul ursh”. Perkembangn ini sangat terasa di masjid kawasan elit dan kampus seperti di pondok indah, sunda kelapa dan lain sebagainya.F

20 F c. Peran Masjid

Ketika masjid hendak kita maksimalkan peran dan fungsinya sebagai pusat pembinaan umat, maka ada banyak sisi aktivitas yang harus dikembangkan.

19

Supardi dan Teuku Amiruddin, Manajemen Masjid Dalam Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta:UII Press,2001, cet. 1, h. 138

20

Sofian Safri Harahap, Manajemen Masjid, PT Dana Bakti Prima Yasa, Yogyakarta, 199, h. 10, Cet, ke-2


(35)

Apalagi aktivitas masjid itu semestinya tidak hanya menyentuh atau melibatkan sekelompok orang saja dan aktivitasnyapun tidak hanya berupa ibadah tertentu yang bersifat ritual. Oleh karena itu, semestinya aktivitas masjid menyentuh dan melibatkan semua kelompok jamaah, juga tidak memandang dari segi wanita ataupun pria, kaya dan miskin, dan berpendidikan tinggi atau rendah. Tegasnya semua anggota yang menjadi jamaah masjid harus mendapat pembinaan dari masjid sehingga meningkat ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Oleh karena itu masjid harus memiliki program yang banyak dan berfariasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan melaksanakannya, menyiapkan fasilitas masjid yang memadai, manajemen kepengurusan dan yang solid dan administrasi yang baik.F

21 F

Pada zaman Rasulullah, masjid memiliki peran sebagai majelis peradilan ketika seseorang melakukan perbuatan melanggar hukum agama, selain itu juga sebagai tempat pendidikan Islam, di mana sahabat yang banyak menyerap ilmu dari Nabi Muhammad saat di masjid.F

22

C. Solidaritas Sosial

a. Pengertian solidaritas sosial

Solidaritas dalam bahasa arab dikenal dengan istilah ”Takaful Ijtima’I”dan rasa “ukhwah”. Solidaritas dalam dua term ini mengandung pengertian, yaitu sikap saling membantu dan menanggung dan memikul kesulitan dalam hidup bermasyarakat. Sikap anggota masyarakat Islam yang sering memikirkan, memperhatikan, dan membantu mengatasi kesulitan; anggota masyarakat Islam

21

H. Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, h. 24-25

22

HU

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/fungsi-masjid-ideal-kembali-seperti-zaman-rasul.htmU


(36)

27

yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitaaannya sendiri dan keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain.Pengertian inilah sebenarnya yang diharapkan oleh Rasulullah SAW yang diungkapkannya dalam beberapa haditsnya, seperti :

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam konteks solidaritas ialah bagaikan satu tubuh manusia, jika salah satu anggota tubuhnya mersakan kesakitan maka seluruh anggota tubuhnya yang lain turut merasa kesakitan dan berjaga- jaga agar tidak berjangkit pada anggota tubuh yang lain” (HR. Bukhari dan Muslim) dan “Orang-orang beriman bagaikan sebuah bangunan, antara satu bagian dan bagian yang lain saling menguatkan sehingga melahirkan suatu kekuatan yang besar ” (HR. Bukhari dan Muslim).F

23

Berbicara mengenai tema ini, ada ilustrasi menarik dari Muhammad Husin Tabataba’I (1310H/1892M – 1401H/1981M), seorang ulama, ahli filsafat dan tafsir dari Iran, beliau setuju hadits diatas sebagai dasar umum solidaritas dalam Islam. Menurutnya, anggota badan mempunyai tugas khusus dan memberikan sumbangan terhadap kesejahteraan badan, dan pada saat yang sama juga memberikan sumbangan terhadap kesejahteraan anggota badan yang lainnya. Jika salah satu anggota badan tidak solider, sombong dan egoistis terhadap anggota yang lainnya, misalnya, jika mata menolak membantu pekerjaan kaki dlm berjalan atau mulut hanya mau mengunyah makanan dan tidak mau menelannya maka badan individu yang bersangkutan akan segera mati bersama dengan anggota badannya yang sombong dan egoistis tersebut.Itulah menurutnya, hakikat solidaritas dalam ajaran Islam.

Untuk memperkuat pengertian yang dirumuskannya itu, ia mengutip hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

23


(37)

“Orang Islam itu bersaudara, satu terhadap yang lain; mereka adalah satu dalam tangan, satu dalam hati, dan satu dalam tujuan” (HR. Abu Dawud) dan “barangsiapa yang dipagi hari tanpa memikirkan masalah-masalah umat Islam, dia bukan seorang muslim” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahkan nilai solidaritas ini menjadi unsur sangat penting dalam membangun sebuah masyarakat . Kita lihat sejarah, bagaimana Rasulullah mulai menyebarkan ajaran Islam di Mekah, Madinah sampai daerah-daerah lain. Sehingga ajaran Islam tersebar di seluruh dunia. Madinah misalnya, Rasulullah meletakan 3 landasan yang kokoh dalam membangun masyarakat Madinah, menurut Muhammad al-Gazali yaitu :

a) Memperkokoh hubungan muslim dengan Tuhannya. b) Memperkokoh hubungan antar sesama umat Islam.

Upaya Rasulullah SAW dalam memperkokoh hubungan kaum muslimin dengan Allah SWT adalah membangun Mesjid. Dalam memperkokoh hubungan antar umat Islam, Rasulullah SAW melenyapkan fanatisme kesukuan masa jahiliyah dan sekaligus membangkitkan rasa ukhwah (solidaritas) Islam. Rasulullah tak tanggung-tangung dalam misinya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshor. Dalam sebuah hadits disebutkan : “Setibanya kaum muhajirin di Madinah, Rasulullah SAW segera mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi. Ketika itu, Sa’ad berkata kepada Abdurrahman: “Aku termasuk orang Anshor yang mempunyai harta yang banyak; kekayaanku akan aku bagi dua, separo untukmu dan separo untukku. Aku juga mempunyai dua isteri, lihatlah mana yang engkau pandang baik bagimu, sebutkan namanya, ia akan segera


(38)

29

kuceraikan dan sehabis iddahnya engkau kupersilahkan menikahinya. Abdurrahman menjawab: “Semoga Allah memberkahi keluarga dan kekayaanmu! Tunjukan saja kepada saya dimana pasar kotamu…” (HR. Bukhari).

Di samping itu, Rasulullah SAW juga mempersaudarakan sahabat-sahabat yang lain, Hamzah dipersaudarakan dengan Zaid, Abu Bakar dengan Kharijah, Umar bin Khatab dengan Utbah bin Malik, dan lain-lain.

Secara terminologi, solidaritas sosial berarti gambaran fenomena masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas. Dimana seluruh warga masyarakat tak peduli dari agama, suku, golongan, kelas, atau identitas apapun saling bahu membahu, tolong menolong, dan bekerja sama dalam mewujudkan hal-hal yang positif demi kemaslahatan bersama. Semangat ini sebagaimana tercermin dalam firman Tuhan yang menganjurkan: Tolong menolong dalam kebaikan dan bukan dalam hal keburukan dan nista. (QS. 5:2)

Kesetiakawanan Sosial atau rasa solidaritas sosial adalah merupakan potensi spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nurani bangsa Indonesia yang tereplikasi dari sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan. Oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nilai Dasar Kesejahteraan Sosial, modal sosial


(39)

didayagunakan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk bernegara

yaitu, Masyarakat Sejahtera.F

24 F

Secara etimologi arti solidaritas adalah kesetiakawanan atau kekompakkan. Dalam bahasa Arab berarti tadhamun atau takaful. Islam adalah agama yang mempunyai unsur syariah,akidah, muamalah dan akhlak. Kejayaan Islam juga sudah terbukti membentang dalam peradaban manusia. Nilai-nilai Islam yang terpancar dan dirasakan oleh umat manusia, adalah suatu hal yang tidak bisa diukur dengan harta benda, karena dia berasal dari Yang Maha Kuasa. Solidaritas salah satu bagian dari nilai Islam yang humanistik-transendental.

Wacana solidaritas bersipat kemanusiaan dan mengandung nilai adiluhung, tidaklah aneh kalau solidaritas ini merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Memang mudah mengucapkan kata solidaritas tetapi kenyataannya dalam kehidupan manusia sangat jauh sekali. Kita sebagai bangsa Indonesia yang didera multi krisis jangan berkecil hati untuk memperbaiki ke arah yang lebih baik lagi. Perjuangan solidaritas ala Islam salah satu wahana untuk meningkatkan ketakwaan dan keshalehan sosial. Di alam yang serba komplek ini untuk menuju tangga ketakwaan (solidaritas) memang membutuhkan perjuangan yang tidak remeh karena berkaitan dengan hati dan kesiapan. Tapi tidaklah kita memperhatikan teladan nabi Muhammad SAW dan sebagian para sahabat nabi yang dijamin masuk surga, mereka melakukan amalan-amalan yang terpuji karena mengharap ridha Allah SWT.

24


(40)

31

Keshalehan sosial bukan milik kiyai, konsultan, tukang cukur, bankir, tukang baso, peneriak reformasi dsb. Tapi setidaknya keshalehan sosial ini bisa diukur dengan parameter orang bersangkutan berbuat amal shaleh dan proyek kebaikan lainnya. Karena iman dan amal menjadi mata rantai yang harus sinergis, oleh karena itu keduanya tampil menjadi mainstream (unsur, indikator. Pen) dalam sebuah perubahan sosial. Akan sulit kiranya, sebuah perubahan jika iman hanya disandarkan pada keshalehan vertikal (mahdhah) tanpa dibarengi dengan keshalehan berfungsi untuk memerangi ketidakadilan dan pembebasan manusia (Abdussalam, Waspada online, 7-6-2004).

Nilai kebaikan solidaritas dalam Al-Quran berbunyi:

“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah: 2).

Inilah pondasi nilai Islam yang merupakan sistem sosial, dimana dengannya martabat manusia terjaga, begitu juga akan mendatangkan kebaikan bagi pribadi, masyarakat dan kemanusiaan tanpa membedakan suku, bahasa dan agama. Solidaritas juga tercermin dalam Hadits: “Saya (Rasulullah SAW) dan pengayom, pelindung anak yatim di surga seperti dua ini, lalu Rasulullah SAW memberikan isarat dengan jari telunjuk dan tengah” (HR At-Tirmidzi). Maksudnya orang yang suka memberikan pertolongan kepada anak yatim, nanti di surga akan berdekatan dengan Rasulullah SAW, seperti jari telunjuk dan tengah. Dalam Hadis lain dijelaskan juga (solidaritas) selain kepada anak yatim.


(41)

Bagi yang mampu melakukan aksi solidaritas tetapi tidak melaksanakannya, maka orang tersebut telah mendustakan agama seperti terungkap dalam firman Allah SWT:

“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ?. Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan barang berguna (tolong menolong). (QS. Al-Maauun : 1-7).

Dalam hal solidaritas juga, Rasululllah SAW telah membuat ilustrasi yang bagus sekali: «Perumpamaan orang-orang mumin dalam cinta dan kasih sayangnya seperti badan manusia, apabila salah satu anggota badan sakit maka seluruh anggota badan merasakannya». (HR Al-Bukhari). Dalam redaksi lain ada tambahan yang berbunyi: “Allah akan menolong seseorang hamba, selama hamba itu menolong saudaranya”. Solidaritas tidak hanya dalam perkara benda saja tetapi meliputi kasih sayang, perhatian, dan kebaikan lainnya. Agama Islam sangat menganjurkan pada solidaritas kebersamaan dan sangat anti yang berbau perpecahan, menghembuskan sipat permusuhan di masyarakat. Karena titik kekuatan suatu komunitas atau negara terletak pada solidaritas kebersamaan dan persatuan.

Dalam Islam, solidaritas terdiri dari:

a) Solidaritas Sosial seperti disinggung di atas.

b) Solidaritas Keadilan, yaitu seorang hakim menegakkan keadilan.terhadap rakyat dan negerinya, karena Allah SWT memerintahkannya. (QS. An-Nahl:90).


(42)

33

c) Solidaritas Ilmu, yaitu keharusan seorang Alim atau kiyai mengajar orang yang tidak tahu dan kewajiban orang yang tidak tahu belajar kepada Alim. (QS. At-Taubah:122) dan

d) Solidaritas dalam Perlawanan, yaitu kewajiban kaum Muslimin membela agama dan negaranya. (QS. At-Taubah:41).

Sampai sekarang bangsa Indonesia sudah merdeka 61 tahun. Dalam hal solidaritas, bangsa Indonesia telah terpayungi oleh sila ketiga: Persatuan Indonesia dan sila merupakan halyang penting, tidak aneh apabila Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional diabadikan dari peristiwa sejarah tanggal 20 desember 1948, yaitu ketika terjalin kemanunggalan TNI dan rakyat persis sehari setelah agresi militer Belanda. Dua kekuatan milik bangsa Indonesia yaitu TNI dan rakyat bahu-membahu dalam perjuangan bersenjata untuk mengenyahkan penjajahan Belanda.

Kesetiakawanan yang tulus, dilandasi rasa tanggung jawab yang tinggi kepada tanah air (pro patria) menumbuhkan solidaritas bangsa yang sangat kuat untuk membebaskan tanah air dari cengkraman agresor.

Nilai solidaritas adalah sangat mahal sekali dan tidak bisa diukur dengan uang juga tidakakan terukur, karena solidaritas (dalam hal ini bangsa Indonesia) telah diterjemahkan oleh pahlawan-pahlawan kita berupa harta, pikiran, pengorbanan dan juga nyawa. Semoga Allah SWT membalas dengan surgaNya di akhirat nanti!. Karena tanpa ruh pahlawan mustahil negara Indonesia akan terwujud.


(43)

Sayang seribu kali sayang generasi setelahnya tidak setangguh pejuang kemerdekaan. Dengan kata lain berarti “kita” telah mengkhianati solidaritas adiluhungnya para pahlawan-pahlawan terdahulu. Rupanya sebagian pemimpin negeri ini tidak menghayati dan mengamalkan nilai solidaritas “yang maha suci itu”.

Sampai sekarang kehidupan sebagian pemimpin-pemimpinnya penuh dengan kemewahan di tengah kemiskinan rakyat dan kemerosotan akhlak bangsanya yang akhirnya melemahkan solidaritas sosial antara pemimpin dan rakyatnya, rakyat dengan rakyatnya, dan akhirnya negara itu hancur.

Perilaku pemimpin suatu bangsa, besar sekali pengaruhnya kepada kehidupan masyarakat banyak. Bangsa Indoneia memiliki karakteristik masyarakat yang paternalistik yang rakyatnya beroreintasi ke atas.

Apa yang dilakukan pemimpin akan ditiru oleh rakyatnya, baik perilaku pemimpin yang baik maupun yang buruk. Maka mulailah dari keteladanan para pemimpin untuk hidup yang wajar yang tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Dengan kita membangun solidaritas sosial yang tangguh, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang kuat, maju, demokrtis dan modern. F

25

Gotong royong merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang berlaku di daerah pedesaan Indonesia. Gotong royong sebagai bentuk kerjasama antar individu dan antar kelompok membentuk status norma saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan

25


(44)

35

bersama. Bentuk kerjasama gotong royong ini merupakan salah satu bentuk solidaritas sosial.

Guna memelihara nilai-nilai solidaritas sosial dan partisipasi masyarakat secara sukarela dalam pembangunan di era sekarang ini, maka perlu ditumbuhkan dari interaksi sosial yang berlangsung karena ikatan kultural Sehingga memunculkan kebersamaan komunitas yang unsur-unsurnya meliputi: seperasaan, sepenanggungan, dan saling butuh. Pada akhirnya menumbuhkan kembali solidaritas sosial.

b. Bentuk solidaritas sosial

Agama diturunkan sebenarnya hanya untuk manusia beradab. Peradaban dapat terpelihara justru karena ada agama yang dijalankan sesuai penafsiran yang tepat dan benar sesuai konteks, harus dapat memberikan jawaban atas tantangan zaman, dan ada solidaritas sosial. Salah satu bentuk solidaritas sosial itu adalah kesederhanaan . Kesederhanaan dapat memperlihatkan bahwa kita lebih beradab (berbahagialah mereka yang mampu menghindari kemewahan hidup). Hanya saja diingatkan oleh Ibnu Khaldun bahwa solidaritas social yang berlebihan itu justru berbahaya, dan dapat mengakibatkan munculnya: kesombongan (pride), kemewahan (luxury), dan kerakusan (greed). Contoh yang berlebihan itu adalah: persekutuan Amerika-Israel yang menghancurkan peradaban Palestina, arogansi Amerika yang menghancurkan peradaban Irak, monopoli dalam berbisnis, sikap korupsi, dan peristiwa kekerasan/terorisme.

Dalam keseharian atau kewajiban ternyata manusia pun dituntut agar tidak berlebihan (misalnya beramal sedekah/infaq/shodaqoh), termasuk di dalamnya


(45)

berbuat kebajikan dalam rangka hari Ied (misalnya zakat). Sesuai dengan tuntunan Quran, "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (bersifat bakhil) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (berinfak di luar kemampuan) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (QS Al-Isra, 17: 29). Sehingga manusia sebenarnya tidak dibebani sesuatu yang tidak mampu dipikulnya. Jika mengutip KH Didin Hafidhuddin, "Sikap berlebihan dalam sesuatu (ghulul, ekstrem) akan melahirkan pula sikap ekstrem yang bertentangan dengan sikap ekstrem yang pertama. Karena itu, Islam selalu menempatkan sesuatu dalam posisi pertengahan (tawassut/tawazun) agar melahirkan sesuatu yang baik dan dapat dikerjakan secara relatif lebih 'abadi'.

"Hal tersebut sejalan pula dengan: Q.S Al An'aam (6:141) "...dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."; Q.S Al A'raaf (7:31) "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."; Q.S. Al Furqaan (25:67) "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."; Q.S. Ali Imran (3:147) "Tidak ada do'a mereka selain ucapan:"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-berlebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami..."; Q.S. Al Fajr (89:20-21) "dan


(46)

37

kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. Jangan (berbuat demikian)...".

Keseimbangan menjadi kata kunci dalam mengarungi kehidupan. Bilamana keseimbangan itu terganggu maka akan terjadi kerusakan tata kehidupan atau kehancuran peradaban. Manusia sudah diperingatkan akan hal ini. Dengan menjalankan solidaritas sosial secara inklusif/toleran atau yang tidak berlebihan , maka tidak akan terjadi benturan peradaban (clash of civilization).F

26 F

26


(47)

BAB III

GAMBARAN UMUM MENGENAI MASJID RAYA CINERE

A. Sejarah Berdirinya Masjid Raya Cinere

Dalam sejarahnya yang begitu singkat, Masjid Raya Cinere didirikan dan dibangun atas dasar kecintaan yang mendalam yang tentunya ditujukan agar umat mengingat, mensyukuri dan menyembah-Nya dengan baik.

Dengan jalan Allah SWT serta do’a yang dikabulkan sampai akhirnya ada seorang perempuan bersuku Batak Ny. Ir Maryana Wiriatmaja yang mempunyai lahan tanah seluas 3000 M persegi, sampai pada akhirnya jual beli tanah itu ada dan berlangsung pada tanggal 15 juni 1987 atas nama wakaf jamaah.

Berawal dari pengajian majelis taklim ibu-ibu warga Cinere setempat yang awalnya ingin sekali mempunyai masjid yang berada dikawasan perumahan mereka tentunya sebagai sarana mereka untuk dapat mengaji serta menunutut ilmu agama, akan tetapi PT. MEGAPOLITAN yang membangun tidak membuat sarana masjid. Sehingga kaum majelis taklim ibu-ibu merasa ada yang kurang afdhol jika rutinitas kegiatan pengajian mereka dilakukan pada tempat yang selalu berganti-ganti dan mendapat ketidakyamanan atas tempat yang selama ini mereka tempati untuk melakukan kegiatan pengajian mereka. Yang pada akhirnya mereka sepakat untuk membicarakan permasalahan mereka yang ingin memiliki masjid sebagai sarana untuk meraka kepada suami-suami mereka. Dengan mencurahkan segala bentuk keinginan mereka ternyata para suami-suami jamaah majelis taklim sangat


(48)

39

Setiap masjid ingin memiliki berbagai sarana yang bisa memfasilitasi para jamaahnya begiti juga dengan Masjid Raya Cinere, sehingga masjid bisa digunakan sebagai tempat pelaksanaan berbagai kegiatan seperti memnghafal Al-Qur’an, Lembaga Amil Zakat, Lembaga Penengah Sengketa, Lembaga Solidaritas serta Bantuan Kemanusiaan, dan Lembaga-lembaga Kursus bagi Anak-anak Muda dalam berbagai ilmu pengetahuan. Dari situlah Masjid Raya Cinere dikembangkan dengan berbagai macam-macam sarana sehingga bisa melakukan bermacam-macam kegiatan.

Masjid Raya Cinere berdiri tahun 1988-1989. Dengan berkah dan ridho Allah SWT Masjid Raya Cinere mendapatkan penambahan luas tanah atas hibah dari PT. MEGAPOLITAN BUPATI BOGOR pada tanggal 15 Februari 1990 dengan luas tanah 1000 M persegi. Bahkan Masjid Raya Cinere mendapatkan hibah tanah lagi atas nama PT. GIGA INTRAK dengan luas tanah 900 M persegi pada tanggal 19 Januari 2001. Dan pada tanggal 25 April 2002, Masjid Raya Cinere mendapatkan penambahan sarana dari wakaf jamaah yang luas tanahnya sebesar 520 M persegi.

Dari luas tanah tersebutlah Masjid Raya Cinere membuat keputusan untuk mendirikan bangunan untuk sarana pendidikan, sebab masjid sebagai salah satu sarana utama yang paling tepat bagi proses pendidikan terhadap kaum muslimin. Karena itu manakala masjid dijadikan sebagai sarana pendidikan bagi kaum muslimin, niscaya umat islam akan merasakan betul keberadaab masjid.

Masjid Raya Cinere membangun sarana pendidikan seperti TK Islam Al Kautsar Masjid Raya Cinere, TPA Masjid Raya Cinere, Majelis Taklim Masjid


(49)

Raya Cinere, dan Perpustakaan. Sebab dengan pendidikan kaum muslimi tidak hanya memiliki kepribadian yang islami, tetapi juga memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas serta menguasai ajaran islam yang baik sehingga mampu membedakan antara yang benar (hak) dan yang salah (bathil).

Selain memiliki sarana pendidikan Masjid Raya Cinere memiliki taman yang cukup luas serta area parkir, ini semua ditujukan untuk para jamaah sebagai salah satu fasilitas yang berada di masjid, sehingga para jamaah akan merasa aman dan nyaman.

Dalam upaya meningkatkan solidaritas sosial masyarakatnya masjid raya cinere berperan aktif dalam memberikan tuntunan kepada masyarakat pada pembangunan mental masyarakat serta memberikan kekuatan moral dan spiritual sehingga mampu menyentuh atau menggugah hati nurani. Sebab dengan menyentuh hati nurani diharapkan seluruh tata nilai yang terkandung dalam ajaran agama dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal in sejalan juga dengan pendapat Hurlock (1992) yang menekankan pada hati nurani serta peran rasa bersalah dan rasa malu dalam melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan harapan kelompok sosial dalam masyarakat religius seperti Indonesia tentunya sangat diwarnai oleh norma-norma agama.

B. Visi, Misi, Dan Tujuan Masjid Raya Cinere Visi

” Meningkatkan fungsi masjid bagi pemberdayaan dan persatuan umat guna mencapai kesejahteraan jamaah masjid lahir dan batin ”


(50)

41

Misi

a. Mengelola organisasi dan administrasi masjid (Idaroh). b. Mengelola kemakmuran masjid (Imaroh).

c. Mengelola pemeliharaan/bangunan fisik masjid (Riayah).

Tujuan/Sasaran Yang Akan Dicapai

a. Meningkatkan kemampuan DKM dalam pengelolaan masjid secara profesional.

b. Tersedianya dana dan sarana untuk kegiatan pengelolaan masjid.

c. Terciptanya jalinan komunikasi antara anggota jamaah masjid dan lingkungan jamaah masjid.

d. Meningkatkan kemampuan ekonomi jamaah masjid dan masyarakat lingkungan masjid.

e. Meningkatnya kemampuan pendidikan para jamaah, maupun jamaah lingkungan masyarakat dalam peningkatan kualitas iman, ilmu, amal dan akhlaq.

f. Meningkatkan peran serta jamaah/masyarakat dalam upaya kesehatan dan lingkungan masjid.

C. Struktur Organisasi Masjid Raya Cinere (mrc)

Dalam suatu organisasi atau lembaga segala aktivitasnya, terhadap hubungan diantara orang-orang yang menjalankan dalam suatu organisasi. Makin komplek pula hubungan-hubungan yang ada untuk itu perlulah dibuat suatu bangunan yang menggambarkan tentang hubungan tersebut termasuk hubungan


(51)

antara masing-masing kegiatan atau fungsi. Bagan yang dimaksud dinamakan bagan organisasi atau struktur organisasi.F

27 F

Hubungan kerja disisni sudah semakin jelas yaitu berupa kerjasama dan interaksi akan terjadi secara vertikal dan horizontal terutama kepada unit kerja organisasi yang menggambarkan unit-unit kerja dengan tugas-tugas individu didalamnya, serta kerjasama dengan individu lain dan hubungan kelembagaan antara unit-unit kerja baik secara vertikal maupun maupun horizontal.

SUSUNAN MASJID RAYA CINERE (MRC) PERIODE 2006-2009

1. PEMBINA

H. M. Yahya H. Handoya H. Ahmad Syukri H. M. Choesni H. Soetopo

2. PENGAWAS

H. Kadarno H. Norman f H. Martin H. Wiranto H. Arif suryono H. Agoes effendi

27

Basu Swasstha DH dan Ibnu Sakotjo W., Pengantar Bisnis Modern (Yogyakarta: Liberty, 1995), cet ke-40


(52)

43

3. PENGURUS

Ketua Umum : H. Budi Waluyo

Wakil Ketua Umum : H. Muslim Yasin

Sekretaris I : H. Abdurrahman

Sekretaris II : H. Tri Widati

Bendahara I : H. Burhanudin

Bendahara II : H. Fauzi Sungkar

4. BIDANG DAKWAH

Bidang Dakwah : KH. Syarif Rahmat

Bidang PHBI : Abd. Razak

Bidang Peribadatan : KH. Syarif Rahmat

Bidang Peribadatan : H. Moh. Daud

Bidang Unit RISMRC : H. Bambang Oetomo

5. BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT

Bidang Pelayanan Masyarakat : H. Moh. Daud

Bidang Pengislaman : KH. Syarif Rahmat

Bidang Pernikahan : H. Abdurrahman

Bidang Bantuan Kemanusiaan : Hj. Betty Bidang Bantuan Kemanusiaan : Hj. Syukri Bidang Bantuan Kemanusiaan : Hj. Sofie

Bidang Humas : Abd. Razak


(53)

6. BIDANG PENDIDIKAN

Bidang Pendidikan : Hj. Tri Mulyati Al-Bachri

Bidang Unit TPA : Lela Shofia

Bidang Unit TK Al-Kautsar : Siti Masyitoh Bidang Unit Perpustakaan : Hj. Ida Kadarno Bidang Unit Perpustakaan : Habibi Al Amin Bidang Unit Perpustakaan : H. Adi Darma

7. BIDANG ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH

Bidang ZIS : H. TM. Syahnara

Bidang ZIS : H. Budiarto Sudirman

Bidang Administrasi : H. Aris Mulyono Bidang Pengumpulan : H. Sarja Sumbada Bidang Pengumpulan : Soefi

Bidang Pengumpulan : Tati Budi

8. BIDANG USAHA

Bidang Usaha : H. Bambang Budiarto

Bidang Usaha : H. Fauzi Sungkar

Bidang Gedung Serbaguna : Amin

Bidang Perparkiran : Zaki Mubarok

Bidang Perkiosan : H. Abdurrahman

Bidang Unit KBIH : H. Bambang Budiarto


(54)

45

9. BIDANG SARANA DAN PRASARANA

Bidang Sarana dan Prasarana : H. Dhoody KH Bidang Sarana dan Prasarana : H. Firdaus Amin

Bidang Pembangunan : H. Salaman Ilyas

Bidang Pemeliharaan : Sutrisno

Bidang Coordinator KAMTIB : H. Nahari Aming

Bidang Kebersiahan : Abd. Latif

Bidang Kebersihan dan Pertamanan : Endang

Bidang Kepegawaian : H. Abdurrahman F

28 F D. Program Kerja

Program kerja Msjid Raya Cinere menggunakan Tahun Hijriyah sebagai tahun anggaran Masjid Raya Cinere. Hal ini di samping membiasakan penggunaan Tahun Hijriyah sebagai kultur islami, juga menyesuaikan cash flow Masjid Raya Cinere, di mana perkiraan anggaran dalam satu tahun ke depan baru dapat dipastikan setelah acara Idul Fitri dan Idul Adha selesai.

Untuk Tahun 1430 H, Program Kerja Masjid Raya Cinere tetap melanjutkan Program Kegiatan Tahun 1429 H berdasarkan “Perkiraan Dukungan Anggaran” Tahun 1430 H, dengan azas afisiensi dan memperhatikan prioritas. Di samping itu Program Kerja Masjid Raya Cinere untuk Tahun 1430 H, ditandai dengan proses pergantian kepengurusan.

28


(55)

Program Kerja Pada Masing-masing Bidang a. Bidang Dakwah

a) Dakwah

Program Tahun 1430 H diarahkan untuk menambah acara pengajian oleh jamaah pria terutama pada malam hari. Di samping itu dengan sumber daya manusia yang ada akan tetap dilanjutkan pelayanan pengajian untuk:

1) Guru-guru TPA dan TK 2) Guru-guru dari Labshcool 3) Dan Lain-Lain.

b) Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)

Program ini ditujukan untuk mewadahi animo/tuntutan jamaah yang ingin ikut serta pada kegiatan hari besar islam di Masjid Raya Cinere.

c) Peribadatan Mahdloh

Program ini diarahkan untuk menciptakan suasana yang khitmad dan khusuk yang dapat menimbulkan kepuasan rohaniah dengan suasana kesejukan dan kedamaian sehingga dapat menimbulkan kerinduan untuk senantiasa hadir ke masjid bagi jamaah.

d) Remaja Masjid Raya Cinere

Program ini diarahkan untuk membentuk serta membina Remaja Masjid yang benar-benar islami, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi Masjid Raya Cinere termasuk Jamaah Remaja dilingkungan Masjid Raya Cinere.


(56)

47

b. Bidang Pelayanan Msyarakat a) Pengislaman

Program ini diarahkan untuk memberikan pelayanan baik dalam proses pengislaman maupun pasca proses pengislaman.

b) Pernikahan

Program ini diarahkan untuk semakin memakmurkan Masjid Raya Cinere dengan memberikan pelayananan penyelenggaraan Ijab Qobul dan termasuk Walimatul Urusy (Resepsi).

c) Bantuan Kemanusiaan

Program ini diarahkan untuk membina rasa solidaritas sesama umat, sekaligus menanamkan tradisi atas kepercayaan jamaah pada Masjid Raya Cinere untuk dapat menyalurkan barang/uang jamaah secara cepat dan tepat.

d) Hubungan Masyarakat (HUMAS)

program ini diarahkan untuk mampu berperan sebagai jembatan komunikasi dan informasi timbal balik antara Masjid Raya Cinere dengan Jamaah dan Masyarakat Umum.

e) Unit Pengurusan Jenazah

Unit pelayanan duka yang secara embridual telah terbentuk, akan ditingkatkan menjadi lembaga yang profesional, sebagai salah satu lembaga dibawah kepengurusan Masjid Raya Cinere.

c. Bidang Pendidikan


(57)

Program ini akan terus dikembangkan menjadi unit pendidikan pra sekolah.

b) TPA Masjid Raya Cinere

Program ini akan diarahkan pada peningkatan kesejahteraan tenaga pengajar, disamping pemeliharaan sarana pendidikan seperti meja belajar, papan tulis dan lain-lain.

c) Majelis Taklim Masjid Raya Cinere

Program Majelis Taklim yang diselenggarakan oleh ibu-ibu Jamaah Masjid Raya Cinere berjalan secara optimal.

d) Perpustakaan

Program dibidang ini adalah memelihara dan meningkatkan pelayanan pada jamaah.

d. Bidang Zis

Untuk meningkatkan kinerja Kepengurusan Masjid Raya Cinere, pada umumnya khusussnya kinerja bidang ZIS, Tahun 1430 H, telah ditempuh pola pemisahan pengelolaan antara Zakat dan Infaq Shodaqoh mulai Tahun 1429 H.

e. Bidang Penggalangan Dana

Program dibidang ini difokuskan untuk mampu menunjang Pengumpulan Dana yang diarahkan untuk pengembangan prasarana Masjid Raya Cinere.

f. Bidang Prasarana, Sarana Dan Sumber Daya Manusia (SDM) a) Prasarana


(58)

49

b) Sarana

c) Kebersihan Gedung

Kebersihan seluruh gedung akan semakin ditingkatkan guna menjamin terselenggaranya seluruh kegiata secara optimal.

d) Halaman dan Pertamanan

Sasaran pemeliharaan halaman dan pertamanan adalah: kebersihan dan keindahan.

e) Keamanan

Upaya keamanan dan pengamanan masjid akan teru ditingkatkan dengan sasaran:

1) Menghilangkan pencurian: Sandal ,Al-Qur’an, Buku-Buku Perpustakaan, Kendaraan Bermotor, dll.

2) Memelihara kelancaran dan disiplin lalu lintas di Jl. Flamboyan.

f) Sumber Daya Manusia

Kinerja Sumber Daya Manusia, terutama para karyawan semua bidang akan terus ditingkatkan dengan cara menanamkan: Disiplin, Rasa Tanggung Jawab, Kerjasama, dan Etos Kerjanya dibarengi dengan memperhatikan tingkat kesejahteraannya sesusai dengan hasil kerjanya (Finesh and Reward).


(59)

g. Bidang usaha

a) Gedung Serbaguna

Dengan tanpa mengurang funsi utamanya, gedung serba guna akan tetap dimanfaatkan untuk pelayanan acara resepsi (khusus hari minggu) dengan infaq yang setiap tahun akan selalu disesuaikan.

b) Perdagangan Kios Dan Parkir Samping SPBU

Usaha yang dewasa ini mampu memberi masukan sekitar Rp. 4.000.000; s/d Rp. 5.000.000; setiap bulannya, akan teru dipertahankan dan tingkatkan dalam rangka meningkatkan pendapatan Masjid Raya Cinere.

c) Pelayanan Ibadah Haji Dan Umroh

Program untuk mendirikan pelayanan Ibadah Haji dan Umroh dilingkungan Masjid Raya Cinere, akan tetap dilanjutkan. Untuk sementara waktu sambil menunggu kaderisasi personil yang akan bekerja sama dengan Lembaga Pelayanan Haji yang telah memiliki repitasi dan cukup baik di Wilayah Jakarta.

h. Bidang kesekretariatan/perkantoran

Bidang Kesekretariatan/Perkantoran adalah sebagai motor penggerak pengelolaan organisasi DKM yang akan terus ditingkatkan.

E. Letak Geografis Masjid Raya Cinere

Pola masjid yang ideal salah satunya diharapkan dapat menentukan lokasi-lokasi masjid wilayah pada daerah yang strategisterhadap penduduk yang berada di dalam wilayah yang bersangkutan, sehingga masjid-masjid ini dapat melayani


(60)

51

penduduk secara efektif. Disamping harus dihindarkanterdapatnya masjid-masjid besar pada jarak yang relatife berdekatan, hal ini dimaksudkan agar pelayanannya efektif.F

29

Letak/posisi Masjid Raya Cinere berada di tengah-tengah warga perumahan Cinere sehingga memudahkan para jamaah dan tidak memberatkan penduduk yang berada di ujung untuk pergi ke masjid, sebab di dalam islam dalam membangun masjid adalah lokasi masjid itu cocok dan tepat bagi jamaah sholat. Masjid Raya Cinere berdiri pada tempat yang sangat strategis bukan di pinggir ataupun di tengah jalan raya. Masjid Raya Cinere memiliki lokasi yang indah, nayaman dan ramah lingkungan. Masjid Raya Cinere ini beralamatkan pada perumahan warga Jl. Flamboyan Blok F Cinere Limo-Depok. Sasaran Masjid Raya Cinere ini adalah pada berbagai desa lainnya yang dikhususkan kepada Desa Cinere Pekayon (Barat, Timur, Selatan), Desa Limo, Desa Gandul.

29

Nana Rukmana D.W, Masjid dan Dakwah, Penerbit Al-Mawardi Prima, Cet Pertama, Juli 2002


(61)

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Peran Masjid Dalam Solidaritas Sosial

Realistis dari solidaritas sosial itu, dapat ditempuh berbagai cara. Baik dalam bentuk materi maupun non materi. Selain kewajiban membayar zakat, umat Islam juga diharapkan dapat mewujudkan kedamaian bagi sesamanya. Islam pada hakikatnya adalah agama Rahmatan lil alamin, yakni membahagiakan seluruh alam. Karena itu seorang muslim seyogyanya mampu memposisikan diri sebagai pemberi kebahagiaan kepada lingkungan sekitarnya, menyenangkan mesra dan peduli. Caranya dapat diawali dengan meningkatkan kepedulian kepada orang-orang di sekitar kita.F

30

Nilai solidaritas adalah sangat mahal sekali dan tidak bisa diukur dengan uang juga tidak akan terukur, karena solidaritas (dalam hal ini bangsa Indonesia) telah diterjemahkan oleh pahlawan-pahlawan kita berupa harta, pikiran, pengorbanan dan juga nyawa. Semoga Allah SWT membalas dengan surgaNya di akhirat nanti. Karena tanpa ruh pahlawan mustahil negara Indonesia akan terwujud.

Apa yang dilakukan pemimpin akan ditiru oleh rakyatnya, baik perilaku pemimpin yang baik maupun yang buruk. Maka mulailah dari keteladanan para pemimpin untuk hidup yang wajar yang tidak menimbulkan kecemburuan sosial.


(62)

53

Dengan kita membangun solidaritas sosial yang tangguh, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang kuat, maju, demokratis dan modern. (Dr. H. Nanat Fatah Natsir, harian Pikiran Rakyat, 7-10-2005).F

31

Hemat saya, solidaritas antar sesama manusia kini mengalami degradasi. Ini sangat terkait dengan rendahnya moralitas warga negara. Perlu diketahui, moral di sini tidak hanya bicara seputar disiplin tubuh, batas-batas aurat. Tapi, ia bermakna luas dan menyeluruh, sebagaiamana yang diemban Muhammad SAW. saat pertama kali ditugaskan untuk menyampaikan risalah: Liutammima Makarima al-Akhlaq, menyempurnakan akhlak yang mulia.

Pada saat-saat awal berdakwah, Rasulullah tidak langsung mengajarkan syari’at: semisal shalat, puasa, zakat, dll. Tapi, beliau mengajarkan umatnya tentang etika secara universal. Dapatkah kita memaknai akhlak atau moral dalam konteks ini hanya sebatas aturan aurat: sensual apa tidak sensual, mengundang syahwat atau tidak, menimbulkan fitnah atau tidak, dan seterusnya. Tidak sesederhana itu. Jika makna moral hanya disempitkan pada wilayah itu, maka Nabi tidak perlu lama-lama dalam menapaki lika-liku berdakwah.

Akhlak adalah prilaku sosial seseorang. Biasa juga disebut moral atau budi pekerti. Karena sifatnya yang universal, Abdullah Nashin Ulwan dalam al-takaful al-ijtima’i fi al-Islam merumuskannya dengan sebutan solidaritas sosial (al-takaful al-ijtima’i). Kehadiran rumusan ini tak lain untuk menjembatani pluralitas individu dan kepentingan dalam suatu masyarakat. Agar moralitas tetap tegak dan tidak diinjak-injak, maka diperlukan pemahaman tentang solidaritas sosial.

31

HU


(1)

72

menuju sebuah kebersamaan hidup. Ini adalah sebuah penegasan yang paling mungkin akan keyakinan manusia pada Allah yang merupakan sumber perdamaian.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari keterangan pada bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan bahwa:

1. Masjid Raya Cinere (MRC) adalah Organisasi Kemasjidan yang mempunyai peran yang begitu besar terhadap lingkungan kemasyarakatan. Dalam melakukan tugas atau peran yang dijalankan Masjid Raya Cinere telah memberikan banyak perhatian serta pemberdayaan umat dalam upaya meningkatkan fungsi dan peran masjid. Peran yang dijalankan bukan hanya pada meningkatkan ibadah ritual saja seperti ibadah sholat akan tetapi Masjid Raya Cinere menjalankan perannya sebagai Lembaga Kemasjidan yang mampu meningkatkan rasa solidaritas sosial terhadap masyarkat, sehingga masyarakat merasakan betul keberadaan masjid. Banyaknya pertumbuhan jumlah masjid belum diimbangi dengan usaha peningkatan fungsi masjid bagi pemberdayaan umat akan tetapi Masjid Raya Cinere sampai saat ini telah membuktikan bahwa masjid juga merupakan lembaga yang berperan terhadap kehidupan sosial masyarakat dalam upaya meningkatkan fungsi masjid dengan maksud untuk meningkatkan solidaritas sosial terhadap masyarakat. Dengan begitu Masjid Raya Cinere mempunyai tanggung jawab dan dalam pelaksanaan peningkatan fungsi dan peran masjid berada pada pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM).


(3)

74

2. Dalam melakukan peran dan fungsinya Masjid Raya Cinere banyak memiliki program yang menjadi kegiatan-kegiatan demi terselenggaranya peran dan fungsinya tentunya dalam meningkatkan rasa solidaritas sosial terhadap masyarakat, pemahaman tersebut menunjukkan bahwa Masjid harus bebas dari aktivitas syirik dan harus dibersihkan dari semua kegiatan-kegiatan yang cenderung kepada kemusyrikan. Disamping itu kegiatan-kegiatan sosial yang dijiwai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat diselenggarakan di dalamnya. Dari banyaknya kegiatan tersebut maka Masjid Raya Cinere dalam memberikan pelayanan kepada jama’ah atau masyarakat menyelenggarakan beberapa kegiatan pada masing-masing Bidang, yaitu sebagai berikut:

a. Bidang Keagamaan

Kegiatan ini bertujuan demi terciptanya nilai-nilai yanag datang dari Allah SWT dan Rosu-Nya sehinga tidak berani menyimpang dari jalan hidup yang benar. Dengan kata lain, iman yang mantap akan menghasilakan akhlaq yang mulia.

b. Bidang Pendidikan

Kegiatan ini bertujuan supaya kaum muslimin memiliki kepribadian yang Islami serta pegetahuan dan wawasan yang luas sehingga menguasi ajaran Islam dengan baik sehingga mampu membedakan antara yang Haq dan yang Bathil.


(4)

75 c. Bidang Kemanusiaan

Kegiatan ini bertujuan agar merasakan kehidupan yang senasib dan seperjuangan saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT.

d. Bidang Prasarana, Sarana dan Sumber Daya

Menyediakan, menyiapkan dan memelihara prasarana, saran dan sumber daya (termasuk Sumber Daya Manusia) untuk mendukung semua kegiatan dan fungsi Masjid Raya Cinere (MRC) secara berhasil dan berdayaguna.

B. Saran-Saran

Dari kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan, yaitu:

1. Kepada Masjid Raya Cinere , penulis menyarankan hendaknya Masjid Raya Cinere lebih meningkatkan lagi peran dan fungsi masjid dalam terselenggarnya program kegiatan dalam meningkatkan solidaritas sosial masyarakat cinere.

2. Perlu adanya gerakan bersama/pertemuan silaturrahmi berkala antara Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dengan jamaah/umat/masyarakat dalam kegiatan peningkatan rasa solidaritas sosial masyarakat cinere. 3. Dalam meningkatkan rasa solidaritas sosial hendaknya Masjid Raya

Cinere tidak hanya pada terfokus terhadap masyarakat cinere saja akan tetapi lebih diperluas lagi misalnya pada berbagai kota, profinsi atau bahkan Negara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Yani Ahmad, Panduan Mengelola Masjid, Jakarta: Pustaka Inter Masa, 2007 Chamsyah Bachtiar. Dimensi Religi Dalam Kesejahteraan Sosial. Cetakan 1,

Februari 2003 M.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.. Kamus Besar

Dr. Yusuf al-Qaradhawi. Tuntunan Membangun Masjid. Maktabah Wahbah, Kairo, Cet ke 1, Th 1420 H/1999 M.

Drs. Sofian Safri Harahap MSAc, Manajemen Masjid, PT Dana Bakti Prima Yasa, Yogyakarta, 199, Cet, ke-2

Elizabeth K. Nottingham. Agama dan Masyarakat. PT. Radja Grafindo Persada, 1997. Cet 7

Hasbi Ash-Siddiqi, TM. Prof, Koleksi Hadist-Hadist Hukum, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1979, Jilid 2, Cet, ke-3

HU

http://www.masjidonline.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=4&a rtid=91U

http:/ireoga.org/adapt/modul_kepemimpinan.htm

http://www.mail-archive.com/filsafat@yahoogroups.com/msg02123.html

HU

http://asslama.blogspot.com/2008/09/peran-dan-fungsi-masjid.htmlU

HU

http://immasjid.com/cetak.php?id=149U

HU

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/fungsi-masjid-ideal-kembali-seperti-zaman-rasul.htmU

HU

http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=342U http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/9356

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fak. Ekonomi UI, 1993


(6)

77

Mustafa Sayani, Drs. Keutamaan Masjid Hukum-Hukum dan Adab-Adabnya, (Bandung; Pustaka Zaadul Ma-aad), Cet Ke 1Muhsin, MK. Menjadikan Masjid Makmur. (Jakarta, Ikatan Masjid Indonesia).

Nana Rukmana, Masjid Dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002, Cet. Ke-1

Poewarminta, WJS., Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet, ke. 2 Sarlito Wirawan. S, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1984,

Cet, ke. 1

Sidi Gazalba, Masjid Pusat Peribadatan Dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994 127

Supardi dan Teuku Amiruddin, Manajemen Masjid Dalam Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta:UII Press,2001, cet. 1

Syaid Sabiq, Fiqussunnah, Beirut: Dar Al-Fik, 1981, Jilid 1, Cet, ke-3

Natsir Zubaidi. Fungsi Masjid di Zaman Modern Dipertanyakan. (Suara Masjid, 161, Februari, 1989).

Al Qur’an Surat At-Taubah Ayat 108. Al Qur’an Surat Al-Mauun Ayat 1-7. Al Qur’an Surat An-Nahl Ayat 90.

Al Qur’an Surat At-Taubah Ayat 122 dan Ayat 41. Al Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 2.