Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok )

(1)

HUBUNGAN EKSISTENSI LUBANG RESAPAN BIOPORI

DENGAN SIFAT FISIK TANAH DI SEKITARNYA

( STUDI KASUS KECAMATAN PANCORAN MAS, LIMO DAN

CINERE KOTA DEPOK )

Oleh: Aditya Muchron

A24103088

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(2)

SUMMARY

ADITYA MUCHRON. The relation between Biopore Infiltration Holes existance and physical characteristic of surrounding soil. (Case study in Pancoran

Mas, Limo and Cinere subdistricts—Depok) (supervised by WAHYU

PURWAKUSUMA and KUKUH MURTILAKSONO)

Biopore Infiltration Hole is one of artificial water infiltration techniques on shallow surface. It is developed based on a principle, preserving soil ecosystem. This provides biodiversity supported by adequately water, air, and nutrient source (organic matter). The activities of roots and organisms in soil can create biopore, and the microbes can support mineralization and organic compounds synthetic to put the soil aggregate into solidity. As a result, soil structure will be preserved. This will make the ability of soil to absorb and keep water inclining.

The research's done in three sub districts in Depok, which are Pancoran Mas, Limo and Cinere. These observation locations are chosen based on the similarity of their soil characteristics in resident area in Depok, where land covering and hardening take place dominantly. In this experiment, there are three recurrences and a control in 30, 50, and 100 cm from each biopore infiltration hole. Thus, total of observations are 12 biopore infiltration holes in each sub districts and 36 measuring result and soil physical characteristic observations.

The research's result shows that there is a tendency of change in soil physical characteristic surround biopore infiltration hole. Soil physical characteristic tends to have better value than the control. The closer it is to its biopore infiltration hole, the value tends to be better. The average of soil bulk density in 30, 50 and 100 cm in order are: 0,94, 0,95 and 0,96 g/cm3, The average of soil hidrolic conductivity in 100, 50 and 30 cm in order are: 6,6, 6,7 dan 7,2 cm/hour, the average of soil porosity in 100, 50 and 30 cm in order are: 63,9, 64,2 dan 64,5 %. The average of aggregate stability index in 30, 50 and 100 cm are 81,7, 80,4 and 79,1. The average of soil permeability values in 30, 50 and 100 cm are 18,8, 18,0 dan 17,4 cm/hour.


(3)

RINGKASAN

ADITYA MUCHRON. Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo

dan Cinere Kota Depok ) ( Di bawah bimbingan WAHYU PURWAKUSUMA

dan KUKUH MURTILAKSONO )

Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah salah satu bentuk teknik resapan air buatan tipe permukaan dangkal. Berbeda dengan teknik resapan air buatan lainnya yang cenderung pasif dengan mengandalkan sifat fisik alami permukan resapan, LRB ditengarai bersifat aktif karena melibatkan fauna tanah dalam menjaga permukaan resapannya. Lubang Resapan Biopori dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). Ditambahkannya bahan organik ke dalam lubang resapan mengakibatkan organisme di dalam dan sekitar lubang menjadi aktif dan menjadikan sumber hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar. Aktifitas akar tanaman dan fauna tanah dapat membuat biopori (biopore), sedangkan mikroba dapat membantu proses mineralisasi dan sintesis senyawa organik sehinga dapat memantapkan agregat tanah. Akibatnya struktur tanah terpelihara, sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan dan memegang air pun meningkat.

Hasil penelitian menunjukan adanya kecenderungan perubahan sifat fisik tanah di sekitar Lubang Resapan Biopori. Sifat fisik tanah cenderung memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Semakin dekat dengan lubang resapan nilai-nilainya cenderung membaik. Bobot isi tanah rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm berturut-turut adalah: 0,94, 0,95 dan 0,96 g/cm3, Nilai hantaran hidrolik tanah rata-rata pada jarak 100, 50 dan 30 cm berturut-turut adalah: 6,6, 6,7 dan 7,2 cm/jam, nilai porositas tanah rata-rata pada jarak 100, 50 dan 30 cm berturut-turut adalah: 63,9, 64,2 dan 64,5 %. Nilai stabilitas agregat rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm adalah 81,7, 80,4 dan 79,1. Nilai Permeabilitas rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm adalah 18,8, 18,0 dan 17,4 cm/jam.


(4)

HUBUNGAN EKSISTENSI LUBANG RESAPAN BIOPORI

DENGAN SIFAT FISIK TANAH DI SEKITARNYA

( STUDI KASUS KECAMATAN PANCORAN MAS, LIMO DAN

CINERE KOTA DEPOK )

Oleh: Aditya Muchron

A24103088

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik

Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok )

Nama : Aditya Muchron

NRP : A24103088

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS.

NIP: 19610122 198703 1 002 NIP: 19600808 198903 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP:


(6)

RIWAYAT HIDUP

Aditya Muchron, seorang anak laki–laki yang dilahirkan di Depok pada tanggal 16 September 1985 yang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara dengan dua adik perempuan dari pasangan Abdul Halim dan Murniati.

Penulis memulai pendidikan di sebuah Taman Kanak–Kanak Bina Putra di Depok pada tahun 1990, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Depok Baru VI pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Depok dari tahun 1997 hingga lulus pada tahun 2000, selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 49 Jakarta pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003. Melalui Jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dan memilih Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Hidrologi dan Sistem Informasi Geografi di Departemen Tanah dan Sumbardaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Puji serta syukur penulis sampaikan ke haribaan Allah SWT, atas rahmat dah hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini berjudul “ Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok )“. Dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan mengenai peranan kehadiran lubang resapan biopori terhadap peningkatan sifat fisik tanah dan kemampuannya untuk meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap air sehingga diharapkan ada informasi yang akurat kepada masyarakat tentang manfaat dari aplikasi lubang resapan biopori yang telah dan akan diterapkan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc., Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS. Dan Ibu Ir. Enni Dwi Wahjunie, Msi. sebagai dosen pembimbing dan dosen penguji yang dengan sabar dan setia memberikan bimbingan serta arahan hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tiada kata yang dapat terucap untuk kedua orang tua tercinta yang dengan sabar dan penuh harap mengiringi penulis dengan doa dan kasih sayang yang tiada ternilai.

Penulis juga mengucapkan terima ksaih kepada :

1. Ir. Wahyu Purwakusuma, O-Fish dan Himpunan Duta SDN. BHD. atas

ilmu dan pengalaman yang luar biasa.

2. Nenek, Kakek dan adik-adikku atas cinta dan kasih sayang yang

senantiasa tercurahkan

3. Pak. Kamir, Pak. Tejo, Pak. Yayat dan Pak. Basuki atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

4. Firman Mulya Nugraha dan Agus Gunawan yang senantiasa membantu


(8)

5. Oktiana, Widi, Rica, Karina, Dian, Siti, Devi, Elvina, Agi, Tocil, Eko, Idan, Ali serta teman-teman kuliah yang selalu membantu dalam perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

6. Pak. Udin, Pak. Saipul, petugas Laboratorium Genesis Tanah dan Satpam

Departemen Tanah atas segala bantuannya.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amien yaa robbal‘alamiem...


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Lubang Resapan Biopori ... 3

2.2. Latosol Merah ... 5

2.3. Bahan Organik ... 6

2.4. Organisme tanah... ... 7

2.5. Infiltrasi...8

2.6. Analisis Statistik...9

2.6.1.Analisis Regresi...9

2.6.2.Analisis Regresi Linier Berganda...9

2.6.2.1. Analisis terhadap nilai R2 dan R2adj...10

2.6.2.2. Uji Multikolinieritas...10

2.6.2.3. Uji Autokorelasi...11

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 12

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat ... 12

3.3. Metodologi Penelitian ... 12

3.3.1. Pembuatan Lubang Resapan Biopori ... 12

3.3.2. Pengambilan sampel tanah ... 13

3.3.3. Pengukuran Hantaran Hidrolik Tanah...13

3.3.4. AnalisisLaboratorium ... .14

3.3.4.1. Agregat Tanah... ..14

3.3.4.2. Bobot Isi Tanah...14

3.3.4.3. Porositas Tanah...15


(10)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1. Agregat Tanah ... 16

4.2. Bobot Isi ... 18

4.3. Porositas ... 20

4.4. Permeabilitas ... 22

4.5. Hantaran Hidrolik Tanah...24

4.6. Analisis Statistik...26

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1. Kesimpulan ... 31

5.2. Saran ... 31

VI. DAFTAR PUSTAKA... 32


(11)

HUBUNGAN EKSISTENSI LUBANG RESAPAN BIOPORI

DENGAN SIFAT FISIK TANAH DI SEKITARNYA

( STUDI KASUS KECAMATAN PANCORAN MAS, LIMO DAN

CINERE KOTA DEPOK )

Oleh: Aditya Muchron

A24103088

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(12)

SUMMARY

ADITYA MUCHRON. The relation between Biopore Infiltration Holes existance and physical characteristic of surrounding soil. (Case study in Pancoran

Mas, Limo and Cinere subdistricts—Depok) (supervised by WAHYU

PURWAKUSUMA and KUKUH MURTILAKSONO)

Biopore Infiltration Hole is one of artificial water infiltration techniques on shallow surface. It is developed based on a principle, preserving soil ecosystem. This provides biodiversity supported by adequately water, air, and nutrient source (organic matter). The activities of roots and organisms in soil can create biopore, and the microbes can support mineralization and organic compounds synthetic to put the soil aggregate into solidity. As a result, soil structure will be preserved. This will make the ability of soil to absorb and keep water inclining.

The research's done in three sub districts in Depok, which are Pancoran Mas, Limo and Cinere. These observation locations are chosen based on the similarity of their soil characteristics in resident area in Depok, where land covering and hardening take place dominantly. In this experiment, there are three recurrences and a control in 30, 50, and 100 cm from each biopore infiltration hole. Thus, total of observations are 12 biopore infiltration holes in each sub districts and 36 measuring result and soil physical characteristic observations.

The research's result shows that there is a tendency of change in soil physical characteristic surround biopore infiltration hole. Soil physical characteristic tends to have better value than the control. The closer it is to its biopore infiltration hole, the value tends to be better. The average of soil bulk density in 30, 50 and 100 cm in order are: 0,94, 0,95 and 0,96 g/cm3, The average of soil hidrolic conductivity in 100, 50 and 30 cm in order are: 6,6, 6,7 dan 7,2 cm/hour, the average of soil porosity in 100, 50 and 30 cm in order are: 63,9, 64,2 dan 64,5 %. The average of aggregate stability index in 30, 50 and 100 cm are 81,7, 80,4 and 79,1. The average of soil permeability values in 30, 50 and 100 cm are 18,8, 18,0 dan 17,4 cm/hour.


(13)

RINGKASAN

ADITYA MUCHRON. Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo

dan Cinere Kota Depok ) ( Di bawah bimbingan WAHYU PURWAKUSUMA

dan KUKUH MURTILAKSONO )

Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah salah satu bentuk teknik resapan air buatan tipe permukaan dangkal. Berbeda dengan teknik resapan air buatan lainnya yang cenderung pasif dengan mengandalkan sifat fisik alami permukan resapan, LRB ditengarai bersifat aktif karena melibatkan fauna tanah dalam menjaga permukaan resapannya. Lubang Resapan Biopori dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). Ditambahkannya bahan organik ke dalam lubang resapan mengakibatkan organisme di dalam dan sekitar lubang menjadi aktif dan menjadikan sumber hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar. Aktifitas akar tanaman dan fauna tanah dapat membuat biopori (biopore), sedangkan mikroba dapat membantu proses mineralisasi dan sintesis senyawa organik sehinga dapat memantapkan agregat tanah. Akibatnya struktur tanah terpelihara, sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan dan memegang air pun meningkat.

Hasil penelitian menunjukan adanya kecenderungan perubahan sifat fisik tanah di sekitar Lubang Resapan Biopori. Sifat fisik tanah cenderung memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Semakin dekat dengan lubang resapan nilai-nilainya cenderung membaik. Bobot isi tanah rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm berturut-turut adalah: 0,94, 0,95 dan 0,96 g/cm3, Nilai hantaran hidrolik tanah rata-rata pada jarak 100, 50 dan 30 cm berturut-turut adalah: 6,6, 6,7 dan 7,2 cm/jam, nilai porositas tanah rata-rata pada jarak 100, 50 dan 30 cm berturut-turut adalah: 63,9, 64,2 dan 64,5 %. Nilai stabilitas agregat rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm adalah 81,7, 80,4 dan 79,1. Nilai Permeabilitas rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm adalah 18,8, 18,0 dan 17,4 cm/jam.


(14)

HUBUNGAN EKSISTENSI LUBANG RESAPAN BIOPORI

DENGAN SIFAT FISIK TANAH DI SEKITARNYA

( STUDI KASUS KECAMATAN PANCORAN MAS, LIMO DAN

CINERE KOTA DEPOK )

Oleh: Aditya Muchron

A24103088

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010


(15)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik

Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok )

Nama : Aditya Muchron

NRP : A24103088

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS.

NIP: 19610122 198703 1 002 NIP: 19600808 198903 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP:


(16)

RIWAYAT HIDUP

Aditya Muchron, seorang anak laki–laki yang dilahirkan di Depok pada tanggal 16 September 1985 yang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara dengan dua adik perempuan dari pasangan Abdul Halim dan Murniati.

Penulis memulai pendidikan di sebuah Taman Kanak–Kanak Bina Putra di Depok pada tahun 1990, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Depok Baru VI pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Depok dari tahun 1997 hingga lulus pada tahun 2000, selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 49 Jakarta pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003. Melalui Jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dan memilih Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Hidrologi dan Sistem Informasi Geografi di Departemen Tanah dan Sumbardaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor


(17)

KATA PENGANTAR

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Puji serta syukur penulis sampaikan ke haribaan Allah SWT, atas rahmat dah hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini berjudul “ Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok )“. Dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan mengenai peranan kehadiran lubang resapan biopori terhadap peningkatan sifat fisik tanah dan kemampuannya untuk meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap air sehingga diharapkan ada informasi yang akurat kepada masyarakat tentang manfaat dari aplikasi lubang resapan biopori yang telah dan akan diterapkan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc., Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS. Dan Ibu Ir. Enni Dwi Wahjunie, Msi. sebagai dosen pembimbing dan dosen penguji yang dengan sabar dan setia memberikan bimbingan serta arahan hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tiada kata yang dapat terucap untuk kedua orang tua tercinta yang dengan sabar dan penuh harap mengiringi penulis dengan doa dan kasih sayang yang tiada ternilai.

Penulis juga mengucapkan terima ksaih kepada :

1. Ir. Wahyu Purwakusuma, O-Fish dan Himpunan Duta SDN. BHD. atas

ilmu dan pengalaman yang luar biasa.

2. Nenek, Kakek dan adik-adikku atas cinta dan kasih sayang yang

senantiasa tercurahkan

3. Pak. Kamir, Pak. Tejo, Pak. Yayat dan Pak. Basuki atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

4. Firman Mulya Nugraha dan Agus Gunawan yang senantiasa membantu


(18)

5. Oktiana, Widi, Rica, Karina, Dian, Siti, Devi, Elvina, Agi, Tocil, Eko, Idan, Ali serta teman-teman kuliah yang selalu membantu dalam perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

6. Pak. Udin, Pak. Saipul, petugas Laboratorium Genesis Tanah dan Satpam

Departemen Tanah atas segala bantuannya.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amien yaa robbal‘alamiem...


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Lubang Resapan Biopori ... 3

2.2. Latosol Merah ... 5

2.3. Bahan Organik ... 6

2.4. Organisme tanah... ... 7

2.5. Infiltrasi...8

2.6. Analisis Statistik...9

2.6.1.Analisis Regresi...9

2.6.2.Analisis Regresi Linier Berganda...9

2.6.2.1. Analisis terhadap nilai R2 dan R2adj...10

2.6.2.2. Uji Multikolinieritas...10

2.6.2.3. Uji Autokorelasi...11

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 12

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat ... 12

3.3. Metodologi Penelitian ... 12

3.3.1. Pembuatan Lubang Resapan Biopori ... 12

3.3.2. Pengambilan sampel tanah ... 13

3.3.3. Pengukuran Hantaran Hidrolik Tanah...13

3.3.4. AnalisisLaboratorium ... .14

3.3.4.1. Agregat Tanah... ..14

3.3.4.2. Bobot Isi Tanah...14

3.3.4.3. Porositas Tanah...15


(20)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1. Agregat Tanah ... 16

4.2. Bobot Isi ... 18

4.3. Porositas ... 20

4.4. Permeabilitas ... 22

4.5. Hantaran Hidrolik Tanah...24

4.6. Analisis Statistik...26

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1. Kesimpulan ... 31

5.2. Saran ... 31

VI. DAFTAR PUSTAKA... 32


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Indeks Stabilitas Agregat ... 27

2. KelasHantaranHidrolikTanah...7 27

Lampiran

1. Hasil Analisis Stabilitas Agregat Tanah ... 28

2. Hasil Analisis Nilai Bobot Isi

Tanah...28

3. Hasil Analisis Porositas

Tanah...28

4. Hasil Analisis Permeabilitas

Tanah...28

5. Hasil Analisis Hantaran Hidrolik

Tanah...28

6. Hasil Analisis


(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Hubungan Nilai Agregat dengan Jarak dari Lubang Resapan

Biopori...16

2. Hubungan Nilai Bobot Isi dengan Jarak dari Lubang Resapan

Biopori...18

3. Hubungan Nilai Porositas dengan Jarak dari Lubang Resapan

Biopori...21

4. Hubungan Nilai Permeabilitas dengan Jarak dari Lubang Resapan

Biopori...23

5. Hubungan Nilai Hantaran hidrolik dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori....25


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah salah satu bentuk teknik resapan air buatan tipe permukaan dangkal. Berbeda dengan teknik resapan air buatan lainnya yang cenderung pasif dengan mengandalkan sifat fisik alami permukan resapan, LRB ditengarai bersifat aktif karena melibatkan fauna tanah dalam menjaga permukaan resapannya. Lubang Resapan Biopori dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik).

Di kota-kota besar khususnya Jakarta, seiring dengan cepatnya laju pertumbuhan dan pembangunan yang berdampak pada berkurangnya jumlah lahan terbuka untuk dapat meresapkan air mengakibatkan beralihnya salah satu fungsi tanah yaitu sebagai media untuk meresapkan serta mengikat udara dan air, akibat dari minimnya air yang meresap ke dalam tanah kandungan air tanah menjadi semakin berkurang, disisi lain penggunaan air tanah terus berlanjut tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Selain itu, dampak dari banyaknya tutupan lahan juga mengakibatkan menurunnya kualitas kesuburan tanah di sekitarnya, sehingga teknologi rekayasa untuk meningkatkan jumlah air yg mampu di resapkan ke dalam tanah diantara banyaknya tutupan lahan memang mutlak diperlukan.

Pembuatan lubang resapan biopori disertai dengan penambahan bahan organik ke dalam lubang resapan mengakibatkan organisme di dalam dan sekitar lubang menjadi aktif dan menjadikan sumber hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar. Aktifitas akar tanaman dan fauna tanah dapat membuat biopori (biopore), sedangkan mikroba dapat membantu proses mineralisasi dan sintesis senyawa organik sehingga dapat memantapkan agregat tanah. Akibatnya struktur tanah terpelihara, sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan dan memegang air pun meningkat.

Dengan ukuran diameternya yang relatif kecil, lubang resapan biopori dinilai sebagai suatu terobosan yang aplikatif untuk meningkatkan jumlah resapan air dan memperbaiki sifat fisik tanah di sekitarnya pada kawasan padat penduduk


(24)

yang sarat dengan penutupan lahan. Aplikasi yang relatif cepat, mudah dan dapat dilakukan pada ruang yang relatif sempit menjadi keunggulan dalam pembuatan lubang resapan biopori. Sehingga hal ini diharapkan dapat menjadi pelopor yang dapat merubah cara pandang kita terhadap lingkungan sekitar, terutama air yang selama ini dianggap sebuah pemberian tuhan yang dapat dipergunakan selamanya dan sebanyak–banyaknya tanpa harus memikirkan bagaimana menjaga ketersediaannya untuk masa yang akan datang.

1.2. Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan kehadiran lubang resapan biopori dengan beberapa sifat fisik tanah di sekitar lubang tersebut.

1.3. Hipotesis

Penambahan bahan organik kedalam lubang resapan biopori akan merubah beberapa sifat fisik tanah di sekitar lubang baik melalui pengaruh langsung maupun tidak langsung.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lubang Resapan Biopori

Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah sebuah rekayasa teknologi peresapan air tepat guna berupa lubang silindris berbentuk vertikal yang memiliki ukuran diameter yang relatif tidak terlalu besar namun dapat efektif untuk meresapkan air ke dalam tanah. Konversi penggunaan lahan untuk pemukiman menyebabkan fungsi hidrologis tanah terganggu. Sebagian permukaan lahan menjadi kedap ditutup tapak bangunan, perkerasan jalan, dan perkerasan lainnya. Bagian lahan terbuka juga mengalami proses pemadatan, dan biopori berkurang karena berkurangnya tanaman dan fauna tanah sebagai pelaku pembuat biopori di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan sebagian besar air hujan tidak lagi meresap ke dalam tanah dan bahkan dibuang melalui saluran drainase. Peningkatan jumlah air hujan yang dibuang karena berkurangnya laju peresapan air ke dalam tanah, akan menyebabkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, serta berkurangnya cadangan air bawah tanah.

Teknologi konvensional yang telah diperkenalkan untuk peresapan air di kawasan pemukiman adalah pembuatan sumur resapan. Sayangnya dengan teknologi seperti ini tidak semua orang dapat menerapkannya. Sumur resapan memerlukan dimensi cukup besar, sebagian dindingnya perlu dibuat penguatan serta perlu diisi dengan pasir, kerikil, dan ijuk; hal ini dilakukan untuk menghindari longsornya dinding resapan. Bahan pengisi seperti itu tidak dapat digunakan oleh biota tanah sebagai sumber energi dalam penciptaan biopori. Oleh karena itu dalam kasus sumur resapan, biopori boleh dikatakan tidak akan terbentuk. Penyumbatan permukaan resapan oleh bahan-bahan halus yang terbawa air dan tersaring oleh ijuk sehingga menyumbat rongga diantara ijuk sangat rentan terjadi, hal ini akan menyebabkan laju peresapan air menjadi sangat lambat. Pengumpulan volume air yang cukup besar dalam sumur resapan menyebabkan beban resapan relatif besar. Beban resapan adalah volume air yang masuk dalam lubang dibagi luas permukaan resapan (dinding dan dasar lubang). Beban resapan akan meningkat sejalan dengan peningkatan diameter lubang. Peningkatan beban resapan mengakibatkan penurunan laju peresapan air karena terlalu lebarnya zone


(26)

jenuh air di sekeliling dinding lubang, apalagi bila sebagian permukaan resapan dikedapkan dengan penguat dinding.

Mengingat kebutuhan air yang terus meningkat dan sumber air utama berasal dari curah hujan, perlu diupayakan rekayasa teknologi peresapan air tepat guna yang dapat efektif meresapkan air hujan ke dalam tanah. Peresapan air hujan yang efektif akan dapat memelihara kelembaban tanah, dan menambah cadangan air bawah tanah (ground water). Dengan demikian akan dapat mencegah banjir dan keretakan tanah yang memicu terjadinya longsor serta dapat mencegah penurunan permukaan tanah (subsidence) dan intrusi air laut karena kosongnya pori tanah akibat penyedotan air bawah tanah yang berlebihan.

Peresapan air ke dalam tanah dapat diperlancar oleh adanya biopori yang dapat diciptakan oleh fauna tanah dan akar tanaman. Untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di dalam tanah perlu disediakan bahan organik yang cukup di dalam tanah. Untuk memudahkan pemasukan bahan organik ke dalam tanah perlu dibuat lubang silindris ke dalam tanah. Pembuatan lubang silindris akan menjadi simpanan depresi yang dapat menahan sementara aliran permukaan untuk memberi kesempatan meresap ke dalam tanah. Dinding lubang silindris menyediakan tambahan permukaan resapan air seluas dinding lubang yang dibuat. Bila lubang silindris diisi sampah organik, maka permukaan resapan tidak akan mengalami kerusakan atau penyumbatan karena dilindungi oleh sampah organik.

Kumpulan sampah organik yang tidak terlalu besar dalam lubang silindris akan menjadi habitat yang baik bagi fauna tanah terutama cacing tanah yang memerlukan perlindungan dari panas matahari dan kejaran pemangsanya, serta memperoleh makanan, kelembaban dan oksigen yang cukup. Untuk meminimalkan beban lingkungan oleh adanya pengumpulan volume air dan sampah organik di dalam lubang, maka dimensi lubang tidak boleh terlalu besar. Atas beberapa pertimbangan teknis seperti: (1) kemudahan pembuatan dan pemeliharaan lubang, (2) pengurangan beban resapan, (3) kemudahan penyebaran guna pengurangan beban lingkungan, dan (4) kecukupan ketersediaan oksigen bagi fauna tanah; lubang resapan sebaiknya berdiameter 10 cm dengan kedalaman lubang 100 cm atau tidak melebihi kedalaman air permukaan air bawah tanah.


(27)

2.2. Latosol Merah

Latosol terbentuk dari bahan induk tufa vulkan, banyak dijumpai pada daerah dengan curah hujan tinggi (2000–7000 mm/tahun) dengan rata–rata bulan kering kurang dari tiga bulan, topografi bergelombang, berombak, berbukit dan bergunung. Dalam klasifikasi tanah di Indonesia, pada tingkat kelompok (subgroup) sifat–sifat latosol hanya dibedakan oleh warna pada horizon B. Oleh sebab itu muncul sistem penamaan seperti Latosol Merah, Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan.

Sifat lain yang menonjol dan penting dari latosol ialah terbentuknya keadaan granular. Keadaan itu merangsang drainase dalam yang sangat baik. Ini memungkinkan pengolahan tanah latosol segera setelah hujan lebat tanpa menyebabkan keadaan fisik tanah yang tidak memuaskan. Karena iklim tropik-basah dan semi tropik-tropik-basah secara berangsur berubah menjadi keadaan baik kering maupun sedang-basah maka latosolisasi juga bervariasi mengikuti perubahan–perubahan tersebut. Dengan demikian dijumpai berbagai profil sesuai dengan iklim yang berubah. Sebenarnya, penentuan apakah suatu tanah adalah latosol atau podzolik seringkali sangat sukar. Jadi, tanah merah atau lempung merah dari daerah mediteran dianggap orang sebagai tanah transisi. Akan tetapi, jangan ditafsirkan bahwa semua tanah di daerah tropik adalah Latosol. Berbagai macam, baik tanah–tanah aluvial, kolovial maupun kipas, terdapat di daerah tropik. Mereka sedikit sekali mengalami latosolisasi. Selanjutnya, pada daerah tinggi seringkali podzolisasi merupakan tipe genesis tanah yang dominan (Soepardi, 1983).

Proses penting dalam pembentukan tanah Latosol adalah proses laterisasi, yaitu terjadinya pencucian basa–basa dan silika yang mengakibatkan meningkatnya seskuioksida secara relatif pada horison penciri B. Tanah ini di dominasi mineral liat kelompok kaolinit. Tanah ini terbentuk pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 3552 mm/tahun. Latosol masuk ke dalam orde inceptisol menurut sistem klasifikasi USDA 1990 (Yogaswara, 1997).


(28)

2.3. Bahan Organik

Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian berada dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jazad mikro. Sebagai akibat, nahan itu berubah terus dan tidak mantap, dan selalu harus diperbaharui melalui penambahan sisa–sisa tanaman atau binatang (Soepardi, 1983)

Kadar bahan organik tanah mineral tidak malebihi 3 atau 5 persen dari bobot tanah. Walaupun jumlahnya sedikit, pengaruh bahan organik terhadap sifat– sifat tanah dan pertumbuhan tanaman terlihat sangat nyata. Bahan organik merupakan perekat butiran lepas sehingga dapat meningkatkan sifat fisik tanah. Unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan belerang merupakan unsur hara utama yang dapat di suply oleh bahan organik. Tanpa adanya bahan organik, semua kegiatan biokimia akan terhenti, karena bahan organik merupakan sumber energi dari jazad mikro. Bahan organik juga dapat meningkatkan jumlah air yang dapat dipegang oleh tanah dan jumlah air yang tersedia bagi tanaman.

Seluruh bahan organik mengalami dekomposisi di dalam tanah. Bahan-bahan yang terdiri dari sisa tanaman dan hewan yang telah mati biasanya di dekomposisi sangat cepat di dalam tanah. Bahan-bahan yang tertinggal di permukaan tanah akan terdekomposisi lebih lambat, sama halnya dengan bahan organik yang telah mengalami sedikit dekomposisi, prosesnya akan berjalan lebih lambat. Dekomposisi bahan yang masih segar bergantung pada jenis bahannya, usia, ukuran partikel, dan kadar N yang terkandung, tetapi kelembaban tanah, temperatur aerasi, pH dan kadar hara juga memberikan pengaruh terhadap pelapukan bahan organik.

Bahan yang berasal dari sisa tanaman yang banyak mengandung air dan masih muda akan lapuk dengan cepat. Daun dan tanaman anggur dapat terlapuk lebih cepat dibandingkan akar. Tanaman gula, tepung, asam amino dan protein yang mengandung jaringan muda dalam jumlah besar dapat terlapuk dengan sangat cepat, terutama hemicelluloses dan lignin.


(29)

2.4. Organisme Tanah

Organisme tanah merupakan hal terpenting dari sebuah siklus di dalam sistem tanah. Bahan organik memiliki pengaruh yang besar terhadap jumlah dan jenis organisme yang ada di dalam tanah. Organisme ini terdiri dari mikroflora dan mikrofauna yang tidak hanya hidup pasif di dalam tanah dalam melakukan fungsinya, tetapi organisme memiliki peranan yang dapat mempengaruhi satu dan yang lain baik itu berupa hubungan simbiotik maupun sebuah kompetisi. Organisme tanah lebih sering bersaing satu dan yang lain dalam memperebutkan unsur hara atau energi, yang mana banyak di dapatkan dari bahan organik, tetapi memang organisme tanah lebih sering mendapatkan unsur hara dari bahan organik yang kemudian dijadikannya sumber energi dan unsur hara bagi organisme lain. Dalam hal ini, ketergantungan atau persaingan dari berbagai organisme memberikan pengaruh terhadap tanah dan pertumbuhan tanaman. Banyak sekali aktivitas dari organisme tanah yang menguntungkan bagi tanaman pertanian. Kenyataannya, pemupukan tanah sering berhubungan dengan jumlah dan keragaman dari organisme yang dapat mendukung.

Keragaman juga menjadi inti untuk sebuah proses dekomposisi dari bahan organik, dengan pelepasan elemen hara menjadi bentuk tersedia dan dalam pembentukan bahan organik tanah. Prosesnya dimulai dengan menyamankan bahan organik oleh fauna tanah yang lebih besar. Dekomposisi bahan organik membantu meningkatkan kadar O2 di dalam tanah yang berada liang dan rongga yang dibentuk oleh

pergerakan organisme di dalam tanah. Liang dan rongga memainkan peranan yang signifikan dalam membantu proses drainase dan aerasi. Proses pencampuran bahan organik oleh pergerakan organisme di dalam tanah juga membantu proses dekomposisi, tanah yang sudah kaya akan mikroorganisme dapat disebut juga dengan bahan organik.

Cacing tanah juga memainkan peranan yang penting di dalam perubahan bentuk excreta yang dihasilkan dari beberapa invertebrata yang akhirnya membentuk bahan organik tanah oleh mikroorganisme. Cacing tanah bersama dengan organisme mikroskopik seperti fungi, bakteri dan actinomycetes memelihara pengurangan C:N rasio dari bahan organik, hal ini sangat penting dalam hal produksi bahan organik tanah. Walaupun cacing tanah dapat mengurangi C:N rasio lebih besar daripada mikroorganisme, akhir dari perubahan bentuk dari bahan organik menjadi bahan organik tanah bergantung dari junlah populasi mahluk hidup mikro biologi dalam tanah.


(30)

Jumlah dan aktivitas dari mikroorganisme berbeda pada tanah yang berbeda. Jumlah dan aktivitas organisme dipengaruhi oleh tanah dan penerimaan rangsang dari tanaman atau organisme lain. Banyak organisme yang relatif tidak aktif walaupun mendapatkan rangsang dari eksudat akar atau sisa tanaman yang sedang mengalami dekomposisi. Kehadiran dan aktivitasnya juga sering dalam keadaan bebas, menjadikan kehadiran dan jumlahnya menjadi penting pada saat itu, yang mungkin menguntungkan bagi kelompok organisme yang lain. Kelompok utama dari organisme tanah yang memberikan pengaruh terhadap bahan organik tanah adalah binatang kecil, artropoda, cacing tanah, nematoda, alga, protozoa, jamur, aktinomicetes dan bakteri.

2.5. Infiltrasi

Infiltrasi adalah air cair yang diterima pada permukaan bumi akhirnya, jika permukaannya tidak kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran (Seyhan, 1977). Pada proses infiltrasi, air bergerak secara vertikal ke dalam tanah karena adanya gaya gravitasi ataupun karena adanya gaya sedotan matrik tanah. Karena tanah yang bersifat poreus atau memiliki rongga–rongga yang dapat diisi dengan udara atau/dan air sehingga air yang air yang masuk ke dalam tanah akan mampu disimpan oleh tanah hingga keadaan kapasitas lapang.

Infiltrasi memiliki peranan yang sangat penting di alam dan dalam kehidupan manusia karena mampu menyediakan air untuk pertumbuhan tanaman, mampu menyumbangkan air ke dalam air bawah tanah (ground water) sehingga melestarikan aliran air dimusim kemarau, dapat menurunkan aliran permukaan, erosi dan pergerakan sedimen dan bahan polutan ke dalam sistem perairan permukaan tanah. Air infiltrasi merupakan agen pencucian unsur hara, selain itu juga dapat memberikan informasi yang berguna untuk perencanaan pengunaan lahan, perencanaan irigasi dan pemilihan komuditas.

Kapasitas infiltrasi atau laju infiltrasi maksimum adalah kemampuan tanah menyerap air per satuan waktu tertentu (l/menit, cm3/menit, m3/jam, inci/jam atau cm/menit), sedangkan laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu tertentu (l/menit, cm3/menit, m3/jam, inci/jam atau cm/menit). Jika hujan kecil atau lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka kapasitas infiltrasi tidak terpenuhi, sehingga lajui infiltrasi sama dengan intensitas


(31)

hujan. Jika intensitas hujan besar atau lebih dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan kapasitas infiltrasi.

Kapasitas infiltrasi tanah juga dipengaruhi oleh porositas tanah, semakin besar porositasnya maka semakin besar kapasitas air infiltrasi yang dapat ditampung. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, dimana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat di tahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi. Pada awal infiltrasi, laju infiltrasi sangat tinggi, kemudian menurun hingga akhirnya konstan pada laju minimum. Pada awal infiltrasi gaya yang bekerja adalah gaya gravitasi dan gaya sedotan matrik tanah, semakin basah, gaya matrik semakin berkurang, akhirnya mencapai nilai 0 (nol) pada saat tanah jenuh. Pada kondisi demikian, gaya yang bekerja hanya gaya gravitasi.

2.6. Tinjauan Statistik 2.6.1. Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam analisis regresi, dikenal dua jenis variabel yaitu variabel respon yang disebut juga variabel dependent yaitu variabel yang keberadaannya diperngaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan Y, dan variabel predictor yang disebut juga variabel independent yaitu variabel yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan X.

2.6.2. Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regression)

Analisis regresi linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga ρvariabel prediktor dimana banyaknya ρ kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresinya dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + .... + βpXp +ε

Karena model diduga dari sampel, maka secara umum ditunjukkan sebagai berikut :


(32)

Salah satu prosedur pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah dengan prosedur Least Square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan (error). Sehingga dugaan bagi β (atau dinotasikan dengan b) dapat dirumuskan sebagai berikut (Draper and Smith, 1992) :

b = (X‘X)-1 X’Y Dimana :

X : Matriks 1 digabung dengan p-variabel prediktor sebagai kolom dengan n buah observasi sebagai baris

Y : Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n buah observasi Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis terhadap nilai R2 dan R2adj, uji multikolinieritas dan uji autokorelasi.

2.6.2.1. Analisis terhadap nilai R2 dan R2adj

R2 dapat diartikan sebagai suatu nilai yang mengukur proporsi atau variasi total di sekitar nilai tengah Ŷ yang dapat dijelaskan oleh model regresi. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1.

R2 = b’X’Y – n Ŷ

2

Y’Y – n Ŷ2

R2adj disebut sebagai R yang disesuaikan dan didefinisikan sebagai :

R2adj = 1 – (1 – R2) (n – 1)

(n – p)

Dalam statistik ini telah dilakukan penyesuaian terhadap derajat bebas jumlah kuadrat sisa (JKSp) dan jumlah kuadrat total terkoreksi (Drapper and Smith,

1992).

2.6.2.2. Uji Multikolinieritas

Multikolinearitas adalah kondisi terdapatnya hubungan linier atau korelasi yang tinggi antara masing-masing variabel independen dalam model regresi. Multikolinearitas biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel yang digunakan saling terkait dalam suatu model regresi. Oleh karena itu masalah multikolinearitas tidak terjadi pada regresi linier sederhana yang hanya melibatkan satu variabel independen (Anderson dkk, 1993)..


(33)

Adanya korelasi yang tinggi antar variabel prediktor dinamakan multikolinieritas. Jika kasus ini terjadi dalam regresi linier, maka variabilitas bi

akan tidak efisien (overweight). Untuk melihat adanya multikolinieritas dapat digunakan VIF (Variance Inflation Factor) dengan rumus sebagai berikut :

VIF = 1 . 1 - Rj 2

Dimana, VIF = 1 mengindikasikan tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel prediktor; VIF > 1 mengidikasikan bahwa ada korelasi antar variabel prediktor; VIF > 5 - 10 mengindikasikan bahwa ada salah satu variabel prediktor merupakan fungsi dari variabel prediktor yang lain.

2.6.2.3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series). Uji autokorelasi perlu dilakukan apabila data yang dianalisis merupakan data time series (Anderson dkk, 1993).

dimana:

d = nilai Durbin Watson

Σei = jumlah kuadrat sisa

Nilai Durbin Watson kemudian dibandingkan dengan nilai d-tabel. Hasil

perbandingan akan menghasilkan kesimpulan seperti kriteria sebagai berikut :

1. Jika d < dl, berarti terdapat autokorelasi positif

2. Jika d > (4 – dl), berarti terdapat autokorelasi negatif

3. Jika du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokorelasi


(34)

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta pengamatan lapang di tiga Kecamatan di Kota Depok pada bulan September 2008 hingga Juni 2009. Lokasi pengamatan dipilih berdasarkan persamaan karakteristik tanah di wilayah pemukiman penduduk di Kota Depok, dimana penutupan dan pengerasan lahan sangat dominan. Ketiga Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Limo dan Kecamatan Cinere.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah, air dan sampah organik. Alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah utuh adalah ring sampel dengan garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm, pisau, cangkul atau sekop, palu, dan kayu balok untuk memasukan ring ke dalam tanah secara seimbang. Untuk mengukur hantaran hidrolik digunakan peralatan seperti permeameter sederhana, tissue, stopwatch, ember, gayung, palu dan bambu untuk penyangga kaki penahan permeameter.

3.3. Metodologi Penelitian

3.3.1. Pembuatan Lubang Resapan Biopori

Percobaan dilakukan dengan pembuatan lubang resapan biopori di lokasi pengamatan dengan melakukan tiga kali pengulangan serta sebuah kontrol pada masing–masing lokasi pengamatan dan dilakukan tiga kali pengukuran dengan jarak pengukuran yang telah ditentukan dari masing-masing lubang, sehingga total pengamatan berjumlah 12 lubang resapan biopori di tiga lokasi berbeda dan 36 hasil pengukuran dan pengamatan sifat fisik tanah, sehingga masing–masing lokasi memiliki empat lubang resapan biopori dan 12 hasil pengamatan dan pengukuran dengan 3 jarak berbeda yang telah ditentukan dari lubang resapan biopori, yaitu 30 cm, 50 cm dan 100 cm. Satu lubang resapan biopori pada masing–masing lokasi digunakan untuk pengukuran kontrol sebagai pembanding hasil analisis.


(35)

3.3.2. Pengambilan Sampel Tanah

Pengamatan sifat fisik tanah dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan contoh tanah utuh dan contoh tanah dengan agregat utuh. Pengambilan contoh tanah utuh menggunakan ring sample dengan garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm. Sampel yang diambil memiliki jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm dari lubang resapan biopori.

3.3.3. Pengukuran Hantaran Hidrolik Tanah

Pengamatan hantaran hidrolik tanah dilakukan di lokasi pengamatan dengan menggunakan metode permeameter. Lubang untuk pengukuran dibuat dengan jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm dari lubang resapan biopori dengan kedalaman 20 cm. Pertama, bersihkan lokasi dari serasah dan rumput yang akan mengganggu kegiatan pengukuran. Bor tanah sampai kedalaman 20 cm. Atur kerangka statif hingga dapat menopang permeameter dengan baik, kemudian tutup inlet udara pada tabung permeameter bagian atas. Isi tabung dengan air sampai penuh (tabung dalam dan luar) sehingga tidak ada gelembung udara dalam tabung permeameter. Hindari penyumbatan lubang inlet udara dengan memberikan alas yang relatif tebal di atas permukaan tanah. Tutup permukaan permeameter menggunakan tissue secara perlahan, dan pastikan benar-benar sudah melekat. Masukan tabung ke dalam lubang yang telah di buat, kemudian pasang kaki statifnya, tinggi genangan air di dalam lubang adalah 15 cm. Buka inlet udara di atas tabung hinga air dalam tabung masuk ke dalam lubang dan meresap ke dalam tanah secara vertikal dan horizontal. Catat laju penurunannya setiap interval waktu yang telah ditentukan hingga penurunan menjadi konstan. Hitung dengan rumus :

K = {[ ln {h/r+((h/r)2 +1)0,5}-1]Q}/2πh2

K = Hantaran Hidrolik (cm/jam)

h = Ketinggian Muka Air (cm)

r = Jari – jari Lubang

π = 3,14


(36)

3.3.4. Analisis Laboratorium

Analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah, Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Sifat fisik tanah yang diamati adalah bobot isi, porositas, permeabilitas, kemantapan agregat dan hantaran hidrolik tanah.

3.3.4.1. Agregat Tanah

Pengukuran nilai agregat tanah di diawali dengan pengambilan contoh tanah dengan agregat utuh di lokasi percobaan. Setelah itu di bawa ke laboratorium untuk dilakukan pengayakan. Sebelum dilakukan pengayakan, terlebih dahulu contoh tanah di kering udarakan. Setelah dikering udarakan, lalu dilakukan pengayakan kering. Pertama, taruh kurang lebih 500 gram tanah kering udara di atas ayakan 8 mm, di bawahnya berturut-turut ayakan 4,76, 2,83, 2 dan 0 mm. Tumbuk tanah dengan menggunakan alu kecil hingga semua tanah turun melalui ayakan 8 mm. Gerak-gerakan ayakan ini kurang lebih 5 kali, kemudian timbang masing-masing fraksi agregat, dan nyatakan dalam %. Persentasi agregat adalah 100 % dikurangi dengan % agregat yang lebih kecil dari 2 mm. Setelah itu lakukan pengayakan basah. Hitung selisih antara rata-rata berat diameter agregat tanah pada pengayakan kering dan pengayakan basah, jika selisihnya makin besar berarti makin tidak stabil tanah tersebut, untuk mendapatkan indeks stabilitas agregat dipergunakan rumus :

1 X 100 % Indeks Stabilitas Agregat

3.3.4.2. Bobot Isi

Pengukuran nilai bobot isi tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah utuh di lapang dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm. Timbang contoh tanah utuh bersama dengan ring sample ( X gram ), lalu timbang berat ring sample kosong ( Y gram ). Tetapkan kadar air tanah ( Z ) dengan cara gravimetrik, yaitu mengeringkan tanah dengan oven pada suhu 105°C, setelah itu hitung volume tanah yang nilainya sama dengan volume ring sample. Kemudian hitung bobot isi tanah dengan rumus :


(37)

Bobot Isi = 100 ( X – Y ) / ( 100 + Z ) Volume Tanah

3.3.4.3. Porositas

Pengukuran porositas tanah dilakukan di laboratorium dengan melakukan penetapan nilai bobot isi tanah terlebih dahulu, setelah itu baru menetapkan nilai porositas tanahnya yang dinyatakan dalam % dengan menggunakan rumus :

Porositas Total = ( 1 - Bobot Isi Tanah ) X 100 % Bobot Jenis Partikel

3.3.4.4. Permeabilitas

Pengukuran diawali dengan pengambilan contoh tanah utuh dari lokasi pengamatan dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm, setelah itu contoh tanah di bawa ke laboratorium dan di masukan ke dalam alat penetapan permeabilitas bersama dengan tabungnya, kemudian air dari keran di alirkan ke alat tersebut, biarkan proses ini berjalan selama 24 jam agar udara yang terdapat dalam pori-pori tanah keluar, karena permeabilitas ditetapkan dalam keadaan jenuh, dan untuk membuat jenuh tanah berat diperlukan waktu lebih dari 24 jam. Misalkan setelah 24 jam adalah pukul 09.00, maka lakukan pengukuran pertama pada pukul 15.00 sampai pukul 16.00, lalu ukur lagi pada pukul 16.00 sampai pukul 17.00. Pengukuran ke tiga dilakukan esok hari pukul 09.00 sampai pukul 10.00, pengukuran ke empat dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke tiga dan pengukuran ke lima dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke empat. Pengukuran yang dilakukan adalah banyaknya volume air yang keluar setelah melalui massa tanah selama 1 jam, lalu ambil rata-rata dari kelima pengukuran tadi. Hitung dengan rumus :

K = Q X L X 1 t h A K = Permeabilitas ( cm/jam )

Q = Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran ( ml ) t = Waktu Pengukuran (jam)

h = tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah ( cm ) A = Luas permukaan contoh tanah ( cm2 )


(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Agregat Tanah

Hampir semua karakteristik sifat fisik tanah ditentukan oleh kehadiran agregat. Porositas, infiltrasi dan permeabilitas adalah salah satu sifat fisik tanah yang nilainya sangat ditentukan oleh jumlah, ukuran dan stabilitas agregat tanah. Agregat tanah terdiri dari pengelompokan erat sejumlah butir-butir primer tanah. Pembentukan agregat tergantung pada terdapatnya butir-butir primer yang dapat beragregasi, penggumpalan dan penjonjotan butir-butir tanah, serta sedimentasi dari bahan-bahan yang menggumpal menjadi agregat yang stabil.

Pengukuran nilai agregat tanah di diawali dengan pengambilan contoh tanah dengan agregat utuh di lokasi percobaan. Setelah itu di bawa ke laboratorium untuk dilakukan pengayakan. Sebelum dilakukan pengayakan, terlebih dahulu contoh tanah di kering udarakan. Setelah dikering udarakan, lalu dilakukan pengayakan kering. Pertama, taruh kurang lebih 500 gram tanah kering udara di atas ayakan 8 mm, di bawahnya berturut-turut ayakan 4,76, 2,83, 2 dan 0 mm. Tumbuk tanah dengan menggunakan alu kecil hingga semua tanah turun melalui ayakan 8 mm. Gerak-gerakan ayakan ini kurang lebih 5 kali, kemudian timbang masing-masing fraksi agregat, dan nyatakan dalam %. Persentasi agregat adalah 100 % dikurangi dengan % agregat yang lebih kecil dari 2 mm. Setelah itu lakukan pengayakan basah. Hitung selisih antara rata-rata berat diameter agregat tanah pada pengayakan kering dan pengayakan basah, jika selisihnya makin besar berarti makin tidak stabil tanah tersebut.

Gambar 1 menunjukkan sebaran nilai indeks stabilitas agregat tanah di sekitar lubang resapan. Nilai agregat tanah di sekitar lubang resapan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 80,4 sedangkan nilai agregat rata-rata pada kontrol adalah 77,3. Penambahan bahan organik berupasampah organik yang banyak mengandung berbagai macam senyawa seperti lemak, karbohidrat, protein dan lignin berdampak pada meningkatnya aktivitas organisme sehingga za-zat perekat butiran-butiran tanah seperti getah dan lilin yang berguna untuk mengikat butir-butir primer ke dalam lubang resapan yang telah dibuat beberapa bulan sebelumnya telah mempengaruhi kualitas sifat


(39)

fisik tanah di sekeliling lubang resapan, sehingga kemantapan agregat tanahnya semakin meningkat jika dibandingkan dengan kontrol.

Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, menunjukan nilai agregat tanah yang semakin tinggi pada sample yang berdekatan dengan lubang resapan biopori. Pada jarak 30, 50 dan 100 cm, nilai agregat tanahnya berturut-turut adalah 81,7, 80,4 dan 79,1. Pengamatan di Belanda menunjukan bahwa stabilitas agregat memiliki nilai yang lebih tinggi pada tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi dan jumlah cacing tanah yang banyak. Jumlah cacing tanah sangatlah penting dalam menjaga stabilitas makro-agregat (Brussaard, 1997).

Gambar 1. Hubungan Nilai Agregat Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori

Agregat tanah sangat jelas dipengaruhi oleh penambahan polisakarida dari bahan organik, tetapi stabilitasnya sangat dipengaruhi oleh jalinan hifa di dalam agregat. Jamur, jumlahnya di permukaan pada tanah mineral tanpa pengolahan sangatlah membantu dalam pembentukan agregat yang stabil oleh cacing tanah dan mikro arthopode seperti mites (Beare, 1997).

Walaupun aktifitas cacing tanah sangat sangat penting dalam menjaga stabilitas agregat tanah, jamur dan bakteri juga berperan langsung dalam pembentukan dan menstabilkan agregat tanah. Peranan jamur dan bakteri seringkali menjadi dominan pada pengolahan tanah yang dilakukan secara konvensional di mana cacing tanah dan arthopoda lain berkurang karena cara-cara pengolahan tanah, kekurangan bahan organik, dan penggunaan pupuk atau cairan pembasmi hama. 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88

0 20 40 60 80 100 120

In d e x S ta b il it a s A g re g a t

Jarak Pengukuran(cm)

Pan Mas Limo Cinere Kontrol


(40)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bahan organik mungkin memiliki pengaruh yang berbeda dalam stabilitas agregat (Piccolo et al. 1997). Penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi bahan organik, khususnya tingkat kelembaban, mungkin memiliki pengaruh yang sangat penting pada bahan organik dalam menstabilkan agregat.

4.2. Bobot Isi Tanah

Bobot isi tanah adalah bobot kering suatu unit volume tanah dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Unit volume terdiri dari volume yang terisi bahan padat dan volume ruangan diantaranya (Sitorus, et al. 1980)

Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot isi tanah merupakan kerapatan tanah per satuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan, yaitu kerapatan partikel (bobot partikel = BP) dan kerapatan massa (bobot isi = BI). Kerapatan partikel adalah bobot massa partikel padat per satuan volume tanah, pada tanah-tanah mineral biasanya kerapatan partikel berkisar antara 2,6 sampai 2,7 g/cm3 dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedangkan kerapatan massa adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikering-ovenkan per satuan volume.

Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi antara 1,0 sampai dengan 1,3 g/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar memiliki bobot isi antara 1,3 sampai dengan 1,8 g/cm3. Sebagai contoh pembanding adalah bobot isi air = 1 g/cm3 = 1 ton g/cm3.

Pengukuran nilai bobot isi tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah utuh di lapang dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm. Timbang contoh tanah utuh bersama dengan ring sample ( X gram ), lalu timbang berat ring sample kosong ( Y gram ). Tetapkan kadar air tanah ( Z ) dengan cara gravimetrik, yaitu mengeringkan tanah dengan oven pada suhu 105°C, setelah itu hitung volume tanah yang nilainya sama dengan volume ring sample. Kemudian hitung bobot isi tanah menggunakan rumus yang terdapat pada bab metodologi.


(41)

Gambar 2 menunjukkan sebaran nilai bobot isi tanah di sekitar lubang resapan. Nilai bobot isi tanah di sekitar lubang resapan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 0,95 g/cm3 sedangkan nilai bobot isi rata-rata pada kontrol adalah 0,97 g/cm3. Perbedaan nilai bobot isi rata-rata pada sampel dan kontrol disebabkan karena adanya perbedaan tekstur tanah, jenis bahan organik dan penggunaan lahan di atasnya, selain itu pengaruh aplikasi lubang resapan yang telah dibuat sebelumnya juga cukup memberikan efek terhadap rendahnya nilai bobot isi tanah sampel terhadap kontrol. Rendahnya nilai bobot isi tanah juga berhubungan dengan aerasi tanah, namun berat tanah yang lebih kecil juga merupakan salah satu hal yang mempengaruhi nilai bobot isi tanah di lapang.

Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 2 juga menunjukkan bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai bobot isi tanah cenderung menurun. Pada jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm, nilai bobot isi tanahnya berturut-turut adalah 0,94, 0,948, 0,96 g/cm3. Penambahan bahan organik yang banyak mengandung berbagai macam senyawa seperti lemak, karbohidrat, protein dan lignin berdampak pada meningkatnya aktivitas organisme tanah, terutama organisme yang bersifat heterotrof. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam lubang resapan dijadikan sumber energi bagi organisme ini karena organisme heterotrof tidak mampu berfotosintesis atau tidak mampu menyediakan makanannya sendiri.

Gambar 2. Hubungan Nilai Bobot Isi Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori 0.93 0.94 0.95 0.96 0.97 0.98

0 20 40 60 80 100 120

B o b o t Is i (g /c m 3 )

Jarak Pengukuran (cm)

Pan Mas Limo Cinere Kontrol


(42)

Arthropoda adalah salah satu jenis organisme heterotrof yang memiliki sendi pada kakinya, yang termasuk ke dalam keluarga arthropoda adalah seperti serangga, laba-laba, mites dan millipedes. Keluarga arthropoda banyak ditemukan di tanah, terutama tanah yang terdapat banyak kandungan bahan organik. Walaupun beberapa dari organisme ini banyak menyebabkan kerusakan dan penyakit pada akar tanaman, tetapi tidak sebanyak hama tanaman. Kegiatan yang dilakukan oleh organisme ini sangat mempengaruhi nilai porositas terhadap kemampuannya mengikat air, drainase dan aerasi. Bersama dengan cacing tanah, organisme ini sangat berperan dalam pengolahan bahan organik di tanah, kotoran yang dihasilkannya bersama cacing tanah merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembentukan humus. Peran utama Arthropoda adalah pada saat memarut, meremahkan sisa tanaman hingga menjadi bentuk yang lebih kecil dan mencapurkannya ke dalam tanah. Proses demikian merangsang mikroorganisme lain untuk melakukan dekomposisi dari sisa tanaman tersebut. Proses inilah yang menyebabkan nilai bobot isi tanah menjadi lebih rendah serta mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah lainnya.

4.3. Porositas Tanah

Persentase ruang pori total atau porositas total secara harfiah diartikan sebagai perbandingan antara volume pori tanah dengan volume total tanah. Berbeda dengan bobot jenis partikel yang tetap untuk suatu tanah tertentu, porositas dan bobot isi tanah dapat berubah dan beragam tergantung pada keadaan struktur tanah, khususnya dalam hubungan dengan proses pemadatan tanah. Porositas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, stabilitas agregat tanah dan kadar agregat tanah, semakin stabil agregat suatu tanah, maka porositasnya akan semakin besar, sehingga kemampuan memegang airnya pun semakin besar.

Pengukuran porositas tanah dilakukan di laboratorium dengan melakukan penetapan nilai bobot isi tanah terlebih dahulu, setelah itu baru menetapkan nilai porositas tanahnya yang dinyatakan dalam % dengan menggunakan rumus yang terdapat pada bab metodologi.


(43)

Gambar 3 menunjukkan sebaran nilai porositas tanah di sekitar lubang resapan. Nilai porositas tanah di sekitar lubang resapan cenderung memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 64,20 % sedangkan nilai porositas rata-rata pada kontrol adalah 63,55 %. Porositas merupakan sifat fisik tanah yang nilainya sangat dipengaruhi oleh nilai agregat, struktur dan tekstur tanah. Pengaplikasian lubang resapan biopori disertai penambahan bahan organik ke dalam lubang resapan beberapa waktu sebelum dilakukannya pengambilan sampel tanah berdampak pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah terutama struktur, tekstur dan agregat tanah yang tentunya memberikan pengaruh langsung terhadap nilai porositas tanah, sehingga memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai pada kontrol.

Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 3 juga menunjukkan bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai porositas tanah cenderung meningkat. Pada jarak 30cm, 50 cm dan 100 cm berturut-turut adalah 64,51, 64,18 dan 63,90. Bahan organik di dalam lubang resapan membuat organisme tanah lebih aktif. Menghasilkan perekat yang mampu mengeratkan partikel tanah menjadi satu kesatuan yang lebih besar merupakan sebuah hasil luar biasa dari aktifitas bakteri dan fungi. Eksudat dari akar tanaman juga merupakan sesuatu yang bermanfaat. Perekat atau mucilage yang dihasilkan oleh bakteri, jamur dan actinomycetes membantu merekatkan partikel tanah yang terpisah menjadi sebuah granul hingga terbentuk makro-agregat. Pembentukan agregat yang stabil inilah yang juga memberikan pengaruh terhadap nilai porositas pada tanah, sehingga nilai porositas tanah menjadi lebih besar serta mampu memegang air hasil infiltrasi dalam jumlah yang lebih banyak. Tanpa makro-agregat yang cukup, sangat sulit bagi tanah untuk mampu menahan air infiltrasi atau drainase dan

udara yang cukup untuk mengurangi CO2 dan memperkirakan kebutuhan O2 yang


(44)

Gambar 3. Hubungan Porositas Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori

Salah satu hal penting yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan menjaga porositas tanah adalah dengan menggunakan bahan organik secara bijaksana atau sesuai aturan, meskipun porositas bisa diperbaiki, walaupun hanya sementara, dengan pengolahan secara tepat, penambahan kalsium atau

menggunakan molekul polyelectrolytes. Umumnya, pengolahan bisa memperbaiki

pori yang diisi udara secara sementara, tetapi ini biasanya awal terbentuknya pori mikro secara lebih luas ke pori makro dengan memberikan efek negatif pada infiltrasi, drainese dan pergerakan udara dalam tanah.

4.4. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas secara kuantitatif diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini sebagai cairan adalah air dan sebagai media berpori adalah tanah. Penetapan permeabilitas dalam keadaan jenuh dilakukan mengikuti cara yang dikemukakan oleh De Boodt berdasarkan hukum Darcy.

Pengukuran diawali dengan pengambilan contoh tanah utuh dari lokasi pengamatan dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm, setelah itu contoh tanah di bawa ke laboratorium dan di masukan ke dalam alat penetapan permeabilitas bersama dengan tabungnya, kemutian air dari keran di alirkan ke alat tersebut, biarkan proses ini berjalan selama 24 jam agar udara yang terdapat dalam pori-pori tanah keluar, karena permeabilitas ditetapkan dalam keadaan

63 63.5 64 64.5 65

0 20 40 60 80 100 120

P

o

ro

si

ta

s

(%

)

Jarak Pengukuran (cm)

Pan Mas Limo Cinere Kontrol


(45)

jenuh, dan untuk membuat jenuh tanah berat diperlukan waktu lebih dari 24 jam. Misalkan setelah 24 jam adalah pukul 09.00, maka lakukan pengukuran pertama pada pukul 15.00 sampai pukul 16.00, lalu ukur lagi pada pukul 16.00 sampai pukul 17.00. Pengukuran ke tiga dilakukan esok hari pukul 09.00 sampai pukul 10.00, pengukuran ke empat dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke tiga dan pengukuran ke lima dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke empat. Pengukuran yang dilakukan adalah banyaknya volume air yang keluar setelah melalui massa tanah selama 1 jam, lalu ambil rata-rata dari kelima pengukuran tadi. Hitung dengan rumus yang terdapat pada bab metodologi.

Gambar 4 menunjukkan sebaran nilai permeabilitas tanah di sekitar lubang resapan. Nilai permeabilitas tanah di sekitar lubang resapan cenderung memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 34,93 cm/jam sedangkan nilai porositas rata-rata pada kontrol adalah 16,82 cm/jam. Perbaikan sifat fisik tanah yang disebabkan oleh penambahan bahan organik tanah sangat menentukan kecepatan air bergerak di dalam tanah, selain itu, adanya perakaran pada sampel tanah yang diambil juga turut mempengaruhi nilai permeabilitas, karena banyaknya rongga-rongga akibat perakaran, sehingga nilain permeabilitasya cenderung lebih besar.

Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada gambar 4 juga menunjukkan bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai porositas tanah cenderung meningkat. Pada jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm berturut-turut adalah 18,83, 18,03 dan 17,37 cm/jam. Struktur tanah mempunyai pengaruh yang besar terhadap udara dan air tanah ( infiltrasi, drainase dan jumlah air yang kemampuan tanah di pegang melawan gaya gravitasi) karena ruang diantara agregat, yaitu ruang pori tanah. Ruang pori tanah sangat tergantung kepada kealamian agregat dan mereka terbentuk hingga menjadi sebuah struktur, dan juga dibantu oleh rongga-rongga yang terbentuk akibat adanya pergerakan akar tanaman, insektisida, rodentisida, cacing tanah dan mengembang mengkerutnya liat.


(46)

Gambar 4. Hubungan Nilai PermeabilitasTanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori

Struktur tanah, baik di permukaan ataupun di dalam tanah, sangat mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Lapisan luarnya dapat menghalangi air untuk masuk. Pemadatan tanah juga mempengaruhi kecepatan infiltrasi dan drainase. Jika drainase berjalan lambat, maka tidak akan cukup untuk menukar udara dalam tanah dengan air berlebih. Dari grafik 4 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penambahan bahan organik kedalam lubang resapan terhadap perbaikan sifat fisik tanah sehingga ada perbedaan nilai permeabilitas dari masing-masing jarak pengukuran akibat pengaruh dari penambahan bahan organik tersebut.

4.5. Hantaran Hidrolik Tanah

Hantaran hidrolik tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menggambarkan kemampuan tanah untuk meluluskan air, kemampuan ini berhubungan erat dengan fenomena pergerakan air di dalam tanah baik secara vertikal ataupun horizontal. Kemampuan tanah untuk meluluskan air sangat ditentukan oleh kondisi fisik tanah yang bersangkutan, terutama oleh porositas tanah, kontinuitas pori dan stabilitas agregat tanah.

Pengukuran hantaran hidrolik jenuh dilakukan di lapang dengan menggunakan metode permeameter. Pertama, bersihkan lokasi dari serasah dan rumput yang akan mengganggu kegiatan pengukuran. Bor tanah sampai kedalaman 20 cm. Atur kerangka statif hingga dapat menopang permeameter dengan baik, kemudian tutup inlet udara pada tabung permeameter bagian atas. Isi tabung dengan air sampai penuh (tabung dalam dan luar) sehingga tidak ada

16.5 17 17.5 18 18.5 19 19.5

0 20 40 60 80 100 120

P e rm e a b il it a s (c m /J a m )

Jarak Pengukuran (cm)

Pan Mas Limo Cinere Kontrol


(47)

gelembung udara dalam tabung permeameter. Hindari penyumbatan lubang inlet udara dengan memberikan alas yang relatif tebal di atas permukaan tanah. Tutup permukaan permeameter menggunakan tissue secara perlahan, dan pastikan benar-benar sudah melekat. Masukan tabung ke dalam lubang yang telah di buat, kemudian pasang kaki statifnya, tinggi genangan air di dalam lubang adalah 15 cm. Buka inlet udara di atas tabung hinga air dalam tabung masuk ke dalam lubang dan meresap ke dalam tanah secara vertikal dan horizontal. Catat laju penurunannya setiap interval waktu yang telah ditentukan hingga penurunan menjadi konstan.

Gambar 5 menunjukkan sebaran nilai hantaran hidrolik tanah di sekitar lubang resapan. Nilai hantaran hidrolik tanah di sekitar lubang resapan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 6,8 cm/jam sedangkan nilai hantaran hidrolik pada kontrol adalah 5,2 cm/jam. Perbedaan nilai hantaran hidrolik rata-rata pada sampel dan kontrol disebabkan karena tanah di sekitar lubang resapan biopori yang telah berumur lebih dari 6 bulan telah mengalami perbaikan struktur, agregat dan sifat fisik tanah lainnya. Perbaikan agregat tanah sangat mempengaruhi nilai porositas tanah dan nilai porositas tanah sangatlah mempengaruhi nilai hantaran hidrolik tanah. Meningkatnya nilai porositas tahan menyebabkan kemampuan tanah untuk memegang air hasil infiltrasi semakin meningkat, oleh sebab itu nilai hantaran hidrolik tanah di sekitar lubang resapan biopori memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada gambar 5 juga menunjukkan bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai hantaran hidroliknya cenderung meningkat. Pada jarak 100 cm, 50 cm dan 30 cm, nilai hantaran hidolik tanahnya berturut-turut adalah 6,6, 6,7 dan 7,2 cm/jam. Pengaruh penambahan bahan organik ke dalam lubang resapan biopori menunjukan adanya kecenderungan terhadap peningkatan jumlah resapan air, hal ini dikarenakan hantaran hidrolik sangat berkaitan dengan sifat-sifat fisik tanah lainnya, ditambahkannya bahan organik ke dalam tanah mengakibatkan mikroorganisme semakin aktif dan menjadikan sumber hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar. Adanya pergerakan tersebut mengakibatkan kualitas sifat fisik tanah semakin meningkat.


(48)

Aktifitas akar tanaman dan fauna tanah dapat membuat biopori (biopore), sedangkan mikroba dapat membantu proses mineralisasi dan sintesis senyawa organik dapat memantapkan agregat tanah. Akibatnya struktur tanah terpelihara, sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan dan memegang air pun meningkat.

Gambar 5. Hubungan Nilai Hantaran Hidrolik Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori

4.6. Analisis Statistik

Pada prinsipnya analisis regresi adalah pencarian suatu kurva yang mewakili hubungan satu set data. Konsep regresi garis lurus dan regresi polinomial dapat

dikembangkan untuk mendapatkan regresi multi-variable. Multikolinearitas

biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel yang digunakan saling terkait dalam suatu model regresi. Oleh karena itu masalah multikolinearitas tidak terjadi pada regresi linier sederhana yang hanya melibatkan satu variabel independen. Indikasi terdapat masalah multikolinearitas dapat kita lihat dari kasus-kasus seperti nilai R2 yang tinggi (signifikan), namun nilai standar error dan tingkat signifikansi masing-masing variabel sangat rendah; Perubahan kecil sekalipun pada data akan menyebabkan perubahan signifikan pada variabel yang diamati dan nilai koefisien variabel tidak sesuai dengan hipotesis, misalnya variabel yang seharusnya memiliki pengaruh positif (nilai koefisien positif), ditunjukkan dengan nilai negatif.

Memang belum ada kriteria yang jelas dalam mendeteksi masalah multikolinearitas dalam model regresi linier. Selain itu hubungan korelasi yang

4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5

0 20 40 60 80 100 120

H a n ta ra n H id ro li k ( cm /J a m )

Jarak Pengukuran (cm)

Pan Mas Limo Cinere Kontrol


(49)

tinggi belum tentu berimplikasi terhadap masalah multikolinearitas. Tetapi kita

dapat melihat indikasi multikolinearitas dengan tolerance value (TOL),

eigenvalue, dan yang paling umum digunakan adalah varians inflation factor (VIF). Uji autokorelasi juga dilakukan guna melihat apakah ada hubungan linear antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series) yang menggunakan nilai Dubrin Watson dan dibandingkan dengan nilai

d-tabel.

Pada data penelitian ini digunakani variabel dependen (Y) Nilai Hantaran Hidrolik Tanah, dengan variabel independen yang diamati adalah Bobot isi Tanah (X1), Indeks Stabilitas Agregat Tanah (X2), Porositas Tanah (X3) dan Permeabilitas Tanah (X4), maka kita akan memilki model sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε

Persamaan Regresi untuk jarak 30 cm dari lubang resapan biopori yang dihasilkan adalah:

Y = 37 – 24,2 X1 - 0,0169 X2 – 0,17 X3 + 0,265 X4

Dari persamaan tersebut dapat dikemukakan bahwa variable X2 dan X3 berpengaruh negatif, artinya jika terjadi kenaikan nilai hantaran hidrolik tanah tidak diikuti oleh kenaikan kedua variabel penjelas/independen X2 dan X3. Variable X4 berpengaruh positif, artinya jika terjadi kenaikan nilai hantaran hidrolik tanah akan diikuti oleh kenaikan variabel penjelas/independen X4. Variabel bobot isi tanah memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan variabel hantaran hidrolik, artinya kenaikan nilai hantaran hidrolik akan diikuti dengan menurunnya nilai bobot isi, data pada jarak pengukuran 30 cm menunjukan bahwa kenaikan nilai hantaran hidrolik diikuti juga oleh penurunan nilai bobot isi tanah, penambahan bahan organik pada lubang resapan biopori memberikan pengaruh terhadap penurunan nilai bobot isi tanah yang nilainya berbanding terbalik terhadap nilai hantaran hidrolik tanah, sehingga artinya walaupun variabel X1 memiliki nilai negatif akan tetap dikatakan berpengaruh positif karena nilainya yang berbanding terbalik.

Nilai koefisien korelasi X2, X3 dan X4 yang berturut-turut adalah 0,0169, 0,17 dan 0,265 dianggap sangat kecil, maka pengaruhnya tidak signifikan.


(1)

VI.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, D. 1984. Multivariate Data Analysis – Fifth Edition. Prentice Hall

International. Inc, New Jersey.

Anonimous. 2000. Peta geologi regional tahun 1992, Lembar Jakarta dan

Kepulauan Seribu, skala 1 : 100.000, stratigrafi wilayah jakarta selatan

hingga wilayah depok dan sekitarnya disusun oleh batuan perselingan,

batuan pasir dan batu lempung. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi, Bandung.

Brussaard, L. 1997. Interrelationship between soil structure, soil organism and

plants in sustainable agriculture. In L. Brussaard and R. Ferrera-Cerrato

(Eds),

Soil Ecology in Sustainable Agriculture System. Boca Raton, FL:

CRC Press.

Drapper and Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan. PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi.

PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 halaman.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana

Perkasa. Jakarta. 233 halaman.

Madjid,

A.

2009.

Dasar-Dasar

Ilmu

Tanah.

Bahan

Ajar

Online.

http://dasar2ilmutanah.blogspot.com

. 19 November 2009.

Piccolo et al. 1997.

Seyhan, E. 1977. Dasar-dasar Hidrologi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sitorus, S.R.P., O. Haridjaja dan K. R. Brata. 1980. Penuntun Praktikum Fisika

Tanah. Departemen Tanah Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah I. Departemen Tanah Tanah. Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi

Yogyakarta. Yogyakarta. 298 halaman.

Weil, R. R. and F. Magdoff. 2004. Soil Organic Matter In Sustainable

Agriculture. CRC Press LLC. 398 halaman.


(2)

Wolf, B. and G. H. Snyder. 2003. Sustainable Soil, The Place of Organic Matter

in Sustaining Soils and Their Productivity. Food Products Press. New

York.

Yogaswara, A. 1997. Seri-Seri Tanah dari 7 tempat di Jawa Barat. Departemen

Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(3)

LAMPIRAN

Tabel 1. Indeks Stabilitas Agregat

Tabel 2. Kelas Hantaran Hidrolik Tanah

Lampiran 3. Nilai Varians Inflation Factor (VIF)

1.

VIF = 1 mengindikasikan tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel

prediktor.

2.

VIF > 1 mengidikasikan bahwa ada korelasi antar variabel prediktor.

3.

VIF > 5 - 10 mengindikasikan bahwa ada salah satu variabel prediktor

merupakan fungsi dari variabel prediktor yang lain.

Lampiran 4. Nilai Dubrin Watson (d-

tabel

)

1.

Jika d < dl, berarti terdapat

autokorelasi

positif

2.

Jika d > (4 – dl), berarti terdapat

autokorelasi

negative

3.

Jika du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat

autokorelasi

4.

Jika dl < d < du atau (4 – du), berarti tidak dapat disimpulkan

NO

Kelas

Hantaran Hidrolik Tanah

1

Sangat Stabil Sekali

> 200

2

Sangat Stabil

80 – 200

3

Stabil

66 – 80

4

Agak Stabil

50 – 66

5

Kurang Stabil

40 – 50

6

Tidak Stabil

< 40

NO

Kelas

Hantaran Hidrolik Tanah

1

Sangat Tinggi

> 36

2

Tinggi

3,6 – 36

3

Sedang

0,36 – 3,6

4

Agak Rendah

0,036 – 0,36

5

Rendah

0,0036 – 0,036


(4)

Lampiran 5. Regression Analysis Jarak Pengukuran 30 cm dari LRB

Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4

The regression equation is

Y = 37 - 24,2 X1 - 0,0169 X2 - 0,17 X3 + 0,265 X4

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 37,3 101,6 0,37 0,732

X1 -24,19 35,33 -0,68 0,531 4,632 X2 -0,01688 0,02793 -0,60 0,578 1,810 X3 -0,171 1,117 -0,15 0,886 4,076 X4 0,2655 0,1764 1,50 0,207 1,538

S = 0,232131 R-Sq = 47,5% R-Sq(adj) = 0,0%

PRESS = 2,24451 R-Sq(pred) = 0,00%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 0,19506 0,04877 0,90 0,537 Residual Error 4 0,21554 0,05388

Total 8 0,41060

Source DF Seq SS X1 1 0,06125 X2 1 0,00231 X3 1 0,00951 X4 1 0,12200


(5)

Lampiran 6. Regression Analysis Jarak Pengukuran 50 cm dari LRB

Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4

The regression equation is

Y = - 297 + 134 X1 - 0,005 X2 + 2,78 X3 - 0,086 X4

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -297,1 268,9 -1,11 0,331

X1 134,3 146,0 0,92 0,410 5,389 X2 -0,0054 0,1498 -0,04 0,973 6,187 X3 2,778 2,140 1,30 0,264 4,681 X4 -0,0858 0,5763 -0,15 0,889 5,938

S = 0,593038 R-Sq = 35,0% R-Sq(adj) = 0,0%

PRESS = * R-Sq(pred) = *%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 0,7586 0,1897 0,54 0,718 Residual Error 4 1,4068 0,3517

Total 8 2,1654

Source DF Seq SS X1 1 0,0062 X2 1 0,1543 X3 1 0,5904 X4 1 0,0078

Unusual Observations

St Obs X1 Y Fit SE Fit Residual Resid 5 0,940 6,760 6,760 0,593 0,000 * X

X denotes an observation whose X value gives it large leverage.


(6)

Lampiran 7. Regression Analysis Jarak Pengukuran 100 cm dari LRB

Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4

The regression equation is

Y = 134 + 5 X1 - 0,087 X2 - 2,11 X3 + 0,515 X4

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 134,2 369,2 0,36 0,735

X1 5,3 240,5 0,02 0,983 34,591 X2 -0,0866 0,2883 -0,30 0,779 19,144 X3 -2,108 2,902 -0,73 0,508 11,986 X4 0,5154 0,4658 1,11 0,331 6,298

S = 0,578377 R-Sq = 48,0% R-Sq(adj) = 0,0%

PRESS = 10,0503 R-Sq(pred) = 0,00%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 1,2353 0,3088 0,92 0,530 Residual Error 4 1,3381 0,3345

Total 8 2,5734

Source DF Seq SS X1 1 0,5408 X2 1 0,1075 X3 1 0,1775 X4 1 0,4095