HUBUNGAN TIMBUNAN BESI DENGAN GANGGUAN FUNGSI JANTUNG PADA PENDERITA TALASEMIA

xxxv ventrikel kiri, dapat dipakai untuk memantau kelebihan besi di dalam miokardium pada tahap awal Neufeld, 2006.

D. HUBUNGAN TIMBUNAN BESI DENGAN GANGGUAN FUNGSI JANTUNG PADA PENDERITA TALASEMIA

Penimbunan zat besi di otot jantung terjadi gangguan irama jantung maupun kontraktilitas otot jantung yang berhubungan dengan gangguan fungsi ventrikel, yaitu terjadi kelainan diastolik dan sistolik ventrikel kiri disertai peningkatan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri dan septum interventrikular, yang diikuti dilatasi atrium kiri dan ventrikel kanan Subroto, 2003; Ali, 2006. Penimbunan besi akibat transfusi darah berulang pada talasemia dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi pada jantung. Gangguan kontraktilitas otot jantung dan irama jantung menunjukkan banyaknya besi yang tertimbun di serabut otot. Toksisitas besi terhadap jantung terjadi akibat penimbunan besi dalam sel miokardium dan jaringan perenkim sehingga akan menyebabkan reaksi katalisis yang membentuk hidroksi radikal bebas. Hal tersebut berakibat terjadinya peroksidasi lipid di mitokondria, lisosom dan membran sel yang akan mengakibatkan kerusakan sel, kematian jaringan serta akhirnya kerusakan organ. Timbunan besi pada otot jantung akan menimbulkan kekakuan pada otot jantung, gangguan fungsi ventrikel pada saat pengisian dan akhirnya dapat menimbulkan kardiomiopati restriksi yang merupakan penyebab utama kematian pada pasien talasemia mayor Nathan, 2003 ; Subroto, 2003. Pada pemeriksaan dengan MRI pada talasemia mayor oleh Penaell, 2006 didapatkan bahwa timbunan besi di otot jantung menyebabkan kekakuan otot jantung sehingga dapat menjadi faktor risiko xxxvi terjadinya kardiomiopati restriktif Penaell, 2006. Terjadinya komplikasi jantung akibat timbunan besi ini sering ditemukan setelah melewati dekade pertama kehidupan dan menjadi penyebab utama kematian. Kelainan jantung pada talasemia mayor terutama berhubungan dengan gangguan fungsi ventrikel baik sistolik maupun diastolik. Gangguan fungsi diastolik terjadi lebih dahulu bila dibandingkan gangguan fungsi sistolik. Terlihatnya gejala gangguan fungsi diastolik jantung menunjukkan prognosis yang buruk. Pada umumnya penderita talasemia akan meninggal karena gagal jantung kongesti kurang dari satu tahun setelah timbulnya gejala gangguan jantung Ali, 2006; Vaccari, 2002. Pada penelitian Renny Suwarniaty dkk. tahun 2006 didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara lama transfusi dengan rasio EA yang 2,5, namun tidak didapatkan hubungan antara kadar serum feritin dengan gangguan fungsi ventrikel kiri pada pasien talasemia mayor yang mendapatkan transfusi secara multipel Suwarniaty, 2007. Rasio EA menggambarkan fungsi diastolik, bila rasio EA 2,5 berarti ada gangguan fungsi diastolik ventrikel kiri secara restriktif. Hasil penelitian ini ditunjang dengan penelitian Fajar Subroto dkk. tahun 2003 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tinggi kadar feritin dengan terjadinya disfungsi jantung. Penelitian lain oleh Ashena dkk, 2007 memperoleh hasil yang sama yaitu tidak ada hubungan antara kadar feritin dengan gangguan fungsi diastolik Ashena, 2007. Penelitian Muhammad Ali dkk. Tahun 2006 di RS Ciptomangunkusumo mendapatkan hasil berlawanan, pada talasemia mayor terjadi fungsi ventrikel kiri yang abnormal, dan tingginya kadar feritin mempengaruhi abnormalitas fungsi diastolik Ali, 2006. Fungsi diastolik selain xxxvii untuk menilai gangguan jantung juga dapat dipergunakan untuk menilai prognosis penderita talasemia George, 2001; Efthimiadis, 2008. Angka harapan hidup setelah 15 tahun pada penderita talasemia mayor adalah sebesar 34 pada pasien yang mengalami restriksi dan 82 yang tidak mengalami restriksi Efthimiadis, 2008. Pada penelitian Kremastinos, 1995 didapatkan kesimpulan bahwa kelebihan besi akan mempercepat terjadinya restriktif ventrikuler dengan pembesaran ventrikel kanan dan penurunan fungsi jantung. Timbunan besi merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya gagal jantung kiri, akan tetapi masih ada faktor-faktor lain yang berpengaruh Vaccari, 2002. Penelitian Kremastinos, 1999 berkesimpulan terjadinya perbedaan profil imunogenetik pada pasien dengan gagal jantung kiri dengan yang tidak mengalami gagal jantung kemungkinan disebabkan perbedaan genetik pada sistem imun Kremastinos, 1999. Dari penelitian Economou-Peterson et al, 1998 yang meneliti tentang pengaruh apolipoprotein E ε4 allele sebagai faktor risiko terjadinya gagal ventrikel kiri. Hasilnya didapatkan bahwa semakin tinggi kadar apolipoprotein E ε4 allele akan semakin berisiko terjadi gagal ventrikel kiri Ecoumou-Petersen, 1998. Untuk mencegah terjadinya gangguan jantung timbunan zat besi harus dikendalikan dengan pemberian kelasi besi. Penelitian Ehlers dkk. menunjukkan bahwa tatalaksana deferoksamin dengan dosis yang benar dapat menghambat timbulnya komplikasi jantung dan meningkatkan umur rata-rata pasien talasemia Aessopos, 2005. Penelitian yang dilakukan oleh Spirito dkk. yang menilai pola xxxviii pengisian ventrikel kiri menggunakan ekokardiografi Doppler pada 32 pasien talasemia mayor yang tidak menderita gagal jantung serta mempunyai fungsi sistolik ventrikel kiri yang normal, menunjukkan adanya restriksi pengisian ventrikel kiri, baik yang mendapat terapi kelasi maupun yang tidak Subroto, 2003. xxxix

E. KERANGKA KONSEP