2.2 Solvabilitas 2.2.1 Pengertian Solvabilitas
Solvabilitas merupakan kemampuan membayar hutang jangka panjang baik hutang pokok dan bunganya. Menurut Kasmir 2008:151 “solvabilitas
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan
tersebut dilikuidasi”. Kemampuan untuk membayar hutang jangka panjang bergantung pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba karena
cicilan hutang pokok maupun bunga pada umumnya dibayar dalam bentuk kas, dan besarnya kas sangat ditentukan dengan besarnya laba berupa kas yang
diperoleh perusahaan. Suatu perusahaan dikatakan solvabel bila perusahaan tersebut memiliki
modal atau aktiva yang cukup untuk melunasi hutangnya. Sebaliknya perusahaan yang tidak solvabel berarti perusahaan tersebut tidak memiliki
modal atau aktiva yang cukup untuk melunasi hutangnya, sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan keuangan baik untuk melunasi hutangnya
tersebut ataupun untuk mencari modal tambahan. Keadaan ini akan menghambat kegiatan operasi perusahaan dan berdampak pada kinerja
keuangan perusahaan. Tingkat penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan memiliki
beberapa implikasi:
Universitas Sumatera Utara
1. Jika perusahaan memperoleh penghasilan melebihi dana yang
dipinjamnya dibandingkan dengan bunga yang harus dibayar, maka pengembalian kepada pemilik akan lebih besar.
2. Adanya peningkatan dana pinjaman, pemilik dapat tetap
mempertahankan kendali atas perusahaan. 3.
Pihak kreditor mengharapkan adanya dana yang disediakan pemilik sebagai marjin keamanan. Jika dana yang disediakan pemilik kecil,
maka risiko bisnis akan ditanggung oleh kreditor. Umumnya bank yang memiliki rasio solvabilitas tinggi juga akan
memiliki risiko kerugian yang tinggi pula, namun diimbangi dengan kemungkinan adanya peluang untuk memperoleh laba yang lebih besar.
Sebaliknya, bank yang memiliki rasio solvabilitas rendah tidak berisiko tinggi, dan akan mempunyai risiko kerugian yang kecil diikuti dengan laba yang kecil
terutama pada saat perekonomian melemah. Bank diharapkan mampu menetapkan keseimbangan antara tingkat pengembalian dengan tingkat risiko,
agar para investor tidak enggan melakukan investasi.
2.2.2 Rasio Solvabilitas
Solvabilitas bank dapat diukur dengan rasio solovabilitas bank. Karena adanya perbedaan komponen laporan keuangan bank dengan komponen
laporan keuangan perusahaan nonbank, maka rasio solvabilitas bank sedikit berbeda dengan rasio solvabilitas pada umumnya. Bank merupakan perusahaan
yang bergerak dibidang jasa keuangan dimana sistem transaksinya berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan antara nasabah dengan bank itu sendiri, maka risiko yang dihadapi oleh bank lebih besar dibandingkan dengan perusahaan nonbank sehingga rasio
keuangan yang digunakan disesuaikan dengan risiko tersebut. Menurut Kasmir 2008:217 “rasio solvabilitas bank terdiri dari
beberapa jenis yaitu primary ratio, risk assets ratio, secondary risk ratio, capital ratio, capital risk, capital adequacy ratio, gross yield on total assets,
gross profit margin on total assets, dan net income on total assets”. Namun
secara umum digunakan empat dari sembilan rasio tersebut, yaitu:
a. Primary Ratio PR
Primary ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
apakah permodalan yang dimiliki sudah memadai atau sejauh mana penurunan terjadi dalam total aktiva yang mampu ditutupi oleh total
modal, dapat dirumuskan: Primary Ratio
= x x 100
b. Risk Assets Ratio RAR
Risk Assets Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam menyanggah penurunan risk assets atau kegagalan pengembalian simpanan yang segera dibayarkan kepada
debitor dengan jaminan modal sendiri, dapat dirumuskan :
\ Equity
Capital
Equity Capital T Total Assets – Cash Assets - Securities
x100 Risk Assets Ratio
=
Universitas Sumatera Utara
Secondary risk ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
penurunan aset yang mempunyai risiko lebih tinggi, dapat dirumuskan:
Secondary risk ratio diperoleh dengan mengurangkan total aset dengan
kas, efek-efek securities, dan low risk assets, dimana kelompok low risk assets
termasuk aktiva tetap, inventaris dan rupa-rupa. c.
Capital Adequacy Ratio CAR Capital ratio
digunakan untuk mengukur permodalan dan cadangan penghapusan dalam menanggung perkreditan, terutama risiko
karena kegagalan dalam menagih bunga yang dapat dirumuskan:
Dengan kata lain CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecakupan modal yamg dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang
mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberiakan. Perhitungan CAR diperoleh dari perbandingan modal
sendiri dengan aktiva tertimbang menurut resiko ATMR yang dihitung bank bersangkutan. Semakin besar persentase CAR suatu
bank menunjukkan semakin besar daya tahan suatu bank dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya
harta yang bermasalah. Berdasarkan The New Basle Capital Accord, Equity Capital
Secondary Risk Capital x 100
Secondary Risk Ratio =
Modal bank Aktiva Tertimbang menurut
x 100 Capital Ratio
=
Universitas Sumatera Utara
Bank diwajibkan memelihara CAR diatas ketentuan minimum yaitu diatas 8 setiap saat Retnadi, 2006: 11.
2.3 Pengertian Likuiditas