Tujuan Pengangkatan Anak TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK

Mengenai definisi pengangkatan anak, terdapat beberapa sarjana yang telah memberikan pendapatnya, diantaranya adalah Surojo Wigjodiporo, menurut beliau pegangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang mengangkat anak dan anak yang dipungutdiangkat itu timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orangtua dan anak kandungnya sendiri. 28 Menurut Soerjono Soekanto pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri atau mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah. 29

B. Tujuan Pengangkatan Anak

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan sebagai anak kandung sendiri. Dalam prakteknya pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa macam tujuan dan motivasi. Tujuannya adalah antara lain untuk meneruskan keturunan apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. 30 28 Surojo Wignjodipoero, Intisari Hukum Keluarga, Alumni Bandung, 1973, h. 123. 29 Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Keluarga, Alumni Bandung, 1980, h. 52. 30 UU. No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 Ayat 1 Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang telah divonis tidak bisa mendapatkan keturunantidak mungkin melahirkan anak dengan Universitas Sumatera Utara berbagai macam sebab, seperti mandul pada umumnya. Padahal mereka sangat mendambakan kehadiran seorang anak ditengah-tengah keluarga mereka. Menurut Staatblad Tahun 1917 No.129, pengangkatan anak dilakukan dengan alasan apabila seorang laki-laki yang kawin atau telah pernah kawin, tidak mempunyai keturunan laki-laki yang sah menurut garis laki-laki, baik karena pertalian darah maupun karena pengangkatan. Menurut Staatblad ini, pengangkatan anak dilakukan karena dalam suatu perkawinan tidak mendapatkan keturunananak laki-laki. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 31 Praktek pengangkatan anak dengan motivasi komersial perdagangan, komersial untuk pancingan dan kemudian setelah pasangan tersebut memperoleh anak dari rahimnya sendiri atau anak kandung, si anak angkat yang hanya sebagai pancingan tersebut disia-siakan atau diterlantarkan, hal tersebut sangat bertentangan dengan hak-hak yang melekat pada anak. Oleh karena itu pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk memberikan pertolongan dan perlindungan sehingga masa depan anak angkat akan lebih baik dan lebih maslahat. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang sangat tergantung dari orangtuanya. 31 UU. No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 Ayat 1 Universitas Sumatera Utara Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Akan tetapi tidak selalu ketiga unsur tersebut dapat terpenuhi oleh berbagai macam sebab, sehingga kadang kala terdapat suatu keluarga yang tidak mempunyai anak, ibu ataupun tidak mempunyai seorang ayah, bahkan lebih dari itu. Dengan demikian dilihat dari eksistensi keluarga sebagai kelompok kehidupan masyarakat, menyebabkan tidak kurangnya mereka yang menginginkan anak, karena alasan emosional sehingga terjadilah perpindahan anak dari satu kelompok keluarga ke dalam kelompok keluarga yang lain. Kenyataan inilah yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Disamping untuk melanjutkan keturunan, kadang kala pengangkatan anak juga berujuan untuk mempertahankan ikatan perkawinan dan menghindari perceraian. Sepasang suami istri yang telah memiliki anak tidak akan mudah memutuskan untuk bercerai. Karena kepentingan akan keutuhan perkawinan tersebut tidak hanya untuk kedua belah pihak saja, namun termasuk pula kepentingan untuk anak-anak yang terikat dalam perkawinan tersebut. Sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat pada masa sekarang menunjukkan bahwa tujuan lembaga pengangkatan anak tidak lagi semata-mata atas motivasi meneruskan keturunan ataupun mempertahankan perkawinan saja tetapi lebih beragam dari itu. Ada berbagai motivasi yang mendorong orang Universitas Sumatera Utara mengangkat anak bahkan tidak jarang pula karena faktor sosial, ekonomi, budaya maupun politik. 32 Berdasarkan sumber-sumber yang ada, dalam hal ini terdapat beberapa alternatif yang digunakan sebagai dasar dilaksanakannya suatu pengangkatan anak. Dilihat dari sisi adoptant, karena adanya alasan: 33 a Keinginan untuk mempunyai anak atau keturunan. b Keinginan untuk mendapatkan teman bagi dirinya sendiri atau anaknya. c Keinginan untuk menyalurkan rasa belas kasihan terhadap anak orang lain yang membutuhkan. d Adanya ketentuan hukum yang memberikan peluang untuk melakukan suatu pengangkatan anak. e Adanya pihak yang menganjurkan pelaksanaan pengangkatan anak untuk kepentingan pihak tertentu. Dilihat dari sisi orangtua anak, karena adanya alasan : 34 a Perasaan tidak mampu untuk membesarkan anaknya sendiri. b Kesempatan untuk meringankan beban sebagai orangtua karena ada pihak yang ingin mengangkat anaknya. c Imbalan-imbalan yang dijanjikan dalam hal penyerahan anak. 32 M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum, Aka Press, Jakarta,1991, h.1-2. 33 Irma Setyawati Soemitro, SH., Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, h. 40. 34 Irma Setyawati Soemitro, SH., Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, h. 40. Universitas Sumatera Utara d Saran-saran dan nasihat dari pihak keluarga atau orang lain. e Keinginan agar anaknya hidup lebih baik dari orangtuanya. f Ingin anaknya terjamin materil selanjutnya. g Masih mempunyai anak-anak beberapa lagi. h Tidak mempunyai rasa tanggung jawab untuk membesarkan anak sendiri. i Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu sebagai akibat dari hubungan yang tidak sah. j Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu mempunyai anak yang tidak sempurna fisiknya. Tujuan pengangkatan anak di Indonesia jika ditinjau dari segi hukum adat berdasarkan penjelasan dan sumber literatur yang ada, terbagi atas beberapa macam alasan dilakukan pengangkatan anak, yaitu: a Karena tidak mempunyai anak. b Karena belas kasihan terhadap anak tersebut disebabkan orangtua si anak tidak mampu memberi nafkah kepadanya. c Karena belas kasihan, disebabkan anak yang bersangkutan tidak mempunyai orangtua yatim piatu. d Sebagai pemancing bagi anak laki-laki, maka diangkatlah anak perempuan atau sebaliknya. e Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk bisa mempunyai anak kandung. f Dengan maksud agar si anak yang diangkat mendapat pendidikan yang baik, motivasi ini juga erat hubungannya dengan misi kemanusiaan. Universitas Sumatera Utara g Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan pewaris regenerasi bagi yang tidak mempunyai anak. h Diharapkan anak angkat dapat menolong dihari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak. i Ada juga rasa belas kasihan terhadap nasib si anak seperti tidak terurus. j Karena si anak sering penyakitan atau selalu meningggal, maka untuk menyelamatkan si anak diberikanlah anak tersebut kepada keluarga atau orang lain yang belum atau tidak mempunyai anak dengan harapan agar si anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan panjang umur. Dengan demikian pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan yang bernilai positif dalam masyarakat hukum adat kita dengan berbagai motivasi yang ada, sesuai dengan keanekaragaman masyarakat dan bentuk kekeluargaan di Indonesia. 35 C. Pengangkatan Anak Menurut Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia pemerintah menghendaki adanya kesejahteraan terhadap anak, untuk itu pemerintah mengeluarkan produk yang memberikan perlindungan terhadap anak yaitu dengan disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang mengatur tentang berbagai upaya dalam rangka untuk memberikan perlindungan, pemenuhan hak-hak dan meningkatkan kesejahteraan anak. Kemudian dapat di lihat pengertian pengangkatan anak menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.54 tahun 2007 tentang pelaksanaan 35 Mudaris Zain, Op.Cit , h.63. Universitas Sumatera Utara pengangkatan anak yaitu suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seseorang anak dari lingkungan kekuasaan orangtua, wali yang sah atau orang lain yang bertangguang jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orangtua angkat. Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No. 2 Tahun 1979 jo. No 6 Tahun 1983 tentang pengangkatan anak menerangkan bahwa pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak dapat mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga bagi mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan. SEMA No.6 tahun 1983, tidak melarang pengangkatan anak terhadap perempuan, karena pengangkatan anak perempuan telah menjadi kebutuhan bagi semua masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat Tionghoa. Hal tersebut tercermin dalam SEMA No.2 tahun 1979, Romawi I satu butir ke tiga dengan Romawi II butir ke tiga SEMA No. 6 tahun 1983, yang berbunyi “Semula digolongkan penduduk Tionghoa Staatblad 1971 No.129 hanya dikenal adopsi terhadap anak laki-laki, tetapi setelah yurisprudensi tetap menyatakan sah pula pengangkatan anak perempuan”. Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata atau Bugerlijk Weetboek BW yang berlaku di Indonesia tidak mengenal lembaga adopsi, yang diatur dalam KUHPerdata adalah adopsi atau pengangkatan anak diluar kawin yaitu yang terdapat dalam Bab XII bagian ke III Pasal 280 sampai dengan Pasal 290 KUH Perdata. Namun ketentuan ini bisa dikatakan Universitas Sumatera Utara tidak ada hubungannya dengan adopsi, karena pada asasnya KUHPerdata tidak mengenal adopsi. 36 Menurut Ali Affandi dalam bukunya Hukum Keluarga, menurut KUHPerdata, adopsi tidak mungkin diatur karena KUHPerdata memandang suatu perkawinan sebagai bentuk hidup bersama, bukan untuk mengadakan keturunan. Tidak diaturnya lembaga adopsi karena KUHPerdata merupakan produk pemerintahan Hindia Belanda dimana dalam hukum masyarakat Belanda sendiri tidak mengenal lembaga adopsi. 37 Namun sehubungan dengan berkembangnya kebutuhan adopsi dikalangan masyarakat Tionghoa dewasa ini, berlakunya Staatblaad tahun 1917 No.129 yang hanya mengatur pengangkatan anak laki-laki telah mulai ditinggalkan karena Diberlakukannya KUHPerdata bagi golongan Tionghoa, khususnya bagi hukum keluarga sudah tentu menimbulkan dilema bagi masyarakat Tionghoa. Hal tersebut berkenaan dengan tidak diaturnya lembaga adopsi berdasarkan hukum keluarga Tionghoa sebelum berlakunya KUHPerdata sangat kental dengan tradisi adopsi, terutama bagi keluarga yang tidak mempunyai anak atau keturunan laki- laki demi meneruskan eksistensi marga keluarga dan pemujaan atau pemeliharaan abu leluhur. Berkenaan dengan permasalahan tersebut, pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1917 mengeluarkan Staatblaad No.129 yang didalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 memberi pengaturan tentang adopsi bagi masyarakat golongan Tionghoa di Indonesia. 36 Soeroso, OpCit, h. 178. 37 Affandi Ali, Hukum Keluara menurut KUH Perdata, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta, tanpa tahun, h. 57. Universitas Sumatera Utara kebutuhan adopsi tidak hanya terbatas pada anak laki-laki saja tetapi juga terhadap anak perempuan. Perkembangan pengangkatan terhadap anak perempuan tersebut bahkan telah berlangsung sejak tahun 1963, seperti dalam kasus pengangkatan anak perempuan yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 9071963Pengangkatan tertanggal 29 Mei 1963 dan keputusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 5881963 tertanggal 17 Oktober 1963. Bahkan pada tahun yang sama pada kasus lain mengenai perkara pengangkatan anak perempuan Pengadilan Negeri Jakarta dalam suatu putusannya antara lain menetapkan bahwa Pasal 5, 6 dan 15 ordonansi Staatblaad tahun 1917 No.129 yang hanya memperbolehkan pengangkatan anak laki-laki dinyatakan tidak berlaku lagi, karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. 38

D. Akibat Hukum Pengangkatan Anak

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

3 93 133

Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu (Studi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

0 56 8

Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu

0 36 3

AZAZ PERLINDUNGAN DALAM PENGANGKATAN ANAK (Studi Komparatif Antara Hukum Adat, Hukum Perdata dan Hukum Islam

0 3 20

PROSES PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGANGKATAN ANAK Proses Pelaksanaan Pengangkatan Anak Dan Akibat Hukum Terhadap Pengangkatan Anak (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta).

0 2 16

PELAKSANAAN ADOPSI ( PENGANGKATAN ANAK ) BAGI WNI KETURUNAN TIONGHOA DAN AKIBAT-AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA SUKU HAINAN DI KOTA MEDAN A. Dasar Hukum Pengangkatan Anak - Kedudukan Anak Angkat Perempuan Terhadap Harta Warisan Di Kalangan Etnis Tionghoa Suku Hainan Di Kota Medan

0 0 49

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK PADA WARGA TIONGHOA DI KOTA MEDAN A. Kedudukan Hukum Anak Dalam Hukum Keluarga - Analisis Hukum Terhadap Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

0 0 35

ANALISIS HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM HUKUM WARIS MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN TESIS

0 1 16

STUDI KOMPARATIF PENGANGKATAN ANAK DI TINJAU DARI HUKUM ADAT BALI DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK - Repository UNRAM

0 0 20