Kedudukan Anak Angkat Dalam Hal Harta Warisan Orangtua Angkat

2. Kesungguhan, ketulusan, kerelaan pihak yang melepaskan serta kesadarannya akan akibat-akibatnya setelah pengangkatan itu terjadi. 3. Kesungguhan, ketulusan serta kerelaan pihak yang mengangkat maupun kesadarannya akan akibat-akibat yang menjadi bebannya setelah pengangkatan itu. 61 Dari uraian tersebut, maka yang menjadi dasar pertimbangan melakukan pengangkatan anak pada masyarakat Tionghoa adalah kehidupan dari suami istri atau calon orangtua angkat, baik itu dari segi ekonomi, kerukunan rumah tangga dan juga ketulusan hati dalam mendidik anak angkat tersebut. Dalam hal pengangkatan anak, masyarakat Tionghoa juga mencari gambaran tentang masa depan anak itu jika berada dalam pemeliharaan calon orangtua angkatnya. Apabila dicermati dengan seksama, maka proses pengangkatan anak bukanlah hal yang mudah, harus melalui proses yang panjang. Hal itu dapat dianggap wajar mengingat kepentingan terhadap masa depan anak itu, yang harus lebih baik dari pada keadaannya saat belum ia diangkat oleh orangtua angkatnya.

D. Kedudukan Anak Angkat Dalam Hal Harta Warisan Orangtua Angkat

Sebagaimana diketahui bahwa pengangkatan anak adalah merupakan suatu perbuatan hukum menurut hukum adat, yang berarti dengan dilakukannya perbuatan pengangkatan anak tersebut maka akan timbul berbagai akibat hukum. 61 Wawancara dengan Halim Loe, Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Kota Medan, di Medan tanggal 24 November 2011 Universitas Sumatera Utara Akibat hukum yang terpenting dari pengangkatan anak, ialah soal-soal yang masuk kekuasaan orangtua ouderlij macht, hak waris dan hak alimentasi pemeliharaan dan juga soal nama. 62 Dengan demikian sebagai akibat hukum pengangkatan anak adalah terputusnya hubungan antara anak dengan orangtua kandungnya dan terciptanya hubungan antara anak angkat dengan orangtua angkat sebagaimana layaknya hubungan orangtua dengan anak kandungnya sendiri. Dengan demikian pengangkatan anak menurut hukum adat Tionghoa adalah mengangkat anak orang lain menjadi keluarga sehingga hubungan anak dengan orangtua kandungnya terputus secara biologis dan terciptanya hubungan antara anak dengan orangtua angkat sebagaimana layaknya hubungan antara orangtua dengan anak kandungnya sendiri, ditandai dengan perbuatan kontan berupa pemberian tanda oleh orangtua angkat kepada orangtua kandung si anak. Pemberian sejumlah uang tersebut bukan bertanda uang harga pembelian atau pembayaran atas anak tersebut. 63 62 Meliala, Djaja S 63 Wawancara dengan Halim Loe, Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Kota Medan, di Medan tanggal 24 November 2011 Dengan memahami akibat hukum pengangkatan anak tersebut, maka akan mudah memahami akibat-akibat hukum yang timbul lainnya dalam hal pengangkatan anak tersebut, sebagaimana layaknya hubungan antara orangtua dengan anak kandungnya sendiri. Universitas Sumatera Utara Selain apa yang diuraikan di atas, akibat hukum pengangkatan anak yang lain adalah: 1. Anak yang diangkat ikut agama orangtua angkat 2. Anak yang diangkat menjadi tanggung jawab orangtua angkat. Dengan demikian timbullah hak dan kewajiban antara orangtua angkat dengan anak angkat selayaknya anak kandung. 3. Anak angkat mengikuti marga orangtua angkat 4. Timbul hubungan waris mewaris antara anak angkat dengan orangtua angkat. Anak angkat berhak mewarisi harta orangtua angkat selayaknya anak kandung. Mengenai pembagiannya dilakukan secara musyawarah diantara para ahi waris. 64 Sebelum diuraikan tentang akibat hukum adanya pengangkatan anak terhadap harta warisan, maka terlebih dahulu akan diuraikan tentang warisan. Masalah pewarisan ini juga merupakan suatu persoalan yang bukan baru, tetapi sudah ada sejak zaman dahulu. Pewarisan lazim terjadi atau akan timbul bila seseorang meninggal dunia. Tetapi pewarisan tersebut juga dapat terjadi sebelum seseorang meninggal dunia, yang biasa disebut dengan istilah Hibah atau Wasiat. Pengertian pewarisan menurut hukum adat Tionghoa, tidak akan dijumpai suatu ketentuan yang tertulis dengan tegas sehingga untuk mendapatkan suatu gambaran atau untuk dapat dijadikan sebaga pedoman dalam pembahasan 64 Wawancara dengan Ong Boon Kok, Tokoh Masyarakat Adat Tionghoa Kota Medan, di Medan tanggal 17 Februari 2012 Universitas Sumatera Utara selanjutnya, akan dihubungkan dengan pengertian menurut hukum adat secara umum. Pewarisan adalah suatu perbuatan meneruskan harta kekayaan yang akan ditinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan pembagian harta warisan kepada ahli waris. Jadi pewarisan pada ketika pewaris masih hidup berarti penerusan atau penunjukan. Dan pewarisan ketika pewaris sudah matiwafat, berarti pembagian harta warisan. Menurut hukum adat Tionghoa sebelum pewaris wafat sudah dapat terjadi perbuatan penerusan atau pengalihan harta kekayaan kepada ahli waris. Perbuatan penerusan akan pengalihan harta dari pewaris kepada ahli waris sebelum wafatnya si pewaris, yang dapat terjadi dengan penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada ahli waris. 65 Proses peralihan itu sesungguhnya sudah dapat dimulai semasa pemilik harta kekayaan itu sendiri masih hidup serta proses itu selanjutnya berjalan terus hingga keturunannya itu masing-masing menjadi keluarga baru yang berdiri Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah dipahami, bahwa akan dimaksudkan dengan pewarisan adalah tindakan atau perbuatan meneruskan atau melakukan pembagaian harta warisan yang ditinggalkan oleh seorang pewaris kepada ahli warisnya. 65 Wawancara dengan Halim Loe, Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Kota Medan, di Medan tanggal 24 November 2011 Universitas Sumatera Utara sendiri, yang kelak pada waktunya mendapat giliran juga untuk meneruskan proses tersebut kepada generasi yang berikutnya atau keturunannya. Hal yang penting dalam masalah pewarisan ini adalah bahwa pengertian pewarisan itu memperlihatkan adanya tiga unsur, yang masing-masing merupakan unsur essensialia mutlak, yakni : 1. Seseorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan 2. Seorang atau lebih ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu 3. Harta warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan “in concreto” yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli waris itu. 66 Maisng-masing unsur tersebut, pada pelaksanaan proses penerusan serta pengoperan kepada yang berhak menerima harta kekayaan itu, selalu menimbulkan persoalan-persoalan sebagai berikut. Unsur pertama menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai dimana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaan dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan dimana si peninggal warisan itu berada. Unsur kedua akan menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana harus ada tali kekeluargaan antar peninggal warisan dan ahli waris. Unsur ketiga akan menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana wujud kekayaan 66 Hadikusuma dan Hilman, Hukum Waris Adat, Alumni, Bandung, 1993, h.23. Universitas Sumatera Utara yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan dimana si peninggal warisan dan si ahli waris bersama-sama berada. Unsur pertama, yaitu seseorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan lazim disebut dengan pewaris. Tanpa adanya pewaris tersebut, sudah pasti tidak akan pernah terjadi pewarisan. Justru pewarisan akan terjadi bilamana unsur yang pertama sudah ada yaitu adanya pewaris. Adanya pewaris saja, tanpa adanya orang yang berhak dan harta peninggal dari pewaris tersebut yang lazim disebut dengan ahli waris, juga tidak akan terjadi pewarisan. Hanya saja siapa yang berhak menerima harta warisan tersebut berada antara berbagai daerah hukum adat di seluruh wilayah Indonesia. Tegasnya, bahwa sebagai unsur ketiga untuk adanya pewarisan adalah adanya harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris yang akan dilanjutkan pengurusannya atau pemilikannya oleh para ahli waris. Beradasarkan uraian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa unsur warisan adalah: 1. Adanya pewaris 2. Adanya ahli waris 3. Adanya harta warisan Selama pembagian warisan itu berjalan baik, rukun dan damai dia antara para ahli waris, maka tidak perlu adanya campur tangan orang luar. Campur tangan dan kesaksian tua-tua adat atau para pemuka masyarakat, hanya diperlukan Universitas Sumatera Utara apabila ternyata jalannya musyawarah untuk mencapai mufakat seret dan tidak lancar. Dari apa yang diuraikan di atas, dapatlah disebutkan bahwa pembagian warisan yang berlaku menurut hukum adat pada umumnya, khususnya menurut hukum adat Tionghoa adalah baik laki-laki maupun perempuan berdasarkan pada musyawarah dan mufakat diantara para ahli waris. Tetapi apabila tidak diperoleh pembagian secara musyawarah antara para ahli waris tersebut, atau pemuka masyarakat setempat akan turut campur tangan sebagai penengah. Dengan demikian pengangkatan anak mempunyai akibat hukum terhadap orangtua kandungnya maupun terhadap orangtua angkatnya, maka secara otomatis tercipta pula hubungan antara anak angkat dengan orangtua yang mengangkatnya dalam bidang pewarisan, hubungan kekeluargaan, hak dan kewajiban secara timbal balik antara anak angkat dengan orangtua angkatnya demikian juga dengan saudara-saudara angkatnya. 67

E. Hambatan yang Dihadapi Oleh Orangtua Angkat Dalam Proses Pengangkatan Anak

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

3 93 133

Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu (Studi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

0 56 8

Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu

0 36 3

AZAZ PERLINDUNGAN DALAM PENGANGKATAN ANAK (Studi Komparatif Antara Hukum Adat, Hukum Perdata dan Hukum Islam

0 3 20

PROSES PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGANGKATAN ANAK Proses Pelaksanaan Pengangkatan Anak Dan Akibat Hukum Terhadap Pengangkatan Anak (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta).

0 2 16

PELAKSANAAN ADOPSI ( PENGANGKATAN ANAK ) BAGI WNI KETURUNAN TIONGHOA DAN AKIBAT-AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

BAB II PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA SUKU HAINAN DI KOTA MEDAN A. Dasar Hukum Pengangkatan Anak - Kedudukan Anak Angkat Perempuan Terhadap Harta Warisan Di Kalangan Etnis Tionghoa Suku Hainan Di Kota Medan

0 0 49

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK PADA WARGA TIONGHOA DI KOTA MEDAN A. Kedudukan Hukum Anak Dalam Hukum Keluarga - Analisis Hukum Terhadap Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

0 0 35

ANALISIS HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM HUKUM WARIS MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN TESIS

0 1 16

STUDI KOMPARATIF PENGANGKATAN ANAK DI TINJAU DARI HUKUM ADAT BALI DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK - Repository UNRAM

0 0 20