Sistem Penomoran Faktur Pajak Terbaru Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

SISTEM PENOMORAN FAKTUR PAJAK TERBARU DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN KOTA

O L E H

Nama : Mia Angela Purba NIM : 092600112

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Puji dan Syukur Penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) sebagai slah satu syarat memperoleh gelar Diploma III pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. Adapun judul Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah “Sistem Penomoran Faktur Pajak Terbaru Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota”. Kiranya Laporan ini dapat menjadi masukan atau pun sumber informasi kepada para pembaca, khususnya penulis dalam mengetahui perkembangan Faktur Pajak terbaru PER-24/PJ/2012 yang akan mulai berlaku per 1 April 2013.

Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua penulis yakni Mama dan Bapak (L BR TOBING dan SM PURBA) yang telah banyak member pengorbanan selama ini kepada penulis baik susah maupun senang sudah kita jalani bersama hingga saat ini. Terima Kasih buat segala pengorbanan kalian. Penulis juga ingin mengucapkan Terima Kasih kepada adik-adik penulis yaitu Melda Purba, S.Sos ; Gio Purba dan Uli Purba. Terima Kasih atas semangatnya buat penulis.

Penulis juga ingin mengucapkan Terima Kasih dalam kesempatan ini yaitu kepada antara lain:

1. Bapak Prof.DR.Badarudin selaku Dekan FISIP USU.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU, yang juga selaku Dosen Pembimbing dalam menyelesaikan penulisan Laporan ini.


(3)

3. Ibu Arlina, SH, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

4. Pegawai-pegwai di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. 5. Teman-Teman Kelas C 2009 dan teman-teman yang sudah banyak membantu penulis

dalam Laporan ini. Terima Kasih atas semuanya.

Besar harapan penulis adanya saran dan kritik untuk penulisan Laporan ini, sehingga untuk ke depan nya penulisan ini bisa lebih baik lagi.

Medan, Juni 2013 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI……….ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………...1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)………3

C. Uraian Teoritis………....5

D. Ruang Lingkup………...9

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)………...9

F. Metode Pengumpulan Data……….10

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……11

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota………...13

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota…………....17

C. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota……...17

BAB III GAMBARAN DATA FAKTUR PAJAK A. Pengertian Pajak………..21

B. Faktur Pajak……….21

C. Saat Pembuatan Faktur Pajak………25

D. Ketentuan Faktur Pajak Yang Dibetulkan………25


(5)

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

A. Prosedur Penomoran Faktur Pajak Terbaru Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota………...28 B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Penomoran Faktur Pajak…….32 C. Fungsi Kode Pada Penomoran Faktur Pajak……….33 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………...45

B. Saran……….46


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Sumarsan, 2010:2). Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH dalam Sumarsan (2010:2), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) dan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (B.K.P) dan penyerahan Jasa Kena Pajak (J.K.P) seperti dalam Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang dan memberikan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak. Faktur Pajak tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan. Faktur Pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak. Maka untuk setiap ketentuan ini, atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan wajib diterbitkan Faktur Pajak ( Sumarsan, 2010:401). Adapun Faktur Pajak dibuat pada saat : 1). Penyerahan Barang Kena Pajak (B.K.P) atau pun Jasa Kena Pajak (J.K.P). 2). Pada saat pembayaran dalam


(7)

hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak (J.K.P). 3). Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau 4). Pada saat Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Sumarsan, 2010:401).

Berdasarkan Peraturan PER-24-PJ-2012 Tentang Perubahan Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian, Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang akan mulai diberlakukan per 1 April 2013 merupakan salah satu kebijakan Direktorat Jenderal Pajak sebagai langkah mengantisipasi Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) yang nakal. Dengan adanya peraturan perubahan Faktur Pajak diharapkan 7itera kemudahan bagi pengusaha dalam melaksanakan ushanya sesuai peraturan undang-undang perpajakan yang akan berlaku per April 2013 mendatang. Untuk itulah penulis tertarik mengangkat judul “Sistem Penomoran Faktur Pajak Terbaru Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota”.

B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1. Tujuan Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1.1. Untuk Mengetahui Penomoran Faktur Pajak Di KPP Pratama Medan Kota.

1.2. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Terjadinya Perubahan Penomoran Faktur Pajak.


(8)

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

2.1. Bagi Mahasiswa

a. Memberikan Pengetahuan Kepada Mahasiswa dalam sistem kerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

b. Mampu menerapkan teori-teori yang didapat selama perkuliahan ke dunia kerja melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

C. Mengetahui secara langsung tentang faktur pajak yang sebenarnya dan peraturan PER-24-PJ-2012 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

a. Sebagai sarana untuk meningkatkan hubungan antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dengan Universitas Sumatera Utara, khususnya

Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU sebagai instansi tersebut dapat mengetahui tingkat perkembangan ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

b. Membantu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam mensosialisasikan pajak khususnya tentang Faktur Pajak dan sistem penomorannya serta prosedur perubahan sesuai perubahan terbaru PER-24-PJ-2012 oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(9)

2.3. Bagi Prodi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU

a. Meningkatkan kerja sama antara Prodi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan Kantor Wilayah Pajak (KANWIL) khususnya dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

b. Mengenalkan Sumber Daya Prodi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

c. Mendapatkan masukan, ide, saran dan gagasan untuk evaluasi kurikulum Prodi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU bagi penyempurnaan dan referensi kurikulum.

C. Uraian Teoritis

1. Pengertian Pajak

Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara harus menjadi penerimaan utama karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan pengelolaan sumber alam sangat terbatas, bias berkurang atau bahkan habis. Oleh karena itu secara terus-menerus kesadaran masyarakat membayar pajak harus ditumbuh kembangkan agar pajak nantinya sebagai sumber utama untuk membiayai pembangunan (Setyawan, 2009:1).

Sedangkan menurut arti lain, pajak merupakan iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan), dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak


(10)

rakyat adalah pelayanan yang baik oleh Negara baik secara fisik maupun non fisik (Setyawan, 2009:1).

2. Faktur Pajak

Bagi Wajib Pajak yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) dalam melaksanakan transaksi penyerahan barang kena pajak selain jasa kena pajak harus membuat faktur pajak. Faktur Pajak ini berfungsi sebagai bukti transaksi penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, selain itu dapat juga digunakan sebagai bukti kredit pajak masukan bagi pembeli dan bukti pajak keluaran bagi penjual. Mulai 1April 2013 akan diberlakukan Faktur Pajak sesuai PER-24-PJ-2012. Jenis Faktur Pajak antara lain (Soekardji, 2010:220) :

a. Faktur Pajak Sederhana

Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penjualan eceran di mana penjualan dilakukan kepada konsumen akhir yang tidak diketahui identitasnya dan biasanya jumlah transaksinya banyak dengan volume kecil, maka sangat tidak efektif untuk membuat faktur pajak sesuai ketentuan dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN di mana faktur pajak paling sedikit harus memuat :

1. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP 2. nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP

3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga 4. PPN yang dipungut


(11)

6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak

7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

b. Faktur Pajak Standard

Faktur pajak standar adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan yaitu bentuk dan ukuran faktur pajak standar disesuaikan dengan kepentingan PKP. Setiap faktur pajak standar harus menggunakan kode faktur pajak yang diberikan oleh kepala KPP kepada wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Dalam faktur pajak standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi :

• Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP. • Nama, alamat dan NPWP pembeli BKP atau JKP.

• Nama BKP atau JKP.

• Harga jual/penggantian/uang muka/termmin (Rp.). • Potongan harga

• Dasar Pengenaan Pajak • PPN = 10%Xdpp

• Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak

• Nama, jabatan dan tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Faktur pajak standar paling sedikit dibuat dalam rangkap dua yaitu :


(12)

• Lembar ke-2 : untuk PKP yang menerbitkan faktur pajak standar sebagai bukti pajak keluaran.

c. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak yang dibuat meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.

Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.

Contoh 1:

Dalam hal CV.Mustika Jaya (Pengusaha Kena Pajak) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada CV.Sungai Mas pada tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Oktober 2012, tetapi sampai dengan tanggal 31 Oktober 2012 sama sekali belum ada pembayaran atas penyerahan tersebut, CV.Mustika Jaya diperkenankan membuat 1 (satu) Faktur Pajak gabungan meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan pada bulan Oktober, yaitu paling lama tanggal 31 Oktober 2012.

Contoh 2:

CV.Gunung Muria (Pengusaha Kena Pajak) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada CV.Air Murni pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29 dan 30 Juni 2012. Pada tanggal 28 Juni 2012 terdapat pembayaran oleh CV.Air Murni atas penyerahan tanggal 2


(13)

Juni 2012. Dalam hal CV.Gunung Muria menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada tanggal 30 Juni 2012 yang meliputi seluruh penyerahan yang terjadi pada bulan Juni 2012.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1. Prosedur Sistem Penomoran Faktur Pajak yang Terbaru.

2. Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penomoran Faktur Pajak.

3. Fungsi setiap kode pada saat penomoran Faktur Pajak.

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1. Tahap Persiapan

Penulis melakukan persiapan mulai dari penentuan lokasi, judul proposal, bahan-bahan referensi yang akan dibutuhkan selama melakukan riset di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

2. Studi Literatur

Dalam melaksanakan riset ini, penulis akan melakukan studi 13iterature sebelumnya sebagai alat bantu dalam menganalisi dan mengevaluasi data yang nanti akan diperoleh dari pihak-pihak yang terkait.


(14)

3. Observasi lapangan

Penulis akan melakukan observasi lapangan sebelum melakukan riset, dengan tujuan agar penulis mengetahui sistem tata kerja dan riset yang akan dilakukan di lapangan nantinya.

4. Pengumpulan Data

a. Data Primer adalah Data yang diperoleh dari pihak yang memahami dan menguasai objek kerja dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

b. Data Sekunder adalah Data yang diperoleh dari referensi yang mendukung Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

5. Analisis Data Dan Evaluasi

Setelah selesai melaksanakan riset di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota maka penulis akan melakukan analisis dan evaluasi atas data yang diperoleh.

F. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara

Penulis akan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang berwenang di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

2. Observasi

Penulis akan melakukan observasi dengan tujuan mengenal lokasi Praktik, agar dalam melaksanakan riset nantinya tidak membingungkan.


(15)

3. Dokumentasi

Penulis juga akan mengumpulkan segala informasi atau pun dokumen yang berhubungan dengan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

G. Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang, Manfaat Dan Tujuan, Ruang Lingkup, Uraian Teoritis, Metode Praktik, Metode Pengumpulan Data,dan Sistematika Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK ATAU LOKASI PKLM

Bab ini menguraikan tentang Letak Lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Sejarah dan juga Struktur Fungsional pada lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

Bab ini menguraikan tentang data dan juga informasi keterangan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Setelah data didapat, maka pada bab ini penulis akan menganalisis dan kemudian data tersebut dievaluasi sesuai yang dibutuhkan.


(16)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab akhir, penulis akan melakukan analisis dan selanjutnya mengambil kesimpulan atas Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA


(17)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai dari masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jenderal Pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu:

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Tahun 1976 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyrakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah Kantor Inspeksi Pajak Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Prataa Medan Kota). Dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat dalam pelayanan pembayran pajak, maka berdsarkan padaKeputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 267/KMK.01/1989, diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup reorganisir Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayan Pajak, yang sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.


(18)

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: Kep.758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993, maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor Pelayanan Pajak, Yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Dan terhitung dari mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 443/KMK.0/2001 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota Madya Medan menjadi enam wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah: 1.1. Kecamatan Medan Timur

1.2. Kecamatan Medan Area 1.3. Kecamatan Medan Tembung 1.4. Kecamatan Medan Perjuangan


(19)

2.1. Kecamatan Medan Barat 2.2. Kecamatan Medan Sunggal 2.3. Kecamatan Medan Petisah 2.4. Kecamatan Medan Helvetia

3. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah: 3.1. Kecamatan Medan Kota

3.2. Kecamatan Medan Denai 3.3. Kecamatan Medan Johor 3.4. Kecamatan Medan Amplas

4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dengan ruang lingkup meliputi wilayah: 4.1. Kecamatan Medan Polonia

4.2. Kecamatan Medan Maimun 4.3. Kecamatan Medan Baru 4.4. Kecamatan Medan Tuntungan 4.5. Kecamatan Medan Selayang

5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:

5.1. Kecamatan Medan Belawan 5.2. Kecamatan Medan Marelan 5.3. Kecamatan Medan Labuhan 5.4. Kecamatan Medan Deli


(20)

6. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan. Karena Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh pribadi atau pun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan dugunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk laporan rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1 Lantai IV dan beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 30A Medan. Adapun sejarah dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah sebagai berikut:

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Koa merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur yang berdasarkan kepada:

a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 443/KMK.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001.

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 58/KMK.01/2002 Tanggal 26 Februari 2002.

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota membawahi 1 (satu) bagian dan 6 (enam) seksi, ditambah kelompok Jabatan fungsional. Adapun bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota antara lain sebagai berikut: 1. Sub Bagian Umum

2. Seksi Ekstensifikasi

3. Seksi Pengolahan Data (PDI) 4. Seksi Pelayanan


(21)

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III dan IV) 6. Seksi Pemeriksaan

7. Seksi Penagihan

8. Kelompok Jabatan Fungsional

C. Bidang-bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

1. Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

2. Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.

4. Seksi Pelayanan


(22)

dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV ) Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (territorial tertentu).

6. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyususnan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

7. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.


(23)

8. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional Terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Peajabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannnya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi,

sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.


(24)

BAB III

GAMBARAN DATA FAKTUR PAJAK

A. Pengertian Pajak

Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara harus menjadi penerimaan utama karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan pengelolaan sumber alam sangat terbatas, bisa berkurang atau bahkan habis. Oleh karena itu secara terus-menerus kesadaran masyarakat membayar pajak harus ditumbuh kembangkan agar pajak nantinya sebagai sumber utama untuk membiayai pembangunan (Setyawan, 2009:1).

Sedangkan menurut arti lain, pajak merupakan iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan), dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung (kontra prestasi), namun imbalan yang diterima rakyat adalah pelayanan yang baik oleh Negara baik secara fisik maupun non fisik (Setyawan, 2009:1).

B. Faktur Pajak

Bagi Wajib Pajak yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) dalam melaksanakan transaksi penyerahan barang kena pajak selain jasa kena pajak harus membuat faktur pajak. Faktur Pajak ini berfungsi sebagai bukti transaksi penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, selain itu dapat juga digunakan sebagai bukti kredit pajak masukan bagi pembeli dan bukti pajak keluaran bagi penjual. Mulai 1April 2013 akan diberlakukan Faktur Pajak sesuai PER-24-PJ-2012. Jenis Faktur Pajak antara lain (Setyawan, 2009:239) :


(25)

Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penjualan eceran di mana penjualan dilakukan kepada komsumen akhir yang tidak diketahui identitasnya dan biasanya jumlah transaksinya banyak dengan volume kecil, maka sangat tidak efektif untuk membuat faktur pajak sesuai ketentuan dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN di mana faktur pajak paling sedikit harus memuat :

1. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP 2. nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP

3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga 4. PPN yang dipungut

5. PPnBM yang dipungut

6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak

7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

b. Faktur Pajak Standard

Faktur pajak standar adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan yaitu bentuk dan ukuran faktur pajak standar disesuaikan dengan kepentingan PKP. Setiap faktur pajak standar harus menggunakan kode faktur pajak yang diberikan oleh kepala KPP kepada wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Dalam faktur pajak standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi :


(26)

3. Nama BKP atau JKP.

4. Harga jual/penggantian/uang muka/termmin (Rp.). 5. Potongan harga

6. Dasar Pengenaan Pajak 7. PPN = 10%Xdpp

8. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak

9. Nama, jabatan dan tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Faktur pajak standar paling sedikit dibuat dalam rangkap dua yaitu :

• Lembar ke-1 : untuk pembeli BKP atau penerima JKP sebagai bukti pajak masukan.

• Lembar ke-2 : untuk PKP yang menerbitkan faktur pajak standar sebagai bukti pajak keluaran.

c. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak yang dibuat meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.

Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.


(27)

Dalam hal CV.Mustika Jaya (Pengusaha Kena Pajak) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada CV.Sungai Mas pada tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Oktober 2012, tetapi sampai dengan tanggal 31 Oktober 2012 sama sekali belum ada pembayaran atas penyerahan tersebut, CV.Mustika Jaya diperkenankan membuat 1 (satu) Faktur Pajak gabungan meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan pada bulan Oktober, yaitu paling lama tanggal 31 Oktober 2012.

Contoh 2:

CV.Gunung Muria (Pengusaha Kena Pajak) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada CV.Air Murni pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29 dan 30 Juni 2012. Pada tanggal 28 Juni 2012 terdapat pembayaran oleh CV.Air Murni atas penyerahan tanggal 2 Juni 2012. Dalam hal CV.Gunung Muria menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada tanggal 30 Juni 2012 yang meliputi seluruh penyerahan yang terjadi pada bulan Juni 2012.

C. Saat Pembuatan Faktur Pajak

Faktur Pajak harus dibuat pada (Sukarji, 2010:89) :

a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak ;

b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak ;


(28)

c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebahagian tahap pekerjaan ; atau

d. Saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

D. Ketentuan Faktur Pajak Yang Dibetulkan

Faktur Pajak yang dibetulkan adalah antara lain, Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan. Termasuk dalam pengertian salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan adalah, antara lain adanya penyesuaian Harga Jual akibat berkurangnya kuantitas atau kualitas Barang Kena Pajak yang wajar terjadi pada saat pengiriman. Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Maksudnya adalah Faktur Pajak memenuhi persyaratn formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau


(29)

penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material. Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. Dalam hal Faktur Pajak telah dibuat, maka orang pribadi atau badan harus menyetorkan jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas Negara (Sumarsan, 2010:403).

E. Landasan Hukum PER-24/PJ/2012

1. UU Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) Pasal 13 ayat (8) Nomor 42/2009

Dalam Undang-Undang ini diatur tentang Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak diatur dengan/berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Pasal 13 PMK 84/PMK.03/2012

Dalam peraturan ini diatur tentang Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

3. Per Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012

Dalam Peraturan Per DJP ini mengatur tentang keterangan Faktur Pajak (Nomor Seri Faktur Pajak).


(30)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. Prosedur Sistem Penomoran Faktur Pajak Terbaru Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota akan mulai diberlakukan

sistem penomoran Faktur Pajak yang baru per 1 April 2013 kepada Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P) yang telah dikukuhkan oleh masing-masing tempat Kantor Pelayanan Pajak domisili usaha dari Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) berada.adapun Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) harus mengajukan surat permohonana Kode Aktivasi dan Password sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Peraturan Per-24-PJ-2012 yang akan diberlakukan mulai April 2013. Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password harus diisi dengan lengkap dan disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) dikukuhkan. Sedangkan Kode Aktivasi dan Password ke Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P ) dalam hal Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P ) memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Pengusaha Kena Pajak (P.K.P ) telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P ) oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P ) terdaftar berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang verifikasi menyatakan Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P ) tetap dikuuhkan ; atau

b. Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P ) telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012.


(31)

Selanjutnya dalam hal Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P ) memenuhi syarat seperti di atas , maka dari hasil data yang diperoleh adalah:

a. Menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan kemudian dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat Pnegusaha Kena Pajak ( P.K.P) ; dan

b. Mengirimkan Password melalui surat elektronik (email) ke alamat Pengusaha Kena Pajak ( P.K.P ) dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang dimaksud sebagaimana dalm Peraturan PER-24/PJ/2012 adalah:

a. 2 (dua) digit Kode Transaksi b. 1 (satu) digit Kode Status

c. 13 ( tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Selanjutnya dari Password dan Kode Aktivasi yang diberikan maka surat pemberitahuan tersebut dibuat dalam rangkap 2 ( dua) yang masing-masing berikut:

a. Lembar ke-1 disampaikan kepada P.K.P.

b. Lembar ke-2 untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.


(32)

a. Berdasarkan Per-13/65

Aturan Nomor Faktur Pajak yaitu 16 digit yang terdiri atas • 3 ( tiga) digit kode transaksi dan status

• 3 (tiga) digit kode cabang • 2 (dua) digit kode tahun

• 8 (delapan) digit nomor seri, yang ditentukan oleh P.K.P sendiri. b. Berdasarkan Per-24/2012

Dalam aturan ini, Penomoran Faktur Pajak tediri atas: • 3 (tiga) digit kode transaksi dan status

• 13 (tigabelas) digit ditentukan oleh sistem DJP, termask kode tahun akan dicreate oleh sistem DJP dan kode cabang dihapus.

Dari data di atas dapat kita lihat perbedaan penomoran Faktur Pajak antara Peraturan Per-13/65 dengan Per-24/2012 sangat jelas sekali, bahwa penomoran 13 digit berikutnya ditentukan oleh sistem DJP. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk Pengendalian ( Controlling) atas penerimaan negara sehingga pajak yang berjumlah trilyunan dapat terselamatkan. Dengan kata lain, pajak yang terselamatkan akan menjadi sumber penerimaan negara yang jumlah kontribusinya paling besar untuk belanja negara dan keperluan pemerintahan lainnya seperti yang dikatakan dalam Perpajakan Indonesia ( Setyawan, 2009:1).

Sedangkan Nomor Seri Faktur Pajak hanya dapat diberikan kepada P.K.P yang:

a. Telah dilakukan registrasi ulang P.K.P sesuai dengan Per-05 dan perubahannya atau telah dilakukan verifikasi dalam rangka pengukuhan P.K.P.


(33)

b. Telah melakukan update alamat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, apabila terjadi perubahan alamat.

c. Telah mengajukan surat permohonan kode aktivasi dan password. d. Telah menerima surat pemberitahuan kode aktivasi dari KPP. e. Telah menerima pemberitahuan password melalui e-mail. f. Telah mengajukan surat permintaan nomor seri faktur pajak.

g. Telah memasukkan kode aktivasi dan password dengan benar pada saat mengajukan permintaan nomor seri faktur pajak.

h. Telah menyampaikan SPT masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir berturut-turut yang telah jatuh tempo pada tanggal surat permohonan nomor seri faktur pajak disampaikan ke KPP.

Sedangkan Jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang dapat diberikan kepada P.K.P oleh DJP adalah:

a. Perhitungannya by system

b. Nomor Seri yang dapat diberikan paling banyak:

• 75 Nomor Seri untuk PKP baru atau PKP yang melaporkan SPT nya secara manual/hardcopy ; atau

• 120% dari jumlah Faktur Pajak yang diterbitkan PKP selama 3 bulan berturut-turut yang telah jatuh tempo pada saat pengajuan permintaan untuk PKP yang melaporkan SPT nya secara elektronik pada masa sebelumnya.

c. Dalam hal yang diminta PKP < dari formula/ketentuan maka PKP akan menerima sejumlah yang diminta


(34)

B. Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Penomoran Faktur Pajak

Menurut dari hasil data dan wawancara yang dilakukan pada saat riset/pengambilan data, maka terjadinya perubahan penomoran Faktur Pajak adalah sebagai berikut:

• Sistem Pengaturan Faktur Pajak, dimana kalau berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Per-24/2012 akan ditentukan oleh sistem DJP sehingga penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh P.K.P bisa diatasi atau denga kata lain ada tindakan pengawasan dan pengendalian oleh DJP.

• Keterangan Yang Sebenarnya, dalam hal ini PKP harus mengisi dan memuat secara lengkap tentang keterangan penjualan barang atau pembelian, alamat (apabila ada perubahan selanjutnya juga harus dilaporkan) dan jenis barang/jasa yang dilakukan oleh PKP.

• Penggunaan Kode Transaksi, sampai saat ini masih banyak PKP dan wajib pajak Orang pribadi (OP) yang belum memahami pengisian Faktur Pajak dengan Kode Transaksi khususnya Kode 02 dan 03. Dengan penegasan Kode 02 yaitu untuk bendahara pemerintah dan Kode 03 untuk BUMN dan KPS yang digunakan untuk penyerahan yang PPN nya dipungut oleh Pemungut PPN.

• Penunjukkan dan Penandatanganan Faktur Pajak, dalam hal ini penandatanganan Faktur Pajak diatur oleh pejabat/pegawai yang berhak menandatanganai Faktur Pajak dan PKP wajib memberitahukan ke KPP surat penunjukkan penandatanganan Faktur Pajak dan melampirkan foto copy kartu identitas yang sah (dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang). Sedangkan dalam Peraturan yang lama dalam Per-65/PJ/2010 PKP tidak disyaratkan melampirkan fotocopy kartu identitas yang sah.


(35)

C. Fungsi Kode Pada Penomoran Faktur Pajak

Dalam Peraturan Per-65/2010 Penomoran Faktur Pajak yang terdiri atas: a. 3 (tiga) digit merupakan Kode Transaksi dan Status

b. 3 (tiga) digit merupakan Kode Cabang c. 2 (dua) digit merupakan Tahun Penerbitan d. 8 (delapan) digit merupakan Nomor Urut

Kode Transaksi merupakan kode yang digunakan untuk setiap penyerahan yaitu sebagai berikut:

Kode 01: digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN.

Kode 02: digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah. Kode 03: digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN lainnya ( selain Bendahara

Pemerintah).

Kode 04: digunakan untuk penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain Pemungut PPN

Kode 05: tidak digunakan lagi sejak 1 April 2010

Kode 06: digunakan untuk penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPN, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing). Kode 07: digunakan untuk penyerahan PPN atau PPN dan PPnBM nya tidak dipungut

selain Pemungut PPN penyerahan yang PPN atau PPN dan PPnBM nya ditanggung Pemerintah (DTP) kepada selain Pemungut PPN, dan penyerahan ke Kawasan Bebas/Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).


(36)

Kode 08: digunakan untuk penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan PPnBM kepada selain Pemungut PPN.

Sedangkan Kode Status diisi dengan ketentuan sebagai berikut: a. 0 (Nol) untuk status normal ;

b. 1 (Satu) untuk status penggantian.

Selanjutnya untuk Kode Cabang adalah sesuai dengan jumlah cabang yang dimiliki oleh Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) dan biasanya kode cabang ini sesuai dengan digit ketiga terakhir dari nomor NPWP. Sedangkan untuk Tahun Penerbitan pada Faktur Pajak adalah dengan pencantuman dua digit terakhir dari tahun diterbitkannya Faktur Pajak, contoh tahun 2010 ditulis ‘10’.

Untuk Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan anatara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak, Faktur Pajak yang tidak diisi dengan keterangan identitas pembeli BKP/JKP. Sedangkan untuk Penerbitan Faktur Pajak dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada setiap awal tahun takwim, yaitu Masa Pajak Januari secara berurutan, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 00000001 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Bila sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya, Nomor Urut telah habis digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak, maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 00000001 (satu). Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-24/PJ/2012 untuk P.K.P Toko Khusus retail, Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk Penomoran Faktur Pajak Khusus yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada orang pribadi pemegang paspor


(37)

luar negeri diatur secara tersendiri mengikuti kertentuan yang mengatur tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri. Sedangkan untuk Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk Penomoran Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak mengikuti ketentuan penomoran Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak ini. Terhitung sejak tanggal 1 April 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Sedangkan untuk Permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dapat diajukan oleh P.K.P mulai tanggal 1 Maret 2013. Tetapi untuk Peraturan Direktorat Jenderal Pajak tentang Penomoran Faktur Pajak yaitu 13 (tiga belas) digit ditentukan oleh sistem DJP dan tidak lagi ditentukan oleh P.K.P sendiri. Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tidak lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Untuk lebih jelasnya lagi, penulis menyajikan data selengkapnya pada lampiran.

Renteng mengandung arti berendeng atau beruntun-runtun (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Istilah ini digunakan untuk sesuatu yang berurutan. Kata renteng biasanya disatukan dengan kata lain untuk memberikan pengertian baru sesuai dengan kata yang diikutinya. Seperti yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu tanggung jawab secara renteng. Tidak ada definisi resmi yang dapat dipakai sebagai rujukan dalam menjelaskan kata ini. Untuk kepentingan


(38)

beban tanggung jawab secara beruntun kepada pihak berikutnya sesuai urut-urutan. Paling tidak diperlukan dua pihak untuk dapat terlaksananya tanggung jawab renteng.

Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (selanjutnya ditulis UU PPN 1984 perubahan ketiga), tanggung jawab secara renteng tercantum dalam Pasal 16F. Selengkapnya berbunyi sbb:

Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar (Sukarji, 2010:220).

Penjelasannya menyatakan demikian:

Sesuai dengan prinsip beban pembayaran PPN yang melekat pada pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.

Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa pembeli, yang sesuai dengan karakteristik PPN sebagai pajak atas konsumsi merupakan pemikul beban pajak sesungguhnya, dibebani tanggung jawab secara renteng apabila:


(39)

2. pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.

Dengan demikian, tanggung jawab secara renteng pada konteks Pasal 16F adalah pelimpahan beban tanggung jawab pembayaran ke Kas Negara atas pajak terutang, yang timbul akibat penyerahan barang kena pajak (Pasal 4 huruf a) atau penyerahan jasa kena pajak (Pasal 4 huruf c), kepada pembeli yang mestinya menjadi tanggung jawab penjual sebagai akibat pajak terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual dan pembeli tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak.

Ketentuan ini berlaku terhadap objek pajak berdasarkan Pasal 4 huruf a dan huruf c dimana yang menjadi subjek pajak dalam arti yang bertanggung jawab terhadap pembayaran ke Kas Negara berada pada pihak penjual.

Ilustrasi:

PT ABC telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang bergerak dalam bidang perdagangan besar komputer, pada tanggal 20 April 2010 menyerahkan 10 unit komputer kepada PT XYZ dengan total Harga Jual Rp70.000.000,00. Atas penyerahan ini terutang PPN sebesar 10% x Rp70.000.000= Rp7.000.000. Mekanisme umum yang diatur dalam UU PPN 1984 atas transaksi tersebut adalah:


(40)

- lembar pertama diberikan kepada PT XYZ sebagai bukti beban pajak yang seharusnya dibayar;

- lembar kedua menjadi arsip PT ABC sebagai bukti pemungutan pajak.

3. PT ABC wajib menyetor pajak yang dipungut untuk setiap Masa Pajak ke Kas Negara. 4. PT XYZ wajib membayar pajak terutang tersebut kepada PT ABC.

5. Bagi PT XYZ, Faktur Pajak tersebut merupakan bukti formil bagi pengreditan pajak dalam suatu Masa Pajak.

Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 16F, apabila PT XYZ tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar maka PT XYZ dibebani tanggung jawab secara renteng atas pajak dimaksud. Sesuai dengan UU KUP perubahan kedua (UU Nomor 16 Tahun 2000), Pasal 33 yang berbunyi:

Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar.

Penjelasannya:

Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggungjawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan


(41)

pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pembeli jasa.

Dalam perubahan ketiga UU KUP yaitu UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai berlaku 1 Januari 2008, Pasal 33 ini dihapus. Namun dalam UU PPN 1984 perubahan ketiga yang mulai berlaku 1 April 2010 ketentuan mengenai tanggung renteng ini dihidupkan kembali. Akan diuraikan di bawah ini implikasi dari masing-masing kondisi berkaitan dengan tanggung jawab renteng.

1) Tidak diterbitkan faktur pajak oleh penjual

Faktur pajak yang tidak diterbitkan oleh penjual padahal atas transaksi itu terutang pajak berdasarkan hasil pemeriksaan fiskus dapat menimbulkan implikasi yang berbeda bagi penjual dan bagi pembeli. Apabila faktur pajak tidak diterbitkan oleh penjual, ini berarti atas transaksi itu menurut penjual tidak terutang pajak dan sah berdasarkan undang-undang sampai ditemukan bukti bahwa transaksi ini terutang pajak. Akibat kesalahan penjual ini, fiskus dapat menerbitkan surat ketetapan pajak untuk menagih pajak terutang yang semestinya dipungut ditambah sanksi administrasi kepada penjual. Meskipun PPN adalah beban pembeli tetapi akibat kesalahan materil penentuan pajak terutang oleh penjual, atas pajak yang semestinya terutang itu akan menjadi beban penjual. Ini konsekuensi dari karakteristik PPN sebagai pajak tidak langsung dimana fungsi penetapandilekatkan pada penjual.

Bagi pembeli, karena tidak diterbitkan faktur pajak maka atas transaksi ini tidak terutang pajak meskipun dikemudian hari ditemukan bukti bahwa transaksi itu terutang pajak. Pembeli tidak mungkin dibebani pembayaran pajak apabila tidak diterbitkan faktur pajak. Karena pembeli tidak dibebani kewajiban materil dalam menentukan suatu pembelian


(42)

a) Pembeli tidak mengetahui dan tidak ada kewajiban dalam undang-undang untuk mengetahui kondisi hukum penjual apakah pengusaha kena pajak atau bukan;

b) Tidak ada kewenangan bagi pembeli untuk menerbitkan faktur pajak atau mekanisme penetapan lainnya yang diatur undang-undang sebagai sarana untuk melakukan pembayaran pajak terutang sekiranya penjual tidak menerbitkan faktur pajak atas penyerahan yang mestinya terutang.

Dengan demikian selama penjual tidak menjalankan fungsi penetapan pajak (dalam bentuk menerbitkan faktur pajak) maka ini berarti tidak pernah ada utang pajak yang timbul bagi pembeli dari sudut pandang pembeli.

2) Diterbitkan faktur pajak oleh penjual tetapi tidak atau belum dibayar oleh pembeli. Tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar bisa juga berarti bahwa faktur pajak telah diterbitkan tetapi pembeli belum atau tidak membayar pajak terutang yang tercantum dalam faktur pajak. Pembeli memang wajib membayar pajak yang terutang yang tercantum dalam faktur pajak kepada penjual. Tetapi kewajiban membayar pajak ini sederajat dengan kewajiban membayar harga barangnya pada penjual.

Faktur pajak didefinisikan dalam Pasal 1 angka 23 UU PPN 1984 perubahan ketiga sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Dari definisi itu maka jelas bahwa apabila telah diterbitkan faktur pajak maka utang pajak berada di pihak yang memungut yaitu penjual. Maka ke penjuallah selayaknya tanggungjawab pembayaran itu dialamatkan. Ketika faktur pajak diterbitkan, muncul utang piutang antara penjual dan Negara.

Bagi pembeli, faktur pajak bukan bukti pembayaran tetapi bukti beban pajak. Sebagaimana tersirat dalam definisi mengenai Pajak Masukan dalam Pasal 1 angka 24 yaitu:


(43)

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.

Frasa PPN yang seharusnya sudah dibayarpada definisi Pajak Masukan menunjukkan beban. Maka faktur pajak itu bukan bukti pembayaran pajak tetapi bukti beban pajak yang harus dipikul pembeli atas pembelian barang atau jasa yang terutang pajak. Pelunasan beban pajak ini dilakukan dengan pembayaran kepada penjual.

Tentu timbul pertanyaan bukti seperti apa yang dapat diterima sebagai bukti bahwa pajak telah dibayar kepada penjual? Adakah ketentuan dalam undang-undang pajak yang mengatur jatuh tempo pembayaran pajak oleh pembeli kepada penjual? Dapatkah pembeli membayar langsung ke Kas Negara setelah menerima faktur pajak dari penjual dan kepadanya diberikan SSP sebagai bukti pembayaran? Adakah ketentuan yang mengatur pengalihan utang piutang biasa antara pembeli dan penjual ke dalam utang pembeli kepada negara dalam undang-undang pajak, kaitannya dengan pajak terutang ini? Jika pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa dijawab oleh seperangkat peraturan perundang-undangan pajak kita maka terdapat banyak missing linkuntuk sampai pada tanggung jawab renteng.

Di samping itu, jika pembeli tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak yang tercantum dalam faktur pajak telah dibayar dan untuk itu diterbitkan surat ketetapan pajak beserta sanksinya maka akan terjadi pemajakan ganda untuk satu objek pajak. Pembeli, disamping harus melunasi utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak yang merupakan


(44)

ranah hukum publik, juga harus melunasi pajak yang tercantum dalam faktur pajak kepada penjual yang merupakan ranah hukum perdata untuk satu peristiwa hukum.

Ilustrasi:

PT ABC telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang bergerak dalam bidang perdagangan besar komputer, pada tanggal 20 April 2010 menyerahkan 10 unit komputer kepada PT XYZ dengan total Harga Jual Rp70.000.000,00. Atas penyerahan ini terutang PPN sebesar 10% x Rp70.000.000= Rp7.000.000. Mekanisme umum yang diatur dalam UU PPN 1984 atas transaksi tersebut adalah:

1. PT ABC menerbitkan Faktur Pajak untuk memungut PPN sebesar Rp7.000.000. 2. Faktur Pajak terdiri dari dua lembar, yaitu:

- lembar pertama diberikan kepada PT XYZ sebagai bukti beban pajak yang seharusnya dibayar;

- lembar kedua menjadi arsip PT ABC sebagai bukti pemungutan pajak.

3. PT ABC wajib menyetor pajak yang dipungut untuk setiap Masa Pajak ke Kas Negara. 4. PT XYZ wajib membayar pajak terutang tersebut kepada PT ABC.

5. Bagi PT XYZ, Faktur Pajak tersebut merupakan bukti formil bagi pengreditan pajak dalam suatu Masa Pajak.

Lain halnya dalam PPN, khususnya pada pasal-pasal yang menerapkan karakteristik Pajak Tidak Langsung, antara pemikul beban pajak dan penanggungjawab pembayaran ke Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak adalah konsumen sedangkan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara adalah penjual. Seperti pada ilustrasi di atas, Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT ABC adalah bukti pungutan atas PPN terutang yang timbul ketika menjual 10 unit komputer. Selanjutnya penjual wajib menyetorkan setiap pajak yang dipungut


(45)

dalam setiap Masa Pajak ke Kas Negara. Kewajiban pembeli adalah membayar pajak terutang yang tercantum dalam faktur pajak kepada penjual. Dan faktur pajak itu bagi pembeli adalah bukti beban pajak.


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan Analisis dan evaluasi atas ruang l ingkup permasalahan , maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Penomoran Baru Faktur Pajak PER-24/PJ/2012 melalui pemberian nomor seri Faktur Pajak, dimana bentuk dan tata cara nya ditentukan oleh DJP dan tidak lagi dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) sendiri lagi.

2. Perhitungan pemberian jumlah nomor seri yang diperbolehkan adalah By System. Artinya sistem perhitungan berdasarkan ketentuan dari Direktorat Jenderal Pajak. 3. Bentuk dan Ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan /kebutuhan

P.K.P. Artinya P.K.P dapat melaporkan ke tempat Pengusaha Kena Pajak tersebut dan membuat permohonan Faktur Pajak sesuai dengan jenis dan tingkatan usahanya.

4. Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama P.K.P atau pejabat/pegawai yang berwenang menandatangani Faktur Pajak, dimana P.K.P dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani Faktur Pajak.

5. Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam penulisan, atau salah pengisian atau pun yang hilang. Baik P.K.P yang menerbitkan atau pihak yang menerima Faktur Pajak dapat menerbitkan Faktur Pajak Pengganti dan dapat membuat fotocopy dari arsip Faktur Pajak.


(47)

B. Saran

Saran yang dapat diambil dari hasil Analisis dan Evaluasi adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan Peranan Fiskus Pajak yang berwenang dalam mengendalikan penomoran

Faktur Pajak dapat meningkatkan penerimaan pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai.

2. P.K.P diharapkan mampu melaksanakan peraturan perpajakan, agar tidak dikenai sanksi atau pun denda sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan.

3. Pegawai Pajak khususnya di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota mampu bekerja sama dengan Mahasiswa khususnya dengan USU dalam membantu proses kerja pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota dalam mensosialisasikan Faktur Pajak baru PER-24/PJ/2012.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk , Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Dalam Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.

Setyawan, setu, Drs., M.M. 2009. Perpajakan Indonesia. UMM Press. Malang

Thomas Sumarsan, SE., M.M. 2010. Perpajakan Indonesia : Pedoman Perpajakan Yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru. PT Indeks. Jakarta


(49)

(1)

ranah hukum publik, juga harus melunasi pajak yang tercantum dalam faktur pajak kepada penjual yang merupakan ranah hukum perdata untuk satu peristiwa hukum.

Ilustrasi:

PT ABC telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang bergerak dalam bidang perdagangan besar komputer, pada tanggal 20 April 2010 menyerahkan 10 unit komputer kepada PT XYZ dengan total Harga Jual Rp70.000.000,00. Atas penyerahan ini terutang PPN sebesar 10% x Rp70.000.000= Rp7.000.000. Mekanisme umum yang diatur dalam UU PPN 1984 atas transaksi tersebut adalah:

1. PT ABC menerbitkan Faktur Pajak untuk memungut PPN sebesar Rp7.000.000. 2. Faktur Pajak terdiri dari dua lembar, yaitu:

- lembar pertama diberikan kepada PT XYZ sebagai bukti beban pajak yang seharusnya dibayar;

- lembar kedua menjadi arsip PT ABC sebagai bukti pemungutan pajak.

3. PT ABC wajib menyetor pajak yang dipungut untuk setiap Masa Pajak ke Kas Negara. 4. PT XYZ wajib membayar pajak terutang tersebut kepada PT ABC.

5. Bagi PT XYZ, Faktur Pajak tersebut merupakan bukti formil bagi pengreditan pajak dalam suatu Masa Pajak.

Lain halnya dalam PPN, khususnya pada pasal-pasal yang menerapkan karakteristik Pajak Tidak Langsung, antara pemikul beban pajak dan penanggungjawab pembayaran ke Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak adalah konsumen sedangkan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara adalah penjual. Seperti pada ilustrasi di atas, Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT ABC adalah bukti pungutan atas PPN terutang yang timbul ketika menjual 10 unit komputer. Selanjutnya penjual wajib menyetorkan setiap pajak yang dipungut


(2)

dalam setiap Masa Pajak ke Kas Negara. Kewajiban pembeli adalah membayar pajak terutang yang tercantum dalam faktur pajak kepada penjual. Dan faktur pajak itu bagi pembeli adalah bukti beban pajak.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan Analisis dan evaluasi atas ruang l ingkup permasalahan , maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Penomoran Baru Faktur Pajak PER-24/PJ/2012 melalui pemberian nomor seri Faktur Pajak, dimana bentuk dan tata cara nya ditentukan oleh DJP dan tidak lagi dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (P.K.P) sendiri lagi.

2. Perhitungan pemberian jumlah nomor seri yang diperbolehkan adalah By System. Artinya sistem perhitungan berdasarkan ketentuan dari Direktorat Jenderal Pajak. 3. Bentuk dan Ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan /kebutuhan

P.K.P. Artinya P.K.P dapat melaporkan ke tempat Pengusaha Kena Pajak tersebut dan membuat permohonan Faktur Pajak sesuai dengan jenis dan tingkatan usahanya.

4. Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama P.K.P atau pejabat/pegawai yang berwenang menandatangani Faktur Pajak, dimana P.K.P dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani Faktur Pajak.

5. Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam penulisan, atau salah pengisian atau pun yang hilang. Baik P.K.P yang menerbitkan atau pihak yang menerima Faktur Pajak dapat menerbitkan Faktur Pajak Pengganti dan dapat membuat fotocopy dari arsip Faktur Pajak.


(4)

B. Saran

Saran yang dapat diambil dari hasil Analisis dan Evaluasi adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan Peranan Fiskus Pajak yang berwenang dalam mengendalikan penomoran

Faktur Pajak dapat meningkatkan penerimaan pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai.

2. P.K.P diharapkan mampu melaksanakan peraturan perpajakan, agar tidak dikenai sanksi atau pun denda sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan.

3. Pegawai Pajak khususnya di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota mampu bekerja sama dengan Mahasiswa khususnya dengan USU dalam membantu proses kerja pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota dalam mensosialisasikan Faktur Pajak baru PER-24/PJ/2012.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk , Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Dalam Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.

Setyawan, setu, Drs., M.M. 2009. Perpajakan Indonesia. UMM Press. Malang

Thomas Sumarsan, SE., M.M. 2010. Perpajakan Indonesia : Pedoman Perpajakan Yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru. PT Indeks. Jakarta


(6)