Penelitian Faktur Pajak Sebagai Upaya Untuk Menghindari Penyalahgunaan Dalam Pemberian Restitusi Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
PENELITIAN FAKTUR PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MENGHINDARI PENYALAHGUNAAN DALAM PEMBERIAN RESTITUSI PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
MEDAN POLONIA O
L E H
NAMA : IKA PETRESIA HUTABARAT NIM : 082600046
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(2)
(3)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK DIPRESENTASIKAN OLEH :
NAMA : IKA PETRESIA HUTABARAT
NIM : 082600046
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN
JUDUL : PENELITIAN FAKTUR PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK
MENGHINDARI PENYALAHGUNAAN DALAM PEMBERIAN RESTITUSI PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN POLONIA
Ketua Program Diploma III Dosen Pembimbing Supervisor
Administrasi Perpajakan an. Ka. Sub Bag. Umum
(Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si) (Drs. Bastari M, MM, BKP) (Drs. Korpen Damanik) NIP: 19560831 198601 1 001 NIP: 19551120 197603 1 002
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP : 19680525 199203 1 002
(4)
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini yang berjudul PENELITIAN FAKTUR
PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MENGHINDARI
PENYALAHGUNAAN DALAM PEMBERIAN RESTITUSI PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA. Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini penulis banyak menerima bantuan, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu sehingga terwujudnya penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
(6)
3. Bapak Drs. Bastari M., MM, BKP, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini. 4. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Administrasi Perpajakan FISIP USU
yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi.
5. Bapak Kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia Bapak Korpen Damanik beserta Staf Karyawan Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia antara lain Bapak Rahmanto, Bapak Joko, Bang Anthony Sidabutar, Bang Yani Lapian Siregar, dan Bang Saepuddin Zuhri yang telah meluangkan waktu sebagai narasumber dalam pemberian data-data yang diperlukan selama masa pengambilan data PKLM.
6. Teristimewa rasa hormat dan terima kasih kepada yang tercinta orang tua penulis, Marolop Hutabarat dan Hetty Lilis Sitanggang dan adik-adikku Vanesia, Rully, dan Nadya yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini.
7. Sahabat-sahabat yang kukasihi Yossi, Dewanti, Agustina, Lusiana, Lestari, dan Martha yang telah memotivasi, membantu dalam menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, serta memberikan dukungan doa dan kebersamaan yang telah kita lalui selama ini.
8. Teman-teman yang sama-sama berjuang selama pengambilan data PKLM pada KPP Pratama Medan polonia antara lain Regiyan Utami Damanik, Isabella
(7)
Nainggolan, dan Putri yang saling memberikan semangat dalam penyusunan laporan PKLM ini.
9. Teman-teman seangkatan Administrasi Perpajakan stambuk 08 yang telah menemani penulis hingga selesai perkuliahan.
10. Serta semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya yang telah banyak membantu dan mendukung penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri selama ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan, wawasan, serta pengalaman yang dimiliki oleh penulis yang menyebabkan penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini masih jauh dari kesempurnaan dan mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan ini. Semoga karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang perpajakan.
Medan, Juni 2011 Penulis
Ika Petresia Hutabarat NIM : 082600046
(8)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4
C. Uraian Teoritis ... 6
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9
F. Metode Pengumpulan Data ... 11
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri 12 BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 14
B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 22
C. Tugas dan Fungsi Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 25
BAB III. GAMBARAN DATA PRAKTIK A. Objek Pajak Pertambahan Nilai ... 29
B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai ... 30
(9)
D. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ... 33
E. Saat terutang Pajak dan Tempat Terutang Pajak ... 34
F. Faktur Pajak... 35
G. Mekanisme Pengadaan Faktur Pajak ... 36
H. Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ... 38
I. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan ... 39
BAB IV. ANALISA DAN EVALUASI A. Proses Pemberian Restitusi PPN Sampai Penerbitan SKPLB Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 41
1. Proses Pemberian Restitusi PPN ... 41
2. Pelaksanaan Pemberian PPN di KPP Pratama Medan Polonia .. 48
B. Pentingnya Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Pemberian Restitusi PPN……….. 52
1. Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran Pajak ………….. 52
2. Pentingnya Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Pemberian Restitusi PPN………. 57
C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Dalam Melakukan Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Restitusi……….. 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang pemungutannya didasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 A. Mengumpulkan dana pembangunan melalui pajak sebagai penerimaan dalam negeri akan mencerminkan kemandirian negara Indonesia untuk melaksanakan pembangunan yang lebih terjamin. Usaha untuk mencapai target penerimaan pajak bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kerja keras, kesadaran akan hak dan kewajiban, serta kedisiplinan dari seluruh aparatur perpajakan di bawah Direktorat Jenderal Pajak. Namun untuk tercapainya target tersebut juga tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan wajib pajak. Untuk itu perlu diusahakan peningkatan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya. Masyarakat harus menyadari bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan merupakan salah satu perwujudan kewajiban negara yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Kita mengenal beberapa jenis pajak yang salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 4, Pengusaha adalah
(11)
orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Adapun pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 5 adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Penyerahan BKP atau JKP dilakukan oleh setiap PKP. Sebagaimana kita ketahui bahwa keunggulan sistem PPN adalah adanya mekanisme pengkreditan antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Atas penyerahan barang atau jasa yang terutang pajak tersebut wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi. Faktur Pajak ini berfungsi sebagai bukti pemungutan yang bagi pengusaha yang dipungut dapat diperhitungkan (dikreditkan) dengan jumlah pajak terutang. Tujuan dari adanya pengkreditan ini adalah untuk menghilangkan adanya efek berganda dari pungutan pajak.
Dalam pelaksanaan mekanisme pengkreditan PPN yaitu antara pajak yang dipungut dengan yang tidak dibayar dapat timbul selisih pajak kurang bayar atau lebih bayar. Selisih pajak kurang bayar adalah dimana Pajak Masukan (pajak yang dibayar) lebih kecil dari Pajak Keluaran (pajak yang dipungut). Sebaliknya, dikatakan lebih bayar berarti Pajak Masukan (pajak yang dibayar) lebih besar dari Pajak Keluaran (pajak yang dipungut) pada waktu penyerahan. Maka, atas
(12)
kelebihan bayar tersebut, PPN dapat dikembalikan atau yang disebut dengan restitusi. Pemberian restitusi PPN kepada PKP harus dilakukan dengan cepat sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Peningkatan pelayanan tersebut sudah selayaknya tidak mengurangi bahkan meninggalkan kewaspadaan sebagai upaya untuk mengamankan dan juga menghindari penyalahgunaan dalam pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sejalan dengan pemberian keputusan restitusi maka penulisan Faktur Pajak juga sangat penting dan harus diperhatikan karena berguna untuk menentukan apakah jumlah pajak terutang dapat diberikan atau tidak sebagai restitusi. Selain itu juga untuk mencegah bahkan menghindari seminimal mungkin adanya penyalahgunaan Faktur Pajak dalam pemberian restitusi. Dengan demikian diharapkan pemberian restitusi hanyalah diberikan kepada mereka yang dalam hal ini adalah PKP yang benar-benar telah menyetorkan PPN-nya ke Kas Negara sehingga nantinya dapat menghindari banyaknya ketidaktelitian atas pelaksanaan restitusi PPN dalam melaksanakan penelitian Faktur Pajak baik formal maupun materil serta jawaban atas permintaan konfirmasi.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas maka penulis tertarik untuk memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia sebagai tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dan membuat laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan judul “Penelitian Faktur Pajak Sebagai Upaya Untuk Menghindari Penyalahgunaan Dalam Pemberian Restitusi Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia”.
(13)
B.TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) oleh mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan PKLM, yaitu :
1. Untuk mengetahui proses pemberian restitusi PPN sampai penerbitan SKPLB di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
2. Untuk mengetahui pentingnya penelitian terhadap Faktur Pajak dalam pemberian restitusi PPN
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam melakukan penelitian terhadap Faktur Pajak dalam restitusi
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 2.1.Bagi Mahasiswa
a. Menganalisis pengetahuan yang diperoleh mahasiswa dalam perkuliahan dalam bentuk teori khususnya tentang pengetahuan perpajakan dan mengaplikasikan ke dalam permasalahan kehidupan yang nyata
b. Menambah pengalaman kerja dan mengetahui cara praktik kerja yang sesungguhnya di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
c. Melatih mahasiswa berkomunikasi dan berinteraksi dalam lingkungan dunia kerja yang dihadapi
(14)
d. Membentuk mahasiswa menjadi pekerja yang mempunyai integritas yang tinggi terhadap instansi tempat dimana mahasiswa tersebut bekerja, baik terhadap sesama rekan kerja maupun kepada atasan didalam pekerjaan e. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyebab
penyalahgunaan Faktur Pajak dalam pemberian restitusi PPN
f. Untuk mengetahui tata cara pemberian restitusi PPN pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
g. Memahami dan mengetahui upaya pemecahan masalah terhadap masalah yang timbul dalam pemberian restitusi
2.2.Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
a. Menambah hubungan kerja sama antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan instansi pemerintah khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam memberikan uji nyata praktik kerja
b. Menyediakan tes dunia kerja nyata bagi para lulusan
c. Menambah aplikasi yang nyata bagi kurikulum sebagai persyaratan akademis dalam memenuhi kelulusan bagi mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU Medan
d. Mendorong kemajuan alumni di masa mendatang dalam tingkatan sumber daya manusia, profesionalisme, wawasan, dan keterampilan dalam menerapkan ilmunya khususnya dalam bidang perpajakan
(15)
e. Mempertinggi pandangan masyarakat terhadap sumber daya manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan persepsi umum 2.3.Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
a. Mempererat hubungan kerja sama antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dengan lembaga pendidikan Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
b. Membantu pemerintah dalam mensosialisasikan pajak dengan efektif dan efisien
c. Memberi masukan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang khususnya ditujukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam upaya menghindari penyalahgunaan dalam pemberian restitusi pajak
C.URAIAN TEORITIS
Dalam suatu penelitian diperlukan adanya suatu teori-teori yang mendukung objek kajian yang akan didalami dalam pelaksanaan PKLM. Oleh karena itu perlu disusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir dari sudut mana masalah itu disoroti.
1. Pajak Pertambahan Nilai Sebagai Pengganti Pajak Penjualan
Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax) untuk pertama kali diperkenalkan oleh Carl Friedrich von Siemens, seorang industrialis dan konsultan pemerintah Jerman pada tahun 1919. Namun ironisnya justru pemerintah Perancis yang pertama kali menerapkan PPN dalam sistem perpajakannya pada tahun
(16)
1954, sedangkan Jerman baru menerapkannya pada awal tahun 1968. Indonesia baru mengadopsi PPN pada tanggal 1 April 1985 menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah berlaku di Indonesia sejak tahun 1951. (Sukardji, 2001:1)
Pajak Penjualan yang pemungutannya berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 19 tahun 1951 yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1953, sejak tanggal 1 April 1985 telah diganti oleh Pajak Pertambahan Nilai yang pemungutannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983. Dalam kurun waktu lebih dari tiga dasawarsa, Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 telah menunjukkan dedikasinya dalam pemungutan pajak atas konsumsi di Indonesia. Namun demikian, dalam rangka melaksanakan program reformasi (pembaharuan) Sistem Perpajakan Nasional tahun 1983, Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 akhirnya dinyatakan tidak berlaku dan diganti oleh Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Proses penggantian ini merupakan salah satu rangkaian perombakan sistem perpajakan nasional yang dikenal sebagai “Tax Reform 1983”. PPN menggantikan peranan PPn di Indonesia karena PPN memiliki beberapa karakter positif yang tidak dimiliki oleh PPn. Dalam perkembangan selanjutnya setelah dinilai dengan seksama, masyarakat Wajib Pajak dan administrasi pajak dipandang sudah siap untuk melaksanakan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Maka dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1985, UU Nomor 8 Tahun 1983 dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 April 1985.
(17)
2. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Apabila dilihat dari sejarahnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut secara tidak langsung atas konsumsi dalam negeri atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
3. Dasar Hukum
Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah antara lain dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
4. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai antara lain : a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung b. Pajak Objektif
(18)
c. Multi Stage Tax
d. Mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan Faktur Pajak e. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri f. Pajak Pertambahan Nilai bersifat netral
g. Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda
D.RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Adapun yang menjadi ruang lingkup PKLM adalah peranan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam melakukan upaya untuk menghindari penyalahgunaan dalam pemberian restitusi pajak.
Dalam hal ini mahasiswa mengharapkan mengetahui: 1. Proses pemberian restitusi PPN
2. Pentingnya penelitian terhadap Faktur Pajak dalam pemberian restitusi PPN 3. Pelaksanaan pemberian restitusi PPN di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia
4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam melakukan penelitian terhadap Faktur Pajak dalam restitusi
E.METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Adapun yang menjadi metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) antara lain :
1. Tahap Persiapan
Hal ini berkaitan dengan kegiatan pemilihan judul PKLM, pemilihan objek dan lokasi PKLM, penentuan judul PKLM oleh Ketua Program Diploma III
(19)
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, pengajuan proposal PKLM, dan surat pengantar PKLM dari fakultas.
2. Studi Literatur
Hal ini berkaitan dengan kegiatan mencari data informasi dengan membaca landasan teori, menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, artikel ilmiah baik dari majalah, surat kabar, internet, catatan-catatan, maupun bahasa tertulis yang ada hubungannya dengan laporan PKLM.
3. Observasi Lapangan
Hal ini merupakan kegiatan mencari data dan informasi dengan mengikuti PKLM di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia secara langsung untuk dapat mengetahui kondisi serta keadaan yang sebenarnya serta mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.
4. Pengumpulan Data
Hal ini merupakan kegiatan mengumpulkan data, keterangan, dan informasi mengenai penelitian Faktur Pajak sebagai upaya terhadap penyalahgunaan restitusi pajak yang berhubungan dengan penyusunan laporan PKLM.
(20)
Ada 2 jenis data dalam pengumpulkan data, yaitu :
a. Data Sekunder yaitu data yang bersumber dari buku-buku perpajakan, diktat perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b. Data Primer yaitu data yang bersumber dari orang yang berkompeten dan menguasai sebagai pengambil kebijakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
5. Analisa dan Evaluasi Data
Hal ini merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara menganalisa dan mengevaluasi data serta mengelompokkan data tersebut yang kemudian akan diinterpretasikan secara objektif, jelas, dan sistematis sehingga lebih mudah untuk menarik kesimpulan dari data tersebut.
F. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam melakukan pengumpulan data digunakan tiga metode, yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumen dengan menggunakan alat pengumpul data sebagai berikut:
1. Daftar Pertanyaan (Interview Guide)
Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan melakukan wawancara dan mengajukan pertanyaan kepada pegawai instansi yang berkompeten dan menambah objek yang berkaitan dengan kebutuhan untuk melengkapi laporan.
(21)
2. Daftar Observasi (Observation Guide)
Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan cara langsung maupun tidak langsung terjun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar, dan bila perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pihak instansi dengan pemberian arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada instansi dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang menjadi rahasia dan memiliki resiko yang tinggi.
3. Daftar Dokumentasi (Optional Guide)
Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan membuat daftar dokumentasi yang telah diperoleh dari instansi seperti Undang-Undang Perpajakan, lampiran formulir-formulir, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan data-data lain yang berhubungan dengan PKLM.
G.SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PRAKTIK KERJA
LAPANGAN MANDIRI
Adapun yang menjadi sistematika penulisan laporan PKLM : BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup PKLM, metode PKLM, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan laporan PKLM.
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
Dalam bab ini akan diberikan keterangan tentang sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, struktur
(22)
organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, uraian tugas pokok dan fungsi serta gambaran pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
BAB III GAMBARAN DATA PKLM
Dalam bab ini diuraikan tentang hal-hal yang menjadi dasar dari gambaran data yang berhubungan dengan penelitian terhadap Faktur Pajak untuk menghindari penyalahgunaan dalam pemberian restitusi PPN pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA
Dalam bab ini diuraikan mengenai penganalisaan data yang diperoleh dan kemudian mengadakan evaluasi serta memberikan interpretasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi rangkuman dari objek yang telah diteliti serta saran-saran yang membangun berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(23)
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
A.Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Sebelum tahun 1967, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inspeksi Pajak Medan dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No. 17 A 2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 30
A
Pada tahun 1978, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu hanya ada dua Kantor Pelayanan Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.
Pada tanggal 1 April 1979 Kantor Inspeksi Pajak di seluruh Indonesia diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Untuk wilayah Medan, Kantor Pelayanan Pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No. 17
A
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 30 A
Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK 01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor
(24)
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan, maka Kantor Pelayanan Pajak di Medan dibagi menjadi enam Kantor Pelayanan Pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan yang berlokasi di Jl. Asrama No. 7 Medan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No. 17 A Medan
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 30 Medan
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai yang berlokasi di Jl. Asrama No. 7 A Medan
5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 17 A Medan
6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 17 A Medan
Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia berdiri pada awal tahun 2002 yang mana merupakan pemecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat yang terletak di Jl. Suka Mulia dengan tujuan untuk mengembangkan kantor wilayah kerja.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia ini mencakup 5 kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Medan Maimun
2. Kecamatan Medan Polonia 3. Kecamatan Medan Baru 4. Kecamatan Medan Selayang
(25)
5. Kecamatan Medan Tuntungan
Sesuai dengan Surat Edaran No. SE-19/PJ/2007 tentang Persiapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama seluruh Indonesia tahun 2007-2008. Kantor Pelayanaan Pajak Pratama adalah jenis Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK/2006. Kantor Pelayanan Pajak Pratama terbagi menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Induk dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pecahan.
Pada 19 Mei 2008 keluar Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-95/PJ/2008 tentang Penerapan Organisasi, Tata Cara Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nanggroe Aceh Darussalam dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara. Berdasarkan surat-surat tersebut maka Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas pada bidang pelayanan, pengawasan administratif dan pemeriksaan sederhana Wajib Pajak untuk Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya. Surat Edaran No. SE-19/PJ/2007 tentang Persiapan Penerapan
(26)
Sistem Administatif Perpajakan Modern pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama seluruh Indonesia 2007-2008, sehubungan dengan rencana Penerapan Sistem Administrasi Modern (modernisasi) pada beberapa Kantor Wilayah DJP, Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia tahun 2007-2008, menyampaikan hal-hal yang perlu mendapat perhatian sebagai berikut:
a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sejenis Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/2006. Kantor Pelayanan Pajak Pratama dibagi menjadi dua bagian yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Induk dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pecahan. b. Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) adalah unit
vertikal sebagaimana terdapat pada peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/2006 yang berada dibawah dan tanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
c. Aplikasi Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) yang menggabungkan seluruh aplikasi perpajakan yang ada di DJP, yaitu Sistem Informasi Perpajakan (SIP), Sistem Informasi Objek Pajak (SISMIOP), Sistem Informasi Pajak Modifikasi (SIPMOD), dan SIDJP dalam versi sekarang. d. Konversi Data adalah kegiatan yang meliputi antara lain back up data dan
melengkapi kode KLU dan kode wilayah.
e. Migrasi Data adalah kegiatan menyesuaikan basis data yang ada dengan struktur basis data SIDJP.
(27)
1. Visi, Misi, dan Tujuan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia a. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah mewujudkan pelayanan pajak yang profesional dengan kinerja yang baik dan yang dapat dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di lingkungan Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia menetapkan visi sebagai berikut :
1. Meningkatkan bimbingan, koordinasi, dan pengawasan dalam wilayah wewenang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
2. Tercapainya pelayanan yang prima kepada Wajib Pajak
3. Optimalisasi kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi Wajib Pajak
4. Tercapainya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpengalaman, berkepribadian, dan berbudi pekerti yang baik
5. Tercapainya pelayanan yang prima
b. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Misi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah untuk meningkatkan penerimaan dan pendapatan negara melalui Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), dan pajak informasi yang baik dan senantiasa memperbaharui diri sesuai perkembangan aspirasi masyarakat dan tata tertib administrasi.
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi tersebut, maka diperoleh sasaran yang ingin dicapai oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yaitu :
(28)
1. Tercapainya penerimaan pajak
2. Terlaksananya Peraturan Perundang-undangan Perpajakan 3. Melakukan pemberkasan berkas-berkas Wajib Pajak dengan baik
4. Melakukan himbauan kepada Wajib Pajak agar memenuhi kewajiban perpajakan
5. Peningkatan sarana dan prasarana di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
6. Intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap subjek dan objek pajak 7. Melakukan update terhadap perubahan data Wajib Pajak
8. Melakukan in house training dan rapat pembinaan secara rutin c. Tujuan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu yaitu satu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun ke depan.
Dalam melaksanakan tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan, dan ekstensifikasi perpajakan
2. Penelitian dan penatausahaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Surat Pemberitahuan (SPT) Masa berkas Wajib Pajak
3. Pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), dan pajak tidak langsung lainnya
(29)
4. Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penghasilan, penagihan, penyelesaian keberatan, penatausahaan banding dan penyelesaian restitusi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), dan pajak tidak langsung lainnya
5. Terwujudnya pelayanan prima
6. Meningkatnya kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi
7. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan dan pelatihan yang intensif
8. Terselenggaranya sistem administrasi perpajakan yang modern 9. Terkoordinasinya kegiatan pengamatan penerimaan negara 10. Pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan 11. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak
12. Pembetulan Surat Ketetapan Pajak 13. Pengurangan sanksi pajak
14. Penyuluhan dan konsultasi perpajakan
15. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
2. Logo Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dan Arti Logo Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia menggunakan logo Direktorat Jenderal Pajak sebagai logo perusahaan, dikarenakan seluruh Kantor Pelayanan Pajak Pratama berada dibawah nungan Direktorat Jenderal Pajak.
(30)
Adapun logo dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut:
Arti dari lambang tersebut adalah: a. Keterangan Umum
Motto : Nagara Dana Rakca
Bentuk : Segilima dengan ukuran 5cm dan tinggi 7 cm
Tata warna : Biru kehitam-hitaman, kuning emas, putih, dan hijau b. Makna
1. Padi sebanyak 17 bulir berwarna kuning emas dan kapas sebanyak 8 butir dengan susunan 4 buah berlengkung 4 dan 4 buah berlengkung 5, dan berwarna putih dengan kelopak berwana hijau. Keduanya melambangkan cita-cita Indonesia sekaligus diberi arti tanggal lahirnya negara Republik Indonesia.
2. Sayap berwarna kuning emas melambangkan ketangkasan dalam menjalankan tugas.
3. Gada berwarna kuning emas melambangkan daya upaya menghimpun, mengarahkan, dan mengamankan keuangan negara.
(31)
4. Ruangan segilima berwarna biru kehitam-hitaman melambangkan dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.
c. Arti Keseluruhan
Makna dari keseluruhan lambang tersebut sesuai dengan motto “Nagara Dana Rakca” adalah ungkapan suatu daya yang mempersatukan dengan menyerasikan dalam gerak kerja untuk melaksanakan tugas Departemen Keuangan.
B.Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan tugas-tugas , fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal.
Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 55/PMK/01/2007, struktur organisasi dan penjabaran tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut :
1. Sub Bagian Umum 2. Seksi Ekstensifikasi
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pemeriksaan 6. Seksi Fungsional
(32)
7. Unit Fiskal Luar Negeri
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
9. Kelompok Fungsional (Fungsional Penilaian dan Fungsional Pemeriksa Pajak) Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia terdiri dari:
1. Kepala Kantor : 1 orang 2. Kepala Seksi : 6 orang 3. Supervisor : 2 orang 4. Account Representative : 16 orang 5. Pemeriksa Pajak : 6 orang 6. Pelaksana : 59 orang
(33)
(34)
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA KEPALA KANTOR PELAYANAN SUB BAGIAN UMUM SEKSI PENGOLAHAN DATA & INFORMASI SEKSI PELAYANAN SEKSI PENAGIHAN SEKSI PEMERIKSAAN SEKSI EKSTENSIFIKASI PERPAJAKAN SEKSI PENGAWASAN & KONSULTASI I SEKSI PENGAWASAN & KONSULTASI II SEKSI PENGAWASAN & KONSULTASI III PENGAW & KONSUL
(35)
(36)
C.Tugas dan Fungsi Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
1. Sub Bagian Umum
Memiliki tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.
Sub bagian umum terdiri dari :
1. Koordinator Pelaksana Tata Usaha dan Kepegawaian yang bertugas membantu urusan tata usaha, kepegawaian, dan laporan.
2. Koordinator Pelaksana Keuangan yang bertugas membantu keuangan. 3. Koordinator Pelaksana Rumah Tangga yang bertugas membantu urusan
rumah tangga dan perlengkapan. 2. Seksi Ekstensifikasi
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan Objek dan Subjek Pajak, penilaian Objek Pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Memiliki tugas dalam hal pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pelayanan dukungan tekhnis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filling dan penyiapan laporan kinerja. Fungsi dari
(37)
pengumpulan dan pengolahan data adalah ekstensifikasi pajak, pengalihan informasi, dan pengalihan potensi pajak.
Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari :
1. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi I yang bertugas membantu melaksanakan urusan pengolahan data dan penyajian informasi serta pembuatan monografi pajak.
2. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi II yang bertugas membantu melakukan pelaksanaan pemberian dukungan teknis komputer. 3. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi III yang bertugas
membantu melakukan urusan penggalian potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib Pajak.
4. Seksi Penagihan
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Seksi Penagihan terdiri dari:
1. Koordinator Pelaksana Pemeriksaan Tata Usaha Piutang Pajak yang bertugas membantu urusan penatausahaan piutang pajak, usulan penghapusan piutang pajak, penundaan, dan angsuran.
2. Koordinator Pelaksanaan Penagihan Aktif yang bertugas membantu penyiapan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah melaksanakan penyitaan, Usulan Lelang, dan dukungan penagihan lainnya.
(38)
5. Seksi Pemeriksaan
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
6. Seksi Fungsional
Kelompok fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai PBB yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai PBB berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.
7. Unit Fiskal Luar Negeri
Unit fiskal luar negeri bertugas memberi layanan fiskal luar negeri kepada warga negara yang berhak bepergian ke luar negeri. Unit ini berada di bandara Internasional Polonia Medan dan bertugas setiap hari.
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Melakukan tugas pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (PPh, PPN, PPn BM, dan PBB), memberikan bimbingan kepada Wajib Pajak dan konsultasi tekhnis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama terdapat empat Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah tertentu.
(39)
9. Fungsional Penilaian
Bagian fungsional pemeriksa PBB memiliki tugas sebagai berikut:
1. Menginventarisasi dan mengadministrasikan berkas permohonan keberatan/peninjauan kembali yang akan dipindahkan ke Kantor Wilayah dengan mempertimbangkan saat jatuh tempo penyelesaiannya.
2. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan pemindahan berkas permohonan dan penyelesaian keberatan/peninjauan kembali ke Kantor Wilayah.
10. Fungsional Pemeriksa Pajak
Tugasnya hampir sama dengan fungsional penilai PBB yaitu:
1. Menginventarisasi dan mengadministrasikan pemeriksa bukti permulaan dan penyidikan yang akan dikirim ke Kantor Wilayah
2. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan pemindahan berkas pemeriksaan Bukti Permulaan dan penyidikan ke Kantor Wilayah
(40)
BAB III
GAMBARAN DATA PRAKTIK
A.Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Impor BKP
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 6. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain
8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
(41)
B.Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Dari ketentuan yang mengatur tentang objek PPN dalam Pasal 4, 16 C dan 16 D UU PPN 1984 dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Pengusaha, Pengusaha Kena Pajak, dan Bukan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Bukan Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya (Pasal 16 C UU PPN 1984).
2. Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari
(42)
C.Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak 1. Barang Kena Pajak
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali Undang-Undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
a. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya, seperti minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara, biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, biji perak, dan biji bauksit.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).
(43)
2. Jasa Kena Pajak
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984. Pada dasarnya semua jenis jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN.
Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik b. Jasa di bidang pelayanan sosial
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan prangko
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi e. Jasa di bidang keagamaan
f. Jasa di bidang pendidikan
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan Pajak Tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air j. Jasa di bidang tenaga kerja
(44)
l. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, seperti Izin Mendirikan Bangunan, Pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk
D.Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak 1. Tarif PPN
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).(Suandy,2008:81)
2. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Untuk menghitung besarnya pajak PPN yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak.
Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah: a. Harga Jual (DPP untuk penyerahan BKP)
b. Penggantian (DPP untuk penyerahan JKP) c. Nilai Impor (harga Impor (CIF+Bea Masuk) d. Nilai Ekspor
(45)
E.Saat Terutang Pajak dan Tempat Terutang Pajak 1. Saat Terutang Pajak
Pajak terutang pada saat: a. Penyerahan BKP atau JKP b. Impor BKP
c. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
d. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean e. Ekspor BKP
f. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
2. Tempat Terutang Pajak Tempat terutang pajak: a. Untuk penyerahan BKP/JKP:
1. Tempat tinggal 2. Tempat kedudukan 3. Tempat kegiatan usaha
Jika mempunyai kegiatan usaha lebih dari satu tempat usaha, atas permohonan Pengusaha Kena Pajak dapat ditetapkan salah satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang. Yang menentukan adalah tempat administrasi penjualan.
(46)
c. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean, di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak
d. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP di tempat bangunan tersebut didirikan.
e. Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak F. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Setiap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP wajib membuat Faktur Pajak.
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar, dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai PPn BM hanya diisi apabila atas penyerahan BKP terutang PPn BM. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan tersebut dapat mengakibatkan PPN yang tercantum didalamnya tidak dapat dikreditkan.
(47)
Faktur pajak dapat berupa : a. Faktur Pajak Standar b. Faktur Pajak Gabungan c. Faktur Pajak Sederhana
d. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Dirjen Pajak (Mardiasmo,2006:274)
Saat pembuatan Faktur Pajak:
a. Selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan keseluruhan JKP, dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran.
b. Selambat-lambatnya pada saat pembayaran diterima dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP.
c. Selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran per-termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d. Selambat-lambatnya pada saat Pengusaha Kena Pajak Rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut Pajak PPN.
G.Mekanisme Pengadaan Faktur Pajak
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat:
(48)
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP, dan/atau JKP
b. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga
d. PPN yang dipungut e. PPn BM yang dipungut
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak Faktur Pajak harus dibuat paling lambat :
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran ; atau
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP ; atau
c. Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
d. Pada saat Pengusaha Kena Pajak Rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut Pajak Pertambahan Nilai
(49)
H.Mekanisme Pengenaan PPN
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menganut Metode Kredit Pajak (Credit Method) dan Metode Faktur Pajak (Invoice Method). Dalam metode ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan diterapkannya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (Metode Kredit Pajak). Untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan, sarana yang digunakan adalah Faktur Pajak (Metode Faktur Pajak).
Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pada saat pembeli memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa Faktur Pajak.
b. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat Faktur Pajak.
c. Apabila dalam suatu Masa Pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke Kas Negara.
(50)
d. Apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
e. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap Masa Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
I. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
Pembeli BKP, penerima JKP, pengimpor BKP, pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean wajib membayar PPN dan berhak menerima bukti pungutan pajak berupa Faktur Pajak. PPN yang sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli BKP, atau penerima JKP, atau pengimpor BKP, atau pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean yang berstatus PKP. Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau JKP dikreditkan dengan Pajak Keluaran dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama dimana Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
(51)
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.
(52)
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
B.Proses Pemberian Restitusi PPN Sampai Penerbitan SKPLB di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
1. Proses Pemberian Restitusi PPN
a. Mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Kelebihan pembayaran pajak yang dimaksud adalah:
1. Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak Tertentu.
2. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak Tertentu terhadap Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor.
Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
PKP menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui :
1. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)”; atau
2. Surat permohonan tersendiri apabila kolom “Dikembalikan (restitusi)” dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi
(53)
atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
b. Pengecekan kelengkapan berkas-berkas Wajib Pajak
Kepala Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Surat Permintaan Bukti atau Dokumen yang kemudian harus segera dilengkapi oleh Pengusaha Kena Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan. PKP diwajibkan melampirkan bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang harus disampaikan dalam rangka permohonan pengembalian. Apabila sampai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam melengkapi bukti-bukti atau dokumen berakhir PKP tidak melengkapi seluruh dokumen atau bukti yang dipersyaratkan, maka permohonan pengembalian tetap diproses sesuai dengan data yang ada tanpa memperhitungkan kembali bukti-bukti atau dokumen yang disusulkan setelah jangka waktu berakhir.
Bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang harus disampaikan adalah:
1. Dalam hal penyerahan/perolehan/penerimaan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak serta pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, yaitu Faktur Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Masukan yang berkaitan dengan kelebihan pembayaran pajak yang dimintakan pengembalian, termasuk: Faktur Penjualan/Faktur Pembelian apabila Faktur Pajak dibuat berbeda dengan Faktur Penjualan/Faktur Pembelian, bukti penerimaan atau pengiriman barang, dan bukti penerimaan/pembayaran uang atas pembelian/penjualan barang/jasa.
(54)
2. Dalam hal impor Barang Kena Pajak, dilampirkan:
a. Pemberitahuan Impor barang (PIB) dan Surat Setoran Pajak atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
b. Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), kecuali yang tidak wajib LPS c. Surat kuasa kepada atau dokumen lain dari Perusahaan Pengurusan
Jasa Kepabeanan (PPJK) untuk pengurusan barang impor yang dikuasakan kepada PPJK
3. Dalam hal ekspor Barang Kena Pajak, dilampirkan:
a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan faktur penjualan.
b. Instruksi pengangkutan Bill Of Lading (melalui darat, udara atau laut) yang dilegalisasi oleh pihak yang menerbitkan dan packing list.
c. Fotokopi wesel ekspor atau bukti penerimaan uang lainnya dari bank yang telah dilegalisasi oleh bank yang bersangkutan.
d. Asli atau fotokopi yang dilegalisasi polis asuransi Barang Kena Pajak (BKP) yang diekspor, dalam hal BKP diasuransikan.
e. Sertifikasi dari instansi tertentu seperti Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, atau badan lain sepanjang diwajibkan adanya sertifikasi.
4. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN, dilampirkan:
(55)
a. Kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat pesanan atau dokumen sejenis lainnya
b. Surat Setoran Pajak
c. Pemeriksaan bukti-bukti/dokumen-dokumen Wajib Pajak
Apabila permohonan dan bukti-bukti serta dokumen-dokumen sesuai yang dipersyaratkan telah dilengkapi, maka akan dilakukan pemeriksaan baik tentang administrasi/ berkas Pengusaha Kena Pajak maupun terhadap dokumen-dokumen yang disyaratkan. Adapun pemeriksaan yang dimaksud adalah Pemeriksaan Sederhana Kantor atau Pemeriksaan Sederhana Lapangan.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan administrasi/ berkas PKP meliputi: kapan pengukuhan dilakukan, apa jenis usahanya, bagaimana kepatuhan PKP tersebut, sehingga didapatkan kepastian bahwa PKP yang bersangkutan benar-benar ada dan telah dikukuhkan serta telah mempertanggungjawabkan PPN yang dipungut sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyelesaikan restitusi tersebut. Sedangkan pemeriksaan terhadap dokumen yang disyaratkan tidak kalah pentingnya dengan pemeriksaan administrasi/ berkas PKP karena jika pemeriksaan tidak dilakukan terhadap dokumen yang disyaratkan maka dimungkinkan dapat terjadi manipulasi restitusi PPN oleh PKP yang meminta restitusi PPN.
(56)
Untuk kepentingan pemeriksaan, pemeriksa dapat meminjam buku-buku, catatan-catatan, atau dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan permohonan pengembalian. Adapun dokumen yang diperiksa dapat berupa: Faktur Pajak, Surat Setoran Pajak, Bill Of Lading (B/L), Pemberitahuan Impor Barang Untuk dipakai (PIUD), dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Dokumen-dokumen tersebut akan diperiksa baik secara formal maupun material. Secara formal akan diperiksa tentang kelengkapan, kejelasan, dan kebenaran dokumen tersebut dengan tidak mempermasalahkan transaksi penyerahan yang tertera pada dokumen tersebut apakah sudah benar secara materi dan apakah transaksinya benar-benar terjadi. Jika data atau keterangan yang harus dicantumkan tidak lengkap, tidak jelas dan tidak benar, maka tidak dapat dibenarkan sebagai bukti permohonan restitusi.
Secara materi maka terhadap dokumen-dokumen tersebut akan diteliti tentang kelainan angka-angka yang tertera pada dokumen tersebut.
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya. Sehubungan dengan penelitian terhadap dokumen yang berupa Faktur Pajak maka dapat diterangkan bahwa terhadap Faktur Pajak, baik itu Faktur Pajak Masukan maupun Faktur Pajak Keluaran akan dilakukan penelitian secara formal maupun material dengan tata cara yang berlaku.
d. Konfirmasi
Salah satu penelitian terhadap Faktur Pajak adalah konfirmasi. Tata cara konfirmasi sejak 1 Januari 2001 menggunakan Sistem Informasi Perpajakan (SIP).
(57)
Sistem “Konfirmasi PK-PM” dilakukan dengan menggunakan sarana yang ada pada Intranet Direktorat Jenderal Pajak.
Hasil konfirmasi dalam aplikasi SIP dapat berupa:
a. Faktur Pajak (Pajak Masukan) yang dilaporkan oleh PKP Pembeli sesuai dengan Pajak Keluaran yang dilaporkan PKP Penjual.
b. Faktur Pajak (Pajak Masukan) yang dilaporkan PKP Pembeli tidak sesuai dengan Pajak Keluaran yang dilaporkan oleh PKP Penjual. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan antara lain karena kode seri dan nomor Faktur Pajak, tanggal Faktur Pajak dan atau jumlah pajak yang dipungut pada rekaman data Faktur Pajak PKP Pembeli berbeda dengan yang dilaporkan PKP Penjual. c. Tidak ada data pembanding yang mungkin disebabkan PKP Penjual belum/
tidak melaporkan Pajak Keluarannya atau KPP tempat PKP Penjual diadministrasikan belum melakukan perekaman.
d. PKP Pembeli belum melaporkan sebagai Pajak Masukan tetapi PKP Penjual telah melaporkan Pajak Keluarannya.
Adapun dari konfirmasi ini akan terjadi dua macam kemungkinan:
1. Sampai batas waktu penyelesaian restitusi, KPP yang bersangkutan belum menerima jawaban konfirmasi
2. Jawaban konfirmasi diterima yang menyatakan bahwa : a. PKP telah melaporkan Faktur Pajak yang dibuatnya
b. PKP yang membuat Faktur Pajak belum melaporkan dalam SPT Masa PPN-nya; atau
(58)
c. Pengusaha yang membuat Faktur Pajak ternyata belum dikukuhkan sebagai PKP
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ/2001 tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, bahwa bagi unit/kantor/yang melakukan/meminta konfirmasi, apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman permintaan konfirmasi klarifikasi dikirimkan melalui faksimile jawaban klarifikasi belum/ tidak diterima dan berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Sedangkan bagi kantor yang dimintakan konfirmasi, dalam hal Faktur Pajak tidak atau belum dipertanggungjawabkan sebagai Pajak Keluaran atau PKP Penjual maka segera diterbitkan Surat Teguran kepada PKP Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal Surat Teguran PKP segera melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Penerbitan Surat Ketetapan Bayar Lebih Pajak (SKPLB)
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus menerbitkan Surat Ketapan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan tertulis tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila sampai batas waktu penyelesaian restitusi belum ada jawaban konfirmasi, maka permohonan pengembalian yang diajukan dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dapat diterbitkan.
(59)
2. Pelaksanaan Pemberian Restitusi PPN di KPP Pratama Medan Polonia Berdasarkan data yang ada pada KPP Pratama Medan Polonia, berikut ini adalah data jumlah Wajib Pajak yang melakukan restitusi selama tahun 2010:
Pada bulan Januari ada 6 (enam) WP yang merestitusi PPN-nya atau sebesar 13,3% (6/45x100%). Lalu pada bulan Februari mengalami penurunan menjadi 2 (dua) WP yaitu sebesar 4,4% (2/45x100%). Di bulan Maret tidak ada WP yang mengajukan permohonan restitusi. Pada bulan April ada 5 (lima) WP
Bulan/2010 Jumlah Wajib Pajak (WP) Januari 6 (enam) WP
Februari 4 (empat) WP
Maret -
April 5 (lima) WP Mei 7 (tujuh) WP Juni 4 (empat) WP
Juli 5 (lima) WP Agustus 4 (empat) WP September 4 (empat) WP Oktober 1 (satu) WP November 3 (tiga) WP Desember 2 (dua) WP
(60)
yaitu sebesar 11,1% (5/45x100%). Jumlah WP yang paling banyak mengajukan restitusi adalah pada bulan Mei ada 7 (tujuh) WP yaitu sebanyak 15,5% (7/45x100%). Kemudian pada bulan Juni mengalami penurunan menjadi 4 (empat) WP atau sebesar 8,8% (4/45x100%).
Berikutnya pada bulan Juli menjadi 5 (lima) WP lagi atau sebesar 11,1% (5/45x100%). Pada bulan Agustus jumlah WP menurun kembali menjadi 4 (empat) WP atau sebesar 8,8% (4/45x100%). Pada bulan September jumlah WP adalah tetap sebanyak 4 (empat) WP atau sebesar 8,8% (4/45x100%). Pada bulan Oktober drastis menurun menjadi 1 (satu) WP atau sebesar 2,2% (1/45x100%). Bulan November meningkat menjadi 3 (tiga) WP atau sebesar 6,6% (3/45x100%). Sedangkan jumlah WP pada bulan Desember adalah 2 (dua) WP dengan persentase 4,4% (2/45x100%).
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pemberian restitusi dari bulan Januari sampai Desember tahun 2010 tidak dapat diprediksi. Ketentuan tentang cara pemberian restitusi PPN pada dasarnya berlaku bagi seluruh Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Indonesia. Pada KPP Pratama Medan Polonia tidak ada masalah material atau pun konfirmasi tidak dijawab atau pun Faktur Pajak fiktif. Jika jangka waktu jawaban konfirmasi terlambat, maka sudah dapat kita pastikan bahwa jangka waktu penyelesaian pemberian restitusi pun akan bergeser dari waktu yang telah ditentukan. Dan tentunya hal ini akan merugikan negara atau PKP pemohon restitusi PPN. Masing-masing jumlah WP yang mengajukan restitusi setiap bulannya adalah berdasarkan permohonan Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Medan Polonia sendiri.
(61)
C.Pentingnya Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Pemberian Restitusi PPN
1. Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran Pajak
Jika dibandingkan antara ketentuan pemberian restitusi PPN dengan pelaksanaan pemberian restitusi PPN di KPP Pratama Medan Polonia ternyata sejauh ini tidak ada masalah yang mengarah ke tindak pidana dalam hal pemberian restitusi, masih sama dengan kasus-kasus umum yang sering dihadapi.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia pada saat pengambilan data PKLM, adapun tindakan-tindakan yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak secara umum antara lain:
1. Jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran yang dipungut dalam suatu Masa Pajak yang disebabkan oleh:
a. Pembelian Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena Pajak yang dilakukan sebelum usaha dimulai atau pada awal usaha dimulai.
Bagi Pengusaha orang pribadi, tidak tertutup kemungkinan melakukan pembelian BKP modal seperti mesin, gedung, dan pembelian bahan baku atau bahan pembantu atau perolehan JKP sebelum usaha dimulai. Bagi perusahaan yang berbentuk badan, kegiatan tersebut dilakukan pada awal usaha dimulai. Apabila pada saat itu pengusaha ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maka PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sementara Pajak Keluaran belum dipungut karena belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Jika telah melakukan Penyerahan
(62)
Kena Pajak, jumlahnya pun masih relatif kecil. Oleh karena itu bagi Pengusaha Kena Pajak yang sudah dikukuhkan sebelum atau pada saat usaha dimulai, jumlah Pajak Masukan selalu lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran.
b. Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak.
Seperti diketahui bahwa atas ekspor Barang Kena Pajak dikenakan PPN dengan tarif 0%. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa jumlah Pajak Keluaran selalu lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor tersebut.
c. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pertambahan Nilai.
Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN hampir selalu mengakibatkan lebih bayar karena Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan belum sempat mengkreditkan Pajak Masukan yang telah dibayar dalam Masa Pajak yang sama, PPN terutang telah dipungut dan disetorkan ke Kas Negara oleh Pemungut PPN.
d. Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan proyek milik pemerintah yang dananya berasal dari bantuan luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman.
Kelebihan pembayaran Pajak Masukan ini adalah sebagai konsekuensi pemberian fasilitas PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut atas penyerahan BKP/JKP dan atau impor BKP dalam rangka proyek milik Pemerintah yang dibiayai dengan dana yang berasal dari luar negeri.
(63)
2. Disamping itu kemungkinan terjadi kelebihan pembayaran Pajak Masukan bukan disebabkan Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, melainkan semata-mata disebabkan oleh kekeliruan pemungutan pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Peristiwa ini dinamakan kelebihan pembayaran pajak karena terjadi pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Jika tidak dilakukan penelitian terhadap Faktur Pajak, maka banyak pihak-pihak yang tidak taat pajak dan tidak memiliki kesadaran perpajakan yang maksimal sehingga melakukan cara manipulasi restitusi PPN dengan menggunakan satu cara atau kombinasi beberapa cara tersebut di bawah ini:
1. Faktur Pajak diterbitkan kepada dan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak (jual beli Faktur Pajak)
Di dalam hal ini sebenarnya ada transaksi/penyerahan oleh PKP penerbit Faktur Pajak kepada pihak pembeli tetapi karena pembeli tidak membutuhkan Faktur Pajak karena bukan PKP dan takut dapat ditelusuri kegiatan usahanya, maka PKP Penjual dapat memanfaatkan Faktur Pajak tersebut dengan cara menerbitkannya kepada pihak lain yang membutuhkan dengan sejumlah imbalan tertentu. Dalam beberapa kasus bahkan pihak pembeli yang menjual Faktur Pajaknya kepada pihak lain. Selanjutnya pihak lain (diluar penjual dan pembeli) yang sesungguhnya tidak berhak atas Faktur Pajak tersebut memanfaatkannya sebagai Faktur Pajak Masukan baik di dalam usaha di dalam negeri maupun dalam rangka ekspor. Dengan cara ini, apabila diadakan konfirmasi kepada KPP tempat kedudukan PKP penjual maka jawaban konfirmasi akan menyatakan “ada”
(64)
karena Faktur Pajak tersebut memang dilaporkan sebagai Pajak Keluaran PKP Penjual.
2. Menggunakan Faktur Pajak Fiktif dimana dalam hal ini transaksinya memang jelas tidak ada
Terhadap cara ini sesungguhnya akan mudah terdeteksi dengan sistem konfirmasi Faktur Pajak, namun karena jawaban konfirmasi lambat atau karena PKP tersebut pandai meyakinkan petugas KPP, maka ada kemungkinan dapat lolos.
3. Menciptakan PKP-PKP fiktif yang dilibatkan dalam suatu rangkaian transaksi yang fiktif pula.
Dengan cara ini satu PKP membantu beberapa PKP lainnya yang biasanya dibuat berlokasi di beberapa KPP berbeda serta kota yang berbeda/berjauhan. Selanjutnya antar PKP-PKP tersebut diciptakan seakan-akan ada transaksi yang didukung dengan Faktur Pajak. Biasanya beberapa diantara PKP tersebut merupakan perusahaan “boneka” yang melaporkan SPT Masanya kurang bayar sedikit sehingga terlepas dari kriteria verifikasi lapangan, sedangkan perusahaan (PKP) lainnya atau PKP-PKP pada tempat tertentu akan meminta restitusi dengan menggunakan Faktur Pajak hasil transaksi fiktif antar PKP dalam kelompok tersebut. Dalam kasus ini, apabila diadakan konfirmasi juga akan dijawab “ada” dilaporkan sebagai Pajak Keluarannya oleh PKP-PKP “bonekanya”.
(65)
Dalam kasus ini ada kalanya dokumen ekspornya lengkap namun tidak ada realisasi ekspornya sehingga PKP tersebut dapat meminta pengembalian semua Pajak Masukannya. Disamping ekspornya fiktif, PKP pada kasus ini kadang juga menggunakan Faktur Pajak yang tidak benar yaitu dengan cara memalsukan dokumen ekspor (antara lain PEB dan B/L).
Sehubungan dengan kasus-kasus penyalahgunaan restitusi PPN tersebut, dapat dikelompokkan atas:
1. PKP yang menerbitkan Faktur Pajak alamat tidak dapat ditemui.
Berdasarkan Pasal 11 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 161/PJ/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencabutan Secara Jabatan Pengukuhan Sebagai Pengusaha Kena Pajak Yang Tidak Memenuhi Syarat Lagi Sebagai Pengusaha Kena Pajak, bagi PKP yang alamatnya tidak dapat ditemui tetapi menerbitkan Faktur Pajak, maka akan dilakukan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Karena telah termasuk ke dalam Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak, walaupun sudah dilakukan penelitian lapangan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ/2005 tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak.
2. PKP mempunyai identitas dan alamat yang jelas tetapi menerbitkan Faktur Pajak fiktif
Bagi PKP yang menerbitkan Faktur Pajak fiktif akan dikenakan sanksi pidana dan administrasi berdasarkan Pasal 39 A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 6 Tahun 1983 dan perubahannya.
(66)
3. PKP mempunyai identitas dan menerbitkan Faktur Pajak kepada PKP yang tidak berhak
PKP yang seperti ini juga dikenai sanksi pidana dan administrasi seperti PKP pada kasus ke-2.
4. PKP mempunyai identitas dan alamat yang jelas melakukan ekspor fiktif
Bagi PKP yang melakukan ekspor fiktif juga akan dikenai sanksi pasal 39 A seperti pada kasus ke-2 dan ke-3. Kemudian akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan dan mengarah ke pengadilan pidana.
2. Pentingnya Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Pemberian Restitusi PPN
Penelitian terhadap Faktur Pajak sangatlah penting dilakukan agar tidak ada yang menyalahgunakan faktur pajak dalam pemberian restitusi, dalam hal ini adalah Faktur Pajak yang cacat dan Faktur Pajak tidak sah.
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN Tahun 1984 dan perubahannya, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Faktur Pajak yang cacat adalah Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap , jelas, dan benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud di atas.
Sedangkan yang dimaksud dengan Faktur Pajak tidak sah adalah: 1. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya
(67)
2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi 2 % dalam hal:
1. Menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas benar, dan atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan.
2. Menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu 3. Menerbitkan Faktur Pajak yang cacat
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Tujuan dilakukan penelitian terhadap Faktur Pajak adalah:
1. Untuk mengetahui sah tidaknya pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran
2. Untuk mengetahui bahwa Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
3. Untuk mengetahui bahwa Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai
4. Untuk mengetahui bahwa Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN
(68)
5. Untuk melakukan pengujian atas Arus Barang dan Arus Uang (Fisik) a. Arus Barang
Yang dimaksud dengan pengujian Arus Barang adalah pengujian apakah persediaan awal dari seluruh barang dengan jumlah seluruh pembelian kemudian dikurangi dengan jumlah seluruh penjualan sama jumlahnya dengan hasil persediaan akhir.
b. Arus Uang
Yang dimaksud dengan pengujian Arus Uang adalah pengujian terhadap piutang, dimana jumlah penjualan jika ditinjau dari saldo awal piutang, saldo akhir piutang dan pelunasan piutang di tahun berjalan setelah dikurangi dengan PPN sama jumlahnya dengan jumlah penjualan yang dilampirkan di SPT PPh Badan.
6. Untuk memenuhi ketentuan formal pengisian Faktur Pajak, sehingga PKP juga semakin mengerti dan memperhatikan kelengkapan, kebenaran, dan kejelasan dari Faktur Pajak mereka.
Banyak hal-hal yang menjadi resiko yang harus dihadapi jika tidak dilakukannya penelitian terhadap Faktur Pajak. Jika hal itu terjadi maka akan terjadi kebocoran keuangan negara melalui restitusi yang sebetulnya bukan merupakan hak WP. Kerugian negara ini akan berdampak pada pembangunan negara. Oleh karena itu hal yang sangat penting dalam pemeriksaan dan penelitian praktik manipulasi restitusi PPN sebagaimana diuraikan di atas sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pemberian restitusi PPN, karena pada dasarnya berakibat pada konfirmasi yang merupakan salah satu cara penelitian Faktur
(69)
Pajak. Jadi apabila penelitian Faktur Pajak telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya secara formal maupun material maka kemungkinan praktik-praktik manipulasi restitusi seperti tersebut di atas tidak akan dapat menghambat penyelesaian pemberian restitusi PPN.
D.Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Dalam Melakukan Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Restitusi
Pelaksanaan pemberian restitusi pajak kadang memiliki kendala atau kelemahan sehingga terjadi ketidaklancaran dalam proses penelitian terhadap Faktur Pajak dalam pemberian restitusi, yaitu:
1. Informasi tekhnologi yang kurang mendukung
Dalam hal ini terjadi kekurangsempurnaan dalam perekaman data. Misalnya data dari PKP lawan transaksi tidak direkam oleh KPP tempat PKP lawan transaksi terdaftar, sehingga KPP tempat PKP domisili terdaftar harus melakukan perekaman ulang seluruh data yang mengakibatkan proses pemberian restitusi menjadi lama.
2. Adanya sistem yang error
Data yang sudah direkam pada KPP tempat PKP lawan transaksi terdaftar tidak bisa ditampilkan pada KPP tempat PKP domisili terdaftar dikarenakan sistem yang error.
3. Karena sistem yang error maka konfirmasi yang tadinya disampaikan menggunakan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dialihkan menjadi konfirmasi
(70)
secara manual dengan menggunakan surat ke KPP tempat PKP lawan transaksi terdaftar
Hambatan yang dihadapi dengan menggunakan konfirmasi secara manual ini adalah waktu yang dibutuhkan cukup lama (batas 30 hari) dan menunggu konfirmasi jawaban klarifikasi Faktur Pajak kepada KPP tempat lawan transaksi terdaftar, bahkan ada juga yang tidak dijawab.
4. Pembuktian Arus Barang dan Arus Uang
Tidak terbuktinya pembuktian Arus Barang dan Arus Uang juga dapat menyebabkan ketidaklancaran dalam pemberian proses restitusi karena harus dilakukannya pemeriksaan dan penelitian terhadap transaksi yang dilakukan.
(1)
Pajak. Jadi apabila penelitian Faktur Pajak telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya secara formal maupun material maka kemungkinan praktik-praktik manipulasi restitusi seperti tersebut di atas tidak akan dapat menghambat penyelesaian pemberian restitusi PPN.
D.Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Dalam Melakukan Penelitian Terhadap Faktur Pajak Dalam Restitusi
Pelaksanaan pemberian restitusi pajak kadang memiliki kendala atau kelemahan sehingga terjadi ketidaklancaran dalam proses penelitian terhadap Faktur Pajak dalam pemberian restitusi, yaitu:
1. Informasi tekhnologi yang kurang mendukung
Dalam hal ini terjadi kekurangsempurnaan dalam perekaman data. Misalnya data dari PKP lawan transaksi tidak direkam oleh KPP tempat PKP lawan transaksi terdaftar, sehingga KPP tempat PKP domisili terdaftar harus melakukan perekaman ulang seluruh data yang mengakibatkan proses pemberian restitusi menjadi lama.
2. Adanya sistem yang error
Data yang sudah direkam pada KPP tempat PKP lawan transaksi terdaftar tidak bisa ditampilkan pada KPP tempat PKP domisili terdaftar dikarenakan sistem yang error.
3. Karena sistem yang error maka konfirmasi yang tadinya disampaikan menggunakan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dialihkan menjadi konfirmasi
(2)
secara manual dengan menggunakan surat ke KPP tempat PKP lawan transaksi terdaftar
Hambatan yang dihadapi dengan menggunakan konfirmasi secara manual ini adalah waktu yang dibutuhkan cukup lama (batas 30 hari) dan menunggu konfirmasi jawaban klarifikasi Faktur Pajak kepada KPP tempat lawan transaksi terdaftar, bahkan ada juga yang tidak dijawab.
4. Pembuktian Arus Barang dan Arus Uang
Tidak terbuktinya pembuktian Arus Barang dan Arus Uang juga dapat menyebabkan ketidaklancaran dalam pemberian proses restitusi karena harus dilakukannya pemeriksaan dan penelitian terhadap transaksi yang dilakukan.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Dari pembahasan dari bab-bab sebelumnya dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pemberian restitusi melalui beberapa tahap yaitu pertama-tama dengan cara mengajukan permohonan kelebihan pengembalian melalui Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Pertambahan Nilai atau melalui surat permohonan sendiri, dilanjutkan dengan pengecekan kelengkapan bukti-bukti/dokumen-dokumen, pemeriksaan, konfirmasi atas penelitian Faktur Pajak, dan tahap terakhir diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
2. Penelitian Faktur Pajak sangat penting dalam proses pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Karena jika penelitian tersebut tidak dilakukan maka kemungkinan seseorang dapat melakukan penyalahgunaan Faktur Pajak untuk mendapatkan restitusi, yaitu mengambil uang yang bukan menjadi haknya melainkan uang negara. Oleh karena itu penelitian secara formal dan material terhadap Faktur Pajak harus dilaksanakan dalam pemberian restitusi Pajak Pertambahan Nilai.
3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam melakukan penelitian terhadap Faktur Pajak antara lain adanya
(4)
konfirmasi manual yang memperlama proses pemberian restitusi, dan pembuktian Arus Barang dan Arus Uang yang membutuhkan proses yang tidak singkat.
B.Saran
Bertolak dari kesimpulan tersebut, maka penulis mencoba memberikan saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan ilmu perpajakan di masa mendatang khususnya dalam memperkecil penyimpangan atau penyalahgunaan Faktur Pajak:
1. Dalam hal proses pemberian restitusi pajak disarankan:
a. Proses pemberian restitusi sebaiknya diperpendek agar Wajib Pajak/PKP yang mengajukan restitusi dapat memperolehnya dengan cepat apa yang menjadi haknya tanpa mengabaikan keakuratan prosedur tersebut.
b. Pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen atau bukti yang diminta harus lebih ditingkatkan oleh tim Pemeriksa Pajak dengan tujuan untuk menghindari penyalahgunaan Faktur Pajak dalam hal ini yang mengarah ke tindak pidana.
2. Dalam penelitian Faktur Pajak sebagai proses pemberian restitusi, disarankan: a. Penelitian Faktur Pajak melalui konfirmasi yang dilakukan oleh Kantor
Pelayanan Pajak supaya memperhatikan batas waktu penyelesaian permintaan restitusi.
b. Proses penelitian yang melalui beberapa tingkat konfirmasi dari beberapa pihak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak ataupun Jasa Kena
(5)
Pajak harus dipersingkat namun benar-benar dapat dipastikan bahwa Pajak Masukannya dapat dikreditkan.
3. Untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam pemberian restitusi, disarankan: a. Disediakannya tekhnologi yang mengikuti perkembangan zaman sebagai alat
pendukung agar informasi dapat diterima dengan cepat dan akurat. Dengan demikian pemberian restitusi dapat diproses dengan cepat tetapi tidak meninggalkan kewaspadaan terhadap pengamanan restitusi.
b. Meningkatkan penguasaan tekhnologi yang kian hari kian berkembang sehingga skill/kemampuan dalam menggunakan tekhnologi dapat ditingkatkan agar kendala seperti sistem yang error dapat ditangani dengan cepat.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo, 2006, Perpajakan, Andi, Yogyakarta.
Suandy, Erly, 2008, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Sukardji, Untung, 2001, Pajak Pertambahan Nilai, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Republik Indonesia, Departemen Keuangan, SE-132/PJ/2010, Tentang Langkah-Langkah Penanganan Atas Penerbitan Dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah.
Republik Indonesia, Departemen Keuangan, PER-122/PJ/2006, Tentang Jangka Waktu Penyelesaian Dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Republik Indonesia, Departemen Keuangan, KEP-754/PJ/2001, Tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan.