Ketidakpatuhan Minum Obat Gejala Samping

RS Persahabatan dan Syafrizal. Hal ini karena PMO boleh mengambil obat, edukasi diberikan oleh dokter yang merawat dilanjutkan oleh petugas penyuluh, sosial budaya yang bersifat kekeluargaan dan biaya pemeriksaan yang murah serta pada beberapa penderita tidak mampu dibebaskan biaya pendaftaran, darah rutin dan foto toraks. Davidson 25 di Amerika Serikat pada tahun 1994 mendapat pengobatan lengkap pada 8 bulan kelompok DOT sebesar 52 sedangkan kelompok SAT 35 dan 12 bulan pengobatan kelompok DOT 70 sedangkan kelompok SAT 53. Pada penelitian tersebut hasil pengobatan lengkap lebih tinggi dibandingkan penelitian di RS Persahabatan karena diberikan insentif dan pemberian kupon makanan, uang transpor dan makanan ringan. Di tahun 2003 di Rusia hanya 23 penderita TB paru yang terjangkau oleh DOTS, hal ini sangat jauh perbandingannya dengan 22 negara yang mempunyai penyebaran TB yang banyak yaitu sebesar 79. 18 Akkslip di Thailand tahun 1996 – 1997 mendapatkan bahwa supervisi keluarga memberikan kontribusi pada strategi DOT. Chowdhury di Bangladesh tahun 1995 – 1996 mendapatkan strategi DOT dapat mencegah gagal pengobatan dan resistensi sekunder. Diel 26 melakukan penelitian di Hamburg tahun 1997 – 2001 memperlihatkan faktor-faktor seperti ketergantungan alkohol, penyalahguna obat, tunawisma dan tidak bekerja, secara bermakna berhubungan dengan putus berobat. Gagal pengobatan disebabkan pengobatan yang tidak adekuat karena penggunaan paduan obat tidak sesuai, penghentian jadwal paduan obat yang terlalu cepat, lalai atau putus obat, resistensi kuman terutama resistensi awal dan faktor anatomi berupa kerusakan jaringan paru luas destroyed lung serta kaviti berdinding tebal.

2.7.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENGOBATAN

2.7.2.1. Ketidakpatuhan Minum Obat

Ketidakpatuhan atau ketidakteraturan dalam pengobatan adalah seseorang yang melalaikan kewajibannya berobat sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan. Keteraturan minum obat diukur dari kesesuaian dengan aturan yang ditetapkan, dengan pengobatan lengkap sampai selesai dalam jangka waktu enam bulan. Keteraturan pengobatan kurang dari 90 akan mempengaruhi 17 Universitas Sumatera Utara penyembuhan. OAT harus ditelan sesuai jadwal dan teratur terutama pada dua fase pengobatan untuk menghindari terjadinya kegagalan pengobatan dan kekambuhan. Mandel dan Sande mengatakan bahwa penyebab dari kegagalan pengobatan adalah ketidakteraturan minum obat, penggunaan satu macam obat, dosis awal yang kurang dan resistensi kuman. Jumlah penderita TB yang berobat tidak lengkap di USA sebesar 20 sedangkan disalah satu rumah sakit besar di New York terdapat 83 penderita yang berobat tidak lengkap setelah 3 bulan pengobatan. Anderson dan Benergi di India menyimpulkan ketidakpatuhan penderita berkaitan dengan diagnosis penyakit TB paru. Dalam penelitian selama 2 tahun ditemukan bahwa 20 ketidahpatuhan terjadi pada penderita menular dengan BTA positif, 37 ketidakpatuhan pada kelainan paru, 56 ketidakpatuhan pada penderita dengan kelainan sedang, dan 100 ketidakpatuhan penderita dengan kelainan minimal pada paru-parunya. 19 Semua kegagalan pengobatan TB adanya obat yang tidak adekuat karena ketidakteraturan minum obat yaitu penggunaan obat yang tidak sesuai, penghentian jadwal yang terlalu cepat, lalai atau putus berobat dan adanya kuman resistensi. Alasan lain adalah rasa bosan berobat dikarenakan terlalu lama, kurangnya pengetahuan penderita tentang TB paru, jauhnya jarak rumah penderita dengan pelayanan kesehatan umum, petugas kesehatan yang tidak mengingatkan penderita bila lalai pengobatan dan adanya anggapan bahwa pengobatan di Puskesmas kurang baik. 19

2.7.2.2. Gejala Samping

Adanya gejala samping obat merupakan salah satu penyebab kegagalan pengobatan. Gejala samping dari pemberian OAT sangat jarang ditemukan, walaupun ada biasanya ringan dan tidak perlu menghentikan pengobatan. Pengawasan terhadap efek samping obat dan bagaimana penanganannya sangat perlu diketahui sehingga lebih terjamin keteraturan berobat. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya resistensi obat. Efek samping OAT dibagi atas 2 kelompok yaitu gejala samping berat dan ringan. Gejala samping berat yaitu gejala tersebut dapat menimbulkan bahaya 18 Universitas Sumatera Utara bagi kesehatan dan biasanya pemakaian obat dihentikan. Sedangkan yang ringan hanya menyebabkan sedikit rasa tidak enak, sering dapat disembuhkan dengan pengobatan simptomatik, tetapi kadang-kadang tetap ada selama pemakaian obat. 19 Gejala samping yang perlu diwaspadai adalah gejala hepatotoksik. Hampir semua OAT mempunyai gejala hepatotoksik kecuali streptomisin.2 Arsyad Dikutip dari 41 melaporkan di RSUP Dr. M. Jamil Padang dari 58 penderita yang mendapat pengobatan kombinasi rifampisin, INH dan etambutol terjadi peningkatan fungsi hati paling tinggi pada kelompok pengobatan 5 dan 6 bulan, walaupun peningkatan ini tidak melebihi dua kali nilai normal, dan peningkatan faal hati juga terjadi pada usia tua. Sebaliknya Amin Dikutip dari 41 pada penelitiannya dengan kombinasi rifampisin dan INH tidak menemukan pengaruh usia terhadap fungsi hati. Bernida 42 melaporkan di RS Persahabatan kenaikan fungsi hati pada penderita TB paru yang mendapat pengobatan rifamfisin, INH dan pirazinamid terjadi pada 8 penderita dalam 4 minggu pertama pengobatan. Pada penelitian Nurhayati 29 dkk. Didapati 6.3 dengan keluhan gastro intestinal, nyeri sendi 3.2 dan gatal di kulit 1.1. Begitu juga penelitian Dicky 27 dkk gejala samping yang timbul pada pasien seperti mual 3 orang 5.8 pada KDT dan 3 orang 5.2 pada kombipak, muntah 1 orang 1.9 KDT dan 1 orang 1.7 kombipak, kulit kuning 2 orang 3.8 KDT dan 2 orang 3.4 kombipak, kulit gatal 1 1.9 KDT dan 4 orang 6.9 kombipak, nyeri sendi 3 orang 5.2 pada kelompok kombipak.

2.7.2.3. Komunikasi Informasi dan Edukasi serta Pengawasan Pengobatan