Dari data di atas, masih tingginya angka kejadian infeksi bakteri streptokokus β
hemolitikus serta belum adanya data bakteri yang ambil dari aspirasi tonsil penderita glomerulonefritis akut di medan, maka peneliti ingin melakukan penelitian bagaimana
profil bakteri pada tonsil anak penderita glomerulonefritis akut.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, serta belum adanya data penelitian tentang profil bakteri yang di jumpai dari aspirasi tonsil dan swab tonsil anak
penderita glomerulonefritis akut di Medan dan di RSUP H. Adam Malik medan, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini.
1.3 . TUJUAN PENEL ITIAN 1.3.1 Tujuan umum
a. Untuk mengetahui profil bakteri yang dijumpai dari hasil pemeriksaan kultur swab dan aspirasi tonsil pada anak penderita penyakit glomerulonefritis akut.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur dan jenis kelamin anak penderita
glomerulonefritis akut b.
Untuk mengetahui suku anak penderita glomerulonefritis akut c.
Untuk mengetahui distribusi proporsi keluhan utama anak penderita glomerulonefritis akut
Universitas Sumatera Utara
d. Untuk mengetahui jenis dan distribusi proporsi bakteri aspirasi tonsil anak
penderita glomerulonefritis akut . e.
Untuk mengetahui distribusi proporsi jenis dan bakteri swab tonsil anak penderita glomerulonefritis akut. .
f. Untuk mengetahui distribusi proporsi status pasien berdasarkan ASTO anak
penderita glomerulonefritis akut. g.
Untuk mengetahui distribusi jenis bakteri aspirasi tonsil berdasarkan titer ASTO anak penderita glomerulonefritis akut.
h. Untuk mengetahui ASTO berdasarkan jenis bakteri swab tonsil anak penderita
glomerulonefritis. i.
Untuk mengetahui ukuran tonsil berdasarkan titer ASTO anak penderita glomerulonefritis akut .
j. Untuk mengetahui distribusi proporsi ukuran tonsil berdasarkan bakteri aspirasi
tonsil anak penderita glomerulonefritis akut. k.
Untuk mengetahui distribusi proporsi ukuran tonsil berdasarkan bakteri swab tonsil anak penderita glomerulonefitis akut.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat teoritik
Dapat memahami dan mengerti profil bakteri streptokokus β hemolitikus
pada tonsilitis dapat yang merupakan salah satu penyebab terjadinya glomerulonefritis akut.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2 Manfaat
praktik Sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam pemberian
terapi tonsilitis khususnya yang disebabkan oleh bakteri streptokokus β
hemolitikus.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. EMBRIOLOGI TONSIL
Tonsil terletak dalam fosa tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblast ditempat ini. Selanjutnya cekungan tersebut dibagi menjadi beberapa
bagian, yang akan menjadi kripta yang permanen dan tonsil. Jaringan limpoid terkumpul disekitar kripta, dan akan membentuk massa tonsil. Pada permukaan dalam atau
permukaan yang terpapar, termasuk cekungan pada kripta dilapisi oleh mukosa. Bakal tonsil timbul pada awal kehidupan fetus, dapat dilihat pada bulan keempat.
Mula – mula sebagai invaginasi sederhana dari mukosa yang terletak diantara arkus brakial ke II dan ke III pada kantung brankial ke II. Tonsil lidah dan tonsil faring berkembang
dengan cara yang sama seperti tonsil fausium. Tampak semua tonsil tumbuh dibelakang membran faring, sehingga semua penonjolan epitel tumbuh ke dalam jaringan ikat yang
sudah ada di sekitar saluran cerna primitif. Ballenger JJ.1994
2.2 . ANATOMI 2.2.1. Tonsila Palatina
Tonsila palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pillar anterior dan pillar posterior .
Kornblut AD . 1991 . Tonsil berbentuk oval dengan panjang 20 – 25 mm, dengan lebar 15- 20 mm, dimana masing – masing tonsil mempunyai 8 – 20 kripta yang terdiri dari
jaringan connective tissue seperti jaringan limpoid dan berisi sel limpoid . Tonsila palatina kaya akan pembuluh darah yang berasal dari cabang arteri karotis eksterna. Pendarahan
Universitas Sumatera Utara
utama tonsil berakhir pada bagian lateral tonsil, sedangkan arteri karotis interna berada kira – kira 2 cm posterolateral tonsil. Pendarahan lain pada bagian anterior tonsil yang
merupakan cabang dari arteri lingualis dorsal, sedangkan bagian inferior tonsil merupakan cabang dari arteri fasialis dan bagian superior tonsil berasal dari arteri palatina desenden.
Paparela.1991 Sistem pendarahan vena pada tonsil melalui vena para tonsillar, vena – vena ini
melalui pleksus faringeal atau vena fasial setelah bercabang pada otot konstriktor superior . Brodsky L, 2006
Gambar 1. Di kutip dari pustakaan 26
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Kripta Tonsil
Kripta tonsil berbentuk saluran yang tidak sama panjang dan masuk kebagian dalam jaringan tonsil, terdiri dari 8 – 20 buah kripta, biasanya tubular dan hampir selalu
memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsul tonsil pada permukaan luarnya. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial. Saluran kripta kearah
luar biasanya bertambah luas. Secara klinis terlihat bahwa kripta merupakan sumber infeksi baik secara lokal maupun umum karena dapat berisi sisa makanan, epitel yang terlepas dan
juga bakteri. Ballenger JJ. 1994
2.2.3. Kapsul Tonsil
Merupakan suatu selubung fibros berwarna putih terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang disebut fasia faringeal yang menutupi 45 tonsil. Kapsul tonsil mempunyai trabekula
yang berjalan ke dalam daerah parenkim. Trabekula ini mengandung pembuluh darah, saraf – saraf dan pembuluh darah limfe eferen. Pembuluh darah eferen tidak dijumpai.
Ballenger JJ 1994
2.2.4. Fossa Tonsilaris
Fossa tonsilaris atau sinus tonsilaris terletak diantara 2 buah plika yaitu plika anterior dan posterior. Plika anterior dibentuk oleh otot palatoglosus, sedang plika posterior
di bentuk oleh otot palatofaringeus. Bagian luar tonsil dilindungi oleh kapsul yang dibentuk oleh fasia faringobasilaris dan dilateral oleh fasia bukofaringeal. Beasley. P 1997.
Balasubramanian T, 2009 Otot palatoglosus mempunyai origo berbentuk kipas dipermukaan otot palatum
molle dan berakhir pada sisi lateral lidah. Dimana otot ini merupakan otot yang tersusun vertikal dan diatasnya melekat pada palatum durum, tuba eustachius dan pada dasar
Universitas Sumatera Utara
tengkorak. Kedua plika ini akan bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum molle, serta kebagian bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral
faring. Dinding luar fossa tonsil terdiri dari M. konstriktor faringeus superior. sedang M. tonsilofaringeus melekat pada kapsul tonsil pada pertemuan lobus atas dan bawah.
Ballanger JJ .1994
Gambar 2. Dikutip dari pustakaan 26
2.2.5. Sistem Limfatik Faring dan Tonsil
Sistim pembuluh limpatik dari tonsil menembus fasia bukofaringeal dan melalui bagian atas kelenjar servikal . Beasley. P 1997
Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Persarafan Faring dan Tonsil
Sistem persarafan tonsil berasal dari saraf palatina , yang diteruskan ke ganglion sfenopalatina, untuk rangsangan sensori terutama dibentuk oleh cabang – cabang saraf
glosofaringeus Paparella, 1991
2.3.Glomerulonefritis Akut. 2.3.1.
Definisi
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel –sel glomerulus akibat proses
imunologi. Glomerulonefritis terbagi atas akut dan kronis. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada
anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronis dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar bersifat imunologis Noer , 2002
2.3.2. Etiologi
Glomerulonefritis akut paska streptokokus menyerang anak umur 5 – 15 tahun, anak laki – laki berpeluang menderita 2 kali lebih sering dibanding anak perempuan ,
timbul setelah 9 – 11 hari awitan infeksi streptokokus. Noer . 2006. Nelson .2002 Timbulnya GNA didahului oleh infeksi bakteri streptokokus ekstra renal, terutama infeksi
di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh bakteri streptokokus golongan A tipe 4, 12, 25. Hubungan antara GNA dengan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh
Lohlein tahun 1907 dengan alasan; a.
Timbul GNA setelah infeksi skarlatina b.
Diisolasinya bakteri streptokokus β hemolitikus
Universitas Sumatera Utara
c. Meningkatnya titer streptolisin pada serum darah
Faktor iklim, keadan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA, setelah terjadi infeksi kuman streptokokus. Hasan . 1991 .
2.3.3. Patogenesis
.Glomerulonefritis paska streptokokus dapat didahului oleh infeksi streptokokus β
hemolitikus grup A. Glomerulonefritis paska streptokokus dapat terjadi setelah radang tenggorokan dan jarang dilaporkan bersamaan dengan demam rematik akut. Hal ini
disebabkan terjadinya pembentukan komplek imun yang bersirkulasi dan terjadi pembentukan komplek imun in situ ini telah ditetapkan sebagai mekanisme patogenesis
glomerulonefritis paska streptokokus. Noer 2002 Suzuki et al, pada penelitiannya di Niigata, Jepang tahun 2004 terhadap 52 orang
penderita Ig A nepropati, mendapatkan hasil kultur tonsil terbanyak adalah haemopilus parainfluenza yang merupakan bakteri paling banyak dijumpai pada saluran napas. Diduga
bakteri ini merangsang tonsil untuk menghasilkan Ig A yang akan tertumpuk di mesengium glomerulus ginjal sehingga dapat terjadi kerusakan ginjal yang menyebabkan
glomerulnefritis . Suzuki . 2004 Rekola et al 2004 di Jepang, pada penelitiannyan dari 187 penderita Ig A nepropati
dijumpai 38 penderita glomerulonefritis akut , 53 penderita dengan peningkatan ASTO dengan hasil swab tonsil bakteri streptokokus
β hemolitikus. Hal ini diyakini merupakan penyebab terjadinya beberapa kasus Ig A nephropati. Xie Y. 2004
Universitas Sumatera Utara
Barta et al di Jepang pada penelitiiannya terhadap 35 penderita nephropati Ig A mendapati perbaikan fungsi ginjal yang signifikan setelah 6 bulan setelah menjalani
tonsilektomi Barta, 2004 Inci et al di Turki , pada penelitian pada 58 penderita yang akan dilakukan
tonsilektomi mandapatkan hasil dari aspirasi biopsi tonsil menemukan bakteri terbanyak adalah stapilokokus 26 penderita 52 . Inci 2005
2.3.4.Gejala klinis
Gejala yang sering ditemukan berupa hematuria, kadang dijumpai edema pada daerah sekitar mata atau seluruh tubuh. Gambaran GNAPS yang paling sering ditemukan
adalah: hematuria, oligouria, edema dan hipertensi. Gejala – gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit seperti rasa lelah, anoreksia, demam, mual, muntah dan sakit
kepala. Hipertensi dijumpai 60 – 70 GNA pada hari pertama, dijumpai juga gejala gastrointestinal berupa muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare. Noer . 2002
2.4. Impetigo
Impetigo merupakan infeksi pada permukaan kulit yang biasanya disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan streptokokus. Bakteri masuk melalui kulit yang luka dan dapat
juga melalui kontak langsung. Lokasi pada daerah muka dan sekitar hidung, kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah dan menjadi krusta tebal berwarna kuning.
Dapat terjadi glomerulonefritis 2 – 5 Djuanda , 2007
Universitas Sumatera Utara
2.5. STREPTOKOKUS
Bakteri ini pertama sekali diidentifikasi oleh Billroth tahun 1874. Merupakan kuman gram positif, yang bersifat nonmotile yang berpasangan, diameter bakteri 0,5 – 1,2
µm, hampir semua merupakan kuman yang bersifat fakultatif anaerob, Rollins, 2000.
Streptokokus merupakan kokus tunggal berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai. Kokus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu panjang rantai.
Anggota rantai tersebut sering membentuk gambaran diplokokus dan kadang – kadang terlihat seperti batang. Beberapa streptokokus menguraikan polisakarida kapsular seperti
pneumokokus, kapsul ini menggangu proses fagositosis. Dinding sel streptokokus mengandung protein antigen M, T dan R . Pertumbuhan sebagian besar streptokokus
patogen paling baik pada suhu 37 ° C, Streptokokus menghasilkan toksin seperti streptokinase, streptodornase, hialuronidase, eksotoksin pirogenik dan hemolisin.
Streptokokus pyrogen β hemolitikus menghasilkan streptolisin. Streptolisin O berperan
pada beberapa proses hemolisis, zat ini secara kuantitatif terikat dengan antistreptolisin O, yang merupakan antibodi yang terpapar pada manusia setelah infeksi oleh strepptokokus.
Titer antistreptolisin O yang lebih dari 160 – 200 unit dianggap sangat tinggi dan menunjukan adanya infeksi stretokokus yang baru terjadi atau adanya kadar antibodi yang
tinggi akibat respon imun yang berlebihan terhadap pajanan sebelumnya. Jawetz .2008
Dinding sel bakteri streptokokus β hemolitikus yang terdiri dari peptidoglikan yang
berhubungan dengan lipoteichoic LTA , dimana LTA ini diperkirakan sangat berperan dalam peningkatan bakteri yang melekat pada sel epitel dinding faring. Streptokokus grup
Universitas Sumatera Utara
A sering menyebabkan infeksi terbanyak pada saluran napas terutama pada anak 5 – 15 tahun. Komplikasi berupa bentuk supuratif abses peritonsil, abses retrofaring, otitis media,
sinusitis, bakterimia. Non supuratif berupa demam rematik, akut glomerulonefritis, Koneman. 1997 .
Bakteri streptokokus dapat dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan kemampuan menghancurkan sel darah merah yaitu : streptokokus
β hemoltikus jika dapat melakuakn hemolisis lengkap, streptokokus
ά hemoltikus jika menyebabkan hemolisis parsial, streptokokus
μ hemolitikus jika tidak menyebabkan hemolisis. Sistem penentuan serologi yaitu grup A streptokokus dibuat berdasarkan jenis polisakarida dinding sel, atas dasar
reaksi presipiting protein M atau reaksi aglutinin protein T dinding sel. Struktur sel strepokokus terdiri dari kapsul asam hialuronid , dinding sel, fimbria dan membran
sitoplasma. Kapsul asam hialuronid berkerja sebagai strain mukoid, resisten terhadap pagositosis dan berperan dalam terjadinya infeksi. Nefritis associated plasmin receptor
NAPLr adalah protein dengan berat molekul 43- kDa yang diisolasi dari streptokokus nefrtogenik, protein ini merupakan antigen yang terdapat dalam glomerulus pada stadium
dini GNAPS Pardede., 2009
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Sel Bakteri.dikutip dari pustaka no, 17
2.6. Anti Streptolisin Titer O