Manifestasi Klinis Yang Sering Dijumpai Pada Anak Hiv Di Rsup H. Adam Malik Dari Tahun 2009 Sampai 2013

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

MANIFESTASI KLINIS YANG SERING DIJUMPAI PADA ANAK HIV DI RSUP H. ADAM MALIK DARI TAHUN 2009 SAMPAI 2013

SARAVANA SELVI A/P SANMUGAM 110100426

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

MANIFESTASI KLINIS YANG SERING DIJUMPAI PADA ANAK HIV DI RSUP H. ADAM MALIK DARI TAHUN 2009 SAMPAI 2013

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

SARAVANA SELVI A/P SANMUGAM 110100426

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

ABSTRAK

Latar belakang : HIV adalah suatu infeksi menular yang bahaya. Kini, kasus HIV pada anak semakin meningkat di seluruh dunia dan penanganan yang tepat harus dilakukan.

Tujuan : Untuk mengetahui manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan metode total sampling dan dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai Oktober 2014. Data diperoleh melalui data sekunder yaitu melalui rekam medis anak yang menderita HIV. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer. Hasil : Selama tahun 2009 sampai 2013, didapatkan 71 anak menderita HIV. Kelompok anak yang paling banyak menderita HIV adalah kelompok anak dengan umur 1-5 tahun yaitu sebanyak 41 orang (57.7%) dan lelaki lebih banyak dibanding perempuan yaitu lelaki berjumlah 38 orang (53.5%) dan perempuan berjumlah 33 orang (46.5%). Cara penularan HIV yang terbanyak adalah dari ibu ke anak yaitu sebanyak 54 orang (76.1%). Kebanyakan anak HIV adalah dari stadium III yaitu sebanyak 19 orang (26.8%). Keluhan paling banyak adalah batuk yaitu pada 29 orang (40.8%). Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV adalah TB Paru yaitu pada 33 orang (46.5%), diikuti Bronkopneumonia yaitu pada 13 orang (18.3%), diikuti dengan Kandidiasis Oral pada 10 orang (14.1%), diikuti Gizi Buruk Tipe Marasmus pada 9 orang (12.7%), serta Anemia yang ditemukan pada 5 orang (7.0%).

Kesimpulan : Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV adalah TB Paru, bronkopneumonia, kandidiasis oral, gizi buruk tipe marasmus, dan anemia. Kata kunci : HIV, Manifestasi klinis, anak-anak


(5)

ABSTRACT

Background : HIV is a dangerous infection that can be transmitted. The incidence of HIV in children is now increasing worldwide and proper treatment should be provided to avoid it.

Objective : To determine the clinical manifestations often found in children with HIV.

Methods : This study used descriptive method and was conducted using total sampling from July 2014 until October 2014. Data’s were obtained through secondary data using medical records of children suffering from HIV. The data collected is then processed and analyzed using computer programs.

Results : From year 2009 till 2013, about 71 children suffered HIV. Children aged 1-5 years are affected the most by HIV as many as 41 people (57.7%) and it is found that boys are affected more than girls, where the boys were 38 people (53.5%) and girls were 33 people (46.5%). Type of HIV transmission found the most is from mother to child which is in 54 people (76.1%). Children with HIV most widely found at stage III about 19 people (26.8%). The most common complaint were cough that is in 29 people (40.8%). Clinical manifestations that are often found in those HIV children were pulmonary TB in 33 people (46.5%), followed by bronchopneumonia in 13 people (18.3%), oral candidiasis in 10 people (14.1%), marasmus type malnutrition in 9 people (12.7%), and anemia in 5 people (7.0%).

Conclusion : Clinical manifestations often found in children with HIV is pulmonary TB, bronchopneumonia, oral candidiasis, marasmus type malnutrition, and anemia.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulisan Ilmiah ini dengan judul “Manifestasi Klinis Yang Sering Dijumpai Pada Anak HIV Di RSUP H.Adam Malik Dari Tahun 2009 Sampai 2013”.

Proses penulisan Karya Tulisan Ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Mahrani Lubis, M.Ked(Ped), SpA selaku Dosen Pembimbing semasa laporan proposal penelitian yang telah memberikan bimbingan dan perbaikan penulisan selama ini.

2. Dosen Penguji 1, dr. Siti Nursiah, SpTHT dan dosen Penguji 2, dr. Refli Hassan, SpPD telah menolong membaiki dan memberi saranan tentang penulisan ini.

3. Dosen-dosen dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran USU.

4. Pihak Instalasi Rekam Medis, Pusyansus, dan Poli Anak Divisi Alergi dan Imunologi RSUP Haji Adam Malik Medan.

5. Ayah dan Ibu tercinta serta adik, terima kasih untuk doanya.

6. Rekan-rekan para mahasiswa Fakultas Kedokteran USU, stambuk 2011 dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Untuk seluruh bantuan baik moral maupun materil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis mengucapkan terima kasih dan tanpa anda, laporan hasil penelitian ini tidak mungkin dapat disiapkan.


(7)

Sebagai mahasiswa, penulis masih berada di tahap pembelajaran yang ingin tetap belajar memperbaiki kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 9 Desember 2014 Penulis

Saravana Selvi a/p Sanmugam NIM: 100100426


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Singkatan ... x

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi HIV ... 4

2.2.Etiologi ... 4

2.3.Faktor Risiko ... 5

2.4.Klasifikasi ... 7

2.5.Patogenesis ... 8

2.6.Manifestasi Klinis ... 9

2.7.Diagnosis ... 12

2.7.1. Anamnesis ... 12

2.7.2. Pemeriksaan Laboratorium ... 12

2.7.3. Pemeriksaan Penunjang ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep Penelitian ... 15


(9)

3.2.Variabel yang Diteliti ... 16

3.3.Definisi Operasional ... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1.Jenis Penelitian ... 17

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

4.2.1. Waktu Penelitian ... 17

4.2.2. Tempat Penelitian ... 17

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

4.3.1.Populasi ... 17

4.3.2.Sampel ... 17

4.3.3.Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 17

4.3.4.Besar Sampel... 18

4.4.Metode Pengumpulan Data ... 18

4.5.Pengolahan dan Analisa Data ... 18

4.6.Etika Penelitian ... 18

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 19

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19

5.1.2. Deskripsi Karekteristik Sampel Penelitian ... 19

5.2. Pembahasan ... 23

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 27

6.2. Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel 2.1 Stadium klinis untuk HIV/AIDS pada anak dengan infeksi 7 HIV menurut WHO

Tabel 5.1 Distribusi Karekteristik Dasar Sampel 20 Tabel 5.2 Distribusi Keluhan Saat Kunjungan 21 Tabel 5.3 Distribusi Penyakit Penyerta yang Sering Dijumpai 22


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 3.1. Kerangka konsep manifestasi klinis yang sering 15 dijumpai pada anak HIV di RSUP H. Adam


(12)

DAFTAR SINGKATAN

HIV Human Immunodeficiency Virus RNA Ribonucleic Acid

AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome DNA Deoxyribonucleic Acid

ASI Air Susu Ibu

WHO World Health Organization LGE Lineal Gingival Erythema OHL Oral Hair leukoplakia PCP Pneumocystis pneumonia CMV Cytomegalovirus

PML Progressive Multifocal Leucoencephalopathy X-ray X-radiation

MAC Mycobacterium avium-intracellulare complex HSV Herpes Simplex Virus

VZV Varicella Zoster Virus ART Antiretroviral

OM Otitis Media

LIP Lymphoid Interstitial Pneumonitis SSP Sistem Saraf Pusat

CNS Central Nervous System IgG Imunoglobulin G IgA Imunoglobulin A IgM Imunoglobulin M

JC virus John Cunningham virus HZ Herpes Zoster

ELISA Enzyme-Linked Immunosorbent Assay PCR Polymerase Chain Reaction


(13)

UNAIDS Joint United Nations Programme on HIV/AIDS UNICEF United Nations Children's Fund


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Komisi Etik Lampiran 3 Surat Izin Survei Awal


(15)

ABSTRAK

Latar belakang : HIV adalah suatu infeksi menular yang bahaya. Kini, kasus HIV pada anak semakin meningkat di seluruh dunia dan penanganan yang tepat harus dilakukan.

Tujuan : Untuk mengetahui manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan metode total sampling dan dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai Oktober 2014. Data diperoleh melalui data sekunder yaitu melalui rekam medis anak yang menderita HIV. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer. Hasil : Selama tahun 2009 sampai 2013, didapatkan 71 anak menderita HIV. Kelompok anak yang paling banyak menderita HIV adalah kelompok anak dengan umur 1-5 tahun yaitu sebanyak 41 orang (57.7%) dan lelaki lebih banyak dibanding perempuan yaitu lelaki berjumlah 38 orang (53.5%) dan perempuan berjumlah 33 orang (46.5%). Cara penularan HIV yang terbanyak adalah dari ibu ke anak yaitu sebanyak 54 orang (76.1%). Kebanyakan anak HIV adalah dari stadium III yaitu sebanyak 19 orang (26.8%). Keluhan paling banyak adalah batuk yaitu pada 29 orang (40.8%). Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV adalah TB Paru yaitu pada 33 orang (46.5%), diikuti Bronkopneumonia yaitu pada 13 orang (18.3%), diikuti dengan Kandidiasis Oral pada 10 orang (14.1%), diikuti Gizi Buruk Tipe Marasmus pada 9 orang (12.7%), serta Anemia yang ditemukan pada 5 orang (7.0%).

Kesimpulan : Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV adalah TB Paru, bronkopneumonia, kandidiasis oral, gizi buruk tipe marasmus, dan anemia. Kata kunci : HIV, Manifestasi klinis, anak-anak


(16)

ABSTRACT

Background : HIV is a dangerous infection that can be transmitted. The incidence of HIV in children is now increasing worldwide and proper treatment should be provided to avoid it.

Objective : To determine the clinical manifestations often found in children with HIV.

Methods : This study used descriptive method and was conducted using total sampling from July 2014 until October 2014. Data’s were obtained through secondary data using medical records of children suffering from HIV. The data collected is then processed and analyzed using computer programs.

Results : From year 2009 till 2013, about 71 children suffered HIV. Children aged 1-5 years are affected the most by HIV as many as 41 people (57.7%) and it is found that boys are affected more than girls, where the boys were 38 people (53.5%) and girls were 33 people (46.5%). Type of HIV transmission found the most is from mother to child which is in 54 people (76.1%). Children with HIV most widely found at stage III about 19 people (26.8%). The most common complaint were cough that is in 29 people (40.8%). Clinical manifestations that are often found in those HIV children were pulmonary TB in 33 people (46.5%), followed by bronchopneumonia in 13 people (18.3%), oral candidiasis in 10 people (14.1%), marasmus type malnutrition in 9 people (12.7%), and anemia in 5 people (7.0%).

Conclusion : Clinical manifestations often found in children with HIV is pulmonary TB, bronchopneumonia, oral candidiasis, marasmus type malnutrition, and anemia.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab AIDS yang telah menjadi salah satu tantangan kesehatan yang paling serius di dunia (The Henry.J Kaiser Family Foundation, 2013). Kasus pertama pada anak telah dilaporkan pada tahun 1983 di Amerika (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010). The World Health Organization/Joint United Nations Programme on HIV/AIDS/United Nations Children's Fund (WHO/UNAIDS/UNICEF) telah melaporkan akses universal (2008) dan UNAIDS/WHO 2009 uptake epidemiologi memperkirakan bahwa, secara global, jumlah anak-anak dibawah 15 tahun yang hidup dengan HIV meningkat dari 1,6 juta (1,4-1,6 juta) pada 2001 ke 2,1 juta (1,9-2,3 juta) pada 2008. Hampir 90% dari anak-anak ini tinggal di Sub-Sahara Afrika. Daerah ini merupakan daerah yang paling banyak terdapat penduduk yang hidup dengan HIV (WHO,2010).

Pada tahun 2008, di seluruh dunia, diperkirakan 430.000 (240.000-610.000) infeksi baru telah terjadi pada anak-anak, dimana 90% didapatkan dari ibu HIV ke bayi. Diperkirakan bahwa, dari 430.000 infeksi baru, 280.000 hingga 360.000 diperoleh selama persalinan dan pada periode pre-partum. Sisanya dari infeksi baru, sebagian besar diperoleh melalui pemberian ASI. Pada tahun 2008, sebanyak 280.000 (150.000-410.000) anak meninggal karena AIDS (WHO,2010). Di Asia, diperkirakan kira-kira 4,8 juta orang hidup dengan HIV di seluruh Asia Selatan atau Tenggara dan Asia Timur. Terdapat dua negara yang paling padat penduduknya di daerah ini, yaitu China dan India dengan tingkat prevalensinya bahkan relatif rendah (The Henry.J Kaiser Family Foundation,2013).

Di Indonesia, dilaporkan adanya tambahan HIV dalam triwulan Oktober sampai dengan Desember 2013 sebanyak 8.624. Jumlah HIV yang dilaporkan pada 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013 adalah 29.037. Pertama kali kasus HIV dilaporkan di Indonesia adalah pada tahun 1987. Sejak itu, jumlah


(18)

kasus HIV telah meningkat dengan cepat, dimana data terbaru yang menunjukkan sampai 31 Desember 2013 secara kumulatif terdapat jumlah kasus HIV sebanyak 127.416 dan angka kematiannya adalah 9.585 orang (Ditjen PP & PL Kemenkes RI,2013).

Menurut Ditjen PP & PL Kemenkes RI 2013, prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk berdasarkan provinsi, terdapat 10,02 kasus per 100.000 populasi di Sumatera Utara. Jumlah kumulatif kasus HIV berdasarkan provinsi Sumatera Utara adalah 7.967 orang (Ditjen PP & PL Kemenkes RI,2013).

Terdapat beberapa manifestasi klinis yang sering dapat dijumpai pada anak-anak HIV, seperti diare, demam, penurunan berat badan, hepatomegali, anemia, limfadenopati, dan keringat malam. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Herdiman T Pohan di Jakarta menyatakan bahwa gejala klinis yang paling sering ditemukan pada pasien HIV dewasa adalah demam akut (Herdiman T Pohan,2004). Penelitian lain yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar menyatakan bahwa diare merupakan gejala klinis yang paling banyak ditemukan pada anak yang menderita HIV (Mahayani, dan dkk). Suatu penelitian di India mendapatkan manifestasi klinis yang paling sering dijumpai pada anak HIV adalah kandidiasis oral dan tuberkulosis paru masing-masing sebesar 43% dan 35% (Madhivanan P, dan dkk, 2003).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak dengan kasus HIV di RSUP Haji Adam Malik dari tahun 2009-2013.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009 sampai 2013.


(19)

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini :

1) Mengetahui jumlah kejadian HIV pada anak-anak dari tahun 2009-2013 di RSUP Haji Adam Malik, Medan.

2) Mengetahui stadium klinis yang sering dijumpai pada anak-anak HIV dari tahun 2009-2013 di RSUP Haji Adam Malik, Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran informasi tentang manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV di RSUP Haji Adam Malik,Medan.

2) Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian yang sejenis atau yang lain.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi HIV

Infeksi HIV adalah suatu kondisi yang secara bertahap dapat menghancurkan sistem kekebalan tubuh yang menyulitkan tubuh untuk melawan infeksi. Virus ini bisa menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) (Hay et al.. 2003). HIV adalah suatu virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk golongan retrovirus, famili lentivirus. (Gomella et al., 1999)

Inti (nukleoid) dari HIV berbentuk silindris dan eksentrik dan mengandung 2 rangkaian genom RNA diploid dengan masing-masing rangkaian memiliki enzim reverse transcriptase dan integrase. HIV membentuk struktur nukleokapsid dengan protein kaspid yang menutupi komponen nukleoid tersebut. Selain itu, bagian paling luar HIV terdiri dari lapisan membran fosfolipid yang berasal dari membrane plasma sel penjamu. Terdapat tonjolan yang terdiri atas molekul glikoprotein (gp120) dengan bagian transmembran yang merupakan gp41 yang keduanya dibentuk oleh virus pada membran permukaan virion (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010).

2.2. Etiologi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) menyebabkan infeksi HIV dan AIDS. Setelah seseorang memiliki virus ini, virus ini tetap berada dalam tubuh seumur hidup (Marcdante et al.,2011). Virus HIV ini mampu menyebabkan efek sitopatik yang singkat, infeksi laten dalam jangka panjang, dan juga menyebabkan penyakit progresif termasuk wasting syndrom dan degenerasi susunan saraf pusat. HIV, merupakan virus yang mempunyai kemampuan untuk membentuk DNA dari RNA dengan adanya enzim reverse transcriptase. RNA virus digunakan sebagai template untuk membentuk DNA dengan menggunakan enzim ini dan kemudian berintegrasi ke dalam kromosom penjamu dan selanjutnya bekerja sebagai dasar untuk proses replikasi HIV (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010). HIV-1 menyebabkan 99% dari semua kasus manusia, sedangkan HIV-2 yang kurang


(21)

virulen, menyebabkan 1 sampai 9 persentase dari kasus di Afrika dan jarang di United States. (Marcdante et al., 2011).

Virus ini menyebar ke manusia dalam salah satu cara yang berikut : • Melalui kontak seksual – termasuk oral, vagina, dan seks anal

• Melalui darah – melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang berulang pada pasien yang berbeda.

• Dari ibu ke anak – Seseorang wanita hamil dapat menyebarkan virus ke janinnya melalui peredaran darah bersama (shared) mereka atau dengan menyusui ASI (Marcdante et al., 2011).

2.3. Faktor Risiko 1) Ibu berisiko tinggi

Setiap bayi yang lahir dari ibu yang berisiko tinggi, sangat berisiko. Ibu berisiko tinggi termasuk pengguna intravena narkoba, penderita hemofilia, pasangan laki-laki biseksual, dan pasangan dari penderita hemofilia. Ada beberapa mekanisme untuk transmisi virus termasuk keaadan penyakit ibu, paparan janin pada cairan tubuh ibu yang terinfeksi, respons imun ibu yang menurun, dan pemberian ASI. Risiko penularan tampaknya lebih besar jika jumlah CD4 ibu berkurang, atau ada peningkatan beban virus (p24 antigenemia), atau kultur darah HIV positif. Jumlah virus maternal dapat memprediksi transmisinya lebih baik daripada indikator klinis atau imunologi. Rute yang bakal menyebabkan infeksi termasuk, campuran darah ibu dan janin dan infeksi di seluruh plasenta ketika intergriti yang terganggu contohnya, placentitis (sifilitik) dan chorioamnionitis. Peningkatan risiko penularan vertikel telah berkorelasi dengan durasi peningkatan pecahnya ketuban sebelum melahirkan (Gomella et al.,1999).


(22)

2) Transfusi Darah

Skrining donor darah telah berkurang tetapi belum sepenuhnya dihilangkan risiko karena orang-orang yang baru terinfeksi, viremic tapi seronegatif selama 2-4 bulan dan juga karena dari beberapa orang yang terinfeksi, sebanyak 5 sampai 15 persentase adalah seronegatif. Risiko penularan HIV saat ini per unit transfusi adalah 1 dalam 225,000 (Gomella et al., 1999).

3) Pemberian ASI

ASI adalah cara penularan HIV yang utama pasca kelahiran untuk bayi. RNA dan DNA provirus HIV-1 telah terdeteksi di sel ASI. Viral load dalam kolostrum tampaknya sangat tinggi. Risiko tertinggi dari ASI adalah ketika infeksi primer ibu terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah dilahirkan (Gomella et al., 1999).

4) Anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010).

5) Anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010).


(23)

2.4. Klasifikasi

Tabel 2.1: Stadium klinis untuk HIV/AIDS pada anak dengan infeksi HIV menurut (WHO, 2007)

Stadium 1 - Tanpa gejala (asimtomatis)

- Limfadenopati generalisata persisten Stadium 2 - Hepatosplenomegali persisten tanpa alasan

- Erupsi papular pruritis - Infeksi virus kutil yang luas - Moluskum kontagiosum yang luas - Infeksi jamur di kuku

- Ulkus mulut yang berulang

- Pembesaran parotid persisten tanpa alasan - Eritema lineal gingival (LGE)

- Herpes zoster

- Infeksi saluran napas bagian atas yang

berulang atau kronis (ototis media, otore, sinusitis, atau tonsilitis)

Stadium 3 - Malnutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku

- Diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih)

- Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus-menerus, lebih dari 1 bulan)

- Kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu)

- Gingivitis atau periodonitis nekrotising berulkus yang akut

- Oral hairy leukoplakia (OHL)

- Tuberkulosis pada kelenjar getah bening - Tuberkulosis paru

- Pneumonia bakteri yang parah dan berulang - Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala - Penyakit paru kronis terkait HIV termasuk

brokiektasis

- Anemia (<8g/dl), neutropenia (<0,5 × 109/l) dan/atau trombositopenia kronis (<50 × 109/l) tanpa alasan

Stadium 4 - Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah tanpa alasan dan tidak menanggapi terapi yang baku

- Pneumonia Pneumosistis (PCP)

- Infeksi bakteri yang parah dan berulang

(mis. empiema, piomisotis, infeksi tulang atau sendi, atau meningitis, tetapi tidak termasuk pneumonia)

- Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial atau kutaneous lebih dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun)

- Tuberkulosis di luar paru - Sarkoma Kaposi

- Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)

- Toksoplasmosis sistem saraf pusat (setelah usia 1 bulan)

- Ensefalopati HIV

- Infeksi sitomegalovirus: retinitis atau infeksi CMV yang mempengaruhi organ lain, yang mulai pada usia lebih dari 1 bulan)

- Kriptokokosis di luar paru (termasuk

meningitis)

- Mikosis diseminata endemis (histoplasmosis luar paru, kokidiomikosis)

- Kriptosporidiosis kronis - Isosporiasis kronis

- Infeksi mikobakteri non-TB diseminata - Limfoma serebral atau non-Hodgkin sel-B - Progressive multifocal leucoencephalopathy

(PML)

- Nefropati bergejala terkait HIV atau


(24)

2.5. Patogenesis

Infeksi primer terjadi apabila virion HIV dalam darah, semen atau cairan tubuh lain dari seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai reseptor gp120 dan gp41. Sel yang pertama terkena infeksi HIV adalah sel T CD4+ dan monosit di darah atau sel T CD4+ dan makrofag di jaringan mukosa, tergantung dari tempat masuknya virus. Kemudian, virus ditangkap oleh sel dendrit yang berada di epitel tempat masuknya virus dan bermigrasi ke kelenjar getah bening. Protein yang diekspresikan oleh sel dendrit berperan dalam pengikatan dengan envelope HIV dan hal ini menyebabkan penyebaran HIV ke jaringan limfoid. Di jaringan limfoid, melalui kontak langsung antara sel, sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel T CD4+. Replikasi virus dalam jumlah yang banyak setelah paparan pertama dengan HIV, menyebabkan viremia disertai dengan sindroma HIV akut (gejala dan tanda nonspesifik) dan dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Virus ini menginfeksi sel T subset CD4+ atau T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid perifer dan menyebar ke seluruh tubuh. Setelah itu, terjadi respons imun adaptif baik humoral atau seluler terhadap antigen virus (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010).

Setelah infeksi akut, terjadi fase kedua atau disebut masa laten klinis, dimana kelenjar getah bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada tahap ini, manifestasi klinis infeksi HIV belum muncul dan sistem imun masih kompeten mengatasi infeksi mikroba oportunistik. Jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T perifer tidak mengandung HIV pada fase ini. Dalam jaringan limfoid, penghancuran sel T CD4+ terus berlangsung dan jumlah sel T CD4+ yang bersirkulasi semakin kurang. Akhirnya, terjadi penurunan jumlah sel T CD4+ di jaringan limfoid dan sirkulasi setelah beberapa tahun karena siklus infeksi, kematian sel T dan infeksi baru yang terus berjalan (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010).


(25)

Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain. Produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid distimulasi oleh respons imun terhadap infeksi tersebut. Stimulus seperti antigen dan sitokin yang mengaktivasi sel T dapat meningkatkan transkripsi gen HIV. Sitokin (contohnya TNF) diproduksi dari sistem imun alamiah. Perannya adalah sebagai respons terhadap infeksi mikroba dan sangat efektif untuk memacu produksi HIV (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010).

Penyakit HIV ini berjalan terus dimana akan terjadi destruksi seluruh jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari 200 sel/mm3 dan viremia HIV meningkat drastik dan menyebabkan AIDS (Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010).

2.6. Manifestasi Klinis 1) Infeksi

Pneumonia pneumosistis (PCP) adalah infeksi oportunistik yang paling umum pada populasi pediatrik. Puncak kejadian PCP adalah pada usia 3-6 bulan dengan angka kematian tertinggi pada anak kurang dari 1 tahun. Presentasi klinis PCP yang klasik termasuk onset akut demam, takipnea, dispnea. Pada beberapa anak, terjadinya hipoksemia bisa mendahului manifestasi klinis. Temuan yang paling umum dari X-ray dada terdiri dari infiltrat interstitial difus atau penyakit alveolar yang cepat berkembang. Lesi nodular, infiltrat bergaris atau lobar, atau efusi pleura kadang-kadang dapat terlihat. (Kliegman et al., 2007).

Infeksi mikobakteri atipikal terutama Mycobacterium avium-intracellulare complex (MAC), dapat menyebabkan penularan penyakit pada anak terinfeksi HIV yang mengalami imunosupresi (Kliegman et al.,2007). MAC yang menyebabkan demam, keringat malam, penurunan berat badan, diare, kelelahan, limfadenopati, hepatomegali, anemia, dan granulositopenia terjadi pada anak-anak yang terinfeksi dan memiliki jumlah CD4 di bawah 50-100/UL (Hay et al., 2003).

Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur yang paling umum terlihat pada anak yang terinfeksi HIV. Oral thrush yang terjadi melibatkan kerongkongan


(26)

pada 20% dari anak-anak dengan penurunan CD4 yang parah dan menunjukkan gejala seperti anoreksia, disfagia, muntah, dan demam (Kliegman et al., 2007).

Infeksi virus, terutama dengan Herpes Simplex Virus (HSV) menyebabkan gingivostomatitis berulang. Infeksi Varicella zoster primer (VZV) dapat menyebabkan infeksi bakteri atau penyebaran visceral termasuk pneumonitis. Infeksi Cytomegalovirus (CMV) diseminata dapat terjadi dengan penurunan CD4 yang berat (< 50 sel/mm3 CD4) dan dapat melibatkan organ tunggal atau ganda. Retinitis, pneumonitis, gastritis dengan obstruksi pylorus, hepatitis, colitis, dan esofagitis sering ditemukan tetapi komplikasi ini jarang terlihat jika ART diberikan (Kliegman et al., 2007).

2) Sistem Kardiovaskular

Sebuah studi prospektif telah mengungkapkan bahwa dilatasi kardiomiopati dan hipertrofi ventrikel kiri merupakan gejala yang umum pada anak-anak dengan infeksi HIV. Instabilitas hemodinamik lebih sering terjadi pada penyakit HIV stadium lanjut. Irama gallop dengan takipnea dan hepatosplenomegali tampaknya menjadi indikator klinis terbaik dari gagal jantung kongestif pada anak yang terinfeksi HIV. Elektrokardiografi dan ekokardiografi sangat membantu dalam menilai fungsi jantung sebelum timbulnya gejala klinis (Kliegman et al., 2007).

3) Paru

Pneumonitis Interstitial Limfoid (LIP) merupakan infiltrasi paru interstial yang kronik (Rudolph et al., 2006) yang terdiri dari limfosit dan sel plasma. Hal ini mungkin asimtomatik atau berhubungan dengan batuk kering, hipoksemia, dispnea atau mengi saat aktivitas, dan clubbing digit. Anak-anak sering mengalami pembesaran kelenjar parotis dan limfadenopati generalisata (Hay et al., 2003). Sebagian besar anak yang terinfeksi HIV mengalami sekurang-kurangnya satu episode pneumonia selama penyakit dan sering dihubungkan dengan kegagalan pernafasan akut dan kematian. Bronkiektasis yang jarang terjadi, dapat menyebabkan infeksi sekunder berulang (Kliegman et al., 2007).


(27)

4) Hematologi

Obat-obatan, infeksi, kekurangan gizi dan HIV sendiri dapat menyebabkan disfungsi sumsum tulang dan menyebabkan infeksi HIV dari spektrum ringan sampai berat. Infeksi HIV yang belum didiagnosis menunjukkan asimptomatik trombositopenia. Perdarahan jarang terjadi dalam keadaan ini, namun risiko perdarahan intrakranial berpotensi meningkat seiring dengan jumlah trombosit yang menurun di bawah 10.000/mm3 (Crain et al., 2003).

5) Genitourinari / Ginjal

Anak-anak dengan penyakit lanjut berisiko tinggi terkena nefropati HIV, suatu kondisi yang ditandai dengan meningkatnya proteinuria nefrotik dan akhirnya mengakibatkan gagal ginjal. Protease inhibitor (indinavir) dapat menyebabkan nefrolitiasis yang mungkin asimptomatik atau disertai dengan nyeri pinggang, hematuria, dan kristaluria (Crain et al., 2003).

6) Neurologis

Ensefalopati mungkin bermanifestasi awal dari penyakit HIV. Perkembangan penyakit ditandai dengan apatis, spastisitas, hiperrefleksia, dan gangguan gaya berjalan yang mungkin terjadi serta hilangnya kemampuan berbahasa, berlisan, dan defisit motorik. Anak dewasa atau remaja mungkin menunjukkan masalah perilaku dan kesulitan belajar. Anak-anak dengan jumlah sel-T yang rendah (< 50-100/mm3) suseptibel terhadap infeksi oportunistik SSP. Limfoma SSP dapat disertai dengan onset baru temuan neurologis fokal, sakit kepala, kejang, dan perubahan status mental. Toksoplasmosis CNS sangat jarang terjadi pada bayi muda, tetapi mungkin terjadi pada saat remaja. Penemuan serum IgG antitoxoplasma pada sebagian besar kasus adalah sebagai penanda infeksi. Infeksi oportunistik lain dari SSP termasuk CMV, virus JC (PML), HSV, Cryptococcus atau coccoidioides meningitis (Crain et al., 2003).

7) Kulit

Anak yang terinfeksi HIV dengan gangguan kulit umum seperti impetigo atau selulitis mungkin memiliki penyebaran infeksi yang lebih ekstensif dan cepat. Kudis juga dapat ditemukan dengan papulosquamous eruption umum (Crain et al., 2003). Dermatitis seboroik atau eksim yang parah dan tidak


(28)

responsif terhadap pengobatan mungkin merupakan tanda nonspesifik awal infeksi HIV. Episode berulang atau kronis pada HSV, Herpes Zoster (HZ), moluskum kontagiosum, kutil datar, kutil anogenital, dan infeksi kandida adalah yang umum dan mungkin sulit untuk dikontrol. Epidermal hiperkeratosis dengan dry scaling dan rambut rontok dapat terlihat pada tahap akhir dari penyakit (Kliegman et al., 2007).

8) Gastrointestinal

Cryptosporidium dapat menyebabkan diare berat berair berhubungan dengan nyeri perut dan muntah. Isospora belli dapat menyebabkan sindrom yang serupa. CMV colitis juga dapat ditemukan dengan diare berdarah. Salmonella gastroenteritis menyebabkan demam, muntah, dan malaise selain diare. Ini adalah penyebab umum dari bakteremia dan dapat menyebabkan sepsis, artritis septik dan komplikasi meningitis. Semua komplikasi ini dapat berkembang dari minggu ke bulan setelah sembuh dari enteritis akut (Crain et al., 2003).

2.7. Diagnosis 2.7.1. Anamnesis

Hasil pemeriksaan skrining serologik terhadap Rubella, Hepatitis B, Sifilis, dan HIV pada kartu rekam medis ibu harus dilihat. Kemudian harus mencari apakah infeksi terkena pada sistem organ dengan memeriksa bayi tersebut, termasuk pemeriksaan fundoskopi (Schwartz et al., 2005).

2.7.2. Pemeriksaan Laboratorium

Antibodi HIV diukur dengan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Sebuah tes konfirmasi, biasanya Western blot, harus dilakukan karena individu kadang-kadang memiliki reaksi menyilang antibodi, yang menghasilkan ELISA positif palsu. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV akan memiliki antibodi HIV tanpa melihat status infeksi karena melibatkan bagian transplasental antibodi maternal. Antibodi HIV maternal hilang pada semua anak dalam usia 18 bulan. Setelah usia itu, ELISA dapat digunakan untuk membuat diagnosis infeksi. Pada minggu awal setelah infeksi HIV akut diakuisisi, antibodi HIV mungkin


(29)

tidak ada. Kebanyakan daripadanya akan serokonversi dalam 6 minggu, tetapi kadang-kadang waktu serokonversi berkepanjangan sampai 3-6 bulan. Ketika infeksi HIV akut dicurigai, tes untuk sirkulasi virus harus diperoleh (Hay et al., 2003).

Asam nukleat HIV, RNA (dalam plasma) atau DNA (dalam sel darah), dapat dideteksi dengan sejumlah metode, termasuk PCR, ‘branched DNA assay’ dan ‘nucleic acid sequence based amplification’. Tes ini lebih murah tapi kurang sensitif. Ukuran kuantitatif dari RNA HIV dalam plasma sangat penting dalam memprediksi perkembangan penyakit dan menjadi petanda alternatif dari respon terhadap terapi antiretroviral (Hay et al., 2003).

Deteksi asam nukleat dapat digunakan pada bayi berusia 2 sampai 4 bulan yang berisiko terhadap infeksi HIV vertikel. Saat lahir, sekitar 30% bayi yang terinfeksi, terdeteksi memiliki RNA dan DNA HIV. Sisanya, memiliki hasil negatif pada deteksi RNA dan DNA HIV karena rendahnya tingkat sirkulasi virus, yang mungkin mengindikasikan bahwa infeksi tersebut didapatkan pada saat lahir. Selama 8 minggu yang pertama, hampir semua bayi terinfeksi akan memberikan hasil positif pada tes asam nukleat HIV. Bayi ditindak lanjut untuk gejala klinis dan diuji ulang pada usia 12, 15, dan 18 bulan untuk memantau pengembalian status seronegatif untuk mengkonfirmasi adanya infeksi (Hay et al., 2003).

‘Hallmark’ perkembangan penyakit HIV adalah penurunan jumlah absolut dan persentase CD4 T limfosit yang bisa memprediksi risiko anak-anak mendapat infeksi oportunistik. Hipergammaglobulinemia dari IgG, IgA, dan IgM adalah cirinya dan bisa diobservasi pada awal usia 9 bulan. Pada akhir penyakit, beberapa individu mungkin menjadi hipogammaglobulinemik. Gangguan hematologik mungkin terjadi akibat efek penyakit HIV atau bisa karena efek samping dari obat-obatan. (Hay et al., 2003).


(30)

2.7.3. Penunjang a) Imaging

Gambaran cerebral menunjukkan atrofi dan kalsifikasi pada basal ganglia dan lobus frontal pada pasien ensefalopati. Rontgen dada pada anak-anak dengan limfoid interstitial pneumonitis difus menunjukkan infiltrat retikulonodular interstitial, kadang-kadang dengan adenopati hilus. Rontgen dada pada Pneumocystis jiroveci pneumonia menunjukkan infiltrat perihilar yang berkembang menjadi ‘bilateral diffuse alveolar disease’ (Hay et al., 2003).


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini adalah untuk mengetahui manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV di RSUP H. Adam Malik dari tahun 2009 hingga 2013.

Berdasarkan tujuan dari penelitian, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

I IV

II

II III

Gambar 3.1. Kerangka konsep manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada tahun 2009-2013.

HIV pada bayi dan anak

Stadium Klinis

- Hepatosplenomegali persisten tanpa alasan

- Erupsi papular pruritis - Infeksi virus kutil yang luas - Moluskum kontagiosum yang

luas

- Infeksi jamur di kuku - Ulkus mulut yang berulang - Pembesaran parotid persisten

tanpa alasan

- Eritema lineal gingival (LGE) - Herpes zoster

- Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media, otore, sinusitis, atau tonsilitis)

- Malnutrisi sedang - Diare terus-menerus - Demam terus-menerus - Kandidiasis oral terus-menerus - Oral hairy leukoplakia (OHL) - Gingivitis atau periodonitis

nekrotising berulkus yang akut - Tuberkulosis pada kelenjar

getah bening - Tuberkulosis paru

- Pneumonia bakteri yang parah dan berulang

- Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala

- Penyakit paru kronis terkait HIV termasuk brokiektasis

- Anemia, neutropenia atau trombositopenia kronis

- Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah tanpa alasan dan tidak menanggapi terapi yang baku - Pneumonia Pneumosistis (PCP) - Infeksi bakteri yang parah dan - Infeksi herpes simpleks kronis

-Tuberkulosis di luar paru - Sarkoma Kaposi

- Kandidiasis esofagus

- Toksoplasmosis sistem saraf pusat - Ensefalopati HIV

- Infeksi sitomegalovirus - Kriptokokosis di luar paru - Mikosis diseminata endemis - Kriptosporidiosis kronis - Isosporiasis kronis

- Infeksi mikobakteri non-TB diseminata - Limfoma serebral atau non-Hodgkin sel-B - Progressive multifocal

leucoencephalopathy (PML) - Nefropati bergejala terkait HIV atau

kardiomiopati bergejala terkait HIV - Tanpa gejala

(asimtomatis) - Limfadenopati


(32)

3.2. Variabel yang diteliti :

Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Variabel Manifestasi klinis Data sekunder Analisis data Nominal Bebas yang sering dari rekam medis rekam medis

dijumpai pada anak HIV

Variabel HIV pada bayi Data sekunder Analisis data Nominal Tergantung dan anak dari rekam medis rekam medis

3.3. Definisi Operasional :

Definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. HIV pada anak adalah anak yang telah didiagnosis menderita HIV dengan menggunakan metode ELISA 3 metode dan/atau PCR.

2. Manifestasi klinis HIV adalah gejala yang sering ditemukan pada anak yang menderita HIV seperti infeksi mikobakteri, kandidiasis oral, infeksi virus, gangguan sistem kardiovaskuler dan paru, gagal ginjal, ensefalopati, dan kelainan kulit.

3. Umur adalah lama waktu hidup pasien dihitung dalam tahun penuh sejak lahir sampai ulang tahun terakhir.

4. Jenis kelamin adalah keadaan biologis yang membedakan individu. 5. Cara penularan adalah cara seseorang anak mendapatkan HIV.

6. Stadium klinis membantu mengetahui derajat kerusakan sistem kekebalan tubuh dan dapat mengenali tahap yang progresif dari yang ringan sampai yang peling berat.

7. Keluhan saat kunjungan adalah alasan spesifik yang mendorong orang tua anak HIV berkunjung ke rumah sakit.

8. Penyakit penyerta adalah kondisi dimana anak HIV memiliki penyakit lain yang dapat meningkatkan risiko timbulnya komplikasi HIV.


(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian :

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat cross-sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian : 4.2.1. Waktu Penelitian :

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai Oktober 2014.

4.2.2. Tempat Penelitian :

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian : 4.3.1. Populasi Penelitian :

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data rekam medis anak HIV yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel Penelitian :

Sampel penelitian ini adalah data anak HIV yang telah didiagnosis menderita HIV di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2009 sampai 2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi : Semua data rekam medis anak yang menderita infeksi HIV di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2009 sampai 2013.


(34)

4.3.4. Besar Sampel :

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode total sampling.

4.4. Metode Pengumpulan Data :

Data diperoleh melalui data sekunder yaitu melalui rekam medis anak yang menderita HIV di RSUP H. Adam Malik Medan .

4.5. Pengolahan dan Analisis Data :

Data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer.

4.6. Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(35)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

RSUP Haji Adam Malik Medan terletak di kecamatan Medan Sunggal di Jalan Bunga Lau Nomor 17, Medan. Rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan pusat untuk kota Medan. Berdasarkan hasil observasi awal sebelum dilakukan penelitian, RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit Tipe A karena mempunyai fasilitas yang lengkap serta memiliki ahli-ahli kebidanan dan data rekam medis yang lengkap. Pasien juga relatif banyak pada tahun yang diteliti dan ini memudahkan analisa data karena lebih signifikan. Data rekam medis di rumah sakit ini juga masih dalam keadaan baik dan teratur.

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah data semua pasien anak yang menderita infeksi HIV di RSUP Haji Adam Malik Medan dari tahun 2009-2013. Semua data sampel yang diambil adalah data sekunder yang diambil dari Pusyansus, Instalasi Rekam Medis, dan data dari Poli Anak Divisi Alergi dan Imunologi RSUP Haji Adam Malik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling. Jumlah data rekam medis yang diteliti adalah 71. Pada penelitian ini, karakteristik sampel dapat dibedakan berdasarkan umur, jenis kelamin, cara penularan, dan stadium klinis HIV.


(36)

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Dasar Sampel

Karakteristik N (%) Umur (tahun)

1-5 41

(57.7)

6-10

25(35.2)

11-15 5(7.0)

Jenis Kelamin Laki-laki 38(53.5) Perempuan 33(46.5) Cara Penularan Ibu ke anak

54(76.1)

Transfusi Darah 2(2.8)

Tidak jelas

15(21.1) Stadium klinis

I 5(7.0)

II 8(11.3)

III

19(26.8)

IV 2(2.8)

Tidak jelas 37(52.1)

Berdasarkan tabel 5.1, didapati bahwa kelompok anak yang paling banyak menderita HIV adalah kelompok anak dengan umur 1-5 tahun yaitu sebanyak 41 orang (57.7%), diikuti dengan kelompok umur 6-10 tahun yaitu sebanyak 25 orang (35.2%). Kelompok anak yang paling sedikit menderita HIV adalah kelompok anak dari umur 11-15 tahun yaitu sebanyak 5 orang (7.0%). Jumlah anak laki-laki yang terinfeksi lebih banyak daripada anak perenpuan.


(37)

Cara penularan HIV yang terbanyak adalah dari ibu ke anak yaitu sebanyak 54 orang (76.1%) dan yang jarang adalah transfusi darah yaitu sebanyak 2 orang (2.8%). Pada 15 orang (21.1%), cara penularannya unknown atau tidak jelas. Pasien HIV anak paling banyak datang ke RSUP H.Adam Malik Medan berada pada stadium klinis III yaitu sebanyak 19 orang (26.8%), diikuti dengan pasien anak dari stadium klinis II yaitu sebanyak 8 orang (11.3%), stadium klinis I 5 orang (7.0%), dan stadium klinis IV 2 orang (2.8%). Sebesar 37 data (52.1%) tidak mencantumkan stadium klinis HIV di dalam rekam medis.

Tabel 5.2 Distribusi Keluhan Saat Kunjungan

Tanda/gejala N (%)

Mencret 31(43.7)

Batuk 29(40.8)

Demam 27(38.0)

Penurunan Berat badan 8(11.3)

Kandidiasis Orofaringeal 5(7.0)

Sesak Nafas 5(7.0)

Muntah 5(7.0)

Terdapat beberapa keluhan utama yang telah dijumpai pada anak HIV saat kunjungan ke rumah sakit. Keluhan paling banyak adalah mencret yaitu pada 31 orang (43.7%), diikuti dengan keluhan batuk yaitu pada 29 orang (40.8%), demam pada 27 orang (38.0%). Penurunan berat badan juga merupakan salah satu keluhan yang sering yaitu pada 8 orang (11.3%).

Selain keluhan utama tersebut, ada juga keluhan yang lain dari anak HIV saat kunjungan ke rumah sakit, diantaranya kandidiasis orofaringeal, sesak nafas, dan muntah, masing masing sebesar 5 orang (7.0%). Selain itu gangguan tidur, kecacingan, pilek, keropeng, luka kudis, benjolan pipi, kejang demam, penurunan kesadaran, dan ruam kulit juga merupakan keluhan dari anak HIV yaitu masing -masing dari 1 orang (1.4%). Batuk darah, bintik-bintik merah dan ekstremitas kebiruan juga merupakan keluhan dari anak HIV, masing-masing keluhan dari 2


(38)

orang (2.8%), diikuti dengan keluhan gatal dan gagal tumbuh masing- masing 3 orang (4.2%). Keluhan dari 13 orang (18.3%) anak HIV adalah unknown atau tidak dapat ditemukan.

Tabel 5.3 Distribusi Penyakit Penyerta yang Sering Dijumpai

Diagnosis N(%)

TB Paru 33(46.5)

Bronkopneumonia 13(18.3)

Kandidiasis Oral 10(14.1)

Gizi Buruk Tipe Marasmus 9(12.7)

Anemia 5(7.0)

Berdasarkan tabel 5.3, penyakit penyerta yang sering dijumpai pada anak HIV adalah TB Paru yaitu 33 orang (46.5%), diikuti Bronkopneumonia pada 13 orang (18.3%), Kandidiasis Oral 10 orang (14.1%), Gizi Buruk Tipe Marasmus pada 9 orang (12.7%) dan Anemia 5 orang (7.0%).

Selain dari penyakit penyerta yang telah disebutkan, ada juga manifestasi klinis lain yang sering dijumpai pada anak HIV diantaranya adalah limfadenopati generalisata, dermatitis atopik, ruam popok, labiopalatoschizis, asma bronkial, splenomegali, thalassemia-beta mayor, campak, furunkolisis, penyakit jantung kongenital, paratifoid, pembesaran kelenjar getah bening, hand-foot-mouth disease, bronkiolitis, ensefalopati, meningitis, konjungtivitis, dehidrasi berat, gagal nafas, batuk persisten, miliaria, hepatitis C, pneumocystis jerovecii, dermatitis iritan, varicella, speech delay, post-stroke hemoragik, gizi buruk tipe kwashiorkor dan alergi masing-masing sebesar 1.4%.

Selain itu, ada juga manifestasi klinis lain seperti otitis medis supuratif kronik (OMSK), batuk kronik berulang, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan masing-masing ditemukan pada 2 orang (2.8%), diikuti dengan bronkitis dan rubella dimana masing-masing ditemukan pada 3 orang (4.2%), dan


(39)

cytomegalovirus (CMV) yang ditemukan pada 4 orang (5.6%). Sejumlah manifestasi klinis pada 15 orang (21.1%) adalah unknown atau tidak jelas.

5.2. Pembahasan

Ditjen PP & PL Kemenkes menyatakan jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan pada 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013 adalah sebesar 29.037 dan jumlah kejadian infeksi HIV pada anak usia kurang dari 15 tahun adalah sebesar 1.573. Jumlah kumulatif kasus HIV provinsi Sumatera Utara sebesar 7.967. Menurut Corry S Matondang dan Nia Kurniati, setiap tahun terjadi infeksi baru pada 5 juta orang dan 700.000 diantaranya terjadi pada anak-anak. Pada tahun 2005, terdapat 2.1 juta anak-anak di bawah usia 15 tahun dari 37.8 juta orang yang menderita infeksi HIV.

Pada studi ini, diketahui bahwa kejadian infeksi HIV paling banyak didapatkan pada anak usia kurang dari 5 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Sulianti Sarosa di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Dalam, yang menyatakan jumlah penderita anak HIV terbanyak ditemukan pada anak usia kurang dari 5 tahun (>66%), diikuti anak usia antara 5-10 tahun (26%) dan anak lebih dari 10 tahun sebanyak 7.9%. Menurut Ditjen PP & PL Kemenkes, jumlah anak HIV kurang dari 1 tahun adalah sebesar 234, anak diantara 1 sampai 4 tahun sebesar 921, dan anak diantara usia 5 sampai 14 tahun sebesar 418 pada tahun 2013. Selain itu, suatu penelitian yang telah dilakukan di RSUP H.Adam Malik, pada tahun 2006 hingga 2010 juga menyatakan bahwa usia anak terdiagnosis HIV yang terbanyak adalah pada usia 12-35 bulan yaitu dengan jumlah 17 kasus (32.1%). Sebagian besar anak terdeteksi infeksi HIV pada usia kurang dari 5 tahun disebabkan status infeksi HIV ibu yang tidak diketahui selama masa kehamilan sehingga ibu tidak mendapatkan obat antiviral dan bayi yang dilahirkan juga tidak mendapatkan pemeriksaan dan terapi profilaksis HIV yang sesuai.

Pada penelitian ini, didapatkan bahwa anak laki-laki lebih banyak menderita infeksi HIV dibandingkan anak perempuan. Hal ini dapat dibuktikan


(40)

dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Fatmawati pada tahun 2005 hingga 2006 yang menyatakan jumlah anak laki-laki terinfeksi HIV sebesar 12 orang dan anak perempuan pula sebesar 7 orang. Selain itu, menurut penelitian yang telah dilakukan di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2006 hingga 2010, jumlah laki-laki yang terinfeksi HIV lebih banyak yaitu sebesar 35 orang (66%) dibanding anak perempuan yaitu sebesar 18 orang (34%). Menurut Ditjen PP & PL Kemenkes 2013, lebih banyak laki-laki terinfeksi HIV yaitu sebesar 28,846 orang dibanding jumlah anak perempuan yaitu sebesar 15,565 orang. Hasil dari semua penelitian di atas semuanya sesuai dengan penelitian ini. Secara teoretis, anak laki-laki lebih banyak menderita infeksi HIV dibandingkan dengan anak perempuan namun belum ada sumber penjelasan yang jelas berkaitan dengan hal ini sampai sekarang.

Penelitian ini mendapatkan bahwa cara penularan infeksi HIV yang terbanyak adalah transmisi perinatal atau dari ibu ke anak. Penelitian dari Sulianti Sarosa di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Dalam, menyatakan bahwa angka penularan vertikal berkisar antara 14-39% dan diestimasi risiko penularan ke anak sebesar 29-47%. Dari buku Neonatology edisi ke-4, didapatkan bahwa kadar transmisi HIV-1 dari ibu ke anak berkisar antara 14-40%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2002 sampai dengan 2007 didapatkan bahwa sebanyak 342 orang anak dilahirkan dari ibu terinfeksi HIV dan 201 orang (58.5%) anak turut terinfeksi HIV. Ditjen PP & PL Kemenkes juga mengatakan transmisi perinatal lebih banyak yaitu sebesar 1,438 dibanding transfusi darah sebesar 123 kasus. Kebanyakan anak mendapat infeksi HIV secara perinatal disebabkan berbagai faktor seperti ketidaktahuan status infeksi HIV ibu yang mengakibatkan ibu tidak mendapatkan terapi antiretroviral selama kehamilan, cara persalinan yang tidak aman, bayi tidak mendapatkan profilaksis HIV dan pemberian ASI – susu formula pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV.


(41)

Terdapat empat stadium klinis HIV dan dalam penelitian ini didapatkan bahwa stadium klinis yang sering dijumpai pada anak HIV adalah stadium klinis III. Menurut penelitian yang telah dilakukan di RSUP Fatmawati pada tahun 2005 hingga 2006 didapatkan bahwa seropositif merupakan spektrum klinis diagnosis HIV terbanyak yaitu sebanyak 9 kasus, diikuti HIV stadium klinis III yaitu sebanyak 7 kasus dari jumlah 19 kasus. Penelitian lain yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar menyatakan bahwa stadium klinis HIV terbanyak pada saat diare pertama kali terjadi adalah stadium klinis III yaitu sebesar 10 orang dari 22 pasien. (Mahayani, dan dkk).

Pada penelitian ini, didapatkan bahwa keluhan terbanyak dari anak HIV saat kunjungan ke rumah sakit adalah mencret, diikuti batuk, demam, penurunan berat badan, kandidiasis orofaringeal, sesak nafas dan muntah. Keluhan terbanyak yang ditemukan dari penelitian Sulianti Sarosa di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Dalam, adalah seperti hepatomegali yaitu sebesar 48 orang (53.9%), diiukuti demam >37,50C sebesar 39 orang (50.0%), gangguan pernapasan sebesar 42 orang (46.1%), dan kelainan kulit sebesar 41 orang (41.6%). Selain itu, penelitian dari Herdiman T.Pohan di Jakarta menyatakan bahwa keluhan terbanyak adalah demam yaitu sebesar 23 orang (34.8%), diikuti sesak nafas sebesar 11 orang (16.6%) dan diare sebesar 6 orang (9.0%). Dari penelitian RSUP Sanglah, diare merupakan salah satu manifesatsi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV.

Mencret paling banyak ditemukan mungkin karena infeksi protozoa, bakteri, virus, helmintik, dan fungi. Selain itu, munkin juga karena efek samping obat ARV, dampak HIV pada saluran pencernaan dan malnutrisi.

Studi ini mendapatkan bahwa penyakit penyerta yang sering dijumpai pada anak HIV di RSUP H.Adam Malik Medan berupa TB Paru dan diikuti bronkopneumonia, kandidiasis oral, gizi buruk tipe marasmus dan anemia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Fatmawati pada tahun 2005 hingga 2006 dimana TB Paru merupakan penyakit penyerta terbanyak yaitu


(42)

sebesar 10 orang, diikuti kandidiasis oral sebesar 7 orang dari jumlah sampelnya 19 orang. Akan tetapi, penelitian di RSUP Adam Malik pada tahun 2006 hingga 2010, mendapatkan bahwa kasus TB Paru hanya sedikit dijumpai yaitu pada 13 orang (24.0%).

TB Paru banyak ditemukan karena Indonesia masih berada dalam golongan daerah endemik infeksi tuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2006 hingga 2010, kasus TB Paru pada infeksi HIV hanya sedikit dijumpai mungkin karena skrining penyakit penyerta pada anak yang terinfeksi HIV belum dilakukan secara baik.

Sebesar 12.7% anak HIV memiliki status nutrisi buruk. Dari penelitian di RSUP Fatmawati pada tahun 2005 hingga 2006, didapatkan bahwa umumnya pasien dengan diagnosis seropositif memiliki status nutrisi yang baik yaitu sebanyak 12 orang (63.2%), tetapi pasien HIV stadium klinis III memiliki gizi buruk. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian Sulianti Sarosa di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Dalam dimana status gizi yang sering ditemukan adalah gizi buruk tipe marasmus dengan 56.9%. Selain itu, ditemukan malnutrisi berat pada 30 orang (56.6%) dari penelitian di RSUP H.Adam Malik, pada tahun 2006 hingga 2010.

Kebanyakan anak HIV ditemukan dengan status gizi buruk mungkin karena penurunan sistem imunitas selular yang ditandai dengan penurunan jumlah sel limfosit T, khususnya sel T CD4.

Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa kandidiasis oral juga sering dijumpai di RSUP H.Adam Malik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2006 hingga 2010 didapatkan bahwa jumlah kasus anak kandidiasis oral sebanyak 18 orang (34.0%). Menurut penelitian Sulianti Sarosa di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Dalam, dinyatakan bahwa kandidiasis oral merupakan salah satu gejala yang umum pada anak HIV.


(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Jumlah kejadian infeksi HIV pada anak di RSUP H.Adam Malik Medan dari tahun 2009 sampai 2013 adalah 71 kasus. Dari 71 kasus tersebut, sebagian besar berada pada stadium klinis III dan manifestasi klinis yang terbanyak adalah TB Paru.

6.2. Saran 1) Bagi Peneliti

Perlu adanya penelitian yang lebih dalam lagi tentang manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV berdasarkan umur, jenis kelamin, cara penularan, stadium klinis dan keluhan utama pasien anak saat kunjungan pertama ke rumah sakit. Hal ini adalah supaya menambah wawasan tentang kejadian HIV pada anak.

2) Bagi Masyarakat

Penelitian ini bertujuan agar masyarakat dapat lebih mengetahui tentang manifestasi klinis yang sering dijumpai pada anak HIV seperti TB Paru, Kandidiasis Oral, Bronkopneumonia dan sebagainya. Diharapkan bahwa masyarakat akan lebih peka terhadap terjadinya penularan HIV pada anak.


(44)

3) Bagi Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan harus lebih memerhatikan kejadian HIV pada anak seiring dengan meningkatnya kejadian HIV dan turunnya kualitas hidup penderita. Bagi orang tua penderita, agar diperhatikan tingkah lakunya supaya menjamin kesehatan anak dan mencegah terjadinya penularan HIV pada anak.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Akib, A.AP.,Munasir, Z., Kurniati, N., 2010. Buku Ajar Alergi-ImunologiAnak. Dalam:Matondang, C.S., Kurniati, N., ed 2. Infeksi HIV pada Bayi dan Anak. Indonesia: IDAI, 379-380; 384-385; 391-394.

Characteristic of HIV-infected children born to HIV-positive mothers in Cipto Mangunkusumo Hospital between 2002 and 2007,2011. Pediatrica

Indonesia. Diunduh dari:

[Diakses 5 Desember 2014].

Clinical Manifestations of HIV Infected Children, 2003.NCBI. Diunduh dari:

Crain, E.F., Gershel, J.C., Halbestadt, J., Katz-Sidlow, R.J., 2003. Clinical Manual of Emergency Pediatrics. Dalam: ed 4. HIV-Related Emergencies. New York: McGraw-Hill, 340-342.

Evalina, R., 2012. Studi Deskriptif Infeksi HIV pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Medan. Sari Pediatri, 14 (2): 73-78.

Gomella, T.L., Cunningham, M.D., Eyal, F.G., Zenk K.E., 1999. Neonatology: Management, Procedures, On-call Problems, Disease and Drugs. Dalam: ed 4. Human Immunodeficiency Virus. New York: Lange Medical Books/McGraw Hill, 68.

Hay, W.W., Levin, M.J., Sondheimer, J.M., Deterding, R.R., 2003. Current Diagnosis &Treatment in Pediatrics. Dalam: McFarland, E.J., ed 18. Human Immunodeficiency Virus. New York: Lange Medical/McGraw-Hill, 1143-1144.

Kliegman, R.M., Behrman, R.E.,Stanton, B.F., Jenson H.B., 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. Dalam: Yogev, R. and Chadwick, E.G., ed 18. Acquired Immunodeficiency Syndrome (Human Immunodeficiency Virus). New York: Saunders Elsevier, 1432-1435.

Latupeirissa,D., 2012. Karekteristik Infeksi HIV Anak di Unit Rawat Inap SMF Kesehatan Anak RSUP Fatmawati Tahun 2005-2006. Sari Pediatri, 14 (2):117-121.

Mahayani,N.P.O., Niruri, R., Wati, K.D.K.. Angka Kejadian Diare Pada Anak Dengan HIV/AIDS DI RSUP Sanglah Denpasar. Diunduh dari:

file:///C:/Users/user/Downloads/7400-12859-1-SM.pdf. [Diakses 26 April 2014]


(46)

Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., Behrman, R.E., 2011. Nelson Essentials of Pediatrics. Dalam: ed 6. HIV and AIDS. Philadelphia,PA: Saunders Elsevier, 125.

Pohan, H.T., 2004. Clinical Manifestation of HIV/AIDS patients: Differences Between Public and Private Hospitals in Jakarta. Med J Indones: 232-236. Prof.Dr.S, Sulianti., 2009. Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak.

Majalah Kedokteran Indonesia, 59 (12): 607-620.

Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., Rudolph, C.D., 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Dalam:Jenkins M., ed 20. Infeksi Virus Imunodefisiensi

ManusiaTipe 1 pada Bayi dan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedoketeran, 734-735.

Sastroasmoro. S., Ismael. S., 2013. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. ed 4. SagungSeto: 68-69; 112-113.

Schwartz, M.W. et al., 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Dalam: Fairchild, K.D., ed 4. Human Immunodeficiency Virus. Jakarta: Penerbit Buku Kedoketeran, 459.

Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia, 2013. Ditjen PP & PL Kemenkes RI.

Diunduh dari:

The Global HIV /AIDS Epidemic, 2013. The Henry J.Kaiser Family Foundation. Diunduh dari:

WHO Case Definition of HIV for Surveillance and Revised Clinical Staging and Immunological Classification of HIV-Related Diesease in Adults and Children, 2007. WHO. Diunduh dari:

14 April 2014].

WHO Recommendation on the Diagnosis of HIV infection in Infants and Children, 2010. NCBI Bookshelf. Diunduh dari:


(47)

(48)

(49)

(50)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Akib, A.AP.,Munasir, Z., Kurniati, N., 2010. Buku Ajar Alergi-ImunologiAnak. Dalam:Matondang, C.S., Kurniati, N., ed 2. Infeksi HIV pada Bayi dan Anak. Indonesia: IDAI, 379-380; 384-385; 391-394.

Characteristic of HIV-infected children born to HIV-positive mothers in Cipto Mangunkusumo Hospital between 2002 and 2007,2011. Pediatrica Indonesia. Diunduh dari: [Diakses 5 Desember 2014].

Clinical Manifestations of HIV Infected Children, 2003.NCBI. Diunduh dari:

Crain, E.F., Gershel, J.C., Halbestadt, J., Katz-Sidlow, R.J., 2003. Clinical Manual of Emergency Pediatrics. Dalam: ed 4. HIV-Related Emergencies. New York: McGraw-Hill, 340-342.

Evalina, R., 2012. Studi Deskriptif Infeksi HIV pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Medan. Sari Pediatri, 14 (2): 73-78.

Gomella, T.L., Cunningham, M.D., Eyal, F.G., Zenk K.E., 1999. Neonatology: Management, Procedures, On-call Problems, Disease and Drugs. Dalam: ed 4. Human Immunodeficiency Virus. New York: Lange Medical Books/McGraw Hill, 68.

Hay, W.W., Levin, M.J., Sondheimer, J.M., Deterding, R.R., 2003. Current Diagnosis &Treatment in Pediatrics. Dalam: McFarland, E.J., ed 18. Human Immunodeficiency Virus. New York: Lange Medical/McGraw-Hill, 1143-1144.

Kliegman, R.M., Behrman, R.E.,Stanton, B.F., Jenson H.B., 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. Dalam: Yogev, R. and Chadwick, E.G., ed 18. Acquired Immunodeficiency Syndrome (Human Immunodeficiency Virus). New York: Saunders Elsevier, 1432-1435.

Latupeirissa,D., 2012. Karekteristik Infeksi HIV Anak di Unit Rawat Inap SMF Kesehatan Anak RSUP Fatmawati Tahun 2005-2006. Sari Pediatri, 14 (2):117-121.

Mahayani,N.P.O., Niruri, R., Wati, K.D.K.. Angka Kejadian Diare Pada Anak Dengan HIV/AIDS DI RSUP Sanglah Denpasar. Diunduh dari:

file:///C:/Users/user/Downloads/7400-12859-1-SM.pdf. [Diakses 26 April 2014]


(2)

Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., Behrman, R.E., 2011. Nelson Essentials of Pediatrics. Dalam: ed 6. HIV and AIDS. Philadelphia,PA: Saunders Elsevier, 125.

Pohan, H.T., 2004. Clinical Manifestation of HIV/AIDS patients: Differences Between Public and Private Hospitals in Jakarta. Med J Indones: 232-236. Prof.Dr.S, Sulianti., 2009. Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak.

Majalah Kedokteran Indonesia, 59 (12): 607-620.

Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., Rudolph, C.D., 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Dalam:Jenkins M., ed 20. Infeksi Virus Imunodefisiensi

ManusiaTipe 1 pada Bayi dan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedoketeran, 734-735.

Sastroasmoro. S., Ismael. S., 2013. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. ed 4. SagungSeto: 68-69; 112-113.

Schwartz, M.W. et al., 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Dalam: Fairchild, K.D., ed 4. Human Immunodeficiency Virus. Jakarta: Penerbit Buku Kedoketeran, 459.

Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia, 2013. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. Diunduh dari: The Global HIV /AIDS Epidemic, 2013. The Henry J.Kaiser Family Foundation.

Diunduh dari:

WHO Case Definition of HIV for Surveillance and Revised Clinical Staging and Immunological Classification of HIV-Related Diesease in Adults and Children, 2007. WHO. Diunduh dari:

14 April 2014].

WHO Recommendation on the Diagnosis of HIV infection in Infants and Children, 2010. NCBI Bookshelf. Diunduh dari:


(3)

(4)

(5)

(6)