Latar Belakang P E N D A H U L U A N

I. P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang

Budidaya kelapa sawit Elaeis guinensis Jacq diawali pada tahun 1848 ketika empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman hias. Bibit kelapa sawit tersebut dikemudian hari menjadi pohon induk kelapa sawit di Asia Tenggara. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Sumatera Utara berada di Tanah Itam dan Pulo Raja, serta di Aceh terdapat di Sungai Liput dan Karang Inoe Hartley, 1967; Lubis, 1992; Pulungan, 2002. Perkembangan luas areal kelapa sawit dalam lima tahun mendatang diperkirakan masih terus berlanjut mengingat lahan potensial untuk pengembangan tersebut masih luas. Lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit berkisar 21.704.950 ha yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua Puslittanah 2001; Pulungan, 2002. Kelapa sawit Elaeis guinensis merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup penting karena dikenal sebagai salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Di Indonesia, kelapa sawit memiliki arti penting karena mampu menciptakan kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber devisa negara. Laju perkembangan perkebunan besar dan rakyat semakin pesat. Rata-rata produktivitas Universitas Sumatera Utara kelapa sawit mencapai 1.4 ton CPOhatahun untuk perkebunan rakyat dan 3.5 ton CPOhatahun untuk perkebunan besar Fauzi et al., 2002 ; Pulungan, 2002. Sistem monokultur perkebunan kelapa sawit menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup hama pemakan daun. Hal ini menjadi pemicu ledakan hama ulat api seperti Setothosea asigna, Setothosea bisura, Darna trima, dan Setora nitens Lisanti dan Wood, 2009. Jika insektisida yang digunakan untuk mengendalikan populasi hama ternyata juga membunuh musuh alami hama, maka akan terjadi pertukaran dari agen pengendali jangka panjang musuh alami ke agen pengendali jangka pendek insektisida kimia. Apabila pengaruh pengendali kimia tidak ada maka populasi hama akan cepat berkembang di lingkungan yang bebas dari musuh alaminya Basukriadi, 2003. Musuh alami merupakan hal yang sangat kompleks dan memiliki peranan yang sangat penting dalam regulasi populasi inangnya hama terutama di tanaman perkebunan. Pada umumnya sebagian besar strategi pengendalian hama tidak pernah sepenuhnya efektif, akan ada sejumlah kecil hama yang mampu bertahan hidup untuk bereproduksi dan menurunkan materi genetiknya kepada generasi selanjutnya. Jika genetik tersebut membawa gen resisten terhadap insektisida kimia, maka strategi pengendalian yang pernah diterapkan akan menjadi kurang efektif terhadap generasi selanjutnya. Populasi hama resisten akan dapat mencapai ledakan dengan cepat kecuali jika strategi pengendalian dapat diubah atau diperbarui menjadi lebih efektif Basukriadi, 2003. Mikroorganisme virus dan bakteri memiliki potensi yang sangat Universitas Sumatera Utara bagus untuk pengendalian hama secara biologi seperti diperlihatkan dari sifatnya yang spesifik dan bermanfaat. Sampai saat ini sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih mengandalkan insektisida kimia non selektif yang bersifat spektrum luas untuk pengendalian ulat api. Menurut Sudharto 2001 hanya 40 persen perkebunan sawit yang mengandalkan pengendalian hama secara biologi, terutama perkebunan swasta. A plikasi insektisida spektrum luas dalam jangka tertentu akan menyebabkan ledakan hama sebagai akibat terganggunya keseimbangan musuh alami Wood, 2002. Musuh alami serangga hama yaitu parasitoid dan predator berfungsi sebagai penyeimbang dan pengendali hama. Insektisida kimia selain mengganggu kelangsungan hidup musuh alami, bahan ini juga memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan pekerja perkebunan dan lingkungan. Pengendalian hama secara kimiawi akan lebih berbahaya lagi jika pihak perkebunan menerapkan pengendalian ulat dengan metode pengasapan menggunakan sintetik piretroid pada populasi yang rendah, maka populasi hama akan semakin meningkat baik frekuensi dan keparahannya Wood, 2008. Selain menyebabkan resurgensi, resistensi terhadap hama sasaran, penggunaan insektisida kimia yang non selektif secara terus menerus dapat menyebabkan munculnya hama sekunder yang bukan sasaran sehingga pengendalian akan semakin rumit dan menyebabkan peningkatan biaya pengendalian Lisanti dan Wood, 2009. Pengendalian secara terpadu dengan menekankan pada pengendalian biologi merupakan pilihan yang terbaik sesuai dengan konsep Roundtable on Sustainable Universitas Sumatera Utara Palm Oil RSPO berbasis ramah lingkungan dan merupakan konservasi alam yang selama ini sedang gencar dicanangkan oleh dunia internasional Lisanti dan Wood, 2009. Strategi pengendalian biologi dengan menggunakan metode pengendalian yang selektif yaitu dengan virus Nucleo Polyhedrosis Virus NPV dan Bacillus thuringiensis BT merupakan pilihan yang tepat dan sebaiknya dapat diterapkan dalam mengelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sesuai dengan konsep RSPO yang memprioritaskan pada penerapan pengendalian hama terpadu PHT menggunakan metode biologis. Salah satu hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat kantong Metisa plana. Pengendalian hama ini dilakukan dengan berbagai cara diantaranya pengendalian dengan bahan kimia, penggunaan pestisida alami virus dan penggunaan musuh alami yang bersifat parasit dan parasitoid. Untuk pengembangan musuh alami ini diperlukan tanaman inang. Penggunaan metode biologis NPV dan BT untuk meminimalisir penggunaan bahan-bahan kimia. Selain menjaga biodiversitas serangga baik musuh alami atau serangga bukan musuh alami, pengendalian biologi juga bersifat ramah lingkungan, aman terhadap pekerja perkebunan dan dapat menekan luas serangan selanjutnya. Pengendalian kimia memungkinkan untuk dilakukan jika metode yang digunakan bersifat selektif terhadap hama sasaran dan musuh alami Lisanti and Wood, 2009. Basri et al., 1999 menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa Dolochogenidea metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia Universitas Sumatera Utara intrusa. Brachiraria carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreus menyukai tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides. Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk mengetahui tanaman inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang paling disukai oleh predator Metisa plana.

1.2. Permasalahan