Ulat Kantong Metisa Plana Parasitoid Metisa plana

pengelolaan managamen agronomi dari tanaman merupakan dua aspek yang menjamin keberhasilan perkebunan kelapa sawit Purba et al., 2003.

2.2 Pengendalian Hayati

Istilah pengendalian hayati adalah aksi dari parasitoid, predator atau patogen dalam usaha untuk memelihara kepadatan populasi organisme lain pada tingkat terendah bila dibandingkan jika tidak ada. Pengendalian alami adalah pemeliharaan tingkat populasi suatu organisme tertentu karena aksi abiotik dan biotik dari faktor lingkungan. Van de Bosch 1959 memodifikasi defenisi tersebut dengan menekankan bahwa pengendalian hayati adalah manipulasi musuh alami oleh manusia untuk mengendalikan hama, sedangkan pengendalian alami adalah tanpa ada campur tangan manusia dalam usaha pengendalian hama Kasumbogo, 2007. Pengendalian hayati digunakan karena diperlukan sebuah teknik pengendalian ketika pestisida tidak mampu bekerja untuk mengendalikan hama tertentu. Hal lain yang merangsang penggunaan pengendalian hayati karena pestisida dapat menyebabkan efek samping yang negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan. Pengendalian hayati tidak meninggalkan residu kimia dan umumnya spesifik pada hama tertentu jika dibandingkan dengan pestisida kimia sintetik menimbulkan residu dan umumnya berspektrum luas Wagiman, 2007.

2.3. Ulat Kantong Metisa Plana

Ulat kantong Metisa plana adalah larva yang hidup pada kantong tersendiri. Mereka tetap tinggal pada kantongnya sampai dewasa pada ulat betina dan sampai Universitas Sumatera Utara pupa pada ulat jantan. Secara umum ulat kantong merupakan perusak dan diketahui sebagai serangga perusak pada berbagai tanaman seperti pine Heather dan Albizia ,1976 dalam Nair et al., 1981. Ulat kantong M. plana merupakan hama penting yang paling sering muncul pada perkebunan sawit di Malaysia disebabkan potensinya untuk mencapai titik puncak serangan. Banyak kasus meledaknya serangan ulat kantong telah dilaporkan Basri et al., 1988. Informasi dari keseluruhan siklus hidup ulat kantong sangat penting untuk diketahui sebagai dasar pengendalikan hama tersebut. Informasi tentang kelemahan pada siklus hidupnya bisa dipahami dan digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong. Informasi yang memberikan data kualitatif dan kuantitatif ulat kantong akan membantu penetapan waktu operasi yang tepat untuk pengendalaian Basri dan Kevan, 1994. Beberapa studi mengenai siklus hidup ulat kantong M. plana disampaikan oleh Wood 1966 dan Syed 1978, tetapi dengan hasil yang berbeda, khususnya dalam jumlah larva. Lebih jauh beberapa informasi biologi lebih rinci masih belum diketahui seperti fertilitas telur, lama masa larva dan pupa, daya tahan ulat dewasa dan perbandingan jumlah jantan dan betina dewasa Basri dan Kevan, 1994. Universitas Sumatera Utara Klassifikasi Metisa plana Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum : Arthropoda Subphylum : Mandibulata Class : Insecta Subclass : Dicondylia Ordo : Lepidoptera Family : Acrolophidae Genus : Metisa Species : Metisa plana Borror, 1996

2.4. Parasitoid Metisa plana

Hama Metisa plana merupakan hama yang paling berbahaya pada perkebunan kelapa sawit. Pada saat ini insektisida dengan spektrum sempit dan sistemik digunakan untuk mengendalikan hama ini secara efektif, baik dengan cara penyemprotan ataupun injeksi batang Wood, 1974 dan Chung, 1988. Namun aplikasi insektisida kimia berpotensi memberikan kerusakan lingkungan dan menimbulkan resisten dari hama tersebut. Oleh sebab itu alternatif lain untuk pengendalian hama ini terus diusahakan, terutama dengan jamur. Pada saat ini jamur Beuveria brassiana telah diisolasi dari hama dan hasil bioassay menunjukkan bahwa Universitas Sumatera Utara jamur ini bisa digunakan untuk mengendalikan hama Metisa plana di lapangan Ramlah dan Basri, 1994. Pengamatan pada patogenitas jamur terhadap hama memperlihatkan bahwa Beauveria brassiana menginfeksi melalui sistem respirasi Clark et al., 1968. Patogenitas dari B. brassiana terhadap serangga yang mempunyai kantong seperti M. plana masih belum diketahui Ramlee et al., 1996. Penetrasi jamur diamati terjadi mulai 48 jam setelah inokulasi terhadap hama. Pada tahap ini sebagian larva masih hidup. Infeksi jamur hanya pada permukaan atas dan perut dan bagian kepala. Setelah 72 jam, ulat kantong yang terinfeksi mulai mengeras. Pertumbuhan jamur yang sangat banyak ditemukan pada jaringan lemak dan otot di bawah kutikula pada bagian perut dan kepala. Setelah 96 – 120 jam setelah inokulasi, jaringan lemak dan otot telah diserang oleh jamur. Perubahan yang sangat jelas terjadi pada jaringan lemak tubuh hama Ramlee et al., 1996. Parasitoid serangga adalah serangga yang stadia pradewasanya memparasit pada atau ada di dalam tubuh serangga lain, sedangkan imago hidup bebas menjadikan nektar dan madu sebagai makanannya. Perbedaan defenisi antara parasit dan parasitoid adalah; - Parasitoid selalu menghabiskan inangnya di dalam perkembangannya, sedangkan parasit tidak. - Inang parasitoid adalah serangga juga, sedangkan parasit tidak. - Ukuran tubuh parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya, sedangkan parasit pasti lebih kecil dari inangnya. Universitas Sumatera Utara - Parasitoid dewasa tidak melakukan aktivasi parasitasi, akan tetapi hanya pada stadia pradewasa, sedangkan parasit seluruh stadia melakukan parasitasi. - Parasitoid hanya berkembang pada satu inang dalam siklus hidupnya, sedangkan parasit tidak Wagiman, 2006.

2.5. Predator Metisa plana