Pengaruh Akibat Adanya Bahan Substitusi Abu Cangkang Telur Sebagai Tambahan Semen dan Kerak Boiler Sebagai Substitusi Pasir

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Antoni dan Paul Nugraha. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi Publishing.

2. ASTM Standards, 2004, ASTM C 150 150 – 04 Standards Specification For Portland Cement, ASTM International, West Conshohocken, PA. 3. Davis, H, E, dkk. 1982. The Testing of Engineering Materials, Auckland:

Mc Graw Hill Inc.

4. DPU, 1990, SK SNI T – 15 – 1990 – 03 Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, Yayasan LPMB, Bandung.

5. Fauzi, Y. , 2012. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadanya. Jakarta 6. Gambhir, M.L., 1986, Concrete Technology. Tata Mc Grow Hill Publising

Company Limited. New Delhi.

7. Jackson, N. 1977. Civil Engineering Material Third Edition. England: Great Britain, Unwin Brothers.

8. Mietha. 2008. Kandungan Gizi Telur.http://mietha.wordpress.com. 9. Mindess , S., Young , J. F. dan Darwin, D. 2003. Concrete. Sidney :

Prentice Hall

10.Mulyono, Tri, Ir. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi Publishing. 11.Mulyono, Tri. 2003, Teknologi Beton, Penerbit ANDI Yogyakarta. 12.Nasution.1997.kebutuhan tubuh.Gramedia: jakarta

13.Nawy, Edward G. (1998). “Beton Bertulang (Suatu Pendekatan Dasar)”. Bandung : Refika Aditama.


(2)

14.Neville dan Brooks, 1987, Bahan Dan Praktek Beton, penerbit Erlangga, Jakarta.

15.Pardamean M. 2014. Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Secara Profesional. Penebar Swadaya. Jakarta.

16.Rajput, R.K. 2000. Engineering Materials. New Delhi, India: S. Chand & Company Ltd New Delhi, India.

17.Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta

18.Schaafsma.2000.makanan dan minuman.Gramedia: jakarta

19.Sipil Fakultas Teknik UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 20.Siregar, Pordinan.2008. Pemanfaatan Abu Kerak Boiler Cangkang Kelapa

Sawit Sebagai Campuran Semen Pada Beton, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

21.Sunarko. 2009. Budi Daya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa sawit dengan system Kemitraan. Cetakan Pertama.Jakarta: Agromedia Pustaka.

22.Tjokrodimuljo, K., 1992, Bahan Bangunan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

23.Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi Beton, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

24.Tjokrodimuljo, Kardiyono. 2007. Teknologi Beton. Biro Penerbit Jurusan Teknik

25.Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002., Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya, M-Brio Press, Bogor.


(3)

26.Wuryati S dan Candra R, 2001, “ Teknologi Beton “, Yokyakarta :KANISIUS.


(4)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kajian eksperimental. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun urutan tahap penelitian yang dilakukan yaitu:

a. Pemilihan dan penyediaan bahan penyusun beton b. Penghalusan kerak boiler dan cangkang telur c. Pengujian bahan penyusun beton

d. Perencanaan proporsi campuran beton (mix design) e. Penimbangan bahan penyusun beton

f. Pembuatan cetakan g. Pengecoran

h. Pengujian slump test i. Perawatan

j. Pengujian absorbsi beton k. Pengujian kuat tekan beton l. Pengujian kuat tarik beton.


(5)

3.2 Diagram Alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

Mulai

Persiapan Alat dan Bahan Penghalusan

Kerak Boiler

Penghalusan Cangkang

Telur

Semen Air Pasir Kerikil

Campuran pada Agregat

Campuran pada Semen

Pemeriksaan Bahan

Perencanaan Mix Design

Penimbangan Bahan Pembuatan Cetakan

Pengujian Slump Test

Pengujian Absorbsi Beton Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian Kuat Tarik Belah

Selesai Perawatan beton

Kesimpulan Analisa

Jika Memenuhi Syarat

Jika Tidak Memenuhi Syarat


(6)

3.3 Bahan Penyusun Beton

Bahan utama penyusun beton segar normal terdiri dari semen, pasir (agregat halus), kerikil (agregat kasar), dan air. Dengan menggunakan proporsi campuran yang tepat, bisa didapat karakteristik yang diinginkan. Namun selain beton normal, bisa juga ditambah dengan bahan tambahan lainnya untuk mendapatkan kekuatan yang lebih efektif dan lebih ekonomis.

3.3.1 Semen

Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC (ordinary Portland cement) tipe I, yang diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.

3.3.2 Agregat Halus

Agregat halus yang dipakai dalam campurandilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:

a. Analisa ayakan

b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no 200) c. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test)

d. Pemeriksaan kadar liat (clay lump) e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi f. Pemeriksaan berat isi

Analisa Ayakan

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM).


(7)

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 2,62 Pasir dapat dikategorikan pasir sedang. c. Pedoman :

�� = % � � � �ℎ� ℎ� � � � � , 5

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu:

 Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60  Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90  Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir. b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 2.1% < 5%, memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus dicuci.


(8)

Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir. b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan liat : 0,8% < 1%, memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

 Berat jenis SSD : 2490 kg/m3  Berat jenis kering : 2470 kg/m3  Beart jenis semu : 2540 kg/m3

 Absorbsi : 1,11%

c. Pedoman :

Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering,


(9)

keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi:

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu

Pemeriksaan Berat Isi

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok/padat : 1388,94 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1247,32 kg/m3

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.


(10)

3.3.3 Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil disintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah batu dengan syarat ukuran butiran olos ayakan 38,1 mm dan tertahan pada ayakan 4,76 mm. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisa ayakan

b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian kerikil lewat ayakan no 200) c. Pemeriksaan keausan menggunakan mesin Los Angeles

d. Pemeriksaan berat isi

e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi

Analisa Ayakan

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan (fineness modulus / FM) kerikil.

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan kerikil (FM) : 6,91 5,5 <6,91 < 7,5, memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

1.�� = % � � � ℎ ℎ� � , 5

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5.


(11)

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no 200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil. b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 0,5% < 1%, memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi 1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka kerikil harus dicuci.

Pemeriksaan Keausan Menggunakan Mesin Los Angeles

a. Tujuan :

Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar. b. Hasil pemeriksaan :

Persentase keausan : 17,28% < 50%, memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

1.% � � = � � − � ℎ��

� � %

2. Pada pengujian keausan dengan mesin Los Angeles, persentaase keausan tidak boleh lebih dari 50%.


(12)

Pemeriksaan Berat Isi

a. Tujuan :

Untuk memeriksa berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok/padat : 1744,96 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1640,87 kg/m3

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa kerikil akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) kerikil.

b. Hasil pemeriksaan :

 Berat jenis SSD : 2600 kg/m3  Berat jenis kering : 2570 kg/m3  Berat jenis semu : 2660 kg/m3


(13)

c. Pedoman :

Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi:

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu

3.3.4 Abu Kerak Boiler

Dalam penelitian ini, kerak boiler yang dimasukkan berasal dari PT. Surya Panen Subur 2, lokasi di Desa Pulo Kruet, Kec. Darul Makmur, Kab. Nagan Raya, Aceh. Abu kerak boiler ini didapat dari penghalusan dari Kerak Boiler Kelapa Sawit. Abu kerak boiler yang dipakai yaitu yang lolos saringsan 4,75 mm. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisa ayakan

b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian cangkang kelapa sawit lewat ayakan no 200)

c. Pemeriksaan kandungan organic (colorimetric test) d. Pemeriksaan clay lump


(14)

e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi f. Pemeriksaan berat isi

Analisa Ayakan

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan abu kerak boiler (FM).

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 3,01

Abu kerak boiler dapat dikategorikan pasir kasar. c. Pedoman :

�� = % � � � �ℎ� ℎ� � � � � , 5

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu:

 Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60  Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90  Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada abu kerak boiler. b. Hasil pemeriksaan :


(15)

c. Pedoman :

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5%

maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan liat pada abu kerak boiler. b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan liat : 0,6% < 1%, memenuhi persyaratan. c. Pedoman :

Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) abu kerak boiler.

b. Hasil pemeriksaan :

 Berat jenis SSD : 1880 kg/m3  Berat jenis kering : 1780 kg/m3  Beart jenis semu : 1970 kg/m3


(16)

 Absorbsi : 5.27% c. Pedoman :

Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi:

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu

Pemeriksaan Berat Isi

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat isi (unit weight) abu kerak boiler dalam keadaan padat dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok/padat : 1348,09 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1199,66 kg/m3

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa


(17)

pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.

3.3.5 Cangkang Telur

Cangkang telur yang dikumpulkan berasal dari rumah makan ataupun took roti. Cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan telur ayam. Cangkang yang didapat dibersihkan dari bahan organik, kemudian dijemur dibawah terik matahari selama 5 hari kemudian dihaluskan hingga mencapai lolos ayakan 200.

3.3.6 Air

Syarat air yang layak digunakan dalam campuran adalah air yang tidak

berwarna, jernih dan tidak mengandung kotoran. Jadi air harus berasal dari sumber yang bersih. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.4 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mendapatkan kubikasi yang tepat pada saat pengecoran serta untuk mendapatkan beton yang ekonomis juga. Namun apabila menggunakan bahan penyusun yang baik belum tentu menjamin akan menghasilkan beton yang baik apabila proporsi campuran tidak dirancang dengan benar.


(18)

Unsur-unsur pembentuk beton harus ditentukan secara proporsional, sehingga terpenuhi syarat-syarat:

1. Nilai kekenyalan atau kelecakan tertentu yang memudahkan adukan beton yang akan ditempatkan pada cetakan/bekisting (sifat kemudahan dalam mengerjakan/workability) dan memberikan kehalusan permukaan beton segar. Kekenyalan ditentukan dari volume pasta adukan, keenceran pasta adukan, serta perbandingan campuran agregat halus dan kasar.

2. Kekuatan rencana dan ketahanan beton setelah mencapai umur layan. 3. Ekonomis dan optimum dalam pemakaian semen.

Dari hasil perhitungan mix design diperoleh perbandingan campuran beton sebagai berikut:

a. Variasi I (Beton Normal)

Semen : air : pasir : kerikil = 1 : 0,40 : 1,12 : 2,60 b. Variasi II (tambahan 5% CT & 10% AKB)

Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,42 : 1,08 : 2,68 : 0,05 : 0,12 c. Variasi III (Tambahan 5% CT & 15% AKB)

Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,42 : 1,02 : 2,67 : 0,05 : 0,18 d. Variasi IV (Tambahan 5% CT & 25% AKB)

Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,42 : 0,92 : 2,61 : 0,05 : 0,31 e. Variasi V (Tambahan 7,5% CT & 10% AKB)

Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,43 : 1,11 : 2,75 : 0,08 : 0,12 f. Variasi VI (Tambahan 7,5% CT & 15% AKB)


(19)

g. Variasi VII (Tambahan 7,5% CT & 25% AKB)

Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,43 : 0,95 : 2,68 : 0,08 : 0,32

No Variasi

Material Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV

1 Semen (kg) 1 1 1 1

2 Air (kg) 0,40 0,42 0,42 0,42

3 Pasir (kg) 1,12 1,08 1,02 0,92

4 Kerikil (kg) 2,60 2,68 2,67 2,61

5 AKB (kg) - 0,12 0,18 0,31

6 CT (kg) - 0,05

Tabel 3.1 Komposisi Kebutuhan Bahan Campuran Beton untuk 1 m3 No Variasi

Material Variasi V Variasi VI Variasi VII

1 Semen (kg) 1 1 1

2 Air (kg) 0,43 0,43 0,43

3 Pasir (kg) 1,11 1,05 0,95

4 Kerikil (kg) 2,75 2,74 2,68

5 AKB (kg) 0,12 0,19 0,32


(20)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Waktu Ikat Semen

Waktu ikat semen merupakan suatu proses reaksi kimia yang terjadi karena adanya pencampuran air dengan semen, semen yang terkena air akan bereaksi membentuk suatu ikatan dari pasta menjadi beton, lama proses pengikatan ini yang dinamakan waktu ikat semen.

Lama proses pengikatan yang terjadi terjadi berbeda-beda tergantung dari semen yang digunakan dan apabila terdapat bahan tambahan maka waktu ikat semen juga akan berubah. Pengujian waktu ikat semen didasarkan pada SNI-03-6827-2002. Hasil pengujian waktu ikat semen disajikan pada tabel 4.1.

No Waktu Penelitian (menit)

Penurunan (cm)

Cangkang Telur 5% Cangkang Telur 7.5%

1 30 4.3 4

2 45 4.3 4

3 60 4.3 3.8

4 75 4.3 3.2

5 90 4.3 2.7

6 105 4 2.1

7 120 4 1.3

8 135 4 0.7


(21)

10 165 3.1 -

11 180 2.4 -

12 195 1.4 -

13 210 0.3 -

14 225 0 -

Sumber: Hasil Penelitian

Tabel 4.1 Hasil Penelitian Waktu Ikat Semen

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Waktu Ikat Semen dan Penetrasi Campuran Pasta Semen dengan Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% Terhadap

Berat Semen dengan FAS 0.4

Pada tabel dan grafik diatas, dapat diketahui dengan semakin besar penambahan abu cangkang telur maka proses pengikatan akan semakin cepat berhenti. Maka workabilitas beton akan semakin kecil, proses penyerapan air yang semakin cepat akan membuat beton pecah-pecah.

30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 ACT 5% 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4 4 4 3.7 3.1 2.4 1.4 0.3 0 ACT 7.5% 4 4 3.8 3.2 2.7 2.1 1.3 0.7 0

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5


(22)

4.2 Nilai Slump

Tingkat kemudahan pengerjaan ditentukan dari nilai slump. Jika nilai slump semakin tinggi maka semakin mudah pula pengerjaannya dan jika sebaliknya, nilai slump semakin rendah, maka tingkat kemudahan pengerjaannya akan semakin sulit juga. Sesuai SNI-1972-2008, nilai slump didapat dari selisih ketinggian permukaan kerucut abram dengan permukaan pasta. Hasil penilian slump test didapat pada tabel 4.2.

No Variasi Campuran Nilai Slump (cm) 1. CT 0% & AKB 0% 15 2. CT 5% & AKB 10% 14 3. CT 5% & AKB 15% 13 4. CT 5% & AKB 25% 13 5. CT 7.5% & AKB 10% 12 6. CT 7.5% & AKB 15% 11 7. CT 7.5% & AKB 25% 10 Sumber: Hasil Penelitian

Tabel 4.2 Nilai Slump Test

Nilai slump mempengaruhi workabilitas beton, dari tabel diatas dengan adanya campuran abu kerak boiler dan abu cangkang telur membuat workabilitas menurun. Workabilitas yang paling rendah pada abu cangkang telur 7.5% dan abu kerak boiler 25%.


(23)

4.3 Absorbsi Beton

Penelitian absorbsi beton didasarkan pada SNI 03-6433-2000 yang bertujuan untuk mendapatkan besarnya penyerapan air setelah perendaman. Perendaman benda uji dilakukan juga untuk menghindari penguapan yang besar. Pada penelitian ini benda uji direndam selama 25 hari dan besarnya nilai absrobsi terdapat pada tabel 4.3.

No Variasi Benda Uji Berat Basah (kg) Berat Kering (kg) Absorbsi (%) Absorbsi Rata-Rata (%) 1

CT 0% & AKB 0%

1 13.22 13.185 0.265453166

0.286889151

2 2 13.272 13.238 0.25683638

3 3 13.285 13.245 0.302000755

4 4 13.161 13.117 0.335442555

5 5 13.105 13.071 0.260117818

6 6 12.975 12.936 0.30148423

7

CT 5% & AKB 10%

1 12.876 12.838 0.295996261

1.654268558

8 2 12.864 12.832 0.249376559

9 3 12.965 12.932 0.255180946

10 4 12.624 12.59 0.2700556

11 5 12.787 12.658 1.019118344

12 6 12.826 11.894 7.835883639

13

CT 5% & AKB 15%

1 12.444 12.258 1.517376407

1.590719421

14 2 12.577 12.39 1.509281679

15 3 12.397 12.207 1.556483985

16 4 12.53 12.318 1.721058613

17 5 12.241 12.04 1.669435216

18 6 12.804 12.606 1.570680628


(24)

20 AKB 25% 2 12.483 12.417 0.531529355

21 3 12.273 12.199 0.606607099

22 4 12.444 12.312 1.072124756

23 5 12.364 12.23 1.095666394

24 6 12.26 12.121 1.146770068

25

CT 7.5% & AKB 10%

1 12.331 12.122 1.724137931

1.816046134

26 2 12.216 12.001 1.791517374

27 3 12.216 11.997 1.825456364

28 4 12.295 12.08 1.779801325

29 5 12.267 12.049 1.809278778

30 6 12.447 12.207 1.966085033

31

CT 7.5% & AKB 15%

1 12.482 12.289 1.570510212

1.561153142

32 2 12.565 12.376 1.527149321

33 3 12.414 12.232 1.487900589

34 4 12.306 12.102 1.68567179

35 5 12.55 12.348 1.635892452

36 6 12.441 12.262 1.459794487

37

CT 7.5% & AKB 25%

1 12.41 12.318 0.746874493

0.940453544

38 2 12.468 12.386 0.662037785

39 3 12.717 12.638 0.625098908

40 4 12.375 12.213 1.326455416

41 5 12.441 12.298 1.162790698

42 6 12.375 12.238 1.119463965

Sumber: Hasil Penelitian


(25)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25%

Terhadap Absorbsi Beton

Absorbsi beton akan bertambah semakin besar. Nilai absorbsi terbesar pada abu cangkang telur 7.5% dan abu kerak boiler 10%. Dari grafik dapat disimpulkan semakin besar pertambahan kerak boiler semakin kecil absrobsi beton yang terjadi.

4.4 Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada benda uji merupakan hal yang lazim, disebabkan besar kuat tekan beton yang akan menjadi patokan dalam penggunaan beton di lapangan. Pengujian kuat tekan beton didasarkan pada SNI-1974-2011. Hasil pengujian kuat tekan yang berumur 28 hari dalam penelitian ini terdapat pada tabel 4.4.

normal AKB 10% AKB 15% AKB 25%

ACT 5% 0.286889151 1.654268558 1.590719421 0.83167171 ACT 7.5% 0.286889151 1.816046134 1.561153142 0.940453544

0 0.2 0.4 0.6

0.8

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2


(26)

No Variasi Benda Uji Umur (hari) P (KN) A (mm2)

σ

(MPa)

σ’b

(MPa) 1

CT 0% & AKB 0% 1 28 386 17662.5 21.85421 21.21255

2 2

390 22.08068

3 3

348 19.70276

4

CT 5% & AKB 10%

1

292 16.5322

18.1741

5 2

331 18.74027

6 3

340 19.24982

7

CT 5% & AKB 15%

1

320 18.11748054

18.23071479

8 2

324 18.34394904

9 3

322 18.23071479

10

CT 5% & AKB 25%

1

452 25.59094

20.08021

11 2

400 22.64685

12 3

212 12.00283

13 CT 7.5% & AKB

10%

1

284 16.07926

19.47629

14 2

370 20.94834

15 3

378 21.40127

16 CT 7.5% & AKB

15%

1

230 13.02194

19.47629

17 2

282 15.96603

18 3

520 29.44091

19 CT 7.5% & AKB

25%

1

464 26.27035

19.58953

20 2

386 21.85421

21 3

188 10.64402


(27)

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25%

Terhadap Kuat Tekan Beton

Akibat adanya tambahan abu cangkang telur dan abu kerak boiler membuat kuat tekan beton menurun. Namun bila dibandingkan antara abu cangkang telur variasi 5% dengan variasi 7.5%, maka nilai kuat tekan beton akan semakin naik seiring bertambahnya abu kerak boiler. Nilai kuat tekan beton terbesar pada abu cangkang telur 5% dan abu kerak boiler 25%.

4.5 Kuat Tarik Belah

Pengujian kuat tarik belah didasarkan pada SNI 03-2491-2002. Pengujian kuat tarik belah beton menggunakan beton berumur 28 hari. Nilai tegangan tarik lentur pada penelitian ini didapat pada tabel 4.5.

normal AKB 10% AKB 15% AKB 25% ACT 5% 21.21255013 18.17409766 18.23071479 20.0802076 ACT 7.5% 21.21255013 19.47629158 19.47629158 19.58952583

16.5 17 17.5 18 18.5 19 19.5 20 20.5 21

21.5


(28)

Sumber: Hasil Penelitian

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Variasi Benda Uji P

(KN) P (kg) D (cm) L (cm) Fct (kg/cm2)

Fct (N/mm2)

Fct’ (N/mm2) Normal

1 162 16200

15 30

72.00 7.20

8.62

2 192 19200 85.33 8.53

3 228 22800 101.33 10.13

ACT 5% & AKB 10%

1 178 17800 79.11 7.91

8.03

2 208 20800 92.44 9.24

3 156 15600 69.33 6.93

ACT 5% & AKB 15%

1 206 20600 91.56 9.16

8.71

2 180 18000 80.00 8.00

3 202 20200 89.78 8.98

ACT 5% & AKB 25%

1 226 22600 100.44 10.04

8.80

2 188 18800 83.56 8.36

3 180 18000 80.00 8.00

ACT 7.5% & AKB 10%

1 166 16600 73.78 7.38

7.88

2 182 18200 80.89 8.09

3 184 18400 81.78 8.18

ACT 7.5% & AKB 15%

1 192 19200 85.33 8.53

7.97

2 178 17800 79.11 7.91

3 168 16800 74.67 7.47

ACT 7.5% & AKB 25%

1 228 22800 101.33 10.13

9.30

2 192 19200 85.33 8.53


(29)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25%

Terhadap Kuat Tarik Beton

Nilai kuat tarik belah tertinggi pada campuran abu cangkang telur 7.5% dan abu kerak boiler 25%. Pada grafik dapat diliat bahwa seiring penambahan kerak boiler maka kuat tarik belah akan semakin meningkat.

normal AKB 10% AKB 15% AKB 25%

ACT 5% 8.622222222 8.02962963 8.711111111 8.8 ACT 7.5% 8.622222222 7.881481481 7.97037037 9.303703704

7 7.5

8

8.5 9 9.5


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. Nilai waktu ikat semen dan nilai slump test berbanding lurus. Dengan penambahan abu cangkang telur ataupun abu kerak boiler, maka pasta beton lebih cepat mengeras yang mengakibatkan nilai slump semakin rendah.

2. Seiring dengan bertambahnya abu cangkang telur dan abu kerak boiler, absorbsi beton semakin menurun.

3. Uji kuat tekan beton pada umur 28 hari yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Konstruksi menggunakan benda uji silinder menghasilkan kuat tekan yang menurun bila dibandingkan dengan benda uji normal. Namun bila dibandingkan dibagi dalam 2 jenis variasi campuran maka kuat tekan semakin meningkat dengan nilai kuat tekan terbesar pada campuran abu cangkang telur 5% dan abu kerak boiler 25%.

4. Uji kuat tarik belah menggunakan beton silinder dengan umur 28 hari. Hasil kuat tarik belah juga meningkat bila dibagi dalam 2 jenis variasi campuran. Namun bila beton variasi campuran dibandingkan dengan beton normal, nilai kuat tarik belah memiliki nilai tertinggi pada variasi abu kerak boiler 7.5% dan abu kerak boiler 25%


(31)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian, ada saran yang disampaikan yaitu:

1. Dengan variasi yang lebih spesifik, diperlukan perencanaan mix design lebih lanjut supaya didapat nilai kuat tekan yang maksimal.

2. Pengeringan cangkang telur menggunakan pemanas elektrik ataupun oven, bila hanya mengandalkan panas sinar matahari tidak bisa maksimal apalagi pada saat musim hujan.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telur

Telur merupakan suatu proses reproduksi pada sebagian hewan. Menurut ukuran telur juga berbagai macam, mulai dari ukuran kecil, sedang,dan besar. Telur dengan ukuran kecil pada umumnya dihasilkan oleh ikan. Telur dengan ukuran sedang seperti telur katak, buaya, ayam. Namun ada juga dengan ukuran yang lebih besar, pada umumnya dijumpai pada telur burung unta.

Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa. Telur merupakan bahan makanan yang sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur (Mietha, 2008).

Telur terdiri dari beberapa bagian utama penyusun yaitu cangkang telur, putih telur (albumen) dan kuning telur. Pada telur juga ada mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.


(33)

Komposisi

Telur Ayam Telur Itik

Putih Telur

Kuning Telur

Telur Utuh

Putih Telur

Kuning Telur

Telur Utuh

Air (%) 88.57 48.50 73.70 88.00 47.00 70.60

Protein (%) 10.30 16.15 13.00 11.00 17.00 13.10

Lemak (%) 0.03 34.65 11.59 0.00 35.00 14.30

Karbohidrat (%) 0.65 0.60 0.65 0.80 0.80 0.80

Abu (%) 0.55 1.10 0.90 0.80 1.20 1.00

Sumber : Winarno dan Koswara, 2002

Tabel 2.1 Komposisi Telur Ayam dan Itik

2.1.1 Cangkang Telur

Cangkang telur sama halnya dengan kulit pada makhluk hidup yang berfungsi melindungi telur ataupun bagian dalamnya dari kerusakan ataupun gangguan luar lainnya.

Bila dilihat dengan mikroskop maka kulit telur terdiri dari 4 lapisan yaitu: 1. Lapisan kutikula

Lapisan kutikula merupakan protein transparan yang melapisi permukaan kulit telur. Lapisan ini melapisi pori-pori pada kulit telur, tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga keluarnya uap air dan gas CO2 masih dapat terjadi.

2. Lapisan busa

Lapisan ini merupakan bagian terbesar dari lapisan kulit telur. Lapisan ini terdiri dari protein dan lapisan kapur yang terdiri dari kalsium karbonat, kalsium fosfat, magnesium karbonat dan magnesium fosfat.


(34)

3. Lapisan mamilary

Lapisan ini merupakan lapisan ketiga dari kulit telur yang terdiri dari lapisan yang berbentuk kerucut dengan penampang bulat atau lonjong. Lapisan ini sangat tipis dan terdiri dari anyaman protein dan mineral.

4. Lapisan membrana

Merupakan bagian lapisan kulit telur yang terdalam. Terdiri dari dua lapisan selaput yang menyelubungi seluruh isi telur. Tebalnya lebih kurang 65 mikron (Nasution, 1997).

Komposisi kimia dari kulit telur terdiri dari protein 1,71%, lemak 0,36%, air 0,93%, serat kasar 16,21%, abu 71,34% (Nasution, 1997). Berdasarkan hasil penelitian, serbuk kulit telur ayam mengandung kalsium sebesar 401±7,2 gram atau sekitar 39% kalsium, dalam bentuk kalsium karbonat. Terdapat pula

strontium sebesar 372±161μg, zat-zat beracun seperti Pb, Al, Cd, dan Hg terdapat dalam jumlah kecil, begitu pula dengan V, B, Fe, Zn, P, Mg, N, F, Se, Cu, dan Cr (Schaafsma, 2000).

No Parameter

Hasil (%)

Metode

1. SiO2 0.6574 Gravimetri

2. Fe2O3 0.00017 Spektrofotometri

3. Al2O3 4.90541 Gravimetri

4. CaO 0.2885 Titrimetri


(35)

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Cangkang telur

2.2 Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman yang biasanya kita jumpai banyak di daerah tropis. Habitat awal tanaman kelapa sawit ini berasal dari daerah semak berlukar. Tanaman kelapa sawit merupakan industry kecil penghasil minyak masak, minyak industry ataupun bahan bakar. bila dilihat dari segi biologis, tanaman kelapa sawit merupakan tumbuhan yang berkeping satu. Akar tanaman ini berakar serabut yang mengarah kebawah dan ada yang kesamping dengan sebagian mengarah ke samping atas untuk membantuh proses aerasi.

Menurut Sunarko (2009) kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan akan berkecambah untuk selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Susunan buah kelapa sawit dari lapisan luar sebagai berikut :

1) kulit buah yang licin dan keras (epicarp/eksocarp),

2) daging buah (mesocarp) terdiri atas susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak,

3) kulit biji (cangkang/tempurung), berwarna hitam dan keras (endocarp), 4) daging biji (mesoperm), berwarna putih dan mengandung minyak

5) lembaga (embrio). Lembaga yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah :

(1) arah tegak lurus ke atas (fototrophy), disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun kelapa sawit,


(36)

(2) Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy), disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar.

Sumber: Ari Edoyanto, 2011.Morphologi Penampang Kelapa Sawit (online) Gambar 2.1. Penampang Kelapa sawit

Kelapa sawit disebut juga tanaman yang memiliki bunga berumah satu, dimana bunga jantan dan betina terpisah namun pada satu induk tanaman yang sama. Namun bunga jantan dan bunga betina tidak bisa melakukan penyerbukan sendiri karena proses pematangan kedua bunga memiliki waktu yang berbeda. Penyerbukan tanaman ini biasanya dibantu dengan hewan seperti kumbang.

Pada proses pengolahan kelapa sawit, pada umumnya pabrik kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah yang sangat berbahaya bagi kelangsungan makhluk hidup disekitar pabrik, jika dibuang secara langsung ke pemukiman. Adapun 3 jenis limbah ini seperti limbah padat, limbah cair dan limbah gas.

Limbah padat yang dihasilkan antara lain tandan kosong, cangkang/fiber, abu boiler, solid decanter, sampah loading ramp dan shell. Sedangkan limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak kelapa sawit merupakan sisa dari proses pembuatan minyak kelapa sawit yang berbentuk cair. Air limbah


(37)

hasil samping dari pengolahan kelapa sawit sangat banyak mengandung bahan organic dan dapat mencemari lingkungan bila langsung dibuang ke perairan (Pardamean, 2014).

2.2.1 Cangkang Kelapa Sawit

Menurut Sastrosayono (2003), varietas tanaman kelapa sawit dapat dibedakan berdasarkan tebal cangkang/tempurung dan daging buah, serta warna kulit buahnya. Berdasarkan ketebalan cangkang/tempurung dan daging buah varietas kelapa sawit dibedakan :

a.Dura

Varietas ini memiliki tempurung yang cukup tebal yaitu antara 2 - 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar cangkang. Daging buah relatif tipis yaitu 35 – 50% terhadap buah, kernel (daging biji) lebih besar dengan kandungan minyak sedikit.

b.Pisifera

Ketebalan cangkang sangat tipis, bahkan hampir tidak ada tetapi daging buahnya tebal, lebih tebal dari buah dura.Daging biji sangat tipis, tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan. c.Tenera

Berdasarkan tebal tipisnya cangkang sebagai faktor homozygote tunggal yaitu Dura bercangkang tebal jika dikawinkan dengan Pisifera bercangkang tipis maka akan menghasilkan varietas baru yaitu Tenera.


(38)

Sumber :Ari Edoyanto, 2011.Morphologi Penampang Kelapa Sawit (online) Gambar 2.2 Perbedaan Ketebalan Cangkang dan Buahnya

2.2.2 Fiber Kelapa Sawit

Dried Decanter Solid atau sering disebut dengan solid merupakan limbah padat pabrik kelapa sawit. Solid sebenarnya berasal dari mesocarp atau serabut berondolan sawit yang telah mengalami pengolahan di pabrik kelapa sawit.

Rata - rata 1 ton solid mengandung unsur hara sebanding dengan :  10,3 kg Urea

 3,3 kg TSP  6,1 kg MOP  4,5 kg Kieserit

Kandungan hara tersebut hampir sama dengan janjangan kosong, akan tetapi kandungan MOP pada solid lebih rendah (Pahan, 2012).

Namun panas yang didapat dari hasil pembakaran serabut ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan cangkang kelapa sawit. Oleh sebab itu, perbandingan penggunaan serabut ini lebih sedikit daripada cangkangnya sebab sifat dari serabut ini mudah terbakar dan menjadi abu. Dalam perbandingan yang sedemikian, jika penggunaan serabut terlalu banyak maka akan berdampak buruk pada proses pembakaran karena dapat menghambat proses perambatan panas pada


(39)

pipa water wall, akibat abu hasil pembakaran beterbangan dalam ruang dapur dan menutupi pipa water wall, disamping mempersulit pembuangan dari pintu ekspansion door (Pintu keluar untuk abu dan arang) akibat terjadinya penumpukan yang berlebihan.

2.2.3 Abu Kerak Boiler

Pada proses pembakaran bahan bakar boiler, ada 2 jenis limbah yang dihasilkan yaitu:

1) Fly Ash 2) Bottom Ash

Perbedaan kedua jenis limbah ini hanya bentuk dan ukuran. Pada fly ash ukuran partikel lebih kecil bila dibandingkan dengan bottom ash. Fly ash biasanya terbawa keluar akibat adanya panas yang tinggi dan tekanan yang tinggi juga dalam tungku pembakar tersebut. Fly ash ini yang keluar dan terkumpul pada dust collector. Bottom ash yang berukuran lebih besar ini terkumpul di bawah tungku dan mengeras.

Abu kerak boiler cangkang kelapa sawit adalah abu yang telah mengalami proses penggilingan dari kerak pada proses pembakaran cangkang dan serat buah pada suhu 500 – 700°C pada dapur tungku boiler yang dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).Dari pembakaran tersebut akan menghasikan ± 3 - 5 ton/minggu kerak boiler.

Menurut Pordinan, (2008:16) “Abu kerak boiler cangkang kelapa sawit merupakan biomas dengan kandungan silika (SiO2) yang potensial dimanfaatkan.


(40)

putih keabuan akibat pembakaran dengan suhu yang tinggi dengan kandungan

silika 89,9105 %”.

Menurut pengamatan penulis pemilihan abu kerak boiler cangkang kelapa sawit sebagai bahan tambahan semen pada mortar, yaitu :

1) Pengadaannya cukup mudah dan murah sehingga bila ditinjau dari segi ekonomis akan lebih menguntungkan;

2) Abu kerak boiler cangkang kelapa sawit sisa pembakaran dari Pabrik Kelapa Sawit cukup melimpah;

3) Pemilihan abu kerak boiler cangkang kelapa sawit sebagai campuran semen yang memiliki Silica (SiO2) cukup tinggi merupakan pengikat

agregat yang baik. Pordinan, (2008:16)

No Parameter

Hasil (%)

Metode

1. SiO2 88.4055 Gravimetric

2. Al2O3 1.1168 Gravimetric

3. Fe2O3 0.0001 Spektrofotometri

4. CaO 0.3526 Titrimetri

Sumber : Hasil Penelitian

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Kerak Boiler

2.3 Semen Portland

Semen berasal dari bahasa latin “cementum”, dimana kata ini mula-mula dipakai oleh bangsa Roma yang berarti bahan atau ramuan pengikat, dengan kata lain semen dapat didefinisikan adalah suatu bahan perekat yang berbentuk serbuk


(41)

halus, bila ditambah air akan terjadi reaksi hidrasi sehingga dapat mengeras dan digunakan sebagai pengikat (mineral glue). Pada mulanya semen digunakan orang-orang Mesir Kuno untuk membangun piramida yaitu sejak abad ke-5 dimana batu batanya satu sama lain terikat kuat dan tahan terhadap cuaca selama berabad-abad. Bahan pengikat ini ditemukan sejak manusia mengenal api karena mereka membuat api di gua-gua dan bila api kena atap gua maka akan rontok berbentuk serbuk. Serbuk ini bila kena hujan menjadi keras dan mengikat batu-batuan disekitarnya dan dikenal orang sebagai batu Masonrym (Rahadja, 1990).

Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan, yang digiling bersama-sama bahan utamanya. Bahan utama penyusun semen adalah kapur (CaO), silica (SiO2), dan alumina (Al2O3). (ASTM C-150)

Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3),magnesit (MgO), serta

oksida lain dalam jumlah kecil (Rahadja, 1990).

Massa jenis semen yang diisyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 gr/cm3, pada

kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,03 gr/cm3


(42)

dalam campuran. Pengujian massa jenis ini dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask (Rahadja, 1990).

Oksida %

Kapur (CaO) 60 - 65

Silika (SiO2) 17 - 25

alumunia (Al2O3) 3 - 8

ferro oksida (Fe2O3) 0.5 - 6

magnesit (MgO) 0.5 – 4

Sulfur (SO3) 1 - 2

Soda/potash (Na2O + K2O) 0.5 – 1 Sumber: Tjokrodimuljo (1992)

Tabel 2.4 Kandungan Bahan-Bahan Kimia Dalam Bahan Baku Semen

2.3.1 Jenis-Jenis Semen Portland

Ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM semen portland dapat dibedakan menjadi lima, yaitu :

1) Tipe I – semen portland jenis umum (normal portland cement)

Yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.

2) Tipe II - semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland cement)

Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dan keluarnya panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan-bangunan tebal, seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding penahan tanah yang tebal. Panas hidrasi yang agak rendah dapat mengurangi terjadinya retak-retak pengerasan. Jenis ini juga digunakan


(43)

untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki konsentrasi sulfat agak tinggi.

3) Tipe III – semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength portland cement)

Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat dipergunakan pada daerah yang memiliki temperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai musim dingin

4) Tipe IV – semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat portland cement)

Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat. Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan gravitasi besar.

5) Tipe V – semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland cement). Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air yang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen portland biasa. (Wuryati S. dan Candra R.,2001)


(44)

2.3.2 Sifat dan Karakteristik Semen Portland

Semen yang satu dengan yang lainnya dapat dibedakan berdasarkan susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Sifat-sifat semen Portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan kimia.

Sifat-sifat Fisika Semen Portland

1. Kehalusan butir

Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Sebaliknya, semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi bleeding atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak dan susut.

2. Kemulusan

Kemulusan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran dari kemampuan pengembangan dari bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volumenya setelah mengikat. Ketidakmulusan pasta semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat di dalam campuran tersebut.

3. Waktu Pengikatan

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras terhitung mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen


(45)

cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Waktu ikat awal

yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.

b. Waktu ikat akhir

yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras. Waktu pengikatan diukur dengan alat vicat atau Gillmore. Dengan demikian dapat ditentukan apakah pasta semen itu cukup lama berada dalam keadaan plastis sampai beton bersangkutan dapat dituang atau dicor.

Menurut SII 0013 – 1977 pada semen portland biasa, waktu ikat awal minimal 60 menit, sedang waktu ikat akhirnya maksimum 8 jam. (Tjokrodimulyo, K. 1996).

4. Perubahan Volume

Kekekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya kapur bebas yang pembakaran semen tidak sempurna. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya-gaya ekspansi.


(46)

5. Kepadatan (Density)

Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 Mg/m3. Pada

kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,05 –3,25 Mg/m3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran.

6. Konsistensi

Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air serta aspek bahan semen.

7. Panas Hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air. Jumlah panas yang dikeluarkan terutama bergantung pada susunan kimia, kehalusan butiran semen, serta suhu pada waktu dilaksanakan perawatan. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yaknitimbulnya retakan pada saat pendinginan. Oleh Karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.

8. Kekuatan Tekan

Kekutan semen portland ditentukan dengan menekan benda uji semen sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan tertentu kemudian dibentuk menjadi kubus atau silinder. Setelah dirawat dalam jangka waktu tertentu benda uji ditekan sampai hancur untuk memperoleh gambaran dari perkembangan kekuatan semen portland yang sedang diuji.


(47)

Sifat-sifat Kimia Semen Portland

1. Senyawa Kimia

Nilai

Trikalsium Silikat 3CaO.SiO2

atau C3S

Dikalsium Silikat 2CaO.SiO2

atau C2S

Trikalsium Aluminat 4CaO.Al2O3

atau C3A

Tetrakalsium Aluminoferfrit 4CaO.Al2O3Fe2O3

Penyemenan Baik Baik Buruk Buruk

Kecepatan Reaksi Sedang Lambat Cepat Lambat

Pelepasan Panas Hidrasi Sedang Sedikit Banyak Sedikit Sumber : Tri Mulyono. 2004

Tabel 2.5 Karakteristik Senyawa Penyusun Semen Portland

Secara garis besar ada empat senyawa kimia utama yang menyusun semen portland yaitu:

-Trikalsium Silikat (C3S) -Dikalsium Silikat (C2S) -Trikalsium Aluminat (C3A)

-Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF) 2. Kesegaran Semen

Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran dilakukan pada semen dengan suhu 900 – 1000 ºC. Kehilangan berat ini terjadi karena kelembaban yang menyebabkan rehidrasi dan karbonisasi dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap. Kehilangan berat semen ini merupakan ukuran dari kesegaran semen. Dalam keadaan normal akan terjadi kehilangan berat sekitar 2% (batas maksimum 4%).


(48)

3. Sisa yang Tidak Larut

Sisa bahan yang tidak habis bereaksi adalah sisa bahan tidak aktif yang terdapat pada semen. Semakin sedikit sisa bahan ini, semakin baik kualitas semen. Jumlah maksimum tidak larut yang dipersyaratkan adalah 0,85%.

4. Panas Hidrasi Semen

Proses hidrasi terjadi dengan arah kedalam dan keluar. Maksudnya, hasil mengendap di bagian luar, semen yang bagian dalamnya terhidrasi secara bertahap akan terhidrasi sehingga volumenya mengecil (susut). Selama proses hidrasi berlangsung, akan keluar panas yang dinamakan panas hidrasi. Pasta semen yang telah mengeras memiliki struktur berpori dengan ukuran yang sangat kecil dan bervariasi. Setelah proses hidrasi berlangsung, endapan pada permukaan butiran semen akan menyebabkan difusi air ke bagian dalam yang belum terhidrasi semakin sulit.

5. Kekuatan Pasta Semen dan Faktor Air Semen

Banyaknya air yang dipakai selama proses hidrasi akan mempengaruhi karakteristik kekuatan beton. Pada dasarnya jumlah air yang dibutuhkan untuk proses hidrasi tersebut adalah sekitar 25% dari berat semen. Jika air yang digunakan kurang dari 25%, maka kelecekan atau kemudahan dalam mengerjakan tidak akan tercapai. Beton yang memiliki workability baik didefenisikan sebagai beton yang dapat dengan mudah dikerjakan atau dituangkan ke dalam cetakan dan dapat dengan mudah dibentuk. Kekuatan beton akan turun jika air yang ditambahkan ke dalam campuran semakin banyak. Karena itu penambahan air harus dilakukan sedikit demi sedikit sampai nilai maksimum yang tercantum


(49)

dalam rencana tercapai. Faktor Air Semen (FAS) atau Water Cement Ratio (WCR) adalah berat air dibagi dengan berat semen. Fas yang rendah menyebabkan air yang berada di antara bagian-bagian semen sedikit dan jarak antar butiran -butiran semen menjadi kecil.

Agar semen tetap memenuhi syarat meskipun disimpan dalam waktu lama, cara penyimpanan semen perlu diperhatikan. Semen harus terbebas dari bahan kotoran dari luar, semen dalam kantong harus disimpan dalam gudang tertutup, terhindar dari basah dan lembab dan tidak bercampur dengan bahan lain. Urutan penyimpanan harus diatur sehingga semen yang lebih dahulu masuk gudang terpakai lebih dahulu.

2.4 Agregat

Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh perekat semen ( CUR 2,1993 ).Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang berukuan kecil befungsi sebagai pengisi celah yang ada diantara agregat berukuran besar. ( Nawy, 1998 ).

Dalam SK SNI T-15-1991-03, agregat didefinisikan sebagai material granular misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton semen hidrolik atau adukan. Kandungan agregat dalam suatu campuran beton biasanya sangat tinggi, komposisinya dapat mencapai 60% - 70% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai bahan pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar, maka peran agregat menjadi sangat penting.


(50)

Karena itu karakteristik dari agregat perlu dipelajari dengan baik, sebab agregat dapat menentukan sifat mortar atau beton yang akan dihasilkan. (Tri Mulyono, 2004)

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul$tanggul penahan tanah, bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainnya (Nugraha, P., 2007).

Penggunaan agregat dalam beton adalah untuk : 1.Menghemat penggunaan semen portland 2.Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton. 3.Mengurangi susut pengerasan beton.

4.Mencapai susunan beton yang padat. Dengan gradasi yang baik, maka akan didapatkan beton yang padat.

5.Mengontrol workabilitas beton. Dengan gradasi agregat yang baik (gradasi menerus), maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan.

(Wuryati S. dan Candra R.,2001)

2.4.1 Agregat Halus

Menurut peraturan SK-SNI-T-15-1990-03 kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar dan kasar. Pasir yang digunakan dalam adukan beton harus memenuhi syarat sebagai berikut:


(51)

1. Pasir harus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Hal ini dikarenakan dengan adanya bentuk pasir yang tajam, maka kaitan antar agregat akan lebih baik, sedangkan sifat keras untuk menghasilkan beton yang keras pula.

2. Butirnya harus bersifat kekal. Sifat kekal ini berarti pasir tidak mudah hancur oleh pengaruh cuaca, sehingga beton yang dihasilkan juga tahan terhadap pengaruh cuaca.

3. Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering pasir, lumpur yang ada akan menghalangi ikatan antara pasir dan pasta semen, jika konsentrasi lumpur tinggi maka beton yang dihasilkan akan berkualitas rendah.

4. Pasir tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak. 5. Gradasinya harus memenuhi syarat seperti berikut ini:

Lubang Ayakan (mm)

Persen Bahan Butiran yang Lewat Ayakan Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV

10 100 100 100 100

4,8

90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100 2,4

60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100 1,2

30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100 0,6

15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100 0,3

5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50 0,15


(52)

Sumber : Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007

Tabel 2.6 Gradasi Pasir Keterangan:

Daerah I : Pasir kasar

Daerah III : Pasir agak halus Daerah II : Pasir agak kasar Daerah IV : Pasir halus

Agregat halus biasanya merupakan pasir yang berasal dari disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran terbesar 4,8 mm. Pasir alam dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007), yaitu:

1. Pasir galian.

Pasir ini diperoleh lansung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali. Bentuk pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam walaupun biasanya harus dibersihkan dari kotoran

tanah dengan jalan dicuci terlebih dahulu. 2. Pasir sungai.

Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya

Berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekatan antar butiran agak kurang karena bentuk butiran yang bulat.

3. Pasir laut.

Pasir laut adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir-butirnya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang jelek karena mengandung banyak


(53)

garam. Garam ini menyerap kandungan air dari udara dan mengakibatkan pasir selalu agak basah serta menyebabkan pengembangan volume bila dipakai pada bangunan. Selain dari garam ini mengakibatkan korosi terhadap struktur beton, oleh karena itu pasir laut sebaiknya tidak dipakai.

2.4.2 Agregat Kasar

Berdasarkan berat jenisnya, agregat kasar dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007), yaitu:

1. Agregat normal

Agregat normal adalah agregat yang berat jenisnya antara 2,5 - 2,7 gr/cm3.Agregat

ini biasanya berasal dari agregat basalt, granit, kuarsa dan sebagainya. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis sekitar 2,3 gr/cm3.

2. Agregat berat

Agregat berat adalah agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8 gr/cm3,

misalnya magnetik (FeO4) atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis tinggi sampai 5 gr/cm3. Penggunaannya dipakai sebagai pelindung dari

radiasi.

3. Agregat ringan

Agregat ringan adalah agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0 gr/cm3 yang biasanya dibuat untuk beton non struktural atau dinding beton. Kebaikannya adalah berat sendiri yang rendah sehingga strukturnya ringan dan pondasinya lebih ringan.


(54)

Sumber : Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007

Tabel 2.7 Gradasi Kerikil

2.5 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen serta sebagai bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan(Tjokrodimuljo,1992).

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat, dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan (Tri Mulyono, 2004).

Air yang digunakan dalam campuran beton minimal memenuhi persyaratan sebagai air minum, tetapi tidak berarti air pencampur beton harus

Lubang Ayakan (mm)

Persen bahan butiran yang lewat ayakan Berat butir maksimum

40 mm 20 mm

40

95 - 100 100

20

30 - 70 95 - 100

10

10 – 35 25 - 55

4,8


(55)

memenuhi persyaratan sebagai air minum. Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1992) :

1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter. 2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat

organik) lebih dari 15 gr/liter.

3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/liter. 4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter.

2.6 Beton

Beton didefinisikan sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air tanpa tambahan zat aditif (PBI, 1971). Tetapi belakangan ini definisi dari beton sudah semakin luas, yaitu beton adalah bahan yang terbuat dari berbagai macam tipe semen, agregat dan juga bahan pozzolan, abu terbang, terak dapur tinggi, sulfur, serat dan lain$lain (Neville dan Brooks, 1987).

Kekuatan beton terletak pada perbandingan jumlah semen dan air, rasio perbandingan air terhadap semen (W/C ratio) yang semakin kecil akan menambah kekuatan (compressive strength) beton. Kekuatan beton ditentukan oleh perbandingan air semen, selama campuran cukup plastis, dapat dikerjakan dan beton itu dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik (Nugraha, P., 2007).

Beton memiliki beberapa faktor keunggulan sehingga pemakaiannya begitu luas. Sifat keunggulan beton antara lain (Nugraha, P., 2007) :


(56)

a. Ketersediaan (availability) material dasar.

Agregat, air dan semen pada umumnya bisa didapat dengan mudah dari lokal setempat dan harga yang relatif murah.

b. Kekuatan tekan tinggi.

Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi.

c. Kemudahan untuk digunakan (versatility).

Pengangkutan bahan mudah, karena masing$masing bisa diangkut

secara terpisah. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara,dan pipa.

d. Kemampuan beradaptasi (adaptability)

Beton bersifat monolit, tidak memerlukan sambungan seperti baja. Beton dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang (shell) maupun bentuk-bentuk khusus 3 dimensi.

e. Kebutuahan pemeliharaan yang minimal.

Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat sehingga tidak perlu dicat, lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.

Di samping segala keunggulan di atas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan, yaitu (Nugraha, P., 2007) :

1. Kuat tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar 2. Beton cenderung retak, karena semennya hidraulis.


(57)

3. Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3 4. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah

5. Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan 6. Daya pantul suara yang besar

7. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena elastisitasnya yang rendah dari beton

8. Konduktivitas termal beton relatif rendah

2.7 Kemampuan Dikerjakan (workabilitas) Beton 2.7.1 Pengertian Workabilitas

Yang dimaksud dengan workabilitas adalah bahwa bahan-bahan beton setelah diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituang / dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan pekerjaannya tanpa terjadi perubahan yang menimbulkan kesukaran atau penurunan mutu.(Wuryati S. dan Candra R.,2001)

Menurut S. Mindesss, Francis Y. dan D. Darwin(2003) ada beberapa parameter untuk mengetahui workabilitas beton segar adalah :

1. Compactible, yaitu kemudahan beton untuk dipadatkan dengan baik. Pemadatan bertujuan untuk mengurangi rongga-rongga udara yang terjebak di dalam beton sehingga diperoleh susunan yang padat dan memperkuat ikatan antar partikel beton.

2. Mobilitas, yaitu kemudahan beton untuk mengalir atau dituang dalam cetakan dan dibentuk. Adukan beton juga harus dapat mengisi ruang di antara tulangan-tulangan .


(58)

3. Stabilitas, yaitu kemampuan beton untuk tetap stabil, homogen selama pencampuran, serta tidak terjadi segregasi dan bleeding.

Agar diperoleh beton keras yang dengan kualitas yang baik, maka adukan beton segar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Mudah dicampur dan diangkut

2. Adukan beton harus seragam atau memenuhi syarat homogenitas 3. Mudah dialirkan dan dibentuk

4. Dapat dipadatkan dengan baik tanpa mengeluarkan banyak tenaga 5. Tidak terjadi segregasi saat penuangan

6. Dapat diselesaikan dengan mudah (finishing), dengan cetok ataupun alat penghalus permukaan lainnya (S. Mindesss, Francis Y. dan D. Darwin,2003)

Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat kemudahan dikerjakan antara lain (Kardiyono Tjokrodimulyo,2007):

1. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. makin banyak air yang dipakai, makin mudah beton segar itu dikerjakan. Tetapi pemakaian air juga tidak boleh terlalu berlebihan.

2. Penambahan semen kedalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan betonnya, karena pasti juga diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai faktor air semen tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil, jika campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton mudah dikerjakan.


(59)

4. Pemakaian butiran yang bulat memudahkan cara pengerjaan.

5. Pemakaian butiran maksimum kerikil yang dipakai berpengaruh terhadap cara pengerjaan.

6. Cara pemadatan beton menentukan sifat pekerjaan yang berbeda.

7. Selain itu, beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah kadar udara yang terdapat di dalam beton dan penggunaan bahan tambah dalam campuran beton.

2.7.2 Segregasi

Segregasi adalah pemisahan agregat kasar dari campuran adukan beton. Ada dua tipe pemisahan agregat, yaitu pemisahan partikel berat ke dasar beton segar atau pemisahan agregat kasar dari campuran beton karena penggetaran yang salah. (S. Mindesss, Francis Y. dan D. Darwin,2003)

Neville (1981) menuliskan bahwa terdapat dua bentuk segregasi beton segar yaitu partikel yang lebih kasar cenderung memisahkan diri dari partikel yang lebih halus dan terpisahnya air semen dari adukan.

Menurut Nugraha dan Antoni (2007) ada beberapa faktor yang menyebabkan segregation yaitu:

1. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25mm

2. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus 3. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran

4. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat 5. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering


(60)

2.7.3 Bleeding

Bleeding dapat menyebabkan kelemahan, porositas dan keawetan yang kurang. Kantung-kantung air terjadi di bawah agregat kasar atau dibawah tulangan, yang menimbulkan daerah-daerah lemah dan mereduksi ikatan-ikatan. Jika air menguap sangat cepat akan terjadi retakan-retakan plastis. (S. Mindesss, Francis Y. dan D. Darwin,2003)

Menurut Mulyono (2003) pemisahan air (bleeding) dapat dikurangi dengan cara:

1. Memberi lebih banyak semen 2. Menggunakan air sedikit mungkin 3. Menggunakan butir halus lebih banyak

4. Memasukan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.

2.7.4 Slump Test

Pengukuran dengan tes slump ini bertujuan untuk mengukur tinggi penurunan adukan beton setelah wadah diangkat. Slump yang tinggi menunjukkan bahwa adukan beton terlalu cair, begitu juga sebaliknya. Adukan beton yang mudah dikerjakan atau dituang dan dipadatkan dalam cetakan (acuan), biasanya mempunyai nilai slump antara 7 sampai 12 cm. Untuk beton yang pemadatannya dengan alat penggetar, nilai slump 5 cm masih cukup baik untuk dikerjakan. Akan tetapi jika nilai slumpnya lebih dari 12,5 cm, pemadatan dengan alat getar harus dihindari karena dapat mengakibatkan terjadinya pemisahan butir (segregasi) dan bleeding. (Wuryati S. dan Candra R.,2001)


(61)

Tes Slump cocok untuk beton segar dengan workabilitas sedang sampai workabilitas tinggi (25 mm 12,5 mm). Untuk campuran yang terlalu kering, dengan nilai slump 0, tes slump tidak dapat membedakan beberapa campuran. Sehingga harus diuji dengan metode yang lain. (ML. Gambir,1986).


(62)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.1.1 Limbah Kelapa Sawit

Menurut kelompok riset internasional, Oil World memprediksi ekspor minyak sawit global akan meningkat sebesar 3,3 persen menjadi 43,3 juta ton sepanjang 2015. Oil World juga menyatakan, Indonesia masih akan menjadi produsen minyak terbesar tahun ini dengan total produksi sebanyak 32,7 juta ton.

Mengutip Daily Express, Senin (2/2/2015), pasokan minyak sawit global akan lebih tinggi karena tingginya permintaan dari China, India, Pakistan dan negara-negara Uni Eropa.

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia dengan luas area mencapai 5,02 juta hektar dan dengan jumlah produksi buah kelapa sawit mencapai 1.007.985 ton pertahun. Produksi kelapa sawit selain menghasilkan minyak juga menghasilkan produk samping berupa limbah kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan kepala sawit sekitar 60 % dari jumlah produksi buah kelapa sawit (Mulia, 2007).

Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan


(63)

limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi (leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah (Wahyono, 2009).

Gambar 1.1 Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Limbah hasil pembakaran boiler dan dari kedua proses dihasilkan dua tipe abu yaitu abu boiler dan palm oil fuel ash (pofa). Abu boiler terdiri dari pembakaran serat sawit dan cangkang sawit yang didalamnya terdiri dari kerak boiler dan abu boiler. Sedangkan pofa didapat dari pembangkit listrik yang menghasilkan listrik yang menggunakan serat sawit, cangkang dan tandan kosong sebagai bahan bakar dan dibakar pada suhu 800-1000 0C (Yahya Zarina,2013).


(64)

1.1.2 Limbah Cangkang Telur

Cangkang telur merupakan salah satu limbah peternakan yang menjadi masalah egg breaking plant dan industri pengolahan pangan yang berbahan baku telur. Tidak ada data yang memuat angka pasti jumlah cangkang telur yang dihasilkan pertahun di Indonesia, akan tetapi jika dilihat dari jumlah produksi telur ayam ras dan industi pengolahan pangan yang berbahan baku telur maka dapat dipastikan jumlah limbah cangkang telur juga akan cukup besar. Sebagai gambaran ketersediaan telur ayam ras Sumatera Utara pada thn 2008 mencapai 85.898 ton. sedangkan kebutuhannya hanya 75.087 ton. Sehingga masih ada cadangan 10.811 ton. Untuk produksi telur di Sumatera Utara setiap tahunnya secara umumnya melebihi kebutuhan masyarakat dan bahkan sekira 10-50% di pasok keluar propinsi seperti ke Jabotabek (http:/hariansib.com-ketersediaan-sembako-disumut-aman/).

Dilakukan investigasi pada limbah cangkang telur dan ditemukan digunakan pada pasta dinding keramik. Berdasarkan adanya CaCO3 pada

cangkang telurdapat digunakan sebagai pengganti bahan dasar dalam menghasilkan keramik dinding. Juga ditemukan cangakang telur dapat digunakan sebagai pengganti yang sempurna pada material yang akan digunakan kembali dan limbah daur ulang (Freire dan Holanda, 2006). Pada penelitiannya abu cangkang telur dapat digunakan sebagai pengganti semen dimana hasilnya lebih tinggi pada kuat tekan pada tanah yang kaya akan besi dan aluminium. Pada semen yang tetap sekitar 6% dan 8% ditambahkan abu cangkang telur sekitar


(65)

0-10%, pada 2% menghasilakan kenaikan 35% pada kuat tekan tetapi penurunan pada durabilitasnya. Pada akhirnya mereka menemukan campurannya pada perkerasan jalan raya (Okonkwo et al.,2012)

1.2 Tujuan Penelitian

Pada penelitian ada beberapa hal yang ingin dicapai :

1. Untuk mengetahui kuat tekan, kuat tarik belah dan absorbsi beton yang menggunakan kerak boiler sebagai pengganti pasir dan abu cangkang telur sebagai bahan tambahan semen dengan menggunakan benda uji berbentuk silinder.

2. Pada pencampuran kedua jenis limbah diharapkan kuat tekan beton dapat bertambah besar sehingga kedua jenis limbah ini dapat dimamfaatkan lagi khususnya pada kegiatan konstruksi.

3. Pada perencanaan selanjutnya, akibat adanya abu cangkang telur sebagai tambahan semen dapat juga kita gunakan sebagai safety factor.

4. Dengan cost yang sama, kuat tekan beton dengan campuran limbah diatas dapat menahan beban yang lebih besar bila dibandingkan dengan beton normal.

1.3 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, ada hal-hal yang harus dibatasi ruang lingkupnya agar permasalahannya tidak terlalu luas. Adapun hal-hal yang dibatasi dalam penelitian ini, meliputi :

1. Perencanaan mutu beton (f’c) 20 Mpa.


(66)

3. Penelitian ini menggunakan Ordinary Portland Cement (OPC) type 1. 4. Benda uji beton yang menggunakan silinder berukuran diameter 15 cm

dan tinggi 30 cm.

5. Variasi campuran pada pengganti pasir menggunakan kerak boiler adalah 0%, 10%, 15%, dan 25% dari berat pasir.

6. Variasi campuran pada bahan tambahan semen menggunakan abu cangkang telur adalah 0%, 5%, dan 7.5%.

7. Jumlah benda uji untuk campuran diatas dapat dilihat pada tabel 1.1 No Variasi Tambahan

pada Semen

Variasi Substitusi pada Pasir

Uji Kuat Tekan (Buah)

Uji Kuat tarik Belah (Buah)

1 0% 0% 3 3

2 5%

10% 3 3

15% 3 3

25% 3 3

3 7.5%

10% 3 3

15% 3 3

25% 3 3

SUBTOTAL 21 21

TOTAL 42


(67)

8. Waktu ikat semen didasarkan kepada SNI 03-6827-2002; Slump test didasarkan kepada SNI 1972-2008; uji kuat tekan didasarkan kepada SNI-1974-2011; uji kuat tarik belah didasarkan kepada SNI 03-2491-2002; dan absorbsi beton didasarkan kepada SNI 03-6433-2000 dilakukan pada umur 28 hari.

1.4 Metodologi Penelitian

Pembuatan benda uji beton normal dan beton dengan adanya abu cangkang telur sebagai tambahan semen dan kerak boiler sebagai pengganti pasir serta balok beton bertulang dikerjakan di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik. Tahap-tahap pembuatannya sebagai berikut:

1) Penyediaan bahan seperti agregat kasar, agregat halus, semen. 2) Agregat halus dan agregat kasar diuji sesuai SNI yang berlaku.

3) Penimbangan agregat halus, agregat kasar, semen, abu cangkang telur, dan kerak boiler sesuai dengan perhitungan mix design.

4) Pembuatan bekisting

5) Kemudian proses pengecoran.

1.5 Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini, ada beberapa hal yang diharapkan: 1) Dapat menambah kegunaan dari limbah cangkang telur.

2) Dengan adanya campuran tambahan bahan pada beton, waktu ikat semen bisa lebih besar.


(68)

3) Dengan adanya campuran tersebut pada beton, diharapkan sifat beton terutama kuat beton dapat bertambah.

4) Dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya, dengan mengkombinasikan campuran limbah yang bersifat pozzolan yang dapat memperbesar kuat tekan beton.

5) Diharapkan dengan penggunaan limbah ini, masalah penghijauan dapat dikembangkan dan mengurangi efek global warming yang sedang melanda dunia.


(69)

ABSTRAK

Sekarang lagi maraknya penggunaan beton di kehidupan sehari-hari. Penggunaannya hampir mendominasi semua kegiatan bahkan ada yang mengganti ataupun mencampurkan beton dengan bahan lainnya. Pencampuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar, lebih tahan lama, dan dalam kegiatan ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Dalam pembuatan beton ada beberapa jenis bahan utama penyusunnya seperti semen, air, pasir, dan kerikil. Penelitian ini menggunakan dua jenis bahan tambahan yaitu abu kerak boiler dan abu cangkang telur. Abu cangkang telur untuk sebagai tambahan semen sedangkan abu kerak boiler untuk pengganti pasir.

Dengan menggunakan variasi abu cangkang telur 5% dan 7.5% serta abu kerak boiler 10%, 15%, dan 25%. Benda uji yang penelitian menggunakan silinder dengan diameter 15cm dan tinggi 30cm sebanyak 42 buah yang diuji pada umur 28 hari. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai kuat tekan, kuat tarik belah, waktu ikat semen, absorbsi beton, dan nilai slump.

Dari hasil pengujian didapatkan nilai slump dan waktu ikat ikat semen mengalami penurunan akibat adanya penambahan bahan tambahan tersebut. Bila dibandingkan dengan beton normal absorbsi beton mengalami kenaikan dengan nilai maksimal pada variasi ACT 7.5% dan AKB 10%. Nilai kuat tekan mengalami penurunan sedangkan nilai kuat tarik belah mendapatkan hasil yang maksimal pada variasi campuran ACT 7.5% dan AKB 25%.


(70)

PENGARUH AKIBAT ADANYA BAHAN SUBSTITUSI ABU CANGKANG

TELUR SEBAGAI TAMBAHAN SEMEN DAN KERAK BOILER SEBAGAI

SUBSTITUSI PASIR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

MICHAEL

12 0404 057

Pembimbing :

NURSYAMSI, ST. MT.

NIP. 19770623 200501 2 001

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(71)

ABSTRAK

Sekarang lagi maraknya penggunaan beton di kehidupan sehari-hari. Penggunaannya hampir mendominasi semua kegiatan bahkan ada yang mengganti ataupun mencampurkan beton dengan bahan lainnya. Pencampuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar, lebih tahan lama, dan dalam kegiatan ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Dalam pembuatan beton ada beberapa jenis bahan utama penyusunnya seperti semen, air, pasir, dan kerikil. Penelitian ini menggunakan dua jenis bahan tambahan yaitu abu kerak boiler dan abu cangkang telur. Abu cangkang telur untuk sebagai tambahan semen sedangkan abu kerak boiler untuk pengganti pasir.

Dengan menggunakan variasi abu cangkang telur 5% dan 7.5% serta abu kerak boiler 10%, 15%, dan 25%. Benda uji yang penelitian menggunakan silinder dengan diameter 15cm dan tinggi 30cm sebanyak 42 buah yang diuji pada umur 28 hari. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai kuat tekan, kuat tarik belah, waktu ikat semen, absorbsi beton, dan nilai slump.

Dari hasil pengujian didapatkan nilai slump dan waktu ikat ikat semen mengalami penurunan akibat adanya penambahan bahan tambahan tersebut. Bila dibandingkan dengan beton normal absorbsi beton mengalami kenaikan dengan nilai maksimal pada variasi ACT 7.5% dan AKB 10%. Nilai kuat tekan mengalami penurunan sedangkan nilai kuat tarik belah mendapatkan hasil yang maksimal pada variasi campuran ACT 7.5% dan AKB 25%.


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.1.1 Limbah Kelapa Sawit ... 1

1.1.2 Limbah Cangkang Telur ... 3

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Pembatasan Masalah ... 4

1.4 Metodologi Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Telur ... 8

2.1.1 Cangkang Telur ... 9

2.2 Kelapa Sawit ... 11

2.2.1 Cangkang Kelapa Sawit ... 13


(2)

vi

2.2.3 Abu Kerak Boiler ... 15

2.3 Semen Portland ... 16

2.3.1 Jenis-jenis Semen Portland ... 18

2.3.2 Sifat dan Karakteristik Semen Portland ... 20

2.4 Agregat ... 25

2.4.1 Agregat Halus ... 26

2.4.2 Agregat Kasar ... 29

2.5 Air ... 30

2.6 Beton ... 31

2.7 Kemampuan Dikerjakan (workabilitas) Beton ... 33

2.7.1 Pengertian Workabilitas... 33

2.7.2 Segregasi ... 35

2.7.3 Bleeding ... 36

2.7.4 Slump Test ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Umum ... 38

3.2 Diagram Alur Penelitian ... 39

3.3 Bahan Penyusun Beton ... 40

3.3.1 Semen ... 40

3.3.2 Agregat Halus ... 40

3.3.3 Agregat Kasar ... 44

3.3.4 Abu Kerak Boiler... 47


(3)

3.3.6 Air ... 51

3.4 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Waktu Ikat Semen ... 54

4.2 Nilai Slump ... 56

4.3 Absorbsi Beton ... 57

4.4 Kuat Tekan ... 59

4.5 Kuat Tarik Belah ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(4)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Benda Uji Untuk Variasi Campuran Tabel 2.1 Komposisi Telur Ayam dan Itik

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Cangkang telur Tabel 2.3 Kandungan Kimia Kerak Boiler

Tabel 2.4 Kandungan Bahan-Bahan Kimia Dalam Bahan Baku Semen Tabel 2.5 Karakteristik Senyawa Penyusun Semen Portland

Tabel 2.6 Gradasi Pasir Tabel 2.7 Gradasi Kerikil

Tabel 3.1 Komposisi Kebutuhan Bahan Campuran Beton untuk 1 m3 Tabel 4.1 Hasil Penelitian Waktu Ikat Semen

Tabel 4.2 Nilai Slump Test Tabel 4.3 Nilai Absorbsi beton

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Boiler Pabrik Kelapa Sawit Gambar 2.1. Penampang Kelapa sawit

Gambar 2.2 Perbedaan Ketebalan Cangkang dan Buahnya Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Waktu Ikat Semen dan Penetrasi Campuran Pasta Semen dengan Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% Terhadap Berat Semen dengan FAS 0.4

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25% Terhadap Absorbsi Beton

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25% Terhadap Kuat Tekan Beton

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25% Terhadap Kuat Tarik Beton


(6)

x

DAFTAR NOTASI

f’c : Kuat Tekan Rencana (Mpa) P : Beban Tekan (KN)

A : Luas Penampang (mm2)

σ : Kuat Tekan Masing – masing Benda Uji ( Mpa) σ’b : Kuat Tekan Rata-rata (Mpa)

D : Diameter Benda Uji (cm)

L : Panjang Benda Uji (cm)

Fct : Kuat Tarik Belah Masing – masing Benda Uji (N/mm2)