Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Denyut Jantung

Oleh karena itu, penulis tertarik meneliti tentang “Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test dengan Frekuensi Denyut Nadi“.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan paparan stresor akut CPT dengan frekuensi denyut nadi? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan paparan stresor akut CPT dengan frekuensi denyut nadi.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. mengetahui karakteristik sampel penelitian; b. mengetahui distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin dan usia; c. mengetahui hubungan paparan stresor akut CPT dengan frekuensi denyut nadi apakah mengakibatkan perubahan frekuensi denyut nadi setelah diberikan paparan pada mahasiswa semester tiga Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: a. Peneliti 1 Memberikan informasi kepada peneliti tentang hubungan paparan stresor akut CPT dengan denyut nadi. 2 Memperoleh pengalaman melakukan penelitian. 3 Dapat mengembangkan kemampuan menulis karya tulis ilmiah. b. Pembaca 1 Menambah pengetahuan pembaca. 2 Memberikan informasi tambahan kepada pembaca dan sebagai bahan acuan untuk penelitian berikutnya di bidang fisiologi. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres 2.1.1. Defenisi Stres Stres adalah suatu pengalaman emosional yang negatif disertai dengan perubahan biokimia, fisiologi, kognitif, dan perilaku untuk mengubah keadaan stres tersebut atau menyesuaikan diri terhadap efeknya Taylor, 2009. Pinel 2009 dalam buku Biopsikologi menuliskan, “Ketika tubuh Anda terpapar bahaya ancaman, hasilnya adalah sekumpulan perubahan fisiologis yang secara umum disebut respons stress-atau stres saja.” Berdasarkan dua defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa stres adalah respon tubuh saat terpapar bahaya ancaman. Respon yang terjadi dapat berupa perubahan biokimia, fisiologi, kognitif, dan perilaku.

2.1.2. Stresor

Stresor adalah pengalaman yang menginduksi stres. Stresor berasal dari lingkungan sekitar manusia. Stresor dapat berupa tuntutan psikologis seperti kehilangan pekerjaan, batas waktu suatu pekerjaan, kegeraman karena kemacetan lalu lintas, relasi yang tidak baik, dan sebagainya. Terdapat juga stresor fisik seperti paparan dingin, kebisingan, kelelahan karena olah raga, paparan virus, paparan terhadap udara berasap dan berkabut, dan lain-lain. Taylor, 2009; Looker et al, 2005; Swarth, 2004

2.1.3. Hal yang Memengaruhi Respon Stres

Respon stres seseorang bergantung pada stresor dan individu itu sendiri Pinel, 2009. Menurut Taylor 2009 seberapa lama setiap stresor berlangsung akan memengaruhi keseimbangan seseorang dalam menghadapi stresor. Paparan kronik suatu stresor dapat menyebabkan stres kronik yang akan menimbulkan gangguan pada tubuh individu: peningkatan level epinefrin, gangguan memori, peningkatan tekanan darah, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara Menurut Fleshner Laudenslager 2004 dalam Pinel 2009 paparan stresor secara singkat akan menghasilkan reaksi fisiologis berupa respon inflamasi pada tubuh. Mereka menemukan bahwa stresor singkat akan meningkatkan kadar sitokin dlam darah. Looker dan Gregson 2005 di dalam bukunya menuliskan bahwa pandangan seseorang terhadap lingkungannya akan menentukan seseorang tersebut akan menganggap suatu kejadian sebagai suatu stresor atau bukan. Respon stres yang terjadi juga bergantung pada pengalaman seseorang terhadap kejadian yang sama sebelumnya. Pinel 2009 menuliskan bahwa stres juga bergantung pada strategi yang diadopsi seorang individu untuk mengatasi stres. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Respon Stres terhadap Faktor Lingkungan oleh Fisher, Bell, dan Baum Rice, 1987 Keadaan Psikologis Seseorang 1 sumber intelektual 2 pengetahuan tentang pengalaman di masa lalu 3 motivasi Aspek kognitif dalam menghadapi stimulus 1 kontrol terhadap perasaan 2 kemampuan meramalkan suatu peristiwa 3 kesiapan Stimulasi dari lingkungan Penilaian kognitif bahwa terdapat ancaman dari lingkungan Reaksi Alarm Otonom Bangkitan Strategi Pertahanan 1 menghindari 2 melawan 3 mengikuti 4 emosi yang mengiringi: takut, marah Jika tidak berhasil: Keadaan sangat lelah Jika berhasil: adaptasi Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Fisiologi Stres

Ketika tubuh terpapar dengan suatu keadaan yang dianggap mengancam stresor oleh korteks serebri, maka akan terjadi suatu respon stres untuk menghadapinya. Respon stres berupa respon saraf dan hormon yang melakukan tindakan-tindakan pertahanan terhadap kondisi yang mengancam tersebut. Respon stres tersebut berkaitan erat dengan dua sistem pada tubuh yaitu sympathetic- adrenomedullary SAM system dan hypothalamic-pituitary-adrenocortical HPA axis yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh Taylor, 2009; Sherwood, 2011. Respon yang paling awal adalah peningkatan aktivitas SAM atau respon fight or flight. Peningkatan aktivitas simpatis ini akan menstimulasi bagian medula kelenjar adrenal sehingga terjadi pelepasan katekolamin seperti epinefrin dan norepinefrin. Peningkatan aktivitas simpatis ini pada akhirnya dapat memicu peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, peningkatan saliva, konstriksi pembuluh darah perifer, dan sebagainya Taylor, 2009. Paparan suatu stresor tidak hanya meningkatkan SAM tetapi juga mengaktivasi HPA axis. Hipotalamus akan mengeluarkan corticotropin releasing factor CRF. CRF akan menstimulasi kelenjar pituitari untuk mengeluarkan adrenocorticotropic hormone ACTH. Pengeluaran ACTH akan memicu korteks kelenjar adrenal untuk mengeluarkan glukokortikoid terutama kortisol. Kortisol berperan dalam konversi simpanan karbohidrat dan menurunkan inflamasi ketika ada perlukaan. Kortisol juga membantu tubuh untuk mempertahankan diri saat terjadi stres Taylor, 2009. ACTH juga berperan untuk menahan stres dengan cara mempermudah proses belajar tubuh tentang suatu stresor dan membantu tubuh mempelajari perilaku yang sesuai. ACTH akan mempermudah tubuh menghadapi stresor yang sama pada masa yang akan datang Sherwood, 2011. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Skema Fisiologi Stres Pinel, 2009

2.1.5. Efek Simpatis

Guyton 2006 menuliskan bahwa sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang mengatur kebanyakan fungsi viseral tubuh. Serabut sistem saraf simpatis dimulai dari medulla spinalis diantara segmen T-1 dan L-2. Serabut ini berjalan sampai ke jaringan dan organ yang dirangsang oleh saraf simpatis. Sifat saraf simpatis yang menonjol yaitu kecepatan dan intensitasnya yang dapat mengubah fungsi viseral dalam waktu singkat. Contohnya, dapat meningkatkan denyut jantung sebesar dua kali lipat dalam waktu tiga sampai dengan lima detik. Sistem saraf simpatis juga memiliki sifat khusus pada serabut- serabut saraf yang berada dalam medula adrenal. Serabut-serabut saraf ini langsung berakhir pada sel-sel neuron khusus yang mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi darah Guyton, 2006. STRESOR OTAK SAM SISTEM SARAF SIMPATIS HPA axis KORTEKS ADRENAL MEDULA ADRENAL GLUKO - KORTIKOID NOREPINEFRIN DAN EPINEFRIN Universitas Sumatera Utara STRES SYMPHATHETIC NERVOUS SYSTEM SAM PITUITARY GLAND MEDULA ADRENAL KORTEX ADRENAL PENGELUARAN KATEKOLAMIN EPINEFRIN DAN NOREPINEFRIN -Peningkatan denyut jantung dan dilatasi kapiler jantung; -Peningkatan tekanan darah karena vasokonstriksi -Frekuensi pernapasan meningkat -Pencernaan melambat -Pupil dilatasi PENGELUARAN KORTIKOSTREROID -Peningkatan mobilisasi protein dan lemak -Peningkatan akses ke simpanan energi -Penghambatan pembentukan antibodi dan inflamasi -pengaturan retensi sodium Sistem saraf simpatis umumnya teraktivasi pada keadaan-keadaan yang mengancam atau stres berat, misalnya adanya ancaman lingkungan terhadap fisik Sherwood, 2011. Rangsangan simpatis dapat timbul bila hipotalamus diaktivasi oleh rasa cemas, takut, atau merasakan nyeri yang berat. Dengan kata lain rangsangan simpatis dapat timbul jika terjadi respon stres. Baik stres fisik maupun stres mental dapat meningkatkan rangsangan simpatis Guyton, 2006. Gambar 2.3. Aktivitas Kelenjar Adrenal sebagai Respon Terhadap Stres Taylor, 2009 Universitas Sumatera Utara Perangsangan serabut simpatis pada berbagai organ tubuh akan menimbulkan suatu efek. Efek yang diperoleh organ tubuh tersebut ditimbulkan secara langsung oleh perangsangan ujung serabut saraf simpatis dan secara tidak langsung oleh perangsangan hormon-hormon medula adrenal: epinefrin dan norepinefrin. Salah satu organ yang dapat dikenai efek perangsangan serabut simpatis dan hormon medula adrenal adalah jantung. Perangsangan simpatis pada umumnya akan meningkatkan kerja jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan serabut simpatis akan meningkatkan keefektifan jantung sebagai pompa, yang diperlukan saat bekerja berat. Perangsangan epinefrin akan meningkatkan curah jantung Guyton, 2006.

2.2. Denyut Jantung

Menurut Ganong 2008 denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang tersebar di seluruh bagian miokardium. Sistem penghantar ini terdiri atas nodus sinoatrium nodus SA, lintasan antar nodus di atrium, nodus atrioventrikel nodus AV, berkas his beserta cabangnya, dan sistem purkinje. Nodus SA adalah yang paling cepat melepaskan impuls sehingga nodus SA disebut alat pacu jantung pacemaker. Impuls yang berasal dari nodus SA akan melewati lintasan antar nodus di atrium, nodus AV, berkas his, sistem purkinje, kemudian ke otot ventrikel. Kecepatan nodus SA melepaskan impuls menentukan frekuensi denyut jantung. Tetapi, pada keadaan abnormal, miokardium mampu mengeluarkan impuls secara spontan. Kecepatan pelepasan impuls dari nodus SA dan jaringan nodus lain dipengaruhi oleh beberapa hal. Perangsangan serabut vagus kolinergik atau saraf parasimpatis yang berjalan ke jaringan nodus dapat menurunkan kecepatan pelepasan impuls bahkan rangsang yang kuat dapat menghilangkan impuls spontan untuk beberapa saat. Norepinefrin yang disekresikan ketika perangsangan saraf simpatis akan bekerja pada jantung dan akan meningkatkan pelepasan impuls spontan dengan cara menambah kecepatan fase depolarisasi impuls. Universitas Sumatera Utara Peningkatan suhu tubuh juga dapat meningkatkan pelepasan frekuensi impuls. Obat-obatan seperti digitalis akan menimbulkan efek seperti perangsangan vagus Ganong, 2008. Frekuensi denyut jantung manusia dapat meningkat ataupun menurun. Pada keadaan istirahat, pengaruh saraf parasimpatis lebih mendominasi sehingga jantung berdenyut sekitar 60—80 denyut per menit. Jika pengaruh saraf dan hormonal tidak ada, maka denyut jantung adalah sekitar 100 denyut per menit DeBeasi, 2005. Peningkatan denyut jantung takikardi dapat terjadi ketika olah raga, demam, emosi, dan sebagainya. Denyut jantung pada manusia dewasa muda dapat meningkat hingga 180—200 kali per menit jika terdapat perangsangan simpatis yang kuat. Perlambatan denyut jantung bradikardi dapat terjadi selama tidur Ganong, 2008.

2.3. Denyut Nadi