Perbedaan Tekanan Darah Setelah Pemaparan Cold Pressor Test (CPT) Antara Mahasiswa dengan dan Tanpa Riwayat Hipertensi di Keluarga

(1)

PERBEDAAN TEKANAN DARAH SETELAH PEMAPARAN COLD PRESSOR TEST (CPT) ANTARA MAHASISWA DENGAN DAN

TANPA RIWAYAT HIPERTENSI DI KELUARGA

Oleh:

TRIRIN RINANTI 110100244

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PERBEDAAN TEKANAN DARAH SETELAH PEMAPARAN COLD PRESSOR TEST (CPT) ANTARA MAHASISWA DENGAN DAN

TANPA RIWAYAT HIPERTENSI DI KELUARGA

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

TRIRIN RINANTI 110100244

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Perbedaan Tekanan Darah Setelah Pemaparan

Cold Pressor Test (CPT) Antara Mahasiswa Dengan dan Tanpa Riwayat Hipertensi di Keluarga

Yang dipersiapkan oleh:

TRIRIN RINANTI 110100244

Hasil Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Seminar Hasil Penelitian

Medan, 12 Desember 2014 Disetujui,

Dosen pembimbing

(dr. Milahayati Daulay, M. Biomed) NIP. 198007202006042003


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PERBEDAAN TEKANAN DARAH SETELAH

PEMAPARAN COLD PRESSOR TEST (CPT) ANTARA MAHASISWA DENGAN DAN TANPA RIWAYAT HIPERTENSI DI KELUARGA

NAMA : TRIRIN RINANTI NIM : 110100244

Pembimbing Penguji I

(dr. Milahayati Daulay, M. Biomed) (dr. Linda T. Adenin, Sp. THT) NIP. 198007202006042003 NIP. 195604041983032001

Penguji II

(dr. Anita Rosari, Sp. PD) NIP. 197005192009122001 Medan,

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD – KGEH ) NIP: 19540220 198011 1 001


(5)

ABSTRAK

Kasus hipertensi akhir-akhir ini semakin meningkat, dimana 90-95% kasus diantaranya adalah hipertensi essensial dengan penyebab yang tidak diketahui. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013 adalah sebesar 25,8% dan prevalensi hipertensi di Sumatera Utara adalah 24,7%. Cold Pressor Test (CPT) merupakan suatu bentuk stresor dari luar tubuh yang dapat menginduksi aktivasi simpatis. Pada saat CPT diberikan kepada seseorang, terjadi aktivasi saraf otonom simpatis yang pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tekanan darah sesudah dilakukan CPT antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa semester lima Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental (interventional). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 56 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi, yang diambil dengan teknik pengambilan sampel

stratified random sampling.

Dari 56 orang sampel, 28 orang dikategorikan pada kelompok yang memiliki riwayat hipertensi di keluarga dan 28 orang termasuk kelompok yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann-Whitney. Hasil perhitungan statistik menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan peningkatan rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah CPT pada kedua kelompok uji, baik sistolik maupun diastolik. Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna (p<0.05).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor test (CPT) antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga.

Kata Kunci: Cold Pressor Test (CPT), tekanan darah, riwayat keluarga


(6)

ABSTRACT

Recently the number of hypertension cases has become increase, about 90-95% of them are idiophatic hypertension. Prevalence of hypertension in Indonesia based on in RISKESDAS 2013 is 25,8% and prevalence of hypertension in North Sumatra is 24,7%.Cold Pressor Test (CPT) is a stressor outside the body that activates the sympathetic nerves. At given to a person, there is an activation of the sympathetic autonomic nerves and finally may increase blood pressure.

A study was carried out to find out the blood pressure differences after exposure of CPT between the student with and without family history of hypertension. This is an experimental (intervention) study method.Thesampling method used was stratified random sampling.The 56 samples are the fifth semester student of Faculty of Medicine University of Sumatera Utara, who met the inclusion criteria and has no exclusion.

The 56 subjectsof this study divided, 28 subjects into group with family history of hypertension and 28 subjects into without family history of hypertension. The difference of blood pressure before and after CPT was analyzed by Wilcoxon’s and Mann-Whitney test. After doing the analytical test by using Mann-Whitney test, it’s concluded that there was an increased in etiher systolic or diastolic blood pressure mean before and after CPT for the two groups. Statistically, this was significant (p<0,05).

The conclusion that there was difference in blood pressure after exposure of cold pressor test between the student with and without family history of hypertension.

Keyword: Cold Pressor Test (CPT), blood pressure, family history


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K), selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada dr. Zaimah Z. Tala, Msi Sp.GK, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada dr. M. Rusda M.Ked (OG), Sp.OG (K), selaku Pembantu Dekan III Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada dosen pembimbing dalam penulisan penelitian ini, dr. Milahayati Daulay, M. Biomed, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Linda T. Adenin Sp. THTdan dr. Anita Rosari, Sp. PD selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Muara P. Lubis, Sp. OG yang telah menjadi dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 7. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda H. Amri Sani, S.Pddan

IbundaHj. Yendrawati, S.Pd, serta kedua abang penulis, Pebri Herry, S.T.,


(8)

M.T. dan Pemi Aprilis, S.Hutyang senantiasa mendukung dan memotivasi penulis.

8. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Yuniar Safitri Damanik, S.Psi, M.Psi, dan Nayla Fakhira yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

9. Kepada sahabat-sahabat penulis, M. Insanul Kamil Rery, Rizky Keumala Ansari Nasution, S.Ked, Monica Nindia Pratiwi, Hafizah, Fikri Rizki, Khalisaturrahmi, Reyhana Gathari, Fatma Diana, Herna Tri Yulianty, M. Auzan Hindami dan Tiarani Nur Ahadillah yang selama ini sangat membantu penulis selama masa perkuliahan.

10.Kepada sahabat-sahabat penulis, Suci Purnama Sari, Wanda Lasepa, Febrianti Hutabarat, Kadek Dhaneswara, EOTC dan SCOPH PEMA FK USU yang selama ini selalu memotivasi penulis.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Perbedaan Tekanan Darah Setelah Pemaparan Cold Pressor Test (CPT) Antara Mahasiswa Dengan dan Tanpa Riwayat Hipertensi di Keluarga”.Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, 05 Desember 2014 Penulis

Tririn Rinanti


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSRTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1. Bagi Peneliti ... 7

1.4.2. Segi Pendidikan (Ilmu Pengetahuan) ... 7

1.4.3. Segi Penelitian ... 7

1.4.4. Segi pelayanan kesehatan ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Tekanan Darah ... 9

2.1.1. Definisi Tekanan Darah ... 9

2.1.2. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah ... 9

2.1.3. Fisiologi Tekanan Darah ... 10

2.1.3.1. Pengaturan Sirkulasi Secara Hormonal ... 11

2.1.3.2. Pengaturan Sirkulasi Oleh Saraf ... 13

2.1.3.3. Sistem Pengaturan Vasomotor... 15

2.1.3.4. Sistem Pengaturan Sirkulasi Oleh Baroreseptor ... 16

2.1.4. Pengukuran Tekanan Darah... 18

2.2. Hipertensi ... 21

2.2.1. Definisi ... 21

2.2.2. Epidemiologi ... 21

2.2.3. Etiologi ... 23

2.2.4. Faktor Risiko ... 24

2.2.5. Klasifikasi ... 25

2.2.6. Patogenesis ... 27


(10)

2.2.7. Komplikasi... 30

2.3. Sistem Saraf Simpatis ... 31

2.4. Cold Pressor Test (CPT) ... 33

2.5. Pengaruh Sistem Saraf Otonom Terhadap Tekanan Darah... 33

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 35

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 35

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional ... 35

3.2.1. Variabel Independen ... 35

3.2.2. Variabel Dependen ... 35

3.2.3. Definisi Operasional ... 35

3.3. Hipotesis ... 38

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 39

4.1. Jenis Penelitian ... 39

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

4.2.1. Tempat Penelitian... 39

4.2.2. Waktu Penelitian ... 39

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 42

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 43

BAB 5HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

5.1. Hasil Penelitian ... 45

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 45

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 45

5.1.3. Hasil Analisa Data ... 51

5.2. Pembahasan ... 54

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1. Kesimpulan ... 60

6.2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-7 26

2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO 27

5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 46

5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia 46

5.3. Perubahan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Cold Pressor Test (CPT) Pada Sampel yang Mempunyai Riwayat Hipertensi Dalam Keluarga

47

5.4. Perubahan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Cold Pressor Test (CPT) Pada Sampel yang Tidak Mempunyai Riwayat Hipertensi Dalam Keluarga

48

5.5. Perubahan Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah Cold Pressor Test (CPT) Pada Sampel yang Mempunyai Riwayat Hipertensi Dalam Keluarga

49

5.6. Perubahan Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah Cold Pressor Test (CPT) Pada Sampel yang Tidak Mempunyai Riwayat Hipertensi Dalam Keluarga

50

5.7. Rata-rata Tekanan Darah Kelompok Mahasiswa Dengan

Hipertensi di Keluarga dan Mahasiswa Tanpa Hipertensi di Keluarga

51

5.8. Hasil Uji Normalitas Data 52

5.9. Hasil Uji Wilcoxon 53

5.10. Hasil Uji Mann-Whitney 54

DAFTAR GAMBAR


(12)

Nomor Judul Halaman 2.1. Regulasi Sirkulasi dalam Mengontrol Tekanan Darah Melalui

Persarafan Simpatis

14

2.2. Skema Jalur yang Terlibat dalam Pengatuan Tekanan Darah oleh Medulla Oblongata

16

2.3. Daerah Baroreseptor di Sinus Karotikus dan Arkus Aorta 17 2.4. Bagan Umpan-Balik Negatif dalam Pengaturan Tekanan Darah 18

2.5. Sphygmomanometer Pompa 19

2.6. Pemeriksaan Tekanan Darah dengan Sphygmomanometer Pompa 20

2.7. Pengukuran Tekanan Darah dengan Menggunakan Sphygmomanometer

20

2.8. Distribusi Umur Versus Hipertensi pada Penderita Wanita dan Pria dengan Risiko Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner di Amerika Serikat

23

2.9. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah 25

2.10. 2.11. 3.1.

Mekanisme Patofisiologi dari Hipertensi

Mekanisme Persarafan Simpatis Terhadap Respon Stres Kerangka Konsep Penelitian

30 32 35

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup


(13)

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Lampiran 4 Lembar Identitas Subjek Penelitian

Lampiran 5 Lembar Pencatatan Hasil Pengukuran Lampiran 6 Data Induk Penelitian

Lampiran 7 Hasil Output Data Penelitian Lampiran 8 Surat Persetujuan Komisi Etik Lampiran 9 Surat Izin Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN


(14)

ABSTRAK

Kasus hipertensi akhir-akhir ini semakin meningkat, dimana 90-95% kasus diantaranya adalah hipertensi essensial dengan penyebab yang tidak diketahui. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013 adalah sebesar 25,8% dan prevalensi hipertensi di Sumatera Utara adalah 24,7%. Cold Pressor Test (CPT) merupakan suatu bentuk stresor dari luar tubuh yang dapat menginduksi aktivasi simpatis. Pada saat CPT diberikan kepada seseorang, terjadi aktivasi saraf otonom simpatis yang pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tekanan darah sesudah dilakukan CPT antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa semester lima Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental (interventional). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 56 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi, yang diambil dengan teknik pengambilan sampel

stratified random sampling.

Dari 56 orang sampel, 28 orang dikategorikan pada kelompok yang memiliki riwayat hipertensi di keluarga dan 28 orang termasuk kelompok yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann-Whitney. Hasil perhitungan statistik menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan peningkatan rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah CPT pada kedua kelompok uji, baik sistolik maupun diastolik. Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna (p<0.05).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor test (CPT) antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga.

Kata Kunci: Cold Pressor Test (CPT), tekanan darah, riwayat keluarga


(15)

ABSTRACT

Recently the number of hypertension cases has become increase, about 90-95% of them are idiophatic hypertension. Prevalence of hypertension in Indonesia based on in RISKESDAS 2013 is 25,8% and prevalence of hypertension in North Sumatra is 24,7%.Cold Pressor Test (CPT) is a stressor outside the body that activates the sympathetic nerves. At given to a person, there is an activation of the sympathetic autonomic nerves and finally may increase blood pressure.

A study was carried out to find out the blood pressure differences after exposure of CPT between the student with and without family history of hypertension. This is an experimental (intervention) study method.Thesampling method used was stratified random sampling.The 56 samples are the fifth semester student of Faculty of Medicine University of Sumatera Utara, who met the inclusion criteria and has no exclusion.

The 56 subjectsof this study divided, 28 subjects into group with family history of hypertension and 28 subjects into without family history of hypertension. The difference of blood pressure before and after CPT was analyzed by Wilcoxon’s and Mann-Whitney test. After doing the analytical test by using Mann-Whitney test, it’s concluded that there was an increased in etiher systolic or diastolic blood pressure mean before and after CPT for the two groups. Statistically, this was significant (p<0,05).

The conclusion that there was difference in blood pressure after exposure of cold pressor test between the student with and without family history of hypertension.

Keyword: Cold Pressor Test (CPT), blood pressure, family history


(16)

1.1. Latar Belakang

Perkembangan penyakit tidak menular telah menjadi suatu tantangan pada abad 21. Di dunia, penyakit tidak menular (PTM) telah menyumbang 3 juta kematian pada tahun 2005 dimana 60% kematian diantaranya terjadi pada penduduk berumur di bawah 70 tahun. Penyakit tidak menular yang cukup banyak mempengaruhi angka kesakitan dan angka kematian dunia adalah penyakit kardiovaskuler (PKV). WHO mengestimasi pada tahun 1998 kematian yang disebabkan oleh PKV di dunia terdapat 1/3 (15,3 juta), yang terjadi di negara berkembang dan negara yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO Technical Report Series, 2003). Pada tahun 2005, PKV telah menyumbangkan kematian sebesar 28% dari seluruh kematian yang terjadi di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2008). Sedangkan di Indonesia menurut laporan WHO tahun 2002, angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler sebesar 361 per 100.000 penduduk untuk kategori age-standardize mortality rate (WHO, 2007).

Berbicara mengenai PKV tidak bisa terlepas dari permasalahan hipertensi. Hipertensi dan komplikasinya merupakan salah satu penyebab kematian nomor satu, secara global. Komplikasi pembuluh darah akibat hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner, infark (kerusakan jaringan) jantung, stroke, dan gagal ginjal. Komplikasi pada organ tubuh menyebabkan angka kematian yang tinggi. Gangguan kerja organ, selain menyebabkan penderita, keluarga dan negara harus mengeluarkan banyak biaya pengobatan dan perawatan, tentu pula menurunkan kualitas hidup penderita (Depkes RI, 2007).

Prevalensi hipertensi cukup tinggi di dunia, namun diketahui bahwa 90-95% orang yang menderita hipertensi adalah “hipertensi essensial”, penyakit tersebut diturunkan atau herediter dan etiologinya tidak diketahui. Manifestasi klinik sangat bervariasi, biasanya baru dijumpai pada usia 30-40 tahun (Guyton,2007).

Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III), paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan di bawah 140/90 mmHg. Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan


(17)

kesehatannya yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI (2013), prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 adalah sebesar 25,8% ; sedangkan prevalensi hipertensi di Sumatera Utara adalah 24,7%.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah ini berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dan dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal, jantung, dan otak. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada saat istirahat atau pagi hari pada saat bangun tidur (basal) (Purwandhono, 2013).

Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat menganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk tekanan darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥ 18 tahun, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung hanya pada penduduk umur ≥ 18 tahun. Mengingat pengukuran tekanan darah dilakukan pada penduduk umur ≥ 15 tahun maka temuan kasus hipertensi pada umur 15-17 tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi.


(18)

Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke (Depkes, 2012).

Seperti yang sebelumnya telah dikatakan pada bagian di atas, bahwa 90-95% orang yang menderita hipertensi adalah “hipertensi essensial”. Menurut Yogiantoro (2006), hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Sisanya yang berkisar hanya 5%, adalah hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder antara lain adalah penyakit renovaskular, penyakit gagal ginjal kronik, fekromositoma, hiperaldosteronisme dan penyebab lain yang diketahui.

Hipertensi bukanlah penyakit dengan kausa tunggal. Berbagai penelitian telah membuktikan ada berbagai faktor risiko yang berkontribusi terhadap munculnya hipertensi. Hasil studi kardiovaskuler Jakarta menunjukkan bahwa faktor risiko hipertensi antara lain adalah umur, jenis kelamin, perilaku merokok, aktivitas fisik yang kurang, tingginya kadar kolesterol darah dan diabetes melitus (Lidya, 2009). Menurut Patel (1995) dalam Lidya (2009), faktor risiko hipertensi antara lain ras, riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, stres psikologis, kelas sosial, konsumsi alkohol, konsumsi kopi, perilaku merokok, hidup yang kurang gerak (sedentary lifestyle), lemak, dan pola makan.

Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai “silent killer”. Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak, ataupun ginjal (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006).

Menurut Sharma (2007) dalam Sharon (2009), hipertensi telah menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat luas yang harus dicegah sedini mungkin, sebab hipertensi dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ. Komplikasi yang banyak dijumpai pada penderita hipertensi, antara lain serangan jantung, stroke, dan gagal ginjal. Gejala yang harus diwaspadai sebagai ciri hipertensi adalah tensi


(19)

yang mendadak naik, hiperhidrosis, cephalgie (sakit kepala), dan takikardi. Tetapi tidak selalu orang yang hipertensi mempunyai gejala seperti ini. Telah diketahui bahwa hipertensi esensial merupakan jenis hipertensi yang paling banyak dijumpai, orang yang memiliki bakat hipertensi esensial harus berhati-hati, karena bahaya bila melakukan aktivitas berat atau aktivitas yang dapat merangsang emosi, karena tekanan darah dapat meningkat secara tiba-tiba (Sharon, 2009).

Adanya bakat hipertensi esensial pada seseorang dapat dideteksi dengan percobaan “Cold Pressor Test”, yaitu suatu tes provokasi terhadap penderita dengan suhu dingin yang akan mempengaruhi pusat vasomotor (Guyton,2007). Menurut Schirger (1994) dalam Sharon (2009), bila “Cold Pressor Test” dijumpai positif pada seseorang maka orang tersebut mempunyai kemungkinan untuk menderita hipertensi esensial.

Menurut Mourot, Bouhaddi, dan Regnard (2009), Cold Pressor Test (CPT) merupakan suatu tes yang dapat menyebabkan stres akut yang akan memicu peningkatan efek simpatis vaskular dan kenaikan tekanan darah pada subjek yang normal. Sedangkan untuk respon denyut nadi terhadap tes ini masih kurang didefinisikan dengan baik karena tingginya variasi inter-individual.

Menurut Kasagi, Akahishi, dan Shimakao (1995) dalam Irfannudin dan Novita (2009), menyatakan bahwa hasil CPT ternyata mampu memprediksi kejadian hipertensi di kemudian hari. Mereka mampu membuktikan hal tersebut setelah melakukan studi prospektif selama 28 tahun. Hal ini perlu dicermati bahwa lebih dari separuh subjek termasuk ke dalam kelompok hiperreaktor dan ditambah memiliki riwayat keluarga hipertensi. Dalam penelitian Irfannuddin dan Novita yang dilakukan terhadap 199 subjek yang berusia 19-21 tahun, sekitar 52,3% subjek termasuk ke dalam kategori hiperreaktor. Hampir 2/3 dari mereka adalah subjek laki-laki. Bila dihubungkan dengan riwayat hipertensi pada orang tua mereka, maka didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat orang tua hipertensi dengan kategori subjek yang hiperreaktor. Dikatakan bahwa, bila hanya ayah yang mengalami hipertensi, rasio subjek yang masuk hiperreaktor meningkat 7,75 kali lipat. Bila hanya ibu yang mengalami hipertensi, rasio subjek dengan


(20)

kategori hiperreaktor meningkat 10,02 kali lipat, dan rasio hiperreaktor akan meningkat 15,5 kali lipat bila kedua orang tua mengalami hipertensi.

Sementara menurut penelitian yang dilakukan oleh Sarosa, Billah, Herlambang, dan Muslimah (2009) di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang, yang membagi subjek penelitian (28 orang) ke dalam 2 kelompok; kelompok I (mahasiswa dengan riwayat hipertensi di keluarga) dan kelompok II (mahasiswa tanpa riwayat hipertensi di keluarga). Pada akhirnya, kedua kelompok uji menunjukkan peningkatan perbedaan rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah CPT, baik sistolik maupun diastolik, walaupun secara statistik perbedaan tersebut tidak signifikan. Tetapi bila ditinjau perbedaan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah CPT, maka kelompok dengan riwayat hipertensi di keluarga mempunyai perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kelompok yang tidak mempunyai riwayat hipertensi di keluarga.

Demikian pula menurut penelitian dari Wood, Sheps, Evelback, dan Schirger di Minnesota (1934-1979), yang juga melakukan studi prospektif dan follow up selama 45 tahun pada 142 subjek, menyatakan bahwa adanya respon yang positif pada CPT dapat berguna secara potensial untuk memprediksi kejadiaan hipertensi. Terbukti dari 48 subjek yang termasuk kategori hiperreaktor, setelah 45 tahun sebanyak 71% menderita hipertensi. Jika dibandingkan dengan kelompok kategori normoreaktor yang berjumlah 94 subjek, hanya satu yang menderita hipertensi. Mereka juga mengatakan indikator lain untuk memperkuat kejadian hipertensi di kemudian hari adalah riwayat hipertensi keluarga yang positif, yaitu pasien yang dengan riwayat hipertensi keluarga 62% sedangkan yang tanpa riwayat hipertensi hanya 28%.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan belum ada yang meneliti tentang perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor testantara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga di Fakultas Kedokteran Universitas Sumtera Utara. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “ Perbedaan Tekanan Darah Setelah Pemaparan Cold


(21)

Pressor Test Antara Mahasiswa Dengan dan Tanpa Riwayat Hipertensi di Keluarga”.

1.2 .Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor test (CPT) antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga ? 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor test antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perubahan tekanan darah pada mahasiswa dengan riwayat hipertensi di keluarga.

b. Untuk mengetahui perubahan tekanan darah pada mahasiswa tanpa riwayat hipertensi di keluarga.

c. Untuk membandingkan tekanan darah antara mahasiswa dengan riwayat hipertensi di keluarga dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga sebelum dan sesudah cold pressor test.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti :

- Memberikan informasi kepada peneliti tentang hubungan paparan stresor akut CPT terhadap tekanan darah.

1.4.2. Segi Pendidikan (Ilmu Pengetahuan) :

- Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan terutama dalam hal studi literatur, baik bagi penulis maupun pembaca dan masyarakat luas. 1.4.3. Segi Penelitian :


(22)

- Hasil penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian lain dengan metode yang sama, baik pada daerah di Indonesia maupun negara lain.

-Sebagai tambahan informasi kepada pembaca dan sebagai bahan acuan untuk penelitian berikutnya di bidang fisiologi.

1.4.4. Segi Pelayanan Kesehatan :

- Untuk memberi sumbangsih bagi kemajuan ilmu kedokteran, terutama untuk diagnosa hipertensi dan menurunkan angka kesakitan karena hipertensi dengan salah satu upaya mencegah terjadinya komplikasi hipertensi.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.TEKANAN DARAH

2.1.1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular, sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vaskular perifer bertambah, atau keduanya. Tekanan darah adalah tekanan yang digunakan untuk mengedarkan darah dalam pembuluh darah dalam tubuh. Jantung yang berperan sebagai pompa otot mensuplai tekanan tersebut untuk menggerakan darah dan juga mengedarkan darah di seluruh tubuh. Pembuluh darah (dalam hal ini arteri) memiliki dinding-dinding yang elastis dan menyediakan resistensi yang sama terhadap aliran darah. Oleh karena itu, ada tekanan dalam sistem peredaran darah, bahkan detak jantung (Gardner, 2007).

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau penurunan elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny dkk, 2008).

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Menurut Kozier et al (2009), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tekanan darah, diantaranya adalah :

1. Umur

Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, pembuluh arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding


(24)

pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan bahwa perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan risiko wanita untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi (Miller,2010).

3. Olahraga

Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah. 4. Obat-obatan

Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah.

5. Ras

Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.

6. Obesitas

Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor predisposisi hipertensi.

2.1.3. Fisiologi Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa merupakan rujukan baku untuk pengukuran tekanan (Guyton, 2007). Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong ke jaringan. Tekanan ini harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup akan tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus.


(25)

Dua penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan resistensi perifer total. Curah jantung merupakan volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit dan dipengaruhi oleh volume sekuncup (volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik) dan frekuensi jantung. Resistensi merupakan ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh darah yang stationer. Resistensi bergantung pada tiga faktor yaitu, viskositas (kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan jari-jari pembuluh. Tekanan arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroreseptor yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha memulihkan tekanan darah ke normal. Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus-menerus yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta (Sherwood,2001).

2.1.3.1. Pengaturan Sirkulasi Secara Hormonal

Pengaturan sirkulasi secara hormonal merupakan pengaturan oleh zat-zat yang disekresi atau diabsorbsi ke dalam cairan tubuh seperti hormon dan ion. Beberapa zat diproduksi oleh kelenjar khusus dan dibawa di dalam darah ke seluruh tubuh. Zat lainnya dibentuk di daerah jaringan setempat dan hanya menimbulkan pengaruh sirkulasi setempat. Menurut Guyton (2007) faktor-faktor humoral terpenting yang mempengaruhi fungsi sirkulasi adalah sebagai berikut:

A. Zat Vasokonstriktor

1) Norepinefrin dan epinefrin. Norepinefrin merupakan hormon vasokonstriktor yang amat kuat sedangkan epinefrin tidak begitu kuat. Ketika sistem saraf simpatis distimulus selama terjadi stres maka ujung saraf simpatis pada masing-masing jaringan akan melepaskan norepinefrin yang menstimulus jantung dan mengkonstriksi vena serta arteriol. Selain itu, sistem saraf simpatis pada medula adrenal juga dapat


(26)

menyebabkan kelenjar ini mensekresikan norepinefrin dan epinefrin ke dalam darah. Hormon tersebut bersirkulasi ke seluruh tubuh yang menyebabkan stimulus yang hampir sama dengan stimulus simpatis langsung terhadap sirkulasi dengan efek tidak langsung.

2) Angiotensin II

Pengaruh angiotensin II adalah untuk mengkonstriksi arteri kecil dengan kuat. Angiotensin II dihasilkan dari aktivasi Angiotensinogen yang dihasilkan oleh hepar dan berada di plasma. Jika terjadi stimulasi pengeluaran renin, suatu protein yang dihasilkan oleh sel jukstaglomerular pada ginjal, angiotensinogen yang berada di plasma akan diubah menjadi angiotensin I. Kemudian, angiotensin I diubah oleh Aldosteron Converting Enzyme (ACE) menjadi angiotensin II. Angiotensin II secara normal bekerja secara bersamaan pada banyak arteriol tubuh untuk meningkatkan resistensi perifer total yang akan meningkatkan tekanan arteri. Selain itu, angiotensin II merangsang korteks adrenal melepaskan aldosteron, suatu hormon yang menyebabkan retensi natrium pada tubulus distal dan tubulus kolektivus yang akan menyebabkan peningkatan osmolalitas sehingga terjadi absorbsi H2O yang akan meningkatkan volume cairan ekstraselluler (CES). Hal tersebut akan meningkatkan curah jantung dan menyebabkan peningkatan tekanan darah.

3) Vasopressin

Disebut juga dengan hormon antidiuretik yang dibentuk di nukleus supraoptik pada hipotalamus otak yang kemudian diangkut ke bawah melalui akson saraf ke hipofisis posterior tempat zat tersebut berada yang akhirnya di sekresi ke dalam darah. Zat ini merupakan vasokonstriktor yang kurang kuat dibandingkan angiotensin II. Vasopressin memiliki fungsi


(27)

utama meningkatkan reabsorpsi air di tubulus distal dan tubulus kolektivus renal untuk kembali ke dalam darah yang akan membantu mengatur volume cairan tubuh. Jika vasopressin meningkat karena suatu hal, maka terjadi peningkatan reabsorpsi H20 yang akan menyebabkan peningkatan volume plasma yang akan meningkatkan curah jantung sehingga tekanan darah meningkat.

4) Endotelin

Endotelin terdapat di sel-sel endotel pada sebagian besar pembuluh darah. Zat ini berupa peptida besar yang terdiri dari 21 asam amino dan merupakan vasokonstriktor yang kuat di dalam pembuluh darah yang rusak.

B. Zat Vasodilator 1) Bradikinin

Menyebabkan dilatasi kuat arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler.

2) Histamin

Histamin dikeluarkan di setiap jaringan tubuh jika jaringan tersebut mengalami kerusakan atau peradangan dan berperan pada reaksi alergi. Zat ini memiliki efek vasodilator kuat terhadap arteriol dan memiliki kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas kapiler dengan hebat sehingga timbul kebocoran cairan dan protein plasma ke dalam jaringan.

2.1.3.2. Pengaturan Sirkulasi Oleh Saraf

Sistem saraf yang mengatur sirkulasi diatur oleh sistem saraf otonom yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Serabut-serabut saraf vasomotor simpatis meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf spinal thoraks satu atau dua saraf spinal lumbal pertama (T1-L3) yang kemudian masuk ke dalam rantai spinalis yang berada di tiap sisi korpus vertebra.


(28)

Serabut ini menuju sirkulasi melalui dua jalan, yaitu melalui saraf simpatis spesifik yang mempersarafi pembuluh darah organ visera interna dan jantung dan serabut saraf lainnya mempersarafi pembuluh darah perifer. Hal ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar 2.1. Regulasi Sirkulasi dalam Mengontrol Tekanan Darah Melalui Persarafan Simpatis. (Guyton, 2007)

Inervasi arteri kecil dan arteriol menyebabkan rangsangan simpatis untuk meningkatkan tahanan aliran darah yang akan menurunkan laju aliran darah yang melalui jaringan. Sedangkan inervasi pembuluh darah besar, terutama vena, memungkinkan rangsangan simpatis untuk menurunkan volume pembuluh darah. Hal ini dapat mendorong darah masuk ke jantung dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan pompa jantung. Inervasi serabut saraf simpatis juga mempersarafi jantung secara langsung yang jika terangsang akan meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi jantung dan menambah kekuatan serta volume pompa jantung (Guyton, 2007).


(29)

Aktivitas refleks spinal mempengaruhi tekanan darah, tetapi kendali utama tekanan darah dipengaruhi oleh neuron di medula oblongata yang disebut sebagai pusat vasomotor. Menurut Ganong (2008), neuron yang memperantarai peningkatan pelepasan impuls simpatis ke pembuluh darah dan jantung berproyeksi ke neuron praganglion simpatis dalam kolumna grisea intermediolateralis di medula spinalis. Akson dari badan sel neuron ini berjalan ke dorsal dan medial kemudian turun dalam kolumna lateralis medula spinalis ke intermediolateralis yang jika terstimulasi akan mengeksitasi glutamat. Impuls yang mencapai medula mempengaruhi frekuensi denyut jantung melalui pelepasan impuls vagus ke jantung. Bila pelepasan impuls vasokonstriktor arteriol meningkat, konstriksi arteriol dan tekanan darah juga meningkat. Frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup meningkat akibat akitivitas saraf simpatis yang menuju jantung, serta curah jantung meningkat. Sebaliknya, penurunan pelepasan impuls vasomotor menimbulkan vasodilatasi, penurunan tekanan darah, dan peningkatan simpanan darah dalam cadangan vena akibat stimulasi persarafan vagus di jantung. Hal ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:


(30)

Gambar 2.2. Skema Jalur yang Terlibat dalam Pengaturan Tekanan Darah oleh Medulla Oblongata. (Ganong, 2008)

2.1.3.4. Sistem Pengaturan Sirkulasi oleh Baroreseptor

Baroreseptor adalah reseptor regang di dinding jantung dan pembuluh darah. Reseptor sinus karotikus dan arkus aorta memantau sirkulasi arteri. Reseptor juga terletak di dinding atrium kanan dan kiri pada tempat masuk vena cava superior dan inferior serta vena pulmonalis, juga di sirkulasi paru. Refleks baroreseptor dimulai oleh regangan struktur tempatnya berada sehingga baroreseptor tersebut melepaskan impuls dengan kecepatan tinggi ketika tekanan dalam struktur ini meningkat (Ganong, 2008). Peningkatan tekanan arteri tersebut akan meregangkan baroreseptor dan menyebabkan


(31)

menjalarnya sinyal menuju sistem saraf pusat. Selanjutnya, sinyal umpan balik dikirim kembali melalui sistem saraf otonom ke sirkulasi untuk mengurangi tekanan arteri kembali normal (Guyton, 2007). Jadi, peningkatan pelepasan impuls baroreseptor menghambat pelepasan impuls tonik saraf vasokonstriktor dan menggiatkan persarafan vagus jantung yang menyebabkan vasodilatasi, venodilatasi, penurunan tekanan darah, bradikardia, dan penurunan curah jantung. Berikut ini merupakan gambar daerah baroreseptor di sinus karotikus dan arkus aorta :


(32)

Gambar 2.4. Bagan Umpan-Balik Negatif dalam Pengaturan Tekanan Darah. (Ronny dkk, 2008)

2.1.4. Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah biasanya diukur oleh dokter atau perawat di klinik dengan sfigmomanometer raksa memakai metode auskultasi, caranya :

- Pasien sebaiknya duduk beberapa menit dalam ruangan sepi pada kursi yang sandarannya nyaman. Penderita duduk dengan lengan tidak tertutup pakaian dan disangga setinggi jantung. Otot lengan harus dilemaskan dan lengan bawah ditopang dengan lekukan sikut pada aras jantung. Tekanan darah juga dapat diukur pada saat pasien berdiri atau telentang, asal lengan ditopang pada aras jantung.

- Tekanan darah diukur dengan meletakkan manset (yang terhubung dengan manometer air raksa) pada lengan atas dan dengan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan arteri brakhial yang terletak pada sebelah dalam siku pada lengan atas yang bersangkutan.


(33)

- Manset akan dipompa penuh sampai pembacaan manometer sekitar 30 mmHg yaitu sampai aliran darah akan berhenti singkat. Kemudian manset akan dikempiskan perlahan sehingga aliran darah kembali semula dengan laju kira-kira 2 mmHg. Pada saat udara dalam manset dikeluarkan,pemeriksa akan mengamati ketinggian air raksa yang turun perlahan pada manometer air raksa dan menunggu sampai terdengar bunyi korotkoff memakai stetoskop yang ditempatkan di atas arteri lengan. Angka yang tepat pada saat denyutan pertama yaitu saat bunyi terdengar pertama kali adalah menunjukkan tekanan sistolik. Ketika manset mengempis, ketinggian air raksa akan makin menurun dan saat bunyi denyut jantung terdengar terakhir kali, angka pada manometer air raksa tersebut adalah tekanan diastolik. Tekanan darah sitolik dan diastolik harus diukur sekurang-kurangnya 2 kali selama periode tidak kurang dari 3 menit. Tekanan darah harus diukur pada keadaan pasien berdiri jika diduga terdapat hipotensi postural, dan pada pasien lansia yang mengalami kondisi seperti ini (Padmawinata, 2001).


(34)

Gambar 2.6. Pemeriksaan Tekanan Darah dengan Sphygmomanometer Pompa. (Padmawinata,2001)

Gambar 2.7. Pengukuran Tekanan Darah dengan Menggunakan Sphygmomanometer. (Ronny dkk, 2008)


(35)

2.2. HIPERTENSI

2.2.1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang menetap yang penyebabnya masih tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik, atau primer) maupun yang berhubungan dengan penyakit yang lain (hipertensi sekunder) (Dorland,2009).

Hipertensi juga dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri di atas batas normal yang diharapkan pada kelompok usia tertentu (Oxford, 2003).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana ukuran tekanan darah saat diperiksa menunjukkan angka ≥140 mmHg pada sistol dan atau ≥90 mmHg pada diastol, atau pasien yang mengkonsumsi obat-obatan hipertensi (Wyatt et al, 2003).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Bare & Smeltzer,2001). Sementara menururt Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan di atas normal. Jadi tekanan di atas dapat diartikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003).

2.2.2. Epidemiologi

Meskipun penelitian epidemiologi berdasarkan populasi di Amerika Serikat menunjukkan suatu prevalensi hipertensi tak terkontrol yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, prevalensi keseluruhan hipertensi (tak terkontrol ditambah dengan yang berhasil diobati) kurang lebih sama atau sedikit lebih tinggi pada perempuan. Prevalensi hipertensi tampaknya sama bagi perempuan dan laki-laki kulit putih; namun, perempuan


(36)

Amerika-Afrika mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi daripada laki-laki Amerika-Afrika. Risiko penyakit kardiovaskular yang disebabkan oleh hipertensi tampaknya sama atau lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki, diantara subjek yang sebagian besar berkulit putih dalam penelitian Framingham (Harrison, 1999).

Penyakit hipertensi ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia juga di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari total jumlah 639 juta kasus di tahun 2000, menjadi 1,15 milyar kasus pada tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.

Dalam suatu data statistika di Amerika Serikat pada populasi penderita dengan risiko hipertensi dan penyakit jantung koroner, lebih banyak dialami oleh pria daripada wanita saat masih muda tetapi pada umur 45 sampai 54 tahun, prevalensi hipertensi menjadi lebih meningkat pada wanita. Secara keseluruhan pada penderita wanita prevalensi hipertensi akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia, hanya sekitar 3% sampai 4% wanita pada umur 35 tahun yang menderita hipertensi, sementara >75% wanita menderita hipertensi pada umur ≥75 tahun (Frazier et al, 2006).


(37)

Gambar 2.8. Distribusi Umur Versus Hipertensi pada Penderita Wanita dan Pria dengan Risiko

Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner di Amerika Serikat

Di Indonesia, belum ada data nasional lengkap untuk prevalensi hipertensi. Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8,3%. Sedangkan dari survei faktor risiko penyakit kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah 12,1% dan pada wanita angka prevalensinya 12,2% pada tahun 2000. Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20% (Depkes, 2007).

2.2.3. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu ( Mansjoer, 2001) :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek


(38)

dalam eksresi Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, feokromasitoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.

2.2.4. Faktor Risiko

Faktor- faktor risiko yang mendorong timbulnya hipertensi adalah : 1.Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas,

merokok, dan genetik.

2.Sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi diurnal).

3.Keseimbangan antara modulator, vasodilatasi, dan vasokonstriksi. 4.Pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan aldosteron (Yogiantoro, 2006).

Gambar 2.9. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah. (Yogiantoro, 2006)


(39)

Selain itu, menurut Sigarlaki (2006), faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Akan tetapi, hipertensi ini dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti neurotransmitter, hormon dan genetik, maupun yang bersifat eksogen seperti rokok, nutrisi dan stres.

2.2.5. Klasifikasi

Pada tahun 2004, The Joint National Committee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tetapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki risiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke, dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih parah. Individu dengan pre-hipertensi tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang penting mencegah peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi minum alkohol (Chobanian et al, 2004).


(40)

Tabel.2.1.Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-7

KLASIFIKASI TEKANAN (mmHg)

SISTOL DIASTOL

Normal <120 mmHg <80 mmHg

PRE-HIPERTENSI 120-139 mmHg 80-89 mmHg

HIPERTENSI :

Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2 ≥160 mmHg ≥100 mmHg

Sumber : Yogiantoro, 2006

Sedangkan menurut WHO (World Health Organization) dan

International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat.

Tabel.2.2.Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Kategori Tekanan Darah Sistol (mmHg)

Tekanan Darah Diastol (mmHg) Optimal Normal Normal-Tinggi <120 <130 130-139 <80 <85 85-89 Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)

Sub-group : perbatasan

140-159 140-149

90-99 90-94 Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥180 ≥110

Hipertensi sistol terisolasi (Isolated systolic hypertension) Sub-group : perbatasan

≥140 140-149

<90 <90

Sumber : Mansjoer, 2001

2.2.6. Patogenesis

Menurut Yusuf (2008), tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Di dalam tubuh, terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang langsung bereaksi ketika terjadi perubahan tekanan darah dan ada juga yang bereaksi lebih lama. Sistem yang cepat tersebut antara lain refleks kardiovaskular


(41)

melalui baroreseptor, refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos. Sistem lain yang kurang cepat merespon perubahan tekanan darah melibatkan respon ginjal dengan pengaturan hormon angiotensin dan vasopresor.

Pada hipertensi primer terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi tekanan darah berupa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis, dan sistem renin angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel.

Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal yang disebabkan peningkatan aktivitas simpatis. Pada tahap selanjutnya, curah jantung menjadi normal sedangkan tahanan perifer yang meninggi karena refleks autoregulasi melalui mekanisme konstriksi katup prakapiler. Kelainan hemodinamik ini juga diikuti dengan perubahan struktur pembuluh darah (hipertrofi pembuluh darah) dan jantung (penebalan dinding ventrikel).

Stres dengan peninggian aktivitas simpatis dan perubahan fungsi membran sel dapat menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Faktor lain yang berperan adalah endotelin yang bersifat vasokonstriktor. Berbagai promoter pressor-growth bersamaan dengan kelainan fungsi membran sel yang mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peninggian tahanan perifer serta tekanan darah.

Mengenai kelainan fungsi membran sel, Garay (1990) dalam Yusuf (2008) telah membuktikan adanya defek transportasi ion Na+ dan Ca2+ untuk melewati membran sel. Defek tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik atau peninggian hormon natriuretik akibat peninggian volume intravaskular. Selain itu, terjadi perubahan intraselular dimana kenaikan Na+ intraselular akibat penghambatan pompa Na+ akan meningkatkan ion Ca2+ intraselular sehingga menyebabkan perubahan dinding pembuluh darah maupun konstriksi fungsional yang mengakibatkan peninggian tahanan darah dan tekanan darah yang menetap.


(42)

Sistem renin angiotensin aldosteron juga memegang peranan penting dalam penyakit ini dimana renin akan melepaskan angiotensin I dan

angiotensin converting enzym akan mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensinII yang mempunyai efek vasokonstriksi kuat dan angiotensin II juga menyebabkan sekresi aldosteron yang berfungsi meretensi Na+ dan air.

Studi pasien Framingham yang dilakukan oleh The National Heart, Lung and Blood Institue (NHLBI) juga melaporkan adanya korelasi antara gangguan toleransi glukosa dengan hipertensi. Selain itu, ada juga yang melaporkan bahwa pada pasien hipertensi, kadar insulin darah meningkat setelah dilakukan pembebanan glukosa pada tes toleransi glukosa oral. Pada keadaan hiperinsulinemia, terjadi pengaktifan saraf simpatis, peningkatan reabsorpsi natrium oleh tubulus proksimal dan gangguan transportasi membran sel berupa penurunan pengeluaran natrium dari dalam sel akibat kelainan pada sistem Na+/K+ ATPase dan Na+/H+exchanger dan terganggunya pengeluaran ion Ca2+ dari dalam sel. Akibatnya, terjadi peningkatan sensitivitas otot polos pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kontraktilitas. Sementara itu, kadar ion H+ yang rendah dalam sel akan meningkatkan sintesis protein, proliferasi sel dan hipertrofi pembuluh darah.

Faktor lingkungan (stres psikososial, obesitas dan kurang olahraga) juga berpengaruh pada timbulnya hipertensi. Olahraga yang teratur serta isotonik akan menurunkan tahanan perifer sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu, rokok dan alkohol juga memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi dimana pada orang yang peminum alkohol serta perokok akan lebih mudah menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok atau meminum alkohol.

Semua ini mengakibatkan peningkatan tahanan perifer sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah. Paparan yang terus menerus ini akan mengakibatkan seseorang menderita hipertensi. Apabila tidak diobati dan dijaga, orang tersebut akan menderita berbagai komplikasi yang akan menyebabkan kematian.


(43)

Gambar 2.10. Mekanisme Patofisiologi dari Hipertensi. (Muchid et al, 2006)

2.2.7.Komplikasi

Penyakit serebrovaskular dan penyakit arteri koroner merupakan penyebab kematian paling sering pada penderita hipertensi (Kumar & Clark, 2005). Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:

a. Jantung

1) Hipertrofi ventrikel kiri

2) Angina atau infark miokardium 3) Gagal jantung

b. Otak (strok atau Transient Ischemic Attack) c. Panyakit ginjal kronis

d. Penyakit arteri perifer e. Retinopati


(44)

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi

Transforming Growth Factor (TGF-β).

Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular (Yogiantoro, 2006).

2.3. Sistem Saraf Simpatis

Guyton (2007) menyebutkan bahwa sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang mengatur kebanyakan fungsi viseral tubuh. Serabut sistem saraf simpatis dimulai dari medulla spinalis diantara segmen T-1 dan L-2. Serabut ini berjalan sampai ke jaringan dan organ yang dirangsang oleh saraf simpatis.

Sifat saraf simpatis yang menonjol yaitu kecepatan dan intensitasnya yang dapat mengubah fungsi viseral dalam waktu singkat. Contohnya, dapat meningkatkan denyut jantung sebesar dua kali lipat dalam waktu tiga sampai dengan lima detik. Sistem saraf simpatis juga memiliki sifat khusus pada serabut-serabut saraf yang berada dalam medula adrenal. Serabut-serabut saraf ini langsung berakhir pada sel-sel neuron khusus yang mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi darah (Guyton, 2007).

Rangsangan simpatis dapat timbul bila hipotalamus diaktivasi oleh rasa cemas, takut, atau merasakan nyeri yang berat. Dengan kata lain rangsangan simpatis dapat timbul jika terjadi respon stres. Baik stres fisik maupun stres mental dapat meningkatkan rangsangan simpatis (Guyton, 2007).


(45)

Perangsangan serabut simpatis pada berbagai organ tubuh akan menimbulkan suatu efek. Efek yang diperoleh organ tubuh tersebut ditimbulkan secara langsung oleh perangsangan hormon-hormon medula adrenal : epinefrin dan norepinefrin. Salah satu organ yang dapat dikenai efek perangsangan serabut simpatis dan hormon medula adrenal adalah jantung. Perangsangan simpatis pada umumnya akan meningkatkan kerja jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan simpatis akan meningkatkan keefektifan jantung sebagai pompa, yang diperlukan saat bekerja berat. Perangsangan epinefrin akan meningkatkan curah jantung ( Guyton, 2007).

Gambar 2.11. Mekanisme Persarafan Simpatis Terhadap Respon Stres. (Guyton, 2007)

2.4. Cold Pressor Test (CPT)

Cold Pressor Test (CPT) merupakan uji yang hasilnya dapat digunakan untuk memprediksi apakah seseorang akan mengalami hipertensi di masa yang akan datang (Anadhofani dkk, 2012). CPT merupakan suatu bentuk uji laboratorium. CPT sering digunakan dalam penelitian-penelitian


(46)

tentang kardiovaskular dan stres. CPT berfungsi untuk memberikan paparan dingin dalam waktu singkat kepada subjek penelitian. Paparan dingin pada CPT adalah hasil penggabungan air dengan es batu sehingga diperoleh air dingin bersuhu sekitar 00-40 C (Saab et al, 1993 ; Duncko et al, 2009).

CPT pertama kali diperkenalkan oleh Hines dan Brown tahun 1932. Tes ini berdasarkan fakta bahwa dengan dicelupkannya tangan di dalam air yang dicampur dengan es batu akan menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Penelitian ini dirancang untuk mengukur reaktifitas dari tekanan darah terhadap stimulus yang standar atau biasa (Garg et al, 2010).

CPT dapat diberikan pada tiga bagian tubuh seperti tangan, dahi, dan kaki. CPT pada tangan dilakukan dengan cara merendam tangan ke air dingin. CPT pada dahi dilakukan dengan cara menempelkan kantongan plastik berisi air dingin pada dahi. CPT pada kaki dilakukan dengan cara merendam kaki ke air dingin (Saab et al, 1993).

CPT juga bisa dilakukan dengan waktu yang berbeda-beda. Ada penelitian yang memberikan CPT selama 1 menit (Menkes et al, 1989). Ada juga peneliti yang memberikan CPT selama 100 detik (Saab et al, 1993). CPT juga dapat diberikan selama 3 menit terhadap subjek penelitian (Duncan

et al, 1995).

2.5.Pengaruh Sistem Saraf Otonom Terhadap Tekanan Darah

Bagian sistem saraf yang mengatur kebanyakan fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian korteks serebri, khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan sinyal ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga dengan demikian mempengaruhi pengaturan otonom. Penjalaran sinyal otonomik eferen ke berbagai organ di seluruh tubuh dapat dibagi dalam dua subdivisi utama yang disebut sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Serabut saraf simpatis dan parasimpatis terutama menyekresikan salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin.


(47)

Serabut-serabut yang menyekresikan asetilkolin disebut serabut kolinergik. Sedangkan serabut saraf yang menyekresikan neurotransmitter norepinefrin disebut serabut adrenergik, suatu istilah yang berasal dari kata adrenalin, dan merupakan nama lain dari epinefrin. Asetilkolin disebut neurotransmitter parasimpatis, dan norepinefrin disebut juga sebagai neurotransmitter simpatis. Terdapat dua jenis reseptor utama adrenergik di tubuh, yaitu yang terdiri dari reseptor alfa dan reseptor beta. Norepinefrin dan epinefrin disekresikan ke dalam darah oleh medula adrenal, dan efek dari perangsangannya pada organ spesifik seperti pembuluh darah dan jantung adalah terjadinya vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer yang nantinya akan meningkatkan tahanan perifer. Dengan meningkatnya tahanan pembuluh darah perifer, maka meningkat juga tekanan darah di dalam tubuh, dikarenakan tekanan darah dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu

cardiac output (curah jantung) dan total peripheral resistance (tahanan perifer pembuluh darah) (Guyton, 2007).


(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini kerangka konsep tentang perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor test antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga adalah :

Gambar 3.1.Kerangka Konsep Penelitian 3.2. Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1. Variabel Independen

Variabel Independen dalam penelitian adalah pemaparancold pressor test (CPT) pada mahasiswa dengan riwayat hipertensi dalam keluarga dan tanpa riwayat hipertensi dalam keluarga.

3.2.2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian adalah tekanan darah. 3.2.3. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan masing-masing variabel penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Cold pressor test merupakan tes peningkatan sistem saraf simpatis dengan pendinginan yang dilakukan dengan cara memberikan rangsang pendinginan pada tangan.

Variabel Dependen

Variabel Independen

Tekanan Darah

Cold Pressor Test pada mahasiswa dengan riwayat hipertensi di keluarga

Cold Pressor Test pada mahasiswa tanpa riwayat hipertensi di keluarga


(49)

Cara Ukur : Tangan kiri dari sampel diletakkan di dalam suatu wadah berisi air es bersuhu 00 – 40 C selama kurang lebih 2 menit. Selama proses tersebut, dilakukan tes pengukuran tekanan darah pada lengan kanan. Perbedaan tekanan darah antara tekanan basal dan tekanan darah setelah intervensi menunjukkan aktivitas vaskular

Alat Ukur :Termometer kimia (untuk mengukur suhu),

stopwatch (untuk mengukur waktu), dan

sphygmomanometer (untuk mengukur tekanan darah)

Hasil Ukur :- Mahasiswa Hiperreaktor

Bila pada pendinginan tekanan sistoliknya naik lebih besar atau sama dengan 20 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar atau sama dengan 15 mmHg dari tekanan basal

- Mahasiswa Normoreaktor

Bila pada pendinginan tekanan sistoliknya naik antara > 0 mmHg dan <20 mmHg, sementara tekanan diastoliknya naik >0 mmHg dan <15 mmHg

- Mahasiswa Hiporeaktor

Bila pada pendinginan kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik di bawah dari 0 mmHg atau tekanan darah mengalami penurunan dari semula Skala Ukur : Skala Nominal

b) Tekanan darah adalah tekanan yang diukur pada arteri brakialis dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa (Riester®) dan stetoskop Litmann®


(50)

Cara Ukur : - Sampel berbaring telentang atau duduk dengan tenang selama 10 menit (selama menunggu, peneliti memasang manset sphygmomanometer pada lengan kanan atas sampel). Setelah 10 menit, diukur tekanan darah, dan ini merupakan tekanan darah basal. Tanpa membuka manset, sampel diminta untuk merendam tangan kirinya ke dalam air es sampai pergelangan tangan. Pada detik ke-30, ke-60 dan detik ke-90, tetapkan tekanan sistolik dan diastoliknya. Tekanan darah diukur kembali 1 menit setelah CPT selesai

Alat Ukur : Sphygmomanometer air raksa (Riester®) dan Stetoskop Litmann®

Hasil Ukur :- Tekanan darah basal, tekanan darah detik ke-30, tekanan darah detik ke-60 dan tekanan darah detik ke-90. Dan diukur kembali 1 menit setelah CPT selesai

Skala Ukur : Skala Rasio

c) Riwayat hipertensi di keluarga adalah apabila orang tua Ayah, Ibu, atau keduanya menderita hipertensi atau sedang mengonsumsi obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah

Cara Ukur : Diukur dengan menggunakan kuesioner, yang kemudian diisi sendiri oleh sampel

Alat Ukur : Lembar data subjek penelitian

Hasil Ukur : Orang tua hipertensi dan orang tua normotensi Skala Ukur : Skala Nominal

3.3. Hipotesis

Ada perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor test antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga.


(51)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (interventional) untuk menilai apakah terdapat perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor test antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.2.2. Waktu Penelitian

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan pada bulan September-November tahun 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah Mahasiswa semester lima Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2014. Populasi merupakan mahasiswa laki-laki dan perempuan berusia 18-21 tahun. Populasi memiliki rutinitas yang hampir sama di dalam kampus. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karakteristik individu dalam populasi tidak terlalu berbeda. Karena jumlah populasi yang terlalu banyak yaitu 538 orang, maka diperlukan penarikan sampel pada penelitian ini. Teknik sampling yang digunakan adalah

stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak yang bertingkat, agar setiap kelas memiliki kesempatan untuk menjadi sampel.

Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi berikut :

Kriteria inklusi :

1) Responden adalah Mahasiswa FK USU semester lima pada tahun 2014,


(52)

2) Responden berumur 18-21 tahun,

3) Responden bersedia menjadi subjek penelitian.

Kriteria Eksklusi :

1) Responden memiliki riwayat penyakit jantung,

2) Responden merokok sehari sampai dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian,

3) Responden mengonsumsi alkohol dua jam sampai dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian,

4) Responden mengonsumsi kopi dua jam sampai dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian,

5) Responden mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi sistem kardiovaskular sehari sampai dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian,

6) Indeks massa tubuh > 25,

7) Responden memiliki alergi dingin.

Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan data sampel untuk penelitian analitik tidak berpasangan dengan data numerik (Wahyuni, 2007).

�1 =�2 = 2�

2(��+��)2 (�− �)2 n : besar sampel minimum

�� : nilai distribusi normal baku ( tabel Z ) pada α0,005 = 1,96 �� : nilai distribusi normal baku ( tabel Z ) pada β0,005 = 0,84 �2 : harga varians di populasi sesuai dengan literatur = 152,45

��− �� : perkiraan selisih nilai mean populasi sesuai dengan literatur = 10


(53)

Berdasasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing kelompok subjek penelitian adalah:

�1 =�2 = 2�

2(��+��)2 (�− �)2 �1 =�2 = 2.152,45 ( 1,96 + 0,84)

2 (10)2

�1 =�2 = 2390,416 100

�1 =�2 = 23,90 ≈ 24 (digenapkan lagi menjadi 28)

Maka didapatkan jumlah sampel 56 orang. Sampel didapat dari seluruh mahasiswa FK USU Semester 5 dengan cara stratified random sampling sehingga direncanakan diambil dari Mahasiswa FK USU Semester 5 :

1. Kelas A1 : ¼ x 56 = 14 2. Kelas A2 : ¼ x 56 = 14 3. Kelas B1 : ¼ x 56 = 14 4. Kelas B2 : ¼ x 56 = 14

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer. Data diperoleh dari pengamatan dan pencatatan hasil pengukuran. Pencatatan dilakukan pada lembar pencatatan hasil pengukuran (Lampiran 5).

Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Calon sampel diberi penjelasan mengenai penelitian kemudian calon yang setuju untuk mengikuti penelitian diminta untuk mengisi lembar persetujuan (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Kemudian sampel diwawancara untuk menetukan apakah sampel memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi (Lampiran 4),


(54)

b. Sampel dihubungi untuk datang ke Laboratorium Fisiologi FK USU pada hari penelitian dilakukan,

c. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok mahasiswa dengan riwayat hipertensi di keluarga (Kelompok I) dan kelompok mahasiswa tanpa riwayat hipertensi di keluarga (Kelompok II),

d. Kedua kelompok ditempatkan pada ruangan yang sama dan dipersilahkan istirahat selama 10 menit,

e. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah subjek pada kelompok I dan kelompok II pada tangan kanan, dan tekanan ini merupakan tekanan darah basal. Hasil pengukuran dicatat dalam tabel yang telah disediakan,

f. Sampel merendam tangan kirinya ke dalam air es bersuhu 00 – 40 C, dan hal ini dilakukan selama 2 menit dan sama kepada semua kelompok, baik kelompok I maupun kelompok II. Manset

sphygmomanometer di tangan kanan tetap terpasang,

g. Pada saat sampel merendam tangannya dalam air es, lakukan pengukuran tekanan darah pada detik 30,60, dan detik ke-90. Hal ini sama dilakukan pada setiap kelompok, baik kelompok I maupun kelompok II,

h. Setelah selesai melakukan perendaman selama 2 menit, sampel memindahkan tangannya dari wadah air es ke tempat yang kering. Kemudian segera lakukan pengukuran tekanan darah. Hasil pengukuran dicatat dalam tabel yang telah disediakan. Jika sampel tidak dapat melakukan perendaman selama 2 menit, maka sampel akan dieksklusi dan dicari penggantinya,

i. Tangan sampel setiap kelompok yang basah dikeringkan dengan tissue atau handuk,

j. Air es yang telah digunakan oleh sampel tidak digunakan kembali untuk sampel yang lain,


(55)

k. Penelitian dilakukan secara bertahap sampai jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi. Pencatatan tentang penelitian di setiap harinya dilakukan pada buku besar.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Package for Sosial Science) dengan proses sebagai berikut :

a. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. b. Coding

Selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

c. Entry

Kemudian data dimasukkan ke dalam program komputer SPSS. d. Cleaning

Apabila semua data dari setiap responden selesai dimasukkan, dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

e. Saving

Data yang telah dimasukkan dan telah diperiksa disimpan dalam folder. f. Analisis Data

Data hasil pengukuran dipresentasekan dalam bentuk tabel. Pengujian menggunakan metode komputerisasi. Sebelumnya dilakukan uji normalitas data dengan uji kolmogorov-smirnov dengan satu sampel. Data dinyatakan berdistribusi normal jika nilai probabilitas (p) > 0,05 (Suharjo, 2008). Jika data berdistribusi normal, dilakukan uji t dependen untuk menguji hipotesis. Uji dinyatakan berbeda secara bermakna jika nilai p < 0,05 dengan interval kepercayaan 95% (Wahyuni, 2007). Apabila ditemukan data tidak berdistribusi


(56)

normal, maka dilakukan uji wilcoxon untuk menguji hipotesis. Uji dinyatakan bermakna apabila nilai p < 0,05 dengan interval kepercayaan 95% (Murti, 1996).Untuk perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah Cold Pressor Test

(CPT) antara kedua kelompok dianalisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney

(p < 0,05).


(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diperoleh dari pengukuran tekanan darah secara langsung setelah subjek penelitian dipaparkan dengan cold pressor test untuk mengetahui perbedaan tekanan darah setelah pemaparan cold pressor test antara mahasiswa dengan dan tanpa riwayat hipertensi di keluarga.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berada di Jalan Dr. Mansyur nomor 5, Medan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester 5 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2014. Sampel berusia antara 18-21 tahun yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 56 orang. Diperoleh karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, dan gambaran tekanan darah mahasiswa yang memiliki riwayat hipertensi di keluarga dan mahasiswa yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga. Data lengkap mengenai karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.


(58)

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Riwayat Hipertensi di Keluarga Frekuens i Laki-laki (orang) Persen Laki-laki (%) Frekuens i Perempu an (orang) Persen Perempua n (%) Total Frekuensi (orang) Total Persen (%)

Ada 10 17,8 18 32,2 28 50

Tidak Ada 9 16,1 19 33,9 28 50

Jumlah 19 33,9 37 66,1 56 100

Berdasarkan tabel 5.1.didapatkan bahwa sampel berjumlah 56 orang (100%) yang terdiri dari mahasiswa laki-laki 19 orang (33,9%) dan mahasiswa perempuan 37 orang (66,1%). Sampel dalam penelitian dibagi dalam kelompok yang memiliki riwayat hipertensi di keluarga dan tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga. Kelompok yang memiliki hipertensi di keluarga berjumlah 28 orang (50%) yang terdiri dari laki-laki 10 orang (17,8%) dan perempuan 18 orang (32,2%). Kelompok yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga berjumlah 28 orang (50%) yang terdiri dari laki-laki 9 orang (16,1%) dan perempuan 19 orang (33,9%).

Tabel 5.2.Distribusi Sampel Berdasarkan Usia Usia (tahun)

Frekuensi dalam Kelompok (orang)

Total (orang) (+)Riwayat Hipertensi di Keluarga (-)Riwayat Hipertensi di Keluarga 18 19 20 21 1 6 17 4 0 14 13 1 1 20 30 5

Total (orang) 28 28 56

Berdasarkan tabel 5.2. didapatkan bahwa sampel dalam penelitian berusia antara 18-21 tahun. Dari 56 orang sampel yang paling banyak adalah berusia 20 tahun yaitu berjumlah 30 orang. Dari 28 mahasiswa yang memiliki


(59)

riwayat hipertensi di keluarganya terdapat 1 orang berusia 18 tahun, 6 orang berusia 19 tahun,17 orang berusia 20 tahun, dan 4 orang berusia 21 tahun. Dari 28 mahasiswa yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarganya terdapat 14 orang berusia 19 tahun,13 orang berusia 20 tahun, dan 1 orang berusia 21 tahun.

Tabel 5.3. Perubahan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Cold Pressor Test(CPT) Pada Sampel yang Mempunyai Riwayat

Hipertensi DalamKeluarga

TD Sebelum CPT TD Setelah CPT Selisih Tekanan

Darah Sistolik Keterangan

110 130 20 Hiperreaktor

100 120 20 Hiperreaktor

110 120 10 Normoreaktor

110 120 10 Normoreaktor

110 120 10 Normoreaktor

110 120 10 Normoreaktor

130 140 10 Normoreaktor

120 140 20 Hiperreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

120 140 20 Hiperreaktor

110 140 20 Hiperreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

120 130 10 Normoreaktor

120 130 10 Normoreaktor

110 140 30 Hiperreaktor

120 130 10 Normoreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

110 110 0 Hiporeaktor

120 140 20 Hiperreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

110 140 30 Hiperreaktor

120 140 20 Hiperreaktor

130 150 20 Hiperreaktor

110 130 20 Hiperreaktor

Berdasarkan tabel 5.3. didapatkan data tentang perubahan tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah CPT pada sampel dengan riwayat hipertensi di keluarganya. Sebanyak 19 sampel penelitian mengalami


(60)

peningkatan tekanan darah sistolik ≥20 mmHg (hiperreaktor) , 8 sampel meningkat 10 mmHg (normoreaktor), dan 1 sampel tidak mengalami peningkatan tekanan darah (hiporeaktor).

Tabel 5.4. Perubahan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Cold PressorTest(CPT) Pada Sampel yang Tidak Mempunyai Riwayat

HipertensiDalam Keluarga

TD Sebelum CPT TD Setelah CPT Selisih Tekanan

Darah Sistolik Keterangan

100 100 0 Hiporeaktor

100 100 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

120 110 -10 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

90 90 0 Hiporeaktor

120 120 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

110 120 10 Normoreaktor

120 130 10 Normoreaktor

120 110 -10 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

120 120 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

120 120 0 Hiporeaktor

120 130 10 Normoreaktor

110 110 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

100 100 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

90 90 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

110 110 0 Hiporeaktor

120 120 0 Hiporeaktor

Berdasarkan tabel 5.4. didapatkan data perubahan tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah CPT pada sampel yang tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarganya. Sebanyak 3 sampel penelitian mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 10 mmHg (normorektor) dan 25 sampel


(1)

Rata-rata Tekanan Darah Tiap Kelompok

Uji Normalitas Data Dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Riwa yat Hiper tensi Kelua rga Tekanan Darah Sistolik Tekana n Darah Diastol ik Tekana n Darah Sistoli k Detik Ke 30 Saat CPT Tekana n Darah Diastol ik Detik Ke 30 Saat CPT Teka nan Dara h Sistol ik Detik Ke 60 Saat CPT Teka nan Dara h Diast olik Detik Ke 60 Saat CPT Teka nan Dara h Sistol ik Detik Ke 90 Saat CPT Tekana n Darah Diastol ik Detik Ke 90 Saat CPT Tekana n Darah Sistoli k Setelah CPT Teka nan Dara h Diast olik Setel ah CPT Tidak Ada

Mean 110,3 6

69,64 110,71 70,36 111,0 7

71,79 110,7 1

72,14 108,93 69,04

N 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28

Std. Deviati on

8,381 8,812 8,576 8,381 9,560 9,449 9,400 8,759 9,165 7,260

Ada

Mean 113,5 7

71,07 114,29 73,93 121,7 9

78,93 131,0 7

84,64 114,25 73,39

N 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28

Std. Deviati on

6,785 8,751 7,418 9,940 7,724 8,751 8,751 7,927 5,575 8,342

Total

Mean 111,9 6

70,36 112,50 72,14 116,4 3

75,36 120,8 9

78,39 111,59 71,21

N 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56

Std. Deviati on

7,727 8,731 8,146 9,286 10,16 7

9,717 13,65 5


(2)

Tests of Normality Riwayat

Hipertensi Keluarga

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statisti

c

Df Sig.

Tekanan Darah Sistolik

Tidak Ada ,304 28 ,000 ,810 28 ,000

Ada ,379 28 ,000 ,751 28 ,000

Tekanan Darah Diastolik

Tidak Ada ,270 28 ,000 ,832 28 ,000

Ada ,263 28 ,000 ,860 28 ,002

Tekanan Darah Sistolik Detik Ke 30 Saat CPT

Tidak Ada ,288 28 ,000 ,812 28 ,000

Ada ,290 28 ,000 ,844 28 ,001

Tekanan Darah Diastolik Detik Ke 30 Saat CPT

Tidak Ada ,231 28 ,001 ,856 28 ,001

Ada ,194 28 ,009 ,882 28 ,005

Tekanan Darah Sistolik Detik Ke 60 Saat CPT

Tidak Ada ,277 28 ,000 ,876 28 ,003

Ada ,270 28 ,000 ,855 28 ,001

Tekanan Darah Diastolik Detik Ke 60 Saat CPT

Tidak Ada ,254 28 ,000 ,865 28 ,002

Ada ,237 28 ,000 ,894 28 ,008

Tekanan Darah Sistolik Detik Ke 90 Saat CPT

Tidak Ada ,291 28 ,000 ,861 28 ,002

Ada ,237 28 ,000 ,894 28 ,008

Tekanan Darah Diastolik Detik Ke 90 Saat CPT

Tidak Ada ,239 28 ,000 ,874 28 ,003

Ada ,250 28 ,000 ,864 28 ,002

Tekanan Darah Sistolik Setelah CPT

Tidak Ada ,332 28 ,000 ,797 28 ,000

Ada ,348 28 ,000 ,717 28 ,000

Tekanan Darah Diastolik Setelah CPT

Tidak Ada ,233 28 ,000 ,821 28 ,000

Ada ,214 28 ,002 ,892 28 ,007

a. Lilliefors Significance Correction


(3)

Test Statisticsa Tekanan Darah Sistolik Setelah90 Detik CPT -

Tekanan Darah Sistolik Sebelum

CPT

Tekanan Darah Diastolik Setelah 90 Detik CPT -

Tekanan Darah Diastolik Sebelum

CPT

Z -4,672b -4,594b

Asymp. Sig. (2-tailed)

,000 ,000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks.

Uji Wilcoxon Data TanpaRiwayat Hipertensi Test Statisticsa

Tekanan Darah Sistolik Setelah90 Detik CPT -

Tekanan Darah Sistolik Sebelum

CPT

Tekanan Darah Diastolik Setelah 90 Detik CPT -

Tekanan Darah Diastolik Sebelum

CPT

Z -,447b -1,811b

Asymp. Sig. (2-tailed)

,655 ,070

a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks.


(4)

Ranks Kelompok Riwayat Hipertensi

N Mean Rank Sum of Ranks

Selisih Tekanan Darah Sistolik

Tidak Ada 28 15,45 432,50

Ada 28 41,55 1163,50

Total 56

Selisih Tekanan Darah Diastolik

Tidak Ada 28 18,45 516,50

Ada 28 38,55 1079,50

Total 56

Test Statisticsa Selisih Tekanan Darah

Sistolik

Selisih Tekanan Darah

Diastolik

Mann-Whitney U 26,500 110,500

Wilcoxon W 432,500 516,500

Z -6,347 -4,884

Asymp. Sig.

(2-tailed) ,000 ,000

a. Grouping Variable: Kelompok Riwayat Hipertensi


(5)

(6)