Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Karies Gigi dan Penyakit Periodontal

povidon iodin. Povidon iodin merupakan salah satu jenis antiseptik yang paling efektif dan bernilai ekonomis sebagai obat kumur. Atas dasar hal diatas, maka penulis merasa perlu membandingkan efektivitas diantara kedua jenis obat kumur antiseptik yang digunakan secara luas tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah perbandingan efektivitas antara klorheksidin glukonat 0,2 dengan povidon iodin 1 sebagai obat kumur antiseptik terhadap penurunan jumlah koloni mikroorganisme di sekitar rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Penelitian

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk membandingkan antara klorheksidin glukonat 0,2 dengan povidon iodin 1 sebagai obat kumur antiseptik terhadap penurunan jumlah koloni mikroorganisme di sekitar rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian

Adapun beberapa tujuan spesifik dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui rata-rata jumlah koloni mikroorganisme di sekitar rongga mulut mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2. Mengetahui persentase rata-rata penurunan jumlah koloni mikroorganisme di sekitar rongga mulut mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara setelah berkumur dengan menggunakan klorheksidin glukonat 0,2. 3. Mengetahui persentase rata-rata penurunan jumlah koloni mikroorganisme di sekitar rongga mulut mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara setelah berkumur dengan menggunakan povidon iodin 1.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai perbandingan klorheksidin glukonat 0,2 dengan povidon iodin 1 sebagai obat kumur antiseptik terhadap penurunan jumlah koloni mikroorganisme di sekitar rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dalam memilih obat kumur antiseptik yang efektif digunakan oleh masyarakat. 3. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang bagaimana cara melakukan penelitian. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Rongga Mulut

2.1.1. Pendahuluan

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian oral dua pertiga bagian anterior dari lidah, palatum durum palatum keras, dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut Yousem et al., 1998. Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator otot yang menyusun dinding pipi dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir Tortora et al., 2009. Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut Tortorra et al., 2009

2.1.2. Bibir dan Palatum

Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian internal Seeley et al., 2008 ; Jahan-Parwar et al., 2011. Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian inferior Jahan-Parwar et al., 2011. Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis, jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun dari bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel- epitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian vermilion Tortorra et al., 2009; Jahan-Parwar et al., 2011. Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di bagian tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan otot- otot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk memosisikan agar makanan berada di antara gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara. Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum durum palatum keras dan palatum mole palatum lunak. Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang sama halnya dengan paltum durum, juga dilapisi oleh membran mukosa Marieb and Hoehn, 2010; Jahan- Parwar et al., 2011. Gambar 2.2. Anatomi Palatum Agave Clinic, 2007

2.1.3. Lidah

Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem pencernaan. Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu kehamilan. Lidah tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah beserta otot- otot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang menyusun dasar dari rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh septum median yang berada disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid pada bagian inferior, prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula Tortorra et al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010 ; Adil et al., 2011. Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar lidah menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian tersebut dan masuk kedalam jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot eksternal lidah berfungsi untuk menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke sisi yang berlawanan dan menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam. Pergerakan lidah karena otot tersebut memungkinkan lidah untuk memosisikan makanan untuk dikunyah, dibentuk menjadi massa bundar, dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulut untuk proses penelanan. Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya. Otot-otot intrisik lidah berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan ikat lidah. Otot ini mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot tersebut terdiri atas : otot longitudinalis superior, otot longitudinalis inferior, otot transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk menjaga agar pergerakan lidah terbatas ke arah posterior dan menjaga agar lidah tetap pada tempatnya, lidah berhubungan langsung dengan frenulum lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang berada pada bagian tengah sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah lidah, yang menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari rongga mulut Tortorra et al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010. Pada bagian dorsum lidah permukaan atas lidah dan permukaan lateral lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina propria yang ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila memiliki kuncup perasa, reseptor dalam proses pengecapan, sebagian yang lainnya tidak. Namun, papila yang tidak memiliki kuncup perasa memiliki reseptor untuk sentuhan dan berfungsi untuk menambah gaya gesekan antara lidah dan makanan, sehingga mempermudah lidah untuk menggerakkan makanan di dalam rongga mulut. Secara histologi Mescher, 2010, terdapat empat jenis papila yang dapat dikenali sampai saat ini, yaitu : 1. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah yang sangat banyak di lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan terkeratinasi, hal tersebut menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah. Papila jenis ini tidak mengandung kuncup perasa. 2. Papila fungiformis. Papila fungiformis mempunyai jumlah yang lebih sedikit dibanding papila filiformis. Papila ini hanya sedikit terkeratinasi dan berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya adalah jaringan ikat. Papila ini memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian permukaan luarnya. Papila ini tersebar di antara papila filiformis. 3. Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah dan mengandung kuncup perasa. 4. Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila dengan jumlah paling sedikit, namun memiliki ukuran papila yang paling besar dan mengandung lebih dari setengah jumlah keseluruhan papila di lidah manusia. Dengan ukuran satu sampai tiga milimeter, dan berjumlah tujuh sampai dua belas buah dalam satu lidah, papila ini umumnya membentuk garis berbentuk menyerupai huruf V dan berada di tepi dari sulkus terminalis. Pada bagian akhir dari papila sirkumfalata, dapat dijumpai sulkus terminalis. Sulkus terminalis merupakan sebuah lekukan melintang yang membagi lidah menjadi dua bagian, yaitu lidah bagian rongga mulut dua pertiga anterior lidah dan lidah yang terletak pada orofaring satu pertiga posterior lidah. Mukosa dari lidah yang terletak pada orofaring tidak memiliki papila, namun tetap berstruktur bergelombang dikarenakan keberadaan tonsil lingualis yang terletak di dalam mukosa lidah posterior tersebut Saladin, 2008; Marieb and Hoehn, 2010. Gambar 2.3. Penampang Lidah Netter, 2011

2.1.4 Gigi

Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan tampak pada periode kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang tampak pertama pada anak- anak disebut gigi susu atau deciduous teeth. Perangkat kedua yang muncul setelah perangkat pertama tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup, disebut sebagai gigi permanen. Gigi susu berjumlah dua puluh empat buah yaitu : empat buah gigi seri insisivus, dua buah gigi taring caninum dan empat buah geraham molar pada setiap rahang. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua buah yaitu : empat buah gigi seri, dua buah gigi taring, empat buah gigi premolar, dan enam buah gigi geraham pada setiap rahang Seeley et al., 2008. Gigi susu mulai tumbuh pada gusi pada usia sekitar 6 bulan, dan biasanya mencapai satu perangkat lengkap pada usia sekitar 2 tahun. Gigi susu akan secara bertahap tanggal selama masa kanak-kanak dan akan digantikan oleh gigi permanen. Gambar 2.4. Gigi Susu dan Gigi Permanen Tortorra et al., 2009 Gigi melekat pada gusi gingiva, dan yang tampak dari luar adalah bagian mahkota dari gigi. Menurut Kerr et al. 2011, mahkota gigi mempunyai lima buah permukaan pada setiap gigi. Kelima permukaan tersebut adalah bukal menghadap kearah pipi atau bibir, lingual menghadap kearah lidah, mesial menghadap kearah gigi, distal menghadap kearah gigi, dan bagian pengunyah oklusal untuk gigi molar dan premolar, insisal untuk insisivus, dan caninus. Bagian yang berada dalam gingiva dan tertanam pada rahang dinamakan bagian akar gigi. Gigi insisivus, caninus, dan premolar masing-masing memiliki satu buah akar, walaupun gigi premolar pertama bagian atas rahang biasanya memiliki dua buah akar. Dua buah molar pertama rahang atas memiliki tiga buah akar, sedangkan molar yang berada dibawahnya hanya memiliki dua buah akar. Bagian mahkota dan akar dihubungkan oleh leher gigi. Bagian terluar dari akar dilapisi oleh jaringan ikat yang disebut cementum, yang melekat langsung dengan ligamen periodontal. Bagian yang membentuk tubuh dari gigi disebut dentin. Dentin mengandung banyak material kaya protein yang menyerupai tulang. Dentin dilapisi oleh enamel pada bagian mahkota, dan mengelilingi sebuah kavitas pulpa pusat yang mengandung banyak struktur jaringan lunak jaringan ikat, pembuluh darah, dan jaringan saraf yang secara kolektif disebut pulpa. Kavitas pulpa akan menyebar hingga ke akar, dan berubah menjadi kanal akar. Pada bagian akhir proksimal dari setiap kanal akar, terdapat foramen apikal yang memberikan jalan bagi pembuluh darah, saraf, dan struktur lainnya masuk ke dalam kavitas pulpa Seeley et al., 2008, Tortorra et al., 2009.

2.2. Flora Normal

2.2.1. Pendahuluan

Istilah ‘flora normal’ menunjukkan populasi mikroorganisme yang hidup di kulit dan membran mukosa orang normal yang sehat. Beberapa jenis bakteri dan jamur merupakan dua jenis organisme yang termasuk ke dalam kumpulan flora normal. Keberadaaan flora virus normal masih diragukan Brooks et al., 2008; Levinson, 2008. Kulit dan membran mukosa selalu mengandung berbagai mikroorganisme yang dapat tersusun menjadi dua kelompok, yaitu: flora residen dan flora transien. Flora residen terdiri dari jenis mikroorganisme yang relatif tetap dan secara teratur ditemukan di daerah tertentu pada usia tertentu; jika terganggu, flora tersebut secara cepat akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Flora transien terdiri dari mikroorganisme yang nonpatogen atau secara potensial bersifat patogen yang menempati kulit atau membran mukosa selama beberapa jam, hari, atau minggu; berasal dari lingkungan, tidak menyebabkan penyakit, dan tidak dapat menghidupkan dirinya sendiri secara permanen di permukaan. Anggota flora transien secara umum memiliki makna kecil selama flora normal masih tetap utuh. Namun, apabila flora residen terganggu, mikroorganisme transien dapat berkolonisasi, berproliferasi dan menyebabkan penyakit Brooks et al., 2008.

2.2.2. Peran Flora Residen

Mikroorganisme yang secara konstan ada di permukaan tubuh bersifat komensal. Pertumbuhannya di daerah tertentu bergantung pada faktor-faktor fisiologi, yaitu temperatur, kelembaban, dan adanya zat gizi serta zat inhibitor tertentu. Keberadaan flora normal tersebut tidak penting bagi kehidupan, karena hewan “bebas mikroorganisme” dapat hidup pada keadaan tidak adanya flora mikroba normal Brooks et al., 2008; Nasution, 2010. Flora residen di daerah tertentu memainkan peranan yang nyata dalam mempertahankan kesehatan dan fungsi normal. Anggota flora residen dalam saluran cerna menyintesis vitamin K dan membantu absorpsi makanan. Pada memnran mukosa dan kulit, flora residen mencegah kolonisasi patogen dan kemungkinan terjadinya penyakit melalui “interferensi bakteri”. Mekanisme gangguan interfernsi tersebut tidak jelas. Mekanisme tersebut dapat meliputi kompetisi terhadap reseptor atau tempat pengikatan binding sites pada sel pejamu, kompetisi mendapatkan makanan, saling menghambat oleh hasil metabolik atau toksik, saling menghambat oleh bahan antibiotik atau bakteriosin, atau dengan mekanisme lain. Supresi flora normal secara jelas menyebabkan kekosongan lokal parsial yang cenderung diisi oleh organisme dari lingkungan atau dari bagian tubuh yang lain. Organisme tersebut bersifat oportunistik dan dapat menjadi patogen Brooks dkk, 2008; Nasution, 2010. Sebaliknya, anggota flora normal sendiri dapat menyebabkan penyakit dalam keadaan tertentu. Organisme-organisme tersebut beradaptasi dengan cara hidup yang noninvasif yang disebabkan oleh keterbatasan keadaan lingkungan. Jika dipindahkan secara paksa akibat pembatasan lingkungan tersebut dan dimasukkan ke dalam aliran darah atau jaringan, organisme tersebut dapat menjadi patogenik. Hal tersebut tampak pada individu yang berada dalam status imunokompromi dan sangat lemah karena suatu penyakit kronik, dimana flora normal akan menyebabkan suatu penyakit pada tempat anatomisnya Levinson, 2008. Hal yang penting adalah bahwa mikroba yang tergolong flora residen normal tidak membahayakan dan dapat menguntungkan di lokasi normalnya pada penjamu serta pada keadaan tanpa kelainan yang menyertai. Organisme tersebut dapat menyebabkan penyakit jika dimasukkan dalam jumlah besar dan jika terdapat faktor predisposisi. Berikut adalah tabel mengenai jenis flora normal yang sering ditemukan pada berbagai tempat di tubuh manusia Kayser et al., 2005. Tabel 2.1. Tabel Distribusi Flora Normal Pada Manusia Sumber : Kayser et al., 2005

2.2.3 Flora Normal Mulut dan Saluran Pernapasan Atas

Membran mukosa mulut dan faring sering steril saat lahir, tetapi dapat terkontaminasi saat melewati jalan lahir. Dalam waktu 4-12 jam setelah lahir, Streptococcus viridans dapat ditemukan sebagai anggota flora residen yang paling menonjol dan tetap demikian seumur hidup. Organisme tersebut kemungkinan berasal dari saluran pernapasan ibu dan orang yang hadir saat persalinan. Nasution, 2010. Di faring dan trakea, flora normal yang serupa tumbuh sendiri, sedangkan beberapa bakteri dalam bronkus normal. Bronkus kecil dan alveoli secara normal adalah steril. Organisme yang dominan dalam saluran pernapasan atas terutama faring, adalah neisseria dan streptokokus alfa-hemolitik, dan nonhemolitik. Stafilokokus, difteroid, hemofilus, pneumokokus, mikoplasma, dan prevotella juga ditemukan. Infeksi mulut dan saluran pernapasan biasanya disebabkan oleh flora oronasal campuran, termasuk anaerob. Ada beberapa penyakit dalam rongga mulut yang disebabkan oleh flora normal, diantaranya adalah karies gigi dan penyakit periodontal Nester et al., 2008; Nasution, 2010.

2.3. Karies Gigi dan Penyakit Periodontal

Penyakit utama yang disebabkan oleh flora normal yang di rongga mulut adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Kedua penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling penting di dunia. Karies gigi masih merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang serius di negara berkembang, dimana penyakit ini diderita 60-90 anak usia sekolah dan hampir keseluruhan dari orang dewasa Petersen et al., 2005; Nester et al., 2008. Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sendiri juga masih memerlukan perhatian khusus. Menurut SKRT Survei Kesehatan Rumah Tangga yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2003 menyebutkan bahwa 81 persen anak usia 5 tahun mengalami karies, dan 51 persen anak diatas 10 tahun mengalami karies yang belum mendapatkan perawatan. Data SKRT tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi kareis gigi pada masyarakat Indonesia adalah 90 persen. Ini merupakan indikator bagi masyarakat Indonesia bahwa kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat kurang terhadap kesehatan gigi dan mulut Herwanda dan Bahar, 2009. Menurut The National Preventive Dentistry Program, 20 dari 60 penderita karies yang merupakan anak-anak, merupakan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah. Sedangkan penyakit periodontal merupakan masalah yang tersebar luas pada masyarakat terutama orang dewasa Burt, 2005; Peng et al., 2011. Karies gigi merupakan suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya karies yaitu individu yang rentan, tersedianya karbohidrat di rongga mulut yang cukup, terbentuknya plak, dan banyaknya mikroorganisme kariogenik seperti Streptococcus mutans Prakash et al.,2012. Gambar 2.5. Faktor Penyebab Karies Gigi http:dentalresource.orgtopic54dentalcaries.html Steptococcus mutans merupakan penyebab utama dari karies. Nama ‘mutans’ diberikan dikarenakan seringnya transisi bentuk dari bentuk kokus menjadi kokobasil. Sampai sekarang telah ditemukan tujuh buah spesies Steptococcus mutans yang ditemukan pada manusia dan hewan. Sebanyak delapan buah serotipe a-h telah dikenali berdasarkan susunan antigen spesifik yang berada pada dinding sel bakteri tersebut. Diantara semua serotipe dari Streptococcus mutans yang telah dikenali, hanya tiga buah serotipe Streptococcus mutans yang ditemukan pada manusia yaitu serotipe c, e ,dan f Samaranayake, 2002. Gambar 2.6. Streptococcus mutans pada Pewarnaan Gram http:www.textbookofbacteriology.netnormalflora.html Streptococcus mutans bersama dengan beberapa bakteri jenis lain akan berkolonisasi di permukaan luar dari gigi untuk membentuk plak. Jika plak yang terbentuk tidak dibersihkan secara manual dengan menggunakan sikat gigi atau secara alamiah dengan menggunakan metode pembersihan berupa saliva, asam yang dihasilkan bakteri sebagai hasil metabolisme karbohidrat di gigi akan menyebabkan demineralisasi dari enamel. Fisura dan celah dari permukaan gigi adalah tempat yang paling sering terjadinya kerusakan gigi. Seiring berjalannya waktu, karies akan menyebar hingga ke bagian dentin, yang menyebabkan terbentuknya kavitas dari enamel dan penetrasi menuju ke bagian pulpa. Jika karies sudah mencapai pulpa, keadaan ini disebut dengan pulpitis akut. Pada fase akut, dimana infeksi pulpa masih terbatas, gigi menjadi sensitif terhadap perkusi, rasa dingin dan rasa panas. Rasa nyeri di sekitar daerah infeksi akan hilang jika stimulus yang merangsang dihilangkan Kasper et al., 2005. Pada saat infeksi sudah mengenai semua bagian pulpa, akan terjadi pulpitis yang bersifat ireversibel dan akan menyebabkan nekrosis pulpa pada akhirnya. Pada stadium akhir dari karies gigi, rasa nyeri sangat hebat pada daerah infeksi. Rasa sakit yang dirasakan bersifat tajam dan akan bertambah buruk jika berada dalam posisi berbaring. Ketika telah terjadi nekrosis sempurna pada gigi, rasa nyeri akan muncul secara konstan atau intermiten, namun sensitivitas terhadap rasa dingin akan hilang Kasper et al., 2005. Penyakit periodontal merupakan suatu penyakit akibat infeksi yang mengenai jaringan yang menyokong gigi. Gigi disokong oleh gusi atau gingiva, dan akar dari gigi akan diikat oleh ligamen periodontal. Pada penyakit periodontal, jaringan penyokong gigi hancur. Jika bagian yang hancur adalah bagian gusi, disebut sebagai gingivitis. Sedangkan jika hanya melibatkan jaringan ikat dan tulang, disebut periodontitis Cartensen et al., 2012. Proses terjadinya penyakit periodontal dimulai secara tak kasat mata. Proses tersebut mula-mula terjadi diatas garis gusi dan didalam sulkus gingiva. Plak, termasuk plak yang telah termineralisasi calculus, dapat dicegah pembentukannya dengan menjaga kesehatan rongga mulut dan pembersihan oleh tenaga profesional secara berkala. Inflamasi kronik akan terjadi dan menyebabkan hiperemi yang tidak menyakitkan di bagian gingiva gingivitis yang biasanya akan berdarah jika disikat. Jika tidak diperhatikan, penyakit ini akan menjadi berat sehingga akan meyebabkan terbukanya sulkus yang telah dimineralisasi dan destruksi dari jaringan ikat periodontal. Kantung yang terbentuk di sekeliling dari gigi yang berisi pus dan debris Kasper et al., 2005. Ketika periodontium sudah rusak sepenuhnya, gigi akan menjadi longgar dan dapat terlepas. Penyakit periodontal yang akut dan agresif sangat jarang ditemukan dibandingkan dengan yang kronik. Tetapi jika individu stres atau terpapar dengan patogen baru, penyakit yang sangat progresif dan bersifat destruktif yang mengenai jaringan periodontal akan terjadi. Kejadian karies gigi dan penyakit periodontal sebenarnya dapat dicegah,yaitu dengan cara menjaga dan memelihara kesehatan rongga mulut. Hal yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memelihara kesehatan rongga mulut akan dibahas pada bagian selanjutnya.

2.4. Pemeliharaan Kesehatan Rongga Mulut

Dokumen yang terkait

Efektivitas kumur-kumur dengan Baking Soda 2% terhadap indeks plak dan jumlah koloni bakteri saliva rongga mulut

2 6 53

Efektivitas kumur-kumur dengan larutan triclosan 0,3 % terhadap indeks plak dan jumlah koloni bakteri saliva rongga mulut

2 7 56

Efektivitas Ekstrak Siwak 1% (Salvadora Persica) sebagai Obat Kumur dalam Mengurangi Akumulasi Plak pada Mahasiswa Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

5 28 61

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTISEPTIK CHLOREXIDINE GLUKONAT DENGAN PHENOXYLETHANOL Perbandingan Efektivitas Antiseptik Chlorexidine Glukonat dengan Phenoxylethanol terhadap Penurunan Angka Kuman pada Telapak Tangan.

0 2 16

PENDAHULUAN Perbandingan Efektivitas Antiseptik Chlorexidine Glukonat dengan Phenoxylethanol terhadap Penurunan Angka Kuman pada Telapak Tangan.

0 5 4

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTISEPTIK CHLOREXIDINE GLUKONAT DENGAN PHENOXYLETHANOL Perbandingan Efektivitas Antiseptik Chlorexidine Glukonat dengan Phenoxylethanol terhadap Penurunan Angka Kuman pada Telapak Tangan.

0 2 14

PERBEDAAN EFEKTIVITAS OBAT KUMUR CHLORHEXIDINE DAN METHYLSALICYLATE DALAM MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI RONGGA MULUT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 52

Perbedaan efektivitas obat kumur chlorhexidine dan methylsalicylate dalam menurunkan jumlah koloni bakteri rongga mulut

1 3 48

Perbandingan Efektivitas Klorheksidin Glukonat 0,2% dengan Povidon Iodin 1% Sebagai Obat Kumur Antiseptik terhadap Penurunan Jumlah Koloni Mikroorganisme di Sekitar Rongga Mulut pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

0 0 17

Perbandingan Efektivitas Klorheksidin Glukonat 0,2% dengan Povidon Iodin 1% Sebagai Obat Kumur Antiseptik terhadap Penurunan Jumlah Koloni Mikroorganisme di Sekitar Rongga Mulut pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

0 1 6