dan sosial di dalam masyarakat baik membawa dampak yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Implementasi kebijakan jika dipandang dalam pengertin
yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan
guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Sedangkan disisi lain, implementasi dianggap sebagai fenomena yang kompleks yang mungkin dapat
dipahami sebagai proses, keluaran output maupun sebagai hasil Winarno, 2002:101. Kemudian Van meter dan Van Horm yang dikutip oleh widodo
2001:191-192 secara lebih spesifik mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai suatu tindakan-tindakan, baik yang dilakukan pihak pemerintah maupun
individu atau kelompok swasta, yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-
tindakan ini pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan- keputusan menjadi pola-pola.
E. Tinjauan tentang Kebijakan Pemerintah Daerah
Wahab 1997:115 mengatakan bahwa Kebijakan daerah adalah keputusan- keputusan yang mengikat bagi sebuah daerah pada tataran strategis atau bersifat
garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas daerah, sebagai keputusan yang mengikat sebuah daerah maka kebijakan daerah haruslah dibuat oleh otoritas
politik. Otoritas politik yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas
nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan daerah akan dilaksanakan oleh administrasi Negara yang dijalankan oleh birokrasi Pemerintah Daerah. Fokus
utama kebijakan daerah dalam Negara modern adalah pelayanan masyarakat, yang
merupakan segala sesuatu yang bias dilakukan oleh Negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidup orang banyak.
Kebijakan daerah pada dasarnya adalah merupakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi sebuah daerah pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang
dibuat oleh pemegang otoritas daerah dan merupakan upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu dengan tindakan
yang terarah. Sebagai keputusan yang mengikat sebuah daerah, maka kebijakan daerah haruslah dibuat oleh otoritas politik yakni mereka yang menerima mandate
dari public atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan unuk bertindak atas nama rakyat banyak.
Secara ideal proses pembuatan kebijakan adalah merupakan hasil dari dialog dan negosiasi antara masyarakat dengan Pemerintah Daerah sehingga kebijakan tidak
bersifat satu arah, atau dengan kata lain pembuatan kebijakan harus bersifat partisipatif. Hal ini didasari pemikiran bahwa kegagalan dari implementasi
kebijakan selama ini, salah satu sebabnya karena cenderung mengabaikan stakeholders lain tanpa adanya komunikasi dan negosiasi dalam melaksanakan
kebijakan, sehingga akibatnya kebijakan banyak mengalami penentangan dan penolakan dari berbagai pihak.
Partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan diartikan sebagain proses yang melibatkan masyarakat umum dalam pengambilan keputusan, perumusan,
pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam
pembuatan kebijakan berada pada urutan yang sangat tinggi dalam agenda desentralisasi, seperti yang diamanatkan oleh UU No. 181997 , UU No. 342000,
UU No. 411999, UU No.102004, dan UU No. 3220043. Ini berarti bahwa
undang-undang harus menjamin partisipasi masyarakat. Dengan partisipasi masyarakat diharapkan:
1. Kebijakan daerah didasarkan terutama pada kepentingan dan kebutuhan
masyarakat. Berbagai kebijakan atau peraturan akan lebih sesuai dengan kenyataan dan lebih mungkin memenuhi harapan-harapan masyarakat lokal.
2. Mendorong masyarakat lokal untuk lebih mematuhi kebijakan atau peraturan
dan bertanggung jawab secara sosial. Masyarakat akan cenderung lebih patuh terhadap peraturan yang pembuatannya melibatkan mereka secara aktif.
3. Memberdayakan Pemerintah Daerah untuk mendemonstrasikan proses
pembuatan kebijakan dan lebih bertnggung jawab kepada pemilih mereka. Konsultasi terbuka dengan para pemangku kepentingan, seperti universitas,
Dalam penyusunan kebijakan daerah,partisipasi dikatakan optimal bila masyarakat terlibat secara aktif dari awal proses penyusunan hingga peraturan
daerah itu disahkan menjadi suatu produk hukum. Hal ini dapat dilakukan bila masyarakat dan lembaga legislasi, DPRD harus mau untuk menyerap aspirasi
sebanyak-banyaknya dari masyarakat selain menyerap masukan dari inisiatif anggota DPR atau masukkan dari Pemda untuk bahan penyusunan kebijakan
daerah. Semua aspirasi dicatat dan didokumentasikan dengan baik, sehingga bisa melahirkan suatu kebijakan daerah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Terminologi kebijakan daerah mengarah pada serangkaian peralatan pelaksanaan yang lebih luas dari peraturan perundang-undangan sebuah daerah, mencakup
aspek anggaran dan struktur pelaksana. Siklus kebijakan daerah sendiri bias