A. Klausula Dalam Perjanjian Kredit Terhadap Perseroan Terbatas sebagai Debitur Pada Bank
Dalam prakteknya bentuk dan isi perjanjian kredit yang ada pada saat ini masih berbeda-beda antara satu bank dan bank lainya.
Tentang isi suatu perjanjian kredit, sebenarnya ada variasi dari 1 satu jenis kredit lainya. Juga, besarnya uang pinjaman ikut memberi warna kepada klausul-klausul yang
dituangkan dalam perjanjian kredit tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah pinjaman yang diberikan, maka semakin terperinci isi perjanjian
kreditnya.
100
Namun demikian, pada dasarnya prototype suatu perjanjian kredit harus memenuhi 6 enam syarat minimal, yaitu :
101
1. Jumlah hutang 2. Besarnya bunga
3 . Waktu pelunasanan 4. Cara pembayaran
5. Kalusula opeisbaarheid 6. Barang jaminan
Apabila keenam syarat tersebut dikembangankan lebih lanjut, isi dari perjanjian kredit yang termuat dalam pasal-pasal tersebut :
1. Jumlah maksimum pagu kredit plafon yang diberikan oleh bank kepada
debiturnya. Dalam praktek, bank dapat juga memberikan kesempatan kesempatan pada debiturnya untuk menarik dana melebih plafon kreditnya overdraf.
2. Caramedia penarikan kredit yang diberikan tersebut, yang mana penarikan dana
tersebut dilakukan di kantor bank yang bersangkutan dan pembayaran yang dilakukan pada hari dan jam kantor dibuka. Penarikan dan pembayaran mana akan dicatat pada
pembukuan bank dan rekening debitur.
100
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Cetakan ke 2 edisi revisi Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002 halaman 39
101
H.R.Daeng Naja, Op.cit, halaman 190
Universitas Sumatera Utara
3. Jangka waktu dan cara pembayaran sampai jatuh tempo ada 2 dua cara
pembayaran yang lazim digunakan, yaitu diangsur atau secara sekaligus lunas. debitur berhak untu sewaktu-waktu untuk mengakhiri perjanjian tersebut sebelum
jangka waktunya berakhir asal membayar seluruh jumlah yang terhutang, termasuk bunga, denda dan biaya-biaya lainnya.
4. Mutasi keuangan debitur dan pembukuan oleh bank. Dari mutasi keuangan dan
pembukuan bank ini, dapatlah diketahui berapa besar jumlah yang terhutang oleh debitur. Untuk itu, mutasi keuangan dan pembukuan bank tersebut yang dalam bentuk
rekening Koran diberikan salinannya setiap bulan oleh bank kepada debitur yang bersangkutan.
5. Pembayaran bunga, administrasi, provisi, dan denda jika ada. Kecuali pembayaran
bunga, maka pembayaran administrasi dan provisi harus dibayar di muka oleh debitur. Sedangkan denda harus dibayar oleh debitur jika terdapat tunggakan angsuran ataupun
bunga.
6. Klausula opeisbaarheid, yaitu klausula yang memuat hal-hal mengenai hilangnya
kewenangan bertindak atau kehilangan haknya debitur untuk mengurus harta kekayaannya, barang jaminan, serta kelalaian debitur untuk memenuhi ketentuan-
ketentuan dalam perjanjian kredit atau pengakuan hutang, sehingga debitur harus membayar secara seketika dan sekaligus lunas. Klausula tersebut antara lain :
a. Debitur tidak membayar kewajiban sebagiman mestinya; atau b. Debiturpemilik jaminan pailit; atau
c. Debitur pemilik jaminan dialkukan sitaa; atau d. Harta kekayaan debiturpemilik jaminan dilakukan sitaan; atau
e. Surcance betaling; atau f. Debiturpemilik jaminan ditaruh di bawah pengampunan onder curatele
gesteid. 7.
Jaminan yang diserahkan oleh debitur beserta kuasa-kuasa yang menyertainya dan persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak, dan asuransi atas barang jaminan
tersebut.
8. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur dan termasuk hak untuk
pengawasanpembinaan kredit oleh bank. 9.
Biaya akta dan biaya penagihan hutang, yang juga harus dibayar debitur. Secara lebih luas lagi, mengenai klausula–klausula suatu perjanjian kredit ini dapat
dilihat pendapat beberapa sarjana.
Menurut Sutan Remi Sjahdeini, perjanjian kredit yang baik seyogianya sekurang- kurangnya berisi klausul-klausul sebagai berikut :
102
1. Klausul tentang maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk
kredit, dan batas ijin tarik. 2.
Klausul tentang bunga, commitment fee, dan denda kelebihan tarik.
102
Sutan Remi Sjahdeini, Op.cit , halaman 178
Universitas Sumatera Utara
3. Klausul tentang kuasa bank untuk melakuka pembebanan atas rekening pinjaman
nasabah debitur. 4.
Klausul tentang representation an warranties, yaitu klausul yag berisi pernyataan- pernyataan nasabah debitur mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum,
keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah debitur pada waktu kredit diberikan, yaitu yang menjadi asumsi-asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan untuk
memberikan kredit tersebut.
5. Klausul tentang condition precedent, yaitu klausul tentang syarat-syarat tangguh yang
harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah debitur sebelum bank berkewajiban untuk menyediakan dana bagi kredit tersebut dan nasabah debitur berhak untuk
pertama kalinya menggunakan kredit tersebut.
6. Klausul tentang angunan kredit dan asuransi barang-barang agunan.
7. Klausul tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan berlakunya
hubungan rekening Koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan. 8.
Klausul tentang affirmative covenants, yaitu klausul yang berisi janji-janji nasabah debitur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit masih berlaku.
9. Klausul tentang negative covenants, yaitu klausul yang berisi janji-janji nasabah
debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian masih berlaku. 10.
Klausul tentang financial covenants, yaitu klausul yang berisi janji-janji Debitur untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada bank dan memelihara. Posisi
keuangannya kepada bank pada minimal taraf tertentu. 11.
Klausul tentang tindakan yang dapat diambil oleh bank dalam rangka pengawasan, pengamanan, penyelamatan, dan penyelesaian kredit.
12. Klausul tentang evens of default, yaitu klausul yang menentukan suatu peristiwa yang
apabila terjadi memberikan hak kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh outstanding
kredit.
13. Klausul tentang arbitrase, yaitu klausul yang mengatur mengenai penyelesaian
perbedaan pendapat atau perselisihan diantara para pihak melalui suatu badan arbitrase, baik badan arbitrase ad hock ataupun arbitrase institusional.
14. Klausul tentang bunga rampai atau miscellaneous provisions atau boilerplate
Provisions, yaitu klausul yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausul-klausul lain. Termasukklausul-
klausul ini adalah klausul yang disebut Pasal Tambahan, yaitu klausul yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tambahan yang belum diatur di dalam pasal-
pasal lain atau berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan khusus yang dimaksudkan sebagai syarat-syarat dan ktentuan-ketentuan yang menyimpang syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan lain yang telah tercetak di dalam perjanjian kredit yang merupan perjanjian baku.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian menurut Ch. Gatot Wardoyo ada beberapa klausul yang selalu, dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu diantaranya :
103
1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali atau predisbursement clause. Klausul ini menyangkut :
a Pembayaran provisi, premi asuransi kredit, serta asuransi dan biaya pengikatan
jaminan secara tunai. b Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan
barang jaminan tersebut. c Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan
tujuan untuk memperkecil resiko yang terjadi di luar kesalahan debitur maupun kreditur.
2. Klausul mengenai maksimum kredit amount clause. Klausul ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal, yaitu :
a Merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan
perjanjian kredit baru sesuai dengan pasal 1381 butir 3 dan pasal 1413 KUH Perdata – novasi objektif.
b Merupakan batas kewajiban pihak kredit yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, yang berarti pula batas hak debitur untuk
melakukan penarikan pinjaman. c Merupakan penetapan besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar
perhitungan penetapan besarnya provisi, atau commitment fee. d Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik overdraf.
3. Klausul mengenai jangka waktu kredit. Klausul ini penting dalam beberapa hal, yaitu :
a Merupakan batas waktu bagi bank, kapan keharusan menyediakan dana sebesar maksimum kredit berakhir dan sudah dilewatinya jangka waktu ini
sehingga menimbulkan hak tagihpengambalian kredit dari nasabah. b Merupakan batas waktu kapan bank melakukan teguran-teguran kepada
debitur jika tidak memenuhi kewajiban tepat pada waktunya. c Merupakan suatu masa yang tepat bagi bank untuk melakukan review atau analisa
kembali apakah kredit tersebut perlu diperpanjang atau perlu diperpanjang atau perlu segera ditagih kembali.
4. Klausul mengenai bunga pinjaman interest clause. Klausul ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud untuk :
a Memberikan kepastian mengenai hak bank untuk memungut bunga pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama karena bunga merupakan
penghasilan bank yang, baik secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk menyediakan fasilitas kredit tersebut.
103
Ch. Gatot Wardoyo, Op.cit dalam, H.R. Daeng Naja halaman 193
Universitas Sumatera Utara
b Pengesahan pemungutan bunga diatas 6 enam persen pertahun. Dengan berdasar pada pedoman kterangan pasal 1765 dan pasal 1767 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang memungkinkan pemungutan bunga pinjaman di atas 6 enam persen pertahun asalkan diperjanjikan secara tertulis.
5. Klausul mengenai barang agunan kredit. Klausul ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak,
tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank. 6. Klausul asuransi insurance clause. Klausul ini bertujuan untuk penagihan resiko
yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk,
premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di bank, dan sebagainya.
7. Klausul mengenai tindakan yang dilarang oleh bank negative clause. Klausul ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomis
bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama. Adapun contoh tindakan yang tidak diperkenankan dilakukan debitur, diantaranya
adalah :
a. Larangan meminta kredit kepada pihak lain tanpa seijin bank.
b. Larangan mengubah bentuk hukum perusahaan debitur tanpa seijin bank.
c. Larangan membubarkan perusahaan tanpa seijin bank.
8. Trigger Clause atau Opeisbaar Clause. Klausul ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian elum
berakhir. 9. Klausul mengenai denda Penalty Clause. Klausul ini dimaksudkan untuk
mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pungutan, baik mengenai besarnya maupun kondisinya.
10. Xpence Clause. Klausul ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada debitur
dan meliputi, antara lain, biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta- akta perjanjian kredit, pengakuan hutang dan penagihan kredit.
11. Debet Authorrization Clause. Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan ijin debitur.
12.Representation and Warranties. Klausul ini sering juga disebut dengan istilah material adverse change clause. Maksudnya ialah bahwa debitur yang
menjanjikan serta menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dantidak diputarbalikkan.
13.Klausul ketaatan pada ketentuan bak. Klausul ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan jika terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus, tetapi
dipandang perlu maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum misalnya megenai masalah tempat dan waktu melakukan pencairan atau penyetoran kredit,
penggunaan formulir, format surat, konfirmasi, atau pemberitahuan saldo rekening bulanan.
14. Miscellaneous atau Boiler Plate Provison. Pasal-Pasal tambahan.
Universitas Sumatera Utara
15.Dispute Settlement
Alternatif Dispute
Resolution. Klausul
mengenai penyelesaian perselisihan antara kreditur dan debitur jika terjadi.
16.Pasal penutup, memuat eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya serta
tanggal penandatangan perjanjian kredit.
Dalam praktek perbankan klausula dalam perjanjian kredit tidak membedakan terhadap debitur perorangan maupun badan hukum seperti perseroan terbatas. Hal ini
sebabkan perjanjian kredit merupakan perjanjian baku standar Setiap bank telah menyediakan blangko formulir, model perjanjian kredit, yang
isinya telah disiapkan terlebih dahulu standaardform. Formulir ini disodorkan kepada setiap pemohon kredit. Isinya tidak diperbincangkan dengan pemohon. Kepada pemohon
hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut didalam formulir itu atau tidak. Hal-hal yang kosong belum diisi didalam blangko itu
adalah hal-hal yang tidak mungkin diisi sebelumnya yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, tujuan dan jangka waktu kredit.
104
Manakala perjanjian kredit ini dibuat dalam bentuk akta Notaris, tidak jarang syarat
perjanjian telah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak bank sehingga isi perjanjian kredit dalam bentuk inipun dapat dikatakan merupakan perjanjian baku dengan klausula baku
pula. Hal diatas menunjukkan bahwa perjanjian kredit didalam praktek tumbuh sebagai
perjanjian standard atau merupakan perjanjian baku. Perjanjian ini mengandung
104
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank Bandung : Alumni, 1989, halaman 31
Universitas Sumatera Utara
kelemahan karena syarat-syarat yang ditentukan secara sepihak dan pihak lainnya terpaksa menerima keadaan itu karena posisinya yang lemah.
Mariam Darus Badrulzaman menyarankan penyempurnaan perjanjian kredit perlu diadakan dengan menempuh jalan sebagai berikut :
105
- Pemerintah cq Menteri keuangan perlu melakukan pengawasan terhadap perjanjian
kredit . -
Caranya ialah bank memintakan persetujuan terlebih dahulu mengenai isi perjanjian tersebut, supaya sesuai dan mencerminkan cita Undang-Undang Perbankan.
- Setelah mendapat persetujuan, ditempatkan dalam Berita Negara supaya umum
Mengetahuinya publikasi -
Perjanjian kredit yang telah dimuat dalam Berita Negara itu didaftarkan pada Bank Indonesia.
- Perjanjian yang telah disetujui dan ditempatkan dalam Berita Negara dan yang
sudah terdaftar sajalah yang boleh disodorkan kemasyarakatan pemohon kredit. -
Oleh karena dalam kenyataannya perjanjian standard menunjukkan tanda-tanda Pertumbuhan dimasyarakat, maka pengawasan oleh Pemerintah ini diperluas, tidak
terbatas hanya pada perjanjian Kredit bank, akan tetapi juga di bidang perjanjian standard lain.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas dalam Rancangan Undang-Undang Perkreditan Perbankan, dimana dalam Bab IV diatur mengenai Perjanjian Kredit, yang
berbunyi sebagai berikut :
106
Pasal 21 1 Perjanjian Kredit dibuat secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank
Indonesia dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank Indonesia dan sesuai dengan kelaziman di dunia perbankan.
2 Ketentuan standar Perjanjian Kredit tidak berlaku bagi pelaku Usaha Kecil dan Bank Perkreditan Rakyat.
Pasal 27 Akta Perjanjian Kredit dapat dibuat di hadapan Notaris, kecuali debitur Usaha Kecil dan
Bank Perkreditan Rakyat.
105
Ibid, halaman 36
106
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia, Tentang Perkreditan Perbankan
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya perjanjian kredit yang dibuat Bank Indonesia dalam bentuk standar diharapakan nantinya klausula-kalusula yang terdapat dalam perjanjian kredit tersebut
adalah klausula yang seimbang bagi debitur maupun bank selaku kreditur. Pada satu pihak bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Di lain pihak, adalah nasabah bank sebagai konsumen bank yang menerima penyaluran dana yang telah dihimpun tersebut dalam bentuk kredit dan dalam
bentuk lainnya, semuanya dengan tujuan untk meningkatkan taraf hidupnya. Bank mempunyai taanggung jawab besar terhadap masyarakat yang telah mempercayakan dana
yang telah dihimpun oleh bank. Oleh karena itu, kepercayaan tersebut harus dijamin agar dana rakyat tersebut aman.
107
Oleh karena itu maka suatu perjanjian kredit bank seyogianya harus tidak berat sebelah. Perjanjian kredit tidak boleh melindungi kepentingan-kepentingan bank saja atau
kepentingan nasabah debitur saja.
B. Klausula Pelarangan Penggantian Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank
107
Herlien Budiono, dalam Op.cit, Kumpulan Tulisan, halaman 152
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang dijelaskan diatas terhadap kontrak baku berupa perjanjian kredit
bank, ada banyak klausula yang sangat memberatkan salah satu pihak, khususnya memberatkan pihak nasabah penerima kredit.
108
Dalam perjanjian kredit, klausula tersebut berupa larangan larangan bagi debitur selama berlangsungnya perjanjian kredit sering disebut juga dengan istilah Negative
Covenaant. Larangan-larangan ini dalam perjanjinan kedit merupakan klausula mengenai tindakan-tindakan yang dilarang oleh bank. Klausula ini terdiri dari berbagai macam hal
yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomis bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama. Adapun salah satu tindakan yag tidak diperkenankan dilakukan
debitur adalah : “
Pelarangan Penggantian Direksi Dan Komisaris selama berlangsunganya Perjanjian kredit”.
Dari penelitian penulis terhadap perjanjian kredit baik dalam bentuk akta dibawah tangan dan maupun akta yang dibuat dihadapan Notaris, dijumpai hampir semua
perjanjian kredit pada bank memuat klausula larangan penggantian Direksi dan Komisaris tersebut diatas.
Hal itu antara lain dapat kita lihat dalam akta-akta perjanjian kredit yang dilakukan oleh bank dalam fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur :
1. Perjanjian Kredit dari PT. Bank Rakyat Indonesia Pesero Tbk Dalam salah pasalnya menyebutkan :
108
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, cetakan kedua, 2007 halaman 100
Universitas Sumatera Utara
Selama perjanjian kredit berlangsung Debitur dilarang untuk : - Melakukan perubahan manjemen, penguruspemilik saham, perubahan bentuk
badan usaha, perubahan komposisi perimbangan modal dan sebagainya. 2. Perjanjian Kredit dari PT. Bank Tabungan Negara Pesero Tbk
Dalam salah satu pasalya menyebutkan : Debitur sebelum kredit ini dilunasi, tidak diperkenankan tanpa persetujuan tertulis
dari bank untuk : - Merubah anggaran dasar perseroan;
- Merubah susunan pengurus 3. Perjanjian Kredit dari PT. Bank Danamon Indonesia Tbk
Dalam salah satu pasalnya menyebutkan : Kecuali ditentukan lain oleh bank, terhitung sejak tanggal perjanjian ini sampai dengan
dilunasinya seluruh kewajiban yang terhutang oleh Debitur dilarang melakukan hal- hal sebagai berikut :
- Merubah susunan pengurus , susunan pemegang saham dan nilai saham Debitur Kecuali untuk perusahaan terbuka go-public
4.. Perjanjian Kredit dari PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk
Dalam salah satu pasalnya menyebutkan : Sebelum fasilitas kredit dalam apapun yang diberikan oleh bank kepada Debitur
beserta bunga, provisi, commitment fee, biaya-biaya lainnya dan denda yang terhutang oleh Debitur kepada Bank dibayar lunas oleh Debitur, maka tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu pada bank, Debitur tidak diperkenankan untuk melakukan hal-hal berikut dibawah ini :
- Merubah susunan Direksi, Komisaris dam Pemegang saham, termasuk secara tidak
langsung pemegang saham pengendali dari Debitur controlling shareholders 5. Pejanjian Kredit dari PT. Bank Mutiara
Dalam salah satu pasalnya menyebutkan : Selama Perjanjian kredit ini berlaku, PEMINJAM mengikatkan diri untuk :
- Tidak melakukan perubahan anggaran dasar perusahaan, susunan pengurus Direksi danatau susunan Dewan Komisaris PEMINJAM tanpa persetujuan
Universitas Sumatera Utara
tertulis terlebih dahulu dari Bank dan jika disetujui oleh Bank menyerahkan kepada Bank akta-akta perubahan tersebut dengan segera.
6. Perjanjian Kredit dari PT. Cimb Bank Niaga Tbk Dalam salah satu pasalnya menyebutkan :
Terhitung sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian berdasarkan perjanjian dan Dokumen-dokumen lain yang timbu sehubungan dan berkaitan dengannya, maka
tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari BANK, PEMINJAM tidak diperkenankan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
- Mengubah Susunan Pengurus dan Pemegang Saham dan nilai saham PEMINJAM. 7. Perjanjian Kredit dari PT. Bank Mega Tbk
Dalam salah satu pasalnya menyebutkan : Debitur setuju sejak penandatanganan Perjanjian sampai dengan dan selama
Kewajiban pembayaran Debitur berdasarkan Perjanjian belum dibayar peuh, tanpa Persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Bank, Debitur dilarang melakukan hal-hal
Sebagai berikut :
- Perubahan Anggaran Dasar, Struktur Modal, Pemegang Saham dan Pengurus mengadakan RUPS yang acaranya mengubah atau menyebabkan dilakukannya
perubahan anggaran dasar yang mengakibatkan berubahnya struktur modal, susunan pemegang saham atau susunan anggota Direksi dan Komisaris.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa RUPS lah yang berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris. Dan
mengenai kewenangan ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat 4, bahkan diulang kembali dalam pasal 75 ayat 1, yang berbunyi :
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini danatau
anggaran dasar.
Universitas Sumatera Utara
Jadi walaupun dalam UUPT Direksi diberi kewenangan mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan dan kewenangan sebagaimana dimaksud adalah tidak
terbatas dan tidak bersyarat, tetapi undang-undang juga membatasinya yaitu : a. Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini;
b. Anggaran dasar, atau c. Keputusan RUPS
Dalam anggaran dasar perseroan terbatas dalam salah satu pasalnya, ada menyebutkan: Direksi berhak mewakili Perseroan di dalam dan di luar Pengadilan tentang segala hal dan
dalam segala kejadian, mengikat perseroan dengan pihak lain dan pihak lain dengan perseroan, serta menjalankan segala tindakan, baik mengenai kepengurusan maupun
kepemilikan, akan tetapi dengan pembatasan bahwa untuk : a. Meminjam atau meminjamkan uang atas nama perseroan tidak termasuk mengambil
uang perseroan di bank b. Mendirikan suatu usaha atau turut serta pada perusahaan lain baik di dalam maupun
di luar negeri, harus persetujuan …………….. hal ini dapat Dewan Komisaris atau RUPS
Hal ini menunjukkan kewenangan menandatangan perjanjian kredit atas nama Perseroan Terbatas diwakili oleh Direksi dengan pembatasan harus persetujuan Dewan
Komisaris atau RUPS. Tetapi umumnya dalam anggaran dasar perseroan terbatas, Persetujuan itu cukup dari Dewan Komisaris seluruh anggota komisaris.
Timbul pertanyaan bagaimana jika anggaran dasar menentukan perjanjian kredit tersebut ditandatangani oleh Direksi dengan persetujuan Dewan Komisaris sedangkan
Universitas Sumatera Utara
dalam perjanjian kredit tersebut terdapat klausula larangan penggantian Direksi dan Dewan komisaris?
Asas Kebebasan Berkontrak yang terdapat dalam rumusan pasal 1320 KUH Perdata, yang berbunyi :
“ Untuk sahnya perjanjian, diperlukan 4 empat syarat : 1. Kesepakatan mengikat dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu
4. Suatu sebab yang tidak terlarang”
Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang
melahirkan kewajiban apa saja dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Ketentuan pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :
“ Suatu sebab adalah terlarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan
dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”
Memberikan gambaran umum kepada kita semua, bahwa pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang. Hanya perjanjian yang
mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum saja yang dilarang.
Dari pasal 1337 ini dapat ditafsirkan bahwa isi atau klausul-klausul suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, moral, dan atau ketertiban umum.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1339 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “
Persetujuan –persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
dan persetujuan itu diharuskan oleh kepatuhan, kebiasaan atau undang- undang “
Pasal ini harus ditafsirkan bahwa bukan hanya ketentuan ketentuan dari kepatuhan, kebiasaan, dan undang-undang yang membolehkan atau berisi suruhan saja yang mengikat
atau berlaku bagi suatu perjanjian, tetapi juga ketentuan-ketentuan yang melarang atau berisi larangan mengikat atau berlaku bagi perjanjian itu. Dengan kata lain larangan-
larangan yang ditentukan atau hal-hal yang dilarang oleh kepatuhan, kebiasaan, dan undang-undang merupakan juga syarat-syarat dari suatu perjanjian. Khusus mengenai
kebiasaan, larangan-larangan menurut kebiasaan hanya mengikat perjanjian itu apabila syarat-syarat tertulis di dalam perjanjian itu tidak menentukan lain.
109
Dengan demikian sebenarnya pasal 1337 dan pasal 1339 tersebut mempunyai tujuan yang sama.
Ada 3 tiga tolak ukur dalam pasal 1337 untuk menentukan apakah klausul atau syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam suatu perjanjian baku dapat berlaku dan
mengikat para pihak. Tolak ukur itu ialah undang-undang wet, moral geode zedendan ketertiban umum openbare orde. Sedangkan menurut pasal 1339 tolak ukurnya adalah
kepatutan bilijkheid, kebiasaan gebruik, dan undang-undang wet. Atau kalau
109
Sutan Remi Sjahdeini, Op.cit , dalam Kebebasan Berkontrak, halaman118
Universitas Sumatera Utara
digabungkan tolak ukur dari kedua pasal itu adalah : undang-undang, moral, ketertiban umum, kepatutan dan kebiasan.
110
Selanjutnya mengenai klausula baku ini juga diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK.
Jika semula pendekatan instrument hukum pokok, dalam hal ini instrument hukum perdata “
asas kebebasan berkontrak” pacta sunt servanda telah sering disalahgunakan pelaku usaha untuk menjamin hak-haknya terhadap konsumen, sekaligus mengecualikan
kewajibanan-kewajiban terhadap konsumen dengan mempraktekkan klausula-klausula baku one-sided standard form contract dan klausula pengecualian exemption clauses,
kini melalui pendekatan instrument hukum sektoral, asas tersebut telah dibatasi oleh UUPK. Dalam kerangka sistem hukum, dinamika hukum akan mampu menggunakan
“ teropong hukum” untuk mengungapkan ketidakadilan atas nama kebebasan
berkontrak.
111
UUPK ini memberikan nuansa baru karena undang-undang ini mengatur pelaku
usaha tidak semena-mena mecantumkan klausula baku dalam menawarkan barang danatau jasa.
Didalam undang-undang tersebut tidak secara tegas dan jelas bidang usaha dari pelaku usaha, tetapi dapatlah disimpulkan secara umum bahwa setiap penjual barangjasa
110
Ibid, halaman 119
111
Yusuf Shofie, Kapita Selekta HukumPerlindungan Konsumen di Indonesia Bandung : Citra Aditya Bakti 2008 halaman 42
Universitas Sumatera Utara
termasuk tidak terbatas pihak perbankan yang merupakan suatu lembaga “penjual jasa” pula.
Sedangkan konsumen menurut ketentuan undang-undang ini dijelaskan,
112
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau
orang lain yang tidak untuk diperdagangankan kembali.
Adapun yag menjadi batasan klausula baku dan perpejanjian baku dalam Undang-Undang ini dirumuskan sebagai berikut :
113
Klausula Baku adalah setiap aturan atu ketentuan dan syarat-syrat yang telah persiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Ketentuan pencantuman klausula baku dalam Undang Undang Perlindungan Kosumen menyebutkan :
114
1 Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk di perdagangkan dilarang membuat danatau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen danatau perjanjian apabila : a. Menyatakan pengalihan tanggung-jawab pelaku usaha;
b. Menanyakan bahwa pelaku usaha berhak menolak menyerahkan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarakan atas barang danatau jasa yang dibeli konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara langsung; e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemamfaatan
jasa yang dibeli oleh knsumen;
112
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, pasal 1 ayat 2
113
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, pasal 1 ayat 10
114
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 , pasal 18
Universitas Sumatera Utara
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi mamfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang terbaru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha
dalam masa konsumen memamfaatkan jasa yang dibelinya; h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
membebankan hak tanggungan, hak gadai atau jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
2 Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau mengungkapkannya sulit
dimengerti. 3 Setiap kalusula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.
4 Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.
Dalam penjelasan ayat 1 tersebut, larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan
berkontrak. Mengenai alasan adanya klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris
Perseroan Terbatas dalam Perjanjian Kredit pada Bank, oleh kalangan perbankan mempunyai alasan tersendiri, sehingga klausula tersebut harus dicantumkan dalam
perjanjian kredit. Bapak Budi Fransetia Tarigan, Credit Approver Commersial Banking dari Bank
Danamon Indonesia Tbk Wilayah VI, mengatakan, klausula tersebut untuk memperkuat posisi bank selaku kreditur, karena bank melakukan pengecekan dan informasi sebanyak-
banyak tentang calon debitur Perseroan Terbatas. Oleh karena itu bank dalam memberikan kredit pada Perseroan Terbatas lebih memperhatikan siapa orang-orang yang mengelola
dan yang menjalankan perusahaan tersebut dalam hal ini anggota Direksi dan anggota
Universitas Sumatera Utara
Komisaris, karena bank beranggapan apabila usaha atau bisnis suatu perusahaan makin baik, maka resiko bank makin kecil. Terhadap peusahaannya bank melakukan trade
cheking, yaitu mencari informasi sampai sejauh mana trade record perusahaan tersebut dalam menjalankan bisnis atau usaha yang sedang dijalankannya. Sedangkan terhadap
anggota Direksi dan anggota Komisaris, bank melakukan BI Cheking terhadap personnya. Jadi dalam perjanjian kredit bank yang diberikan kepada perseroan terbatas, tidak bisa
terlepas dari organ Direksi dan Dewan Komisaris, sehingga klausula larangan tersebut bank menganggap perlu mencantumkannya.
115
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Erwin Ritonga, Legal Supervesoir Bank Mega, Tbk, Regional Sumatera mengatakan, Direksi dan Komisaris merupakan Key
Person dari suatu perusahaan perseroan terbatas, sehingga bank dalam memutus suatu pemberian fasilitas kredit yang akan diberikan kepada perseroan terbatas tidak hanya
semata-mata pada kemampuan perusahaan perseroan terbatas siapa pemegang sahamnya dan pengurus yang mengelola dan menjalankan perusahaan yaitu Direksi dan Dewan
Komisaris. Karena Bank beranggapan kapasitas dan kemampuan pengurus dalam mengelola dan menjalankan perusahaan menjadi factor yang sanggat mempengararuhi
dalam pemberian persetujuan keputusan kredit. Sehingga bank beranggapan apabila terjadi penggantiaan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris akan mempengaruhi
kinerja dan kemajuan usaha perseroan, walaupun dalam hal ini keadaannya bisa saja menjadi lebih baik dari sebelumnya atau terjadi penurunan terhadap kelangsungan
115
Hasil wawancara dengan Bapak Budi Fransetia Tarigan, Credit Approver Comercial Banking, Bank Danamon Indonesia Tbk Wilayah VI, di Medan, tanggal 16 April 2010
Universitas Sumatera Utara
perseroan tersebut. Dan keadaan yang terakhir ini dapat mempengaruhi kemampuan dalam pembayaran kredit yang telah diberikan bank kepada perseroan.
116
Sedangkan Bapak Torang Panjaitan, Account Offiser Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Medan Asia, mengatakan hal ini berhubungan dengan Karakter daripada
anggota Direksi dan anggota Komisaris yang pada saat kredit diputuskan telah dianggap relative baik, telah dilakukan BI Cheking dan telah diperoleh informasi masalah
kemampuan dan kepercayaan dalam menjalankan bisnis yang dikelola dan dijalankannya. Sehingga apabila dilakukan penggantian anggota Direksi dan anggota Komisaris yang
baru harus dianalisa ulang kembali mengenai karakternya dan secara tidak langsung akan mempengaruhi fasilitas yang telah diberikan kepada debitur.
117
Alasan yang lain juga dikatakan Bapak Ardiman Zebua, Legal Regional Sumatera Bank Mutiara, mengatakan ada beberapa pertimbangan dalam hal tidak diperbolehkannya
dilakukan penggantian pengurus Direksi dan Dewan Komisaris dalam masa kredit outstanding pada bank :
- Direksi merupakan bagian dalam organisasi yang ada pada perusahaan perseroan terbatas organ pengurus, demikian pada saat kredit diberikan oleh bank, Direksi sebagi pihak
yang mewakili perusahaan. - Dari sisi kewenangan kompetensi Direksi adalah pihak yang diberi kewenangan
menentukan arah kebijakan dalam perusahaan. Sehingga konsekwensinya apabila
116
Hasil wawancara dengan Bapak Erwin Ritonga, Legal Supervesoir Bank Mega, Tbk Regional Sumatera di Medan, Senin, tanggal 19 April 2010
117
Hasil wawancara dengan Bapak Torang Panjaitan, Account Offiser Bank Rakyat Indonesia Pesero Cabang Medan Asia. di Medan, Rabu, tanggal 21 April 2010
Universitas Sumatera Utara
Direksi dalam mengajukan, demikian dalam hal mengelolamenggunakan kredit yang diberikan bank bertentangan dengan kepentingan perseroan vide pasal 97 angka 2
UUPT maka sudah sewajarnya menurut ketentuan hukum adalah menjadi tanggung jawabnya teori pertanggungjawaban organ perseroan. Sehingga apabila terjadi suatu
kasus gugatan antara kreditur dengan debitur Perseroan Terbatas maka tentu dalam hal ini akan melalui proses yang panjang karena jika Direksi lama telah tidak menjabat lagi
maka pihak Perseroan Terbatas dan Bank selaku kreditur terlebih dahulu membuktikan apakah Direksi lama dimaksud bertindak di luar kewenangannya.
118
. Disamping alasan-alasan tersebut diatas hal ini juga terkait dengan kewajiban
setiap bank dalam penyampaian laporan Debitur kepada Bank Indonesia. Hal ini tegas diatur dalam pasal 6 ayat 1, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 914PBI2007 tentang
Sistem Informasi Debitur. Laporan Debitur dimaksud meliputi antara lain :
a. Debitur; b. Pengurus dan pemilik;
c. Fasilitas Penyediaan Dana; d. Agunan;
e. Penjamin; f. Keuangan debitur
118
Hasil wawancara dengan Bapak Ardiman Zebua, Legal Regional Sumatera Bank Mutiara, di Medan, Kamis, tanggal 22 April 2010
Universitas Sumatera Utara
Adapun pelaporan tersebut dilakukan dengan dengan suatu sistem yang ada pada Bank Indonesia secara on line dan untuk itu setiap bank diberikan user-id dan password Web
Sistem Informasi Debitur. Oleh karena itu setiap ada perubahan pengurus dan pemilik pemegang saham setiap bank wajib melaporkan perubahan tersebut dalam laporan
bulanan setiap bulannya melalui sistem SID ini pada Bank Indonesia. Perubahan yang akan dilakukan tersebut dikenal dalam SID dinamai koreksi laporan. Bank Indonesia
sebagai lembaga pengawas menerapkan sanksi apabila terjadi keterlambatan menyampaikan pelaporan tersebut sertiap bulannya yaitu selambat-lambatnya tanggal 12
dua belas. Selanjutnya sangsi tersebut berupa kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,- satu juta rupiah perhari, baik berupa pelaporan maupun koreksi pelaporan.
Dari alasan-alasan tersebut diatas dapat kita simpulkan, bank hanya memperhatikan kepentingannya saja secara sepihak tanpa memperhatikan akibat dari
pelarangan tersebut ada kepentingan pihak lain yang dalam hal ini RUPS yang dibatasi hak dan kewenangannya untuk melakukan penggantian anggota Direksi maupun anggota
Dewan Komisaris. Tetapi walaupun demikian pelarangan tersebut tidak mutlak, karena dalam klausula
tersebut masih dimungkinkannya penggantian tersebut sepanjang bank menyetujuinya dengan persyaratan-persyaratan tertentu saja, misalnya anggota Direksi atau anggota
Komisaris yang baru tersebut masih merupakan orang yang satu group dengan perusahaannya holding, atau orang yang mempunyai kelebihan dalam ilmu pengetahuan
dan pengalaman dalam memimpin perusahaan profesional. Dengan kata lain bank menyetujui apabila penggantian tersebut menguntungkan dan tidak berisiko pada bank itu
Universitas Sumatera Utara
sendiri selaku kreditur tanpa memperhatikan hal tersebut merupakan hak yang diberikan undang-undang kepada organ RUPS dalam perseroan.
Perseroan Terbatas sebagai subyek hukum adalah artificial person, dimana kapasitas Direksi anggota Direksi dinamai Direkrtur dilakukan orang perorangan. Jadi
siapapun anggota Direksi, tanggung jawabnya tetap pada perseroan karena dia bertindak atas nama perseroan sepanjang anggota Direksi tersebut menjalankan kegiatan usaha
perseroan sesuai dengan kepentingan perseroan, maksud dan tujuan perseroan dan tidak melanggar larangan dan batasan UUPT serta anggaran dasar perseroan. Dan hal ini juga
sama halnya bagi anggota Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa dalam perjanjian baku terdapat pelanggaran terhadap asas kebebasan berkontrak, debitur tidak mempunyai kekuatan
untuk mengutarakan kehendak dan kebebasannya dalam menentukan isi perjanjian karena itu tidak memenuhi unsur-unsur dari pasal 1320 juncto pasal 1338 Kibab Undang-Undang
Hukum Perdata.
119
Hal tersebut banyak dalam praktek sering terjadi perjanjian kredit yang ditandatangani oleh perseroan terbatas selaku debitur tanpa memperhatikan apakah
klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian kredit bertentangan dengan anggaran dasar perseroan bahkan UUPT, karena perjanjian kredit tersebut merupakan perjanjian
baku.
119
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku Standart Perkembangannya di Indonesia Bandung : Alumni, 1981 halaman 105
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di dalam parktek perbankan bank telah mempersiapkan blangko dan formulir ataupun telah memberikan ketentuan-ketentuan
tertentu dalam hubungan dengan para nasabahnya. Manakala perjanjian kredit ini dibuat dalam akta Notaris, tidak jarang syarat perjanjian telah ditentukan terlebih dahulu oleh
pihak bank sehingga isi perjanjian kredit dalam bentuk inipun dapat dikatkan merupakan perjanjian baku pula. Hal ini memberikan suatu kesan dan asumsi bahwa bank dengan
cara demikian sebagai pihak yang ” kuat” mendominasi pihak lawan dan telah memaksakan kehendaknya terhadap pihak yang “ lemah”, para nasabahnya. Nasabah
menyetujui klausula perjanjian baku dengan pilihan “take it or leave It”. Bahkan untuk memperkuat klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris
tersebut dalam perjanjian kredit, bank juga mempersiapkan suatu surat pernyatan yang isinya menyatakan akta-akta pendirian sampai perubahan yang terakhir serta nama
anggota Direksi dan anggota Komisaris berikut nama-nama para pemegang saham. Hal ini mengakibatkan bahwa bank hanya mengakui anggota Direksi dan anggota Komisaris
dan para pemegang saham pada saat penandatanganan perjanjian kredit oleh perseroan terbatas selaku debitur.
Dari uraian dan penjelasan tersebut diatas bahwa klausula mengenai pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris yang dicantumkan perjanjian kredit akan
bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki oleh organ RUPS dari perseroan terbatas sebagai badan hukum.
Klausula yang demikian memperlihatkan bank selaku kreditur berada dalam posisi yang kuat. Pencantuman klausula tersebut dan pelaksanaannya oleh bank bukan tanpa
Universitas Sumatera Utara
tantangan dari pihak hukum. Tetapi Bank dapat saja digugat oleh organ RUPS dari perseroan terbatas. Karena akibat tindakan Direksi perseroan terbatas tersebut yang
melampaui kewenangannya termasuk perbuatan melawan hukum, sehingga Bank sebagai pihak yang turut menandatangani perjanjian kredit tersebut pun menjadi pihak yang turut
serta melakukan perbuatan yang melawan hukum.
C. Akibat Hukum Atas Klausula Pelarangan Penggantian Direksi Dan Komisaris Perseroan Terbatas Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank
Klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris yang bertentangan dengan aturan dasar yang harus diperhatikan bagi mengikatnya syarat-syarat suatu
perjanjian baku pada perjanjian kredit seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki oleh RUPS. Selain daripada itu,
perjanjian yang mengandung klausul seperti itu tidak sah berdasarkan pasal 1320 ayat 4 KUH Perdata. Menurut pasal 1320 ayat 4 perjanjian sah apabila memenuhi syarat
adanya suatu sebab yang halal. Dalam pasal 1337 KUH Perdata menyebutkan :
“ Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Jadi pasal 1337 KUH Perdata tersebut menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk
membuat perjanjian yang menyangkut kausa yang di larang oleh undang-undang. Kausa atau sebab itu halal apabila di larang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan. Akibat hukum dari perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal adalah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.
Universitas Sumatera Utara
Suatu sebab dari suatu perjanjian yang dimaksudkan adalah isi dari perjanjian itu sendiri, sehingga klausula-klausula dari suatu perjanjian kredit itu tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu isi dariperjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Melihat kenyataan ini, maka klausula pelarangan penggantian Direksi dan
Komisaris yang terdapat dalam klausula pelarangan dalam perjanjian kredit dapat kita katakan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan perundangan-undangan yaitu UUPT.
Direksi dan Komisaris dalam melakukan perjanjjian kredit dengan bank selaku kreditur tahu betul bahwa klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris tersebut
merupakan kewenangan yang berikan undang-undang kepada organ RUPS. Kewenangan yang dimiliki RUPS mengangkat anggota Direksi pasal 94 ayat 1 UUPT
dan memberhentikan anggota Direksi pasal 105 ayat 2 UUPT serta pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris pasal 111 UUPT.
Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan “siapa” perjanjian itu diadakan.
120
Selanjutnya Johanes Gunawan, menjelaskan lebih lanjut tentang asas kebebasan berkontrak ini meliputi :
121
1. Kebebasan setiap orang untuk memutuskan apakah ia membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian.
120
Djaja Meliala, Op.cit, halaman 110
121
Johannes Gunawan, dalam Op.cit Djaja Meliala, halaman 97
Universitas Sumatera Utara
2. Kebebasan setiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu Perjanjian.
3. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian. 4. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian.
5. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan perjajnjian. Penggunaan perajanjian standar perjanjian baku menyebabkan asas kebebasan
berkontrak kurang atau bahkan tidak dapat diwujdkan. Dari 5 lima unsur asas kebebasan berkontrak sebagaimana diuraikan diatas, hanya 2 dua unsur yang dapat duwujudkan,
yaitu kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian dan kebebasan untuk memilih dengan siapa ia akan membuat perjanjian.
Di lain pihak, Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa perjanjian baku secara teoritis yuridis tidak memenuhi unsur-unsur sebagaimana dihendaki oleh pasal
1320 joncto pasal 1338 KUH Perdata.
122
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan : “
Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang menbuatnya”
Perjanjian kredit antara debitur Perseroan Terbatas dengan bank selaku kreditur yang merupakan akta yang berupa perjanjian standar baku merupakan kesepakatan dari para
pihak mengenai suatu hal kredit yang diperjanjikan, maka para pihak terkait dengan perjanjian tersebut dengan asas kebebasan berkontrak.
122
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku Standart Perkembanganya di Indonesia Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Medan: Universitas Sumatera Utara, 1980 halaman 13 dan 17
Universitas Sumatera Utara
Dan karenanya perjanjian kredit tersebut merupakan undang-undang bagi perseroan terbatas selaku debitur dan bank selaku kreditur, dengan segala isi dan klausula-kalusula
yang terdapat dalam perjanjian kredit tersebut. Pasal 1339 KUH Perdata menyebutkan :
“ Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.”
Asas kepatutan yang disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjian.
Asas kebebasan berkontrak berdasarkan ketentuan pasal 1320 juncto pasal 1338 tersebut para pihak bebas membuat perjanjian yang berlaku sebagai undang-undang yang
mengikat para pihak. Asas kebebasan berkontrak bukanlah sesuatu yang berlaku mutlak. Akan tetapi dibatasi juga oleh undang-undang yang berlaku dan oleh kesusilaan dan
ketertiban umum sebagaimana ditetapkan oleh pasal 1337 KUH Perdata. Dengan demikian suatu perjanjian dapat di batalkan jika melanggar ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan norma-norma kesususilaan. Perjanjian kredit adalah perjanjian khusus yang tidak diatur oleh KUH Perdata.
Perjanjian kredit memiliki eksistensi sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam uang yang diatur dalam Bab XIII Buku III KUH Perdata. Hal ini terbukti dari beberapa elemen
pemisah, sebagai berikut : - Landasannya
- Tujuannya - Berlakunya
- Bunganya - Campur tangan pemerintah
- Hak dan Kewajiban para pihak - Ukuran pemberian kredit
Universitas Sumatera Utara
Dari perbedaan ini dapat disimpulkan bahwa eksistensi perjanjian kredit bank adalah konsensuil dan rill.
123
Jadi bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur adalah perjanjian yang bersifat konsensuil. Sedangkan Sutan Remi Sjahdeini mengemukan ada 3 tiga ciri
dari perjanjian kredit bank, yaitu : 1. Bersifat Konsensual
Sifat Konsensual suatu perjanjian kredit merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian pinjam-meminjam uang yang bersifat riil
2. Penggunaan kredit tidak dapat digunakan secara leluasa Pada perjanjian kredit, kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan
didalam perjanjian dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak pada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan
sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit.
3. Syarat cara penggunaannya Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu yaitu dengan menggunakan
cek atau perintah pemindahbukuan.
124
Seperti telah dijelaskan sebelumnya perjanjian kredit yang merupakan perjanjian baku dimana telah ditentukan klausula-kausulanya oleh pihak bank kreditur mempunyai
kekuatan mengikat berdasarkan asas kebebasan berkontrak sebenarnya bertentangan dengan pasal 1320 juncto pasal 1338 KUH Perdata.
Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat :
125
“ Perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian baku diadakan tidak memberi
kesempatan pada debitur mengadakan “real bargaining” dengan pengusaha kreditur . Debitur tidak mempunyai kekuasaan mengutarakan kehendak dan
kebebasannya dalam menentukan isi perjanjian. Kerena itu perjanjian baku tidak memenuhi elemen yang dikehendaki pasal 1320 juncto pasal 1338 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.”
123
Mariam Darus Badrulzaman, dalam Op.cit, Perjanjian Kredit Bank, halaman 180
124
Sutan Remi Sjahdeini, dalam H.S. Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluara KUH Perdata Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, halaman 79
125
Mariam Darus Badrulzaman, dalam Ibid, H.Salim.HS, halaman 174
Universitas Sumatera Utara
Disini pihak debitur tidak mempunyai kekuatan tawar menawar dalam menentukan klausula-klausula yang ditetapkan sebelumnya dalam bentuk perjanjian
kredit yang telah standar baku. Pihak Kreditur tinggal menyodorkan akta perjanjian kredit tersebut kepada debitur dan debitur tingga menyetujui “ya” atau “tidak”.
Apabila debitur menyetujui subtansinya, ia menandatangi perjanjian kredit tersebut. Akan tetapi, apabila substansi itu tidak disetujui, ia tidak menandatangi perjanjian
kredit itu. Dengan demikian, kebebasan berkontrak yang tercantum dalam pasal 1338 KUH
Perdata tidak mempunyai arti bagi debitur karena hak-hak debitur dibatasi. Melihat kenyatan ini klausula yang terdapat dalam perjanjian kredit terdapat unsur
paksaan dari pihak bank selaku kreditur terhadap debitur. Pasal 1321 KUH Perdata menyebutkan :
“ Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau
diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”
Sedangkan dalam pasal 1323 Kitab Undang Hukum Perdata menyebutkan : “
Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat persetujuan, merupakan alasan untuk batalnya persetujuan, juga apabila paksaan itu
dilakukan oleh seorang pihak ketiga untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat”.
Dan karena itu akibat paksaan yang dilakukan pihak bank terhadap klausula yang terdapat perjanjian kredit dapat saja dijadikan alasan pembatalan perjanjian yang dibuat
dibawah paksaan oleh debitur.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dapat saja terjadi karena akibat klausula pelarangan tersebut, RUPS terhalangi untuk melakukan kewenangannya apabila RUPS menghendaki akan
dilakukannya penggantian anggota Direksi maupun anggota Dewan Komisaris. Dan kewenangan tersebut telah diatur dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007 tersebut diatas itu
dan anggaran dasar perseroan. Dalam hal ini perseroan yang terikat pada perjanjian kredit yang tandatangani
Direksi dan Komisaris selaku Debitur dengan Bank selaku kreditur yang memberikan kredit pada perseroan yang didalamnya perjanjian kredit terdapat klausula pelarangan
penggantian Direksi dan komisaris, sementara disatu pihak RUPS menghendaki dilakukannya penggantian anggota Direksi danatau anggotan Dewan Komisaris.
Asas kebebasan berkontrak yang menjadi dasar perjanjian kredit akan diperhadapkan dengan ketentuan UUPT serta ketentuan anggaran dasar perseroan. Suatu
asas tentu ada kekecualiannya. Kebebasan berkontrak akan henti manakala pada suatu situasi konkrit terjadi konflik antara kepntingan individu dengan kepentingan yang lebih
tinggi. Kebebasan berkontrak tidak hanya dibatasi oleh undang-undang tetapi juga kesusilaan, ketertiban umum, kepatuhan dan kepantasan serta itikad baik.
Pembatasan asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Pasal ini bertujuan mencegah perbuatan yang tidak patut dan yang bertentangan dengan hukum.
126
126
Djaja S Meliala, Masalah Itikad Baik Dalam KUH Perdata, Bandung : Penerbit Binacipta, 1987 halaman 9.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian, tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad
baik. Perjanjian yang didasarkan dengan itikad buruk, akibat hukum atas perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian
yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjian. Demikian pula halnya dalam UUPT, walaupun kewenangan mewakili perseroan
terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan berada di tangan Direksi, sebagaimana ditegaskan dalam psal 98 ayat 1 UUPT dan ketentuan anggaran dasar, tetapi
kewenangam bertindak tersebut dibatasi oleh peraturan perudang-undangan yang berlaku dan ketentuan anggaran dasar. Setiap tindakan yang dilakukan Direksi di luar kewenangan
yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan, kecuali diatur lain oleh ketentuan anggaran dasar perseroan. Ini berarti Direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama
dan untuk kepentingan perseroan. Jadi organ yang melakukan perbuatan perbuatan penguasahaan tidak dapat bertindak
semaunya atas perhitungan dan pertanggung-jawaban badan hukum. Hal ini ada batas- batas dan ketentuan-ketentuannya. Organ ini hanya dapat mengikat badan hukum, jika
tindakan-tindakannya dalam batas-batas wewenangnya yang ditentukan anggaran dasar, ketentuan-ketentuan lainnya dan hakekat dari tujuannya itu.
127
Dalam pasal 99 ayat 1 huruf b menyebutkan : 1 Anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan, apabila :
127
Ali Rido, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, cetakan keempat Bandung : Penerbit Alumni, 1986 halaman 21
Universitas Sumatera Utara
b. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.
Selain itu UUPK nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat danatau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian. Dan klausula yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang
memenuhi larangan diatas, dinyatakan batal demi hukum Dalam klausula-klausula perjanjian kredit yang dibuat secara sepihak oleh bank dalam bentuk standar baku,
sehingga hal ini pun secara tidak langsung dapat dikatakan pelanggaran dari UUPK tersebut.
Akibat perjanjian kredit yang ditandatangani oleh Direksi dan Komisaris ketika ada klausula larangan penggantian Direksi dan Komisaris maka terhadap perjanjian kredit
tersebut, RUPS melalui pemegang saham dapat saja meminta pembatalan perjanjian kredit tersebut, karena adanya kewenangan yang menjadi haknya dibatasi oleh perjanjian
kredit tersebut. Tugas dan kewajiban Direksi perseroan adalah melakukan pengurusan peseroan dengan
itikad baik dan bertanggung jawab Pasal 97 ayat 2 UUPT. Dan karena Direksi lalai menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, maka perbuatan
hukum yang yang dilakukan Direksi atas perjanjian kredit tersebut menjadi tanggung jawab penuh secara pribadi. Hal ini dipertegas dalam pasal 97 ayat 3 UUPT yang
menyebutkan :
Universitas Sumatera Utara
“ Setiap anggota Direksi bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian
perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketenuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2.”
Demikian juga halnya Dewan Komisaris apabila ikut serta menanandatangani akta perajanjian kredit tersebut juga ikut bertanggung jawab secara pribadi pasal 108 ayat 3
UUPT. Sehubungan hal itu untuk menghindari tanggung jawab secara pribadi tersebut
Direksi dan Komisaris sebelum menandatangani perjanjian kredit bank, meminta agar klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris dalam perjanjian kredit tidak
mencantumkannya karena hal itu bertentangan dengan UUPT dan anggaran dasar perseroan serta asas kepatuhan dan itikad baik.
Secara prinsip suatu perjanjian yang telah dibuat secara sah dapat dibatalkan jika perjanjian tersebut dalam pelaksanaannya akan merugikan pihak pihak tertentu. Pihak-
pihak ini, yang berhak untuk memintakan pembatalan, tidak hanya pihak dalam perjanjian tersebut, tetapi meliputi juga setiap individu yang merupakan pihak ketiga di luar para
pihak yang mengadakan perjanjian. Dalam hal ini pembatalan atas perjanjian tersebut dapat terjadi, baik sebelum perikatan yang lahir dari perjanjian itu dilaksanakan maupun
setelah prestasi yang wajib dilaksanakan maupun berdasarkan perjanjian yang dibuat tersebut dilaksanakan.
128
128
Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan Aanvullend Recht Dalam Hukum Perdata, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005 halaman 288
Universitas Sumatera Utara
Untuk itulah, para Direktur haruslah tetap berhati-hati dalam pengurusan dan pengambilan keputusan bisnisnya agar mendapat perlindungan UUPT. Demikian juga halnya Dewan
Komisaris yang berfungsi mengawasi pengurusan oleh Direksi, wajibdengan itikad baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab. Pentingnya pelaksanaan pemberian nasihat dengan
itikad baik, penuh kehati-hatian dan tanggung jawab oleh masing-masing anggota Dewan Komisaris tersebut apabila terbukti mereka bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya tersebu, tidak terlepas dari ancaman hukuman yang akan diterima oleh masing- masing anggota Dewan Komisaris tersebut apabila terbukti mereka bersalah atau lalai
dalam menjalankan tugasnya tersebut. Karena undang-undang menegaskan bahwa setiap anggota Dewan Komisaris yang bersalah atau lalai menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat, maka anggota Dewan Komisaris turut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang diderita perseroan.
Jadi terhadap klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam hubungan konsensual dalam perjanjian
kredit bank dengan Perseroan Terbatas sebagai debitur, karena Direksi dan Komisaris dari perseroan tersebut dalam keadaan terpaksa menanandatangi akta perjanjian kredit tersebut
tanpa mempunyai hak tawar atas klausula-klausula yang standar Baku. Walaupun demikian, harus diakui bahwa kontrak baku atau perjanjian yang
mengandung klausul baku ini sangat dibutuhkan dalam dunia perdagangan yang semakin maju dewasa ini, terutama karena dengan penggunaan kontrak baku tersebut berarti para
pihak dapat mempersingkat waktu bernegosiasi. Hal ini sangat berguna jika dikaitkan dengan prinsip bahwa waktu adalah uang. Oleh karena itu, kontrak baku tetap mengikat
Universitas Sumatera Utara
para pihak dan pada umumnya beban tanggung gugat para pihak adalah berat sebelah, langkah yang harus dilakukan bukan melarang atau membatasi penggunaan kontrak baku
melainkan melarang atau membatasi penggunaan klausul-klausul tertentu dalam kontrak baku tersebut.
129
Untuk itu diharapkan perjanjian kredit yang dibuat secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank Indonesia sebagaimana yang disebutkan dalam pasal
21 ayat 1 Rancangan Undang-Undang Perkreditan Perbankan sesuai dengan Asasnya dalam pasal 3 yaitu :
130
Perkreditan Perbankan dilaksanakan dengan menganut prinsip mekanisme pasar yang berasaskan kepercayaan, keadilan, kejujuran, transparan, kepatutan ,
kebiasaan, kesusilaan, dan sesuai dengan kepastian hukum.
serta tujuan umum dari Undang-Undang Perkreditan Perbankan dalam pasal 4 yang menyebutkan :
131
a. Memberikan keseimbangan atas hak dan kewajiban kepada pihak Kreditur dan pihak Debitur;
b. Memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada pihak Kreditur dan pihak Kreditur;
c. Mengatur perkreditan perbankan secara transparan bagi pihak Debitur dan pihak Kreditur; dan
d. Mengatur Perkreditan Perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Selanjutnya dalam penjelasannya ketentuan tentang perjanjian standar yang akan
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia, antara lain : a. Bentuk dan format perjanjian standar;
129
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008 halaman 46
130
Rancangan Undang-Undang Perkreditan Perbankan, pasal 3
131
Rancangan Undang-Undang Perkreditan Perbankan, pasal 4.
Universitas Sumatera Utara
b. Contoh hal-hal yang bertentangan degan undang-undang, kesusilaan, dan kepatuhan;
c. Contoh hal-hal yang menyebabkan adanya tambahan danatau perubahan perjanjian standar; dan
d. Sanksi administartif terhadap penyimpangan dan pembuatan perjanjian standar. Dengan demikian klausula-klausula baku dalam perjanjian kredit telah diteliti dan
dikaji lebih mendalam sebelum digunakan oleh suatu komisi pada Departemen Kehakiman dan Hak asasi manusia yang bersama-sama dengan Bank Indonesia, lembaga
Konsumen, Ikatan Notaris Indonesia serta kalangan Unversitas dari Fakultas yang ada kaitannya. Dan selanjutnya Klausula-klausula tersebut disahkan atau disetujui oleh
Menteri serta diumumkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia guna memenuhi asas publisitas. Dan hal ini akan dapat menjamin asas keseimbangan antara hubungan
debitur dan bank selaku kreditur dalam perjanjian kredit.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN